Suara kicau burung memecahkan keheningan antara Arkan dan juga Teddi. Setelah mendengar penjelasan dari Debi, Arkan dan Teddi pun memilih menyelesaikan pembicaraan mereka secara tertutup.Sudut mata Arkan melirik ke arah Teddi yang duduk di sampingnya. Ada rasa ragu di hati Arkan saat akan membahas kelanjutan hubungan Teddi dan wanita itu."Papah akan menceraikan Mamah," ucapnya dengan tegas.Arkan menghela napasnya lalu berpaling menatap ke Teddi. "Papah dan Mamah sudah menikah 36 tahun, apa akhir dari pernikahan ini hanya perceraian. Kenapa kalian tak menua bersama?""Seumur hidup itu bukan waktu yang sebentar Arkan. Selama ini Papah hanya bertahan agar masa depanmu tak buruk di mata pebisnis lain. Sekarang kamu sudah bisa berdiri di kakimu sendiri maka Papah akan menceraikan Mamahmu.""Apa Papah lebih mencintai wanita itu dari pada Mamah?""Wanita itu bernama Debi, dia mantan sekretarisku. Dulu saat Sinta menuduhnya berselingk
Sudah hampir seminggu dari pertemuan Naura dengan mantan suaminya, dia tak pernah menunjukkan batang hidungnya lagi. Hal itu sedikit membuat Naura lega dan tak terlalu mengekang Dila untuk membawa Axel keluar dari rumah mereka."Hari ini Ibu mau belanja, bawa Axel enggak apa-apa kan?" tanya Dila saat Naura sedang merapihkan berkas yang ada di meja."Hm, mau aku antar ke pusat perbelanjaan?" Dila menyilang tangannya tanda jika dia tak ingin merepotkan Naura. "Kamu kerja saja, nanti aku pergi agak siangan.""Oke, makasih Bu selalu membantuku. Oh ya, minta temani Bi Sri buat bawa barang belanjaan.""Iya, udah sana berangkat nanti telat."Naura menyunggingkan senyum lalu mencium pipi Axel yang chubby itu. "Mamah pergi dulu Sayang, jangan nakal ya." Beralih ke Debi. "Bu, aku pergi dulu.""Iya, hati-hati di jalan." Naura melambaikan tangan lalu keluar dari rumah.Setelah pertemuan terakhirnya itu Naura bisa bekerja dengan santai tak takut lagi menyembunyikan kebenaran tentang putranya. Ent
Suara riuh para pengunjung yang datang ke restoran tersebut mengalihkan perhatian Naura. Dia tak menyangka Rendi akan mengajaknya di restoran yang begitu ramai pengunjung.Tangan Naura mengetik dengan cepat memastikan rekan kerjanya datang ke meeting tersebut.[Naura : Kamu di mana, aku sudah di lokasi.]Tak ada balasan, Naura pun menyimpan kembali ponselnya di dalam tas. Dia pun pergi menghampiri waiter yang sedang berdiri menyambut kedatangannya. "Permisi, ada tempat yang sudah di received atas nama Pak Rendi?""Baik di tunggu sebentar itu." Waiter itu membuka tab yang ada di tangannya lalu menjawab. "Rendi Anggara ya Bu?"Naura terdiam sejenak, dia tidak tahu nama panjang sahabat mantan suaminya itu. "Benar, di mana mejanya ya?""Baik Bu, mari saya antar."Naura mengikuti waiter tersebut. Dia lalu membuka sebuah ruangan yang bernuansa Jepang. "Silahkan, Bu.""Baik, terima kasih." Waiter itu pun hanya menunduk kemudian berlalu meninggalkan Naura sendiri di ruangan itu. "Wah, aku pi
Hening, Sela seperti kebingungan menatap ke arah Naura dan Arkan bergantian. Rendi yang melihat ketegangan antara Arkan dan Naura pun mencoba menengahi."Ehm, Pak Arkan sepertinya kita harus segera kembali ke kantor." Rendi menarik tangan Arkan, tapi pria itu hanya diam masih beradu pandang dengan Naura yang tak kalah sengit.Dengan kencang Rendi menarik tangannya, membawa keluar dari restoran tempat mereka makan. Mata Naura tak lepas dari Arkan yang berjalan melewatinya."Hei, bengong aja. Ganteng ya Pak Arkan, aku penasaran wanita seperti apa yang meninggal pria setampan itu."Naura mendengus kesal, ingin rasanya dia menangkup wajah Sela dan berkata, 'Aku.' Namun, Naura tak ingin rahasianya terbongkar dan memilih untuk merahasiakan hubungannya dengan Arkan dulu."Kita pulang," ajak Naura. "Oh ya, Bu bukannya hotel mereka itu lumayan jauh dari sini?""Iya, makanya pertemuan kita di jadwalkan jam 9 pagi." Naura mengangguk, "Naura, menurutmu Arkan tertarik sama aku?""Hah."Sela berdec
