Keluarga toxic, untung Naura sudah keluar dari rumahnya. Kira-kira apa yang akan dilakukan Adelia dan Desi ya. Penasaran, yuk buka bab selanjutnya.
Naura masuk ke dalam apartemen dengan mengendap-ngendap, ia tahu betul jika Arkan mengetahui jadwal kuliahnya dan hari ini naura terlambat pulang. "Sepertinya dia belum pulang," tutur Naura berlari ke kamar untuk mengganti pakaiannya. Tepat saat ia selesai mengganti pakaian tedengar suara bel berbunyi. Naura mempercepat megganti pakaiannya lalu melihat tamu yang datang melalui interkom. "Oops ... Mamah," gumamnya. "Apa yang harus aku lakukan?" tanya Naura dalam hati sembari melihat ke ruang tamu. Ia tak mungkin sempat membersihkan semuanya jadi, Naura memaksakan diri untuk menyambut mertuanya meski ia yakin akan ada drama rumah tangga seperti di film-film. Cklek "Mamah ... Mamah sendiri aja. Ayo, masuk." Tanpa menjawab ucapan Naura, Sinta pun masuk ke dalam apartemen. "Sikapnya sama persis dengan anaknya," batin Naura. Tanpa Naura duga, Sinta membuka kamar Arkan. Ia bergeser ke sisi kamarnya yang berantakan agar mertuanya itu tidak membuka kamarnya. "Ma-Mamah mau minum apa?"
Arkan tersentak ketika mendengar ucapan Naura. Ia pikir Naura kabur apa lagi kopernya sudah tidak ada di lemarinya. "Kamu di mana?" tanya Arkan panik karena Naura tiba-tiba saja meminta tolong. "Aku di rumah Mamah." "Mamah, apa Adelia yang menculikmu?" Terdengar helaan napas. "Mamah Om yang menculik aku. Aku lagi di rumah Om." "Hah, kok bisa?" "Cepat jemput aku. Aku takut," ujar Naura merengek minta pulang. Arkan mematikan panggilannya, ia lalu mengambil kunci mobilnya lalu keluar dari apartemennya. Sementara itu di tempat lain, Naura menutup matanya karena memang ia ngantuk. Tok ... tok, "Permisi Non." "Hm ... masuk Bi." Naura enggan turun dari ranjangnya membiarkan Surti masuk ke dalam kamar. "Non, Pak Teddi sudah datang, Bu Sinta menyuruh Nona untuk segera turun," jelasnya. Naura menghela napasnya, ia terlalu lelah hingga tak ingin berajak dari ranjangnya. "Aku mandi dulu Bi." "Iya, Non." Naura memandang langit di kamar Arkan. "Cepatlah datang, Om." Meski berat Naur
Hening, sepasang mata hanya saling menatap. Di saat suasana terasa canggung, Arkan malah tertawa terbahak-bahak."Aku menyukaimu sebagai istri sewaanku."Naura memalingkan wajahnya, ia merasakan panas di pipinya kala mendengar pengakuan Arkan ."Brengsek, aku pikir dia benar-benar menyukaiku," batin Naura merutuki kebodohannya."Hei, kamu pasti kecewa karena aku enggak suka sama kamu kan?"Naura berbalik. "Iya, awalnya aku sangat kecewa. Tapi setelah Om bilang menyukaiku karena aku istri sewaan, aku pun bahagia. Karena pernikahan kita enggak akan berlangsung lama.""Apa ...?""Tetaplah menjaga perasaan Om, aku pun akan melakukan hal yang sama agar hubungan kita cepat selesai."Setelah mengucapkan semua yang ada di hatinya, Naura pun membelakangi Arkan."Sial," gumam Arkan yang masih bisa di dengar oleh Naura. Namun, dengan kasarnya Arkan menarik bantal yang di gunakan oleh Naura."Ini bantalku!" ucapnya.Tak hanya bantal, Arkan juga menarik selimut yang sedang di gunakan oleh istriny
