Akan kan pernikahan Naura dan Arkan batal karena Naura kabur dari apartemen? Yuk, baca lagi bab selanjutnya.
Suara ketukan pintu membangunkan Naura dari tidur. Dengan wajah bantal serta rambut yang acak-acakan ia pun berjalan membukakan pintu. Cklek. "Selamat siang, Kak. Ayo, kita ganti bajunya dulu." Tiga wanita menerobos masuk ke dalam kamar hotel, membuat Naura kebingungan. "Tunggu, apa yang kalian lakukan?!" "Kita harus cepat-cepat makeup, kak." "Enggak!" teriak Naura. "Sepertinya kalian salah kamar, sebaiknya kalian pergi dari sini!" Mereka bertiga hanya saling beradu pandang sebelum akhirnya mereka terpaksa memegangi Naura. "Hei, kalian salah orang. Untuk apa memakai mekeup!" "Sebentar, aku telepon sahabatku dulu." Perlahan mereka melepaskan tangan Naura. Secepatnya Naura mengambil ponsel— menghubungi Lala. "Halo, La. Ini ada tiga orang cewek datang ke kamar hotel. Kamu pesan make up?" "Oh ya, aku lupa ngasih tahu kamu, biarin mereka memake-up wajahmu dulu, aku lagi di jalan menuju ke hotel." "Oke." Naura berbalik melihat ke arah para wanita yang siap medandaninya. "Seben
Gemercik air membasahi tubuh Naura yang berada di bawah shower. Entah mengapa ia begitu bersemangat menyambut hari barunya. Di tengah lantunan lagu yang mengiringi, tiba-tiba saja dering ponsel mengalihkan perhatian Naura. "Nomor baru, siapa?" Naura mengabaikan panggilan tersebut dan satu menit kemudian suara ketukan pintu mengagetkannya. "Naura ... kamu sedang apa, cepatlah keluar!" "Arrgh, si tua bangka itu selalu menggangu ketenanganku saja," gerutu Naura lalu membuka pintu kamar mandi. "Ada apa?" "Mana kado pemberian Papah?" tanya Arkan sembari mengadahkan tangannya. Naura menonyongkan bibirnya sembari berkata, "Tuh." Arkan menoleh ke belakang untuk mencari kado pemberian ayahnya itu. Dengan kasar Arkan membuka kado pemberian ayahnya untuk Naura. "Itu kadoku kenapa kamu membukanya," ucap Naura dengan merebut kado yang sudah di buka Arkan secara paksa. "Buka kadonya!" "Ini kadoku, kenapa Om penasaran sama kadoku!" hardik Naura kesal melihat kelakuan pria yang ada di hadap
Deburan ombak menjadi saksi kedekatan Naura dan Devan. Keduanya berjalan beriringan sembari menikmati hantaman ombak yang mengenai kaki yang polos tanpa alas."Kamu nginap di hotel mana?" tanya Devan.Tubuh Naura berputar ke sebelah kiri dan—"Ini hotel tempatku menginap," jawab Naura menunjuk hotel mewah yang berada tepat di depan mereka."Ah, ternyata hotel kita berdekatan. Kapan kamu balik ke Jakarta?""Entahlah, tergantung Om-ku. Paling dua sampai tiga harian."Mata Naura terus memandangi hotel yang ia tinggali hingga akhirnya matanya tertuju pada sosok pria yang sedang menatapnya."Kenapa dia ada di sana, mengganggu saja," gerutu Naura."Aku pergi dulu. Oh ya, aku boleh kan ngehubungi kamu?"Ini kali pertama Devan meminta nomor ponselnya. Dengan hati yang berbunga-bunga, Naura mengetik nomor ponselnya."Ini, nomorku sudah ada?""Hah!" Devan mengambil alih ponselnya dan melihat nama Naura yang sudah tersimpan di ponselnya sejak lama. "Ah, ternyata udah ada," ucapnya dengan gugup."