Atmosfir di sekitar mereka berubah seketika. Naura bisa melihat ketegangan di antara Arkan dan juga Devan. Suara Naura tercekat, ia tak bisa menyangkal ucapan Arkan."Suami?" Naura melirik Devan, ingin rasanya ia menghilang saat tertangkap basah sudah memiliki suami. Gelak tawa terdengar dari mulut Naura, ia berusaha senyaman mungkin tertawa untuk mengalihkan perhatian mereka berdua. "April mop ...!" seru Naura bersemangat. "Sepertinya aku telat ke kampus, kalau gitu kita pergi dulu ya. Bye, Devan." Dengan cepat Naura menarik tangan Arkan seraya menundukan kepalanya karena malu. Arkan menepis tangan Naura setelah mereka jauh dari pandangan Devan. "Siapa dia, apa dia pacarmu atau pria yang kamu suka?" "Apa sih, bukan siapa-siapa." "Yakin, terus kenapa kamu terlihat menutupi status kita?" Mengingat pernikahaan mereka hanya sebuah perjanjian, sebisa mungkin Naura ingin menutupi rahasia pernikahannya dari Devan.Selain itu, ia tak ingin menyandang status janda yang sering mendapat
Gosip pernikahan Naura dengan Om-Om pun seketika menyeruak di kampusnya. Hampir setiap mahasiswa yang ia lewati terus membicarakannya. Hal itu imbas dari pertikaian Naura dan juga Leni. Alhasil si mulut racun itu menyebarkan gosip yang bukan-bukan. "Sepertinya gosip tentang kamu begitu hits beberapa hari ini," ucap Lala menoleh ke sekitarnya. "Hm ... menjadi topik utama ternyata menyenangkan. Bagi si pencari gosip mereka akan mendekatiku, bagi si bodoh mereka akan menjauhiku dan bagi manusia yang enggak punya perasaan sepertimu, itu hal yang biasa." Lala menghela napas berat mendengar ucapan Naura. "Berarti aku si orang yang gak punya perasaan dong!" "Hm ... kamu yang paling terbaik dari yang terburuk. Terima kasih selalu ada di sampingku," tutur Naura tulus. "Yang benar saja, masa dari yang terburuk." Naura tersenyum lalu memeluk tubuh Naura dengan erat. "Aku ingin ngecamp besok, sepertinya sudah lama kita enggak liburan." "Serius, ayo. Aku akan mengajak Rendy." "Kenapa menga
Lampu yang temaram menyamarkan pandangan Arkan saat melihat ke trotoar. Perlahan mobil yang di kemudikan Arkan menepi di jembatan tempatnya menurunkan Naura di sana. "Ke mana dia pergi," gumam Arkan. Perlahan ia membuka ponselnya lalu menghubungi nomor ponsel Naura, tapi panggilan selalu di alihkan. "Argh, si bodoh itu cepat sekali jalannya. Apa dia naik taksi ya?" Tak ingin berpikir yang bukan-bukan Arkan pun kembali mengemudikan mobilnya ke apartemen mereka. Sementara itu, Naura tengah memandangi wajahnya di depan cermin. "Aku ingin beli baju ini," tutur Naura. Ya saat ini Naura sedang membeli pakaian untuk ia gunakan nge-camp bersama Lala. "Jaketnya terlalu tebal. Pakai ini saja." Lala memberikan hoodie untuk Naura gunakan. "Sepertinya bagus," ujar Naura memutar tubuhnya di depan cermin. Melihat penampilan Naura yang rapih dengan mini dress yang menempel di tubuhnya membuat Lala penasaran. "Sebenarnya kamu habis dari sama sama Arkan?" Naura terdiam lalu mengambil celana
Seperti nyamuk, Naura hanya melihat kemesraan Lala dan juga Rendy. Ada rasa iri di hati Naura saat melihat Rendy yang begitu perhatian kepada sahabatnya itu. "Menyebalkan, kenapa mataku harus di nodai seperti ini," gerutu Naura lalu mengalihkan pandangannya dari Lala dan Rendy. Tangan Naura merogoh saku celananya mencari ponselnya. Entah mengapa dari kemarin Arkan tak menghubunginya seolah masalah kemarin membuatnya begitu kesal padanya. "Ck, harusnya aku yang marah kenapa jadi dia yang marah sih!" gerutu Naura merasa begitu kesal dengan sikap pria egois itu. Namun, saat ia menoleh ke arah kerumunan, ia mendapati sebuah mobil yang tak asing di matanya. "Sepertinya aku kenal mobil itu. Tunggu, bukannya itu mobil Arkan?" batin Naura beranjak dari kurisnya. Benar saja, tak lama Arkan keluar dari dalam mobil dengan menggunakan celana pendek serta hoodie yang membalut tubuhnya. "Ke-kenapa dia ada di sini?" Naura masih mematung melihat kedatangan pria yang sama sekali tak diharapkan k
Kedua tangan Naura mendekap mulutnya saat melihat tendanya bergoyang. Bayang Lala dan Rendy sedang melakukan sesuatu hal di dalam tenda pun terlihat jelas dari luar tenda."Oh my God, apa yang mereka lakukan di sini?" gumam Naura."Bajingan ini enggak tau tempat," gerutu Arkan yang tak kalah syok dengan apa yang dia lihat.Namun, tak lama kepala Lala menyembul di balik tenda sembari membawa karpet diikuti Rendy di belakangnya."Apa yang kalian lakukan?" tanya Naura."Kenapa kamu diam aja, bantu aku," jawab Lala kesusahan membawa karpet.Naura pun membantu Lala dan juga Rendy membawa karpet sembari melihat ke dalam tenda memastikan apa yang dia liat tadi itu salah."Tadi kalian ngapain di tenda?" bisik Naura.Dengan polos Lala menjawab, "Gulung karpet, tadi aku gulung sendiri malah jatuh. Untung Rendy datang bantuin aku."Seketika pikiran kotor di otak Naura menghilang. Ia terlalu berpikir berlebihan hingga menganggap sahabatnya mesum di tempat umum.Keduanya pun duduk di karpet sembar
Satu bulan berlalu hubungan Naura dan Arkan semakin erat. Meski harus menjalani hubungan long distance relationship, tak menghalangi rasa cinta Arkan untuk anak dan istrinya."Pagi, Sayang."Perlahan Naura membuka mata saat mendengar suara bariton berbisik di telinganya."Kapan kamu datang?""Lima menit yang lalu. Aku rindu memeluk tubuhmu, Sayang."Seketika Naura membuka matanya. "Axel, di mana dia?"Arkan mengeratkan pelukannya. "Dia di bawah sama Papah dan Bu Dila.""Oh." Naura hanya ber-oh-ria lalu menyibak selimut yang menutupi tubuhnya. "Kamu mau ke mana?""Mau buat sarapan," jawab Naura mengikat rambutnya. Namun, Arkan menarik tubuh Naura hingga tergeletak di atas kasurnya. "Aku masih kangen, diam di sini sebentar saja."Naura lalu membiarkan Arkan untuk memeluknya beberapa saat sampai dia puas meluapkan rasa rindunya."PAPA ...." teriak Axel."Tuh anaknya manggil, sana samperin."Arkan menghela napasnya lalu mencium bibir Naura dengan lembut. "Ku menginginkanmu Sayang." Tanga
Suara gemercik air membangunkan Naura dari tidurnya. Dia lalu mengibas selimut yang menutupi tubuhnya dan— "Argh." Naura berteriak histeris saat melihat tubuhnya yang polos tanpa sehelai benang pun. "Apa yang terjadi, di mana bajuku?" gerutu Naura. Tak lama dia mendengar suara seseorang membuka pintu. Naura pun segera menutup tubuhnya dengan selimut berpura-pura tidur untuk melihat siapa orang yang keluar dari kamar mandi. Sedikit demi sedikit Naura membuka matanya dan mendapati Arkan yang sedang memakai pakaiannya setelah mandi. "Arkan, jadi aku tidur dengan dia. Tunggu, kenapa aku bisa bersama Arkan?" batinnya. Naura mencoba mengingat kembali apa yang terjadi di klub semalam. Ingatannya mulai berputar seperti sebuah rekaman dan berakhir saat dia mencium Arkan. Naura begitu menikmati ciuman itu hingga membuatnya tak ingin melepaskan sedetik pun kesempatan itu. "Aku mencintaimu, Naura." "Aku juga mencintaimu, Arkan," ucap Naura dengan sadar hingga membuat wajahnya bers