Naura terus merengek meminta ikut dengan Arkan yang memang malas mengajaknya ke klub malam. "Klub malam bukan tempatmu lagi. Jadi, berhentilah merengek untuk ikut pergi!" Naura hanya diam ketika Arkan membentaknya dengan begitu kencang. Tanpa merasa bersalah Arkan berlalu meninggalkan Naura sendiri di dalam kamar. [Naura : kamu sudah tidur?] Naura sengaja mengirimkan pesan ke Devan setelah penolakan yang ia lakukan benerapa menit lalu. [Devan : Belum, aku lagi ada di klub malam nemenin Papah ketemu rekan bisnisnya.] [Naura : Oh, baiklah have fun ya.] Dibalik kata have fun Naura pun ingin bersenang-senang di Bali.Namun, sayangnya Arkan tak memperbolehkannya keluar dan pria yang ia pikir bisa diajak keluar ternyata sedang sibuk."Sial, kenapa aku jadi penunggu kamar!" protesnya.Brak ... brak. Jam menunjukkan pukul empat pagi. Naura masih terjaga tak mempedulikan suara ketukan pintu yang terus berulang.Hingga akhirnya suara ketukan pintu kembali terdengar, kali ini diiringi
Dengan napas terengah-engah Naura berlari masuk ke dalam kelasnya."Selamat pagi, Pak."Bukan menjawab dosen itu malah melihat jam tangannya. "Kamu telat dua menit, selesai kelas kumpulkan tugas teman-temanmu dan bawa ke meja Bapak.""Baik, Pak. Makasih."Naura berjalan ke kursi kosong yang berada di belakang. Sembari mendengarkan dosen yang sedang menjelaskan ia melihat ke sekeliing mencari keberadaan Lala."Apa dia enggak masuk kuliah ya," batinnya.Tak terasa satu jam pelajaran pun berakhir. Naura memilih istirahat di kantin sebelum kelas berikutnya di mulai."Naura," panggil Lala melambaikan tangannya.Dengan tidak sopannya Lala merebut air minum Naura menghabiskan hingga tandas"Aku telat, kenapa kamu enggak bangunin aku," sambung Lala."Gimana aku mau bangunin kamu, aku sendiri telat masuk," ucap Naura.Kekesalan Naura memuncak saat ia melihat minumannya sudah di habiskan oleh Lala. "Isi ulang minumanku." Lala tertawa lalu pergi ke kantin untuk mengganti minuman Naura. "Ini. Se
Naura masuk ke dalam apartemen dengan mengendap-ngendap, ia tahu betul jika Arkan mengetahui jadwal kuliahnya dan hari ini naura terlambat pulang. "Sepertinya dia belum pulang," tutur Naura berlari ke kamar untuk mengganti pakaiannya. Tepat saat ia selesai mengganti pakaian tedengar suara bel berbunyi. Naura mempercepat megganti pakaiannya lalu melihat tamu yang datang melalui interkom. "Oops ... Mamah," gumamnya. "Apa yang harus aku lakukan?" tanya Naura dalam hati sembari melihat ke ruang tamu. Ia tak mungkin sempat membersihkan semuanya jadi, Naura memaksakan diri untuk menyambut mertuanya meski ia yakin akan ada drama rumah tangga seperti di film-film. Cklek "Mamah ... Mamah sendiri aja. Ayo, masuk." Tanpa menjawab ucapan Naura, Sinta pun masuk ke dalam apartemen. "Sikapnya sama persis dengan anaknya," batin Naura. Tanpa Naura duga, Sinta membuka kamar Arkan. Ia bergeser ke sisi kamarnya yang berantakan agar mertuanya itu tidak membuka kamarnya. "Ma-Mamah mau minum apa?"
Arkan tersentak ketika mendengar ucapan Naura. Ia pikir Naura kabur apa lagi kopernya sudah tidak ada di lemarinya. "Kamu di mana?" tanya Arkan panik karena Naura tiba-tiba saja meminta tolong. "Aku di rumah Mamah." "Mamah, apa Adelia yang menculikmu?" Terdengar helaan napas. "Mamah Om yang menculik aku. Aku lagi di rumah Om." "Hah, kok bisa?" "Cepat jemput aku. Aku takut," ujar Naura merengek minta pulang. Arkan mematikan panggilannya, ia lalu mengambil kunci mobilnya lalu keluar dari apartemennya. Sementara itu di tempat lain, Naura menutup matanya karena memang ia ngantuk. Tok ... tok, "Permisi Non." "Hm ... masuk Bi." Naura enggan turun dari ranjangnya membiarkan Surti masuk ke dalam kamar. "Non, Pak Teddi sudah datang, Bu Sinta menyuruh Nona untuk segera turun," jelasnya. Naura menghela napasnya, ia terlalu lelah hingga tak ingin berajak dari ranjangnya. "Aku mandi dulu Bi." "Iya, Non." Naura memandang langit di kamar Arkan. "Cepatlah datang, Om." Meski berat Naur
Hening, sepasang mata hanya saling menatap. Di saat suasana terasa canggung, Arkan malah tertawa terbahak-bahak."Aku menyukaimu sebagai istri sewaanku."Naura memalingkan wajahnya, ia merasakan panas di pipinya kala mendengar pengakuan Arkan ."Brengsek, aku pikir dia benar-benar menyukaiku," batin Naura merutuki kebodohannya."Hei, kamu pasti kecewa karena aku enggak suka sama kamu kan?"Naura berbalik. "Iya, awalnya aku sangat kecewa. Tapi setelah Om bilang menyukaiku karena aku istri sewaan, aku pun bahagia. Karena pernikahan kita enggak akan berlangsung lama.""Apa ...?""Tetaplah menjaga perasaan Om, aku pun akan melakukan hal yang sama agar hubungan kita cepat selesai."Setelah mengucapkan semua yang ada di hatinya, Naura pun membelakangi Arkan."Sial," gumam Arkan yang masih bisa di dengar oleh Naura. Namun, dengan kasarnya Arkan menarik bantal yang di gunakan oleh Naura."Ini bantalku!" ucapnya.Tak hanya bantal, Arkan juga menarik selimut yang sedang di gunakan oleh istriny