Dentuman musik mengalun begitu kencang hingga memekikkan telinga. Namun, hal itu malah menarik atmosfer di sekitar membuat orang-orang yang berada di dalam klub ikut terhanyut dengan irama musik yang dibawakan oleh seorang DJ. "Naura, ayo turun!" ajak Sela saat mereka memasuki klub malam. "Kamu aja aku tunggu di bar ya." "Jangan di bar kita cari meja saja," ujar Sela. Matanya melihat ke sekeliling mencari tempat yang kosong. Namun, sayang tidak ada tempat kosong. Hampir semua meja terisi penuh oleh orang-orang yang sedang menikmati malam panjang mereka. "Tunggu, bukankah itu Arkan. Kita ikut di meja dia saja." Naura mencekal tangan Sela, tapi wanita itu terus berjalan meninggalkannya begitu saja. Mau tidak mau Naura pun mengikuti Sela hingga berhenti tepat di depan meja Arkan. "Hai, Arkan. Sendiri aja nih, boleh gabung?" Arkan mendelik, tanpa bicara dia bergeser tanda jika dia mempersilahkan mereka untuk duduk bersama dengannya. "Terima kasih, aku titip Naura dulu ya. B
Deburan ombak mengalihkan perhatian Naura dari Roni dan Sela yang sedang berbincang. Padahal meeting sudah berakhir dan mereka berdua masih asik bersama."Ini." Naura menoleh ke samping saat Raka memberikan kopi untuknya. "Makasih.""Sama-sama."Naura kembali menoleh ke arah Sela dan Roni, tapi mereka sudah tidak ada di sana. "Ke mana mereka pergi?""Siapa? Oh Pak Roni dan Bu Sela, paling ke hotel.""Hah, kok bisa secepat itu?"Raka tertawa terbahak-bahak melihat ekspresi terkejut Naura. "Kamu tenang saja mereka sedang melihat lokasi untuk penempatan barang-barang.""Oh," ujar Naura bernapas lega. Naura pun memilih berteduh di bawah pohon yang rindang lalu menurunkan bokongnya di atas pasir. "Menurutmu bagaimana Bu Sela dan Pak Roni?""Maksudnya?"Raka tersenyum lalu menjawab, "Aku sudah lama ikut kerja dengan Pak Roni, aku tau dia tertarik pada Bosmu.""Oh, aku pikir Pak Roni bukan tipe pria idaman Bu Sela. Apa lagi usia mereka terpaut jauh, aku nggak yakin hubungan mereka akan b
Setelah pertemuan Sela dan Arkan, wanita itu terus mendiamkan Naura seolah kesal kepada.Naura pun tidak tahu harus melakukan apa karena Sela terus memalingkan wajahnya."Sebentar lagi kita sampai, apa kamu akan terus bersikap seperti itu?"Sela mendelik dan hanya menggerakkan tubuhnya seolah tak memperdulikan Naura. Kesal, Naura pun menginjak rem hingga tubuh Sela terhuyung ke depan. "Argh ... Kamu gila, apa kamu ingin aku mati?""Lihat kamu masih hidup dan berteriak dengan kencang."Sela mendelik, dengan anggunnya dia merapihkan rambutnya. "Aku kesal karena kamu nggak ngasih tahu aku kalau Arkan ada di sini.""Aku juga nggak tahu kalau dia datang ke sini. Lagi pula baru tadi pagi aku ketemu sama dia. Tunggu, kenapa kamu sekesal ini sama aku. Apa kamu masih mengharapkan dia?""Hah, yang benar saja. Mana mungkin aku mau sama duda apa lagi bekas karyawanku," cibirnya.Naura berdecak kembali mengendarai mobilnya. "Berhenti berbohong buktinya kamu kesal saat melihat aku dan Arkan bersa
Deburan ombak mengalun indah menemani Naura yang sedang menikmati kopi di pagi buta. Dia sama sekali tak bisa tidur nyenyak saat berada jauh dari putra semata wayangnya.Tok,tok."Permisi, room service."Naura menoleh ke arah pintu lalu beranjak dari kursinya.CeklekNaura terkejut melihat staf hotel membawakan sarapan ke kamarnya. "Maaf aku nggak pesan, mungkin salah kamar."Staf tersebut melihat kartu untuk memastikan jika mereka tidak salah kamar. "Dengan Ibu Naura kamar 210""Iya aku Naura, tapi aku nggak pesan," tutur Naura mencoba menjelaskan. Tak lama ponsel Naura berdering terlihat nama Arkan di sana. "Halo."[Selamat menikmati sarapannya.]"Apa, jadi kamu yang kirim makanan ini. Dari mana kamu tahu aku ada di hotel ini?"[Selamat menikmati, Sayang.]Arkan mematikan panggilannya sepihak. Mau tidak mau Naura pun mempersilahkan staf untuk masuk dan menyajikan makanan pesanan Arkan.Sudut bibir Naura terangkat saat melihat makanan pesanan Arkan. Tak lupa dia mengabadikan momen
Naura merapihkan beberapa pakaian ke dalam koper. Tak lupa dia pun memasukkan beberapa berkas ke dalam tasnya."Sudah di masukkan semua? Awas nanti ada yang ketinggalan!" ucap Dila sambil mengajak Axel bermain."Sepertinya sudah beres semua. Bu, aku titip Axel beberapa hari ya.""Iya, kamu tenang saja. Ibu akan menjaga Axel dengan baik, lagi pula Pak Teddi juga ada pasti dia membantu Ibu menjaga Axel."Naura tersenyum lalu beranjak dari lantai. "Aku siap-siap dulu."Seolah mengerti, Dila mengajak Axel untuk keluar dari kamar Naura.Tok, tok."Permisi."Dila menuruni anak tangga lalu menghampiri tamu yang baru saja datang."Siapa Bi?" tanya Dila saat dia berjalan ke arahnya."Itu Bu, temennya Bu Naura," jawabnya."Oh Sela. Tolong buatkan minuman buat Sela ya." Dila pun menghampiri Sela yang sedang duduk di sofa. "Eh, Sela.""Tante, hai Axel," sapa Sela saat melihat Axel tersenyum menatapnya.Mereka pun duduk bersampingan sambil bermain dengan Axel. "Acaranya mendadak ya?" selidik Dila.
Suara bising di sekitar tak mengalihkan perhatian Naura dari berkas yang ada di hadapannya. Brak!Hening seketika, semua yang ada di ruang meeting diam menatap ke arah Naura. "Ini kenapa bisa beda?"Naura menggeser berkas yang ada di depannya. "Laporan keuangan ganti, salah tuh! Teliti dulu sebelum di kirim. Ini lagi, bukannya klien kita minta ganti kursi, kenapa masih ditulis kursi dengan merek yang sama?""Ma-maaf Bu, tapi Bu Sela sudah setuju dengan merek itu," jelas Kevin.Seketika Naura menoleh ke arah Sela. "Apa, aku nggak tau ya. Kevin, kamu benar-benar ya, harusnya kamu bilang kalau barangnya di ganti, aku kan nggak tahu."Sela langsung menggeser kursinya mendekati Naura seolah menyerang Kevin."Ta-tapi Bu Se—"Mata Sela hampir saja keluar memelototi Kevin bahkan mulutnya berkomat-kamit seolah menyuruhnya tutup mulut."Bereskan semuanya, kerjakan dengan baik dan teliti. Baiklah, meeting kita tutup, selamat siang."Naura keluar dari ruang meeting di ikuti Sela di belakang. Wan
Hening, seketika Naura tak mendengar suara apapun kecuali detak jantungnya yang begitu cepat.Mata Naura terpaku pada wajah pria yang selalu membuat hatinya berdesir. "Papa," teriak Axel berjalan ke arah mereka.Refleks Arkan melepaskan tangannya dari pinggang Naura. "Sayang." Axel berlari memeluk Arkan dengan erat. "Ayo, kita cari makan," sambung Arkan meninggalkan Naura yang masih mematung. Sorak dari para tamu undangan pun kembali riuh saat Adelia bersiap melempar buket bunga yang dia pegang. "Naura, sini!" panggil Adelia. Dengan enggan Naura pun ikut ke kerumunan yang bersiap menerima buket bunga. Semua bersiap hanya Naura yang diam dan ikut berdiri dengan kerumunan."Satu, dua, tiga."Buket itu pun melayang ke arah Naura, tapi seketika tubuhnya terhuyung ke depan saat seseorang mendorongnya dari belakang. "Argh," ucap Naura terkejut. Namun, dengan cepat pria itu menarik tangan Naura hingga menyentuh tubuhnya. "Woa, selamat Bro!" teriak Reza mengalihkan perhatian semua yang