Naura tersentak, tubuhnya terpaku saat mendengar suara bariton yang memanggil SAYANG.Dia tersenyum seolah menyambut Naura yang baru saja datang. Seketika Naura kembali berbalik tak ingin menyapa mantan suaminya itu. "Ehm, apa tidurmu nyenyak?" tanya Arkan yang berjalan di samping Naura. Naura tetap diam tak berkutik, dia terus berjalan tak memperdulikan Arkan yang sengaja mendekatinya. "Kam—""Hai, Pak Rendi," sapa Naura berlari mendekati Sela dan Rendi yang sedang berbincang. Dengan sengaja Naura menjauh tak ingin berinteraksi dengan Arkan. "Bisa kita berkeliling sekarang?" "Boleh," jawab Rendi mengalihkan pandangannya ke Arkan yang berdiri di belakang Naura. "Pak Arkan juga sudah datang. Ayo, kita mulai saja."Naura sengaja berjalan beriringan dengan Rendi membiarkan Sela menemani Arkan di belakang. "Kamu kenapa, seperti di kejar setan saja?" cibir Rendi melihat Naura sedang mengatur napasnya yang terengah-engah."Memang habis di kejar setan, tuh setannya di belakang."Rendi
'Naura, aku mencintaimu.'Seketika Naura terbangun dari mimpinya, dia begitu terkejut saat memimpikan mantan suaminya yang kembali datang dan menyatakan cinta untuknya. Di usapnya wajah dengan kasar, lalu mengambil ponsel untuk mematikan jam berapa dia bangun. Betapa terkejutnya Naura saat melihat notif pesan dari nomor asing yang sebelumnya pernah mengirimkan pesan untuknya.[Malam, Sayang. Aku ingin bertemu denganmu, bisa kah kamu keluar?]Tulis pesan tersebut, Naura melihat jam sudah menunjukkan pukul 2 pagi. Dia pun beranjak dari ranjang untuk melihat Arkan. Perlahan Naura membuka tirai kamarnya, melihat begitu jelas mobil yang masih terparkir di depan pagar rumahnya. "Sial, apa dia masih menungguku di sana?" gumam Naura. Tangannya mulai mencari nomor Rendi dan terdengar suara sambungan telepon yang terhubung.[Halo.]"Rendi maaf aku mengganggu tidurmu. Apa kamu bisa mengajak pergi temanmu itu, ini benar-benar sangat menggangu."[Siapa, Arkan? Bagaimana bisa dia mengganggumu ka
Hening, Naura menoleh ke sisi kanannya mendapati Arkan sudah berdiri di sana. Dia begitu terkejut karena Arkan ternyata mengikutinya. Kini semua mata tertuju pada Naura dan juga Arkan. "Kenapa Papah ada di sini?" tanya Arkan dengan santainya duduk di kursi tanpa mempedulikan Dila yang berada di depannya. "Papah yang harusnya tanya kenapa kamu ada di sini?" hardik Teddi yang kesal dengan apa yang di lakukan putranya itu. "Kake," ujar Axel dengan suara cadelnya meminta di gendong Teddi. Dengan sigap Teddi mengambil alih Axel dari tangan Naura. "Cucu kakek, kamu mau minum susu atau roti?" Tangan Axel mengambil roti yang ada di tangan Teddi, sedangkan Naura memilih membuatkan susu untuk putranya itu. "Apa yang sebenarnya terjadi, kenapa Arkan bisa ada di kamar kamu?" bisik Dila. Naura sedikit memutar kepalanya untuk memastikan keberadaan Arkan dan Teddi. "Pagi buta dia berteriak di depan rumah sampai beberapa tetangga menyalakan lampu rumah mereka. Aku nggak tau harus berbuat apa, k
Mendengar ucapan Arkan cukup membuat tubuh Naura menegang seketika. Kembali bersama Arkan berarti mengukir kisah lama yang hasilnya mungkin akan sama.Bukannya menjawab Naura malah memalingkan wajahnya. Dia sama sekali tak ingin kembali dengan mantan suaminya itu."Lihat Axel, Mamahmu nggak mau kita satu atap lagi," cibir Arkan berbicara dengan Axel yang ada dilahunannya."Ehm, kemana kamu akan membawa Axel?""Anak Papah mau ke mana, kita jalan-jalan oke."Axel menjawab, "Yes." Membuat Arkan tertawa puas. Tangan mungil Axel terus memegang stir mobil mengikuti apa yang di lakukan Arkan. Arkan membawa mobilnya ke kawasan perumahan elit yang tak jauh dari rumah Naura. Tak lama dia memarkirkan mobilnya tepat di depan pagar sambil menyalakan klakson yang di bantu Axel."Berisik, nanti ganggu orang.""Kenapa kamu cerewet sekali. Lagi pula kenapa kamu ikut denganku, aku hanya membutuhkan Axel.""Aku ibunya, jadi kemana pun putraku pergi aku harus ikut."Arkan menyeringai sambil membawa Axel
Satu bulan berlalu hubungan Naura dan Arkan semakin erat. Meski harus menjalani hubungan long distance relationship, tak menghalangi rasa cinta Arkan untuk anak dan istrinya."Pagi, Sayang."Perlahan Naura membuka mata saat mendengar suara bariton berbisik di telinganya."Kapan kamu datang?""Lima menit yang lalu. Aku rindu memeluk tubuhmu, Sayang."Seketika Naura membuka matanya. "Axel, di mana dia?"Arkan mengeratkan pelukannya. "Dia di bawah sama Papah dan Bu Dila.""Oh." Naura hanya ber-oh-ria lalu menyibak selimut yang menutupi tubuhnya. "Kamu mau ke mana?""Mau buat sarapan," jawab Naura mengikat rambutnya. Namun, Arkan menarik tubuh Naura hingga tergeletak di atas kasurnya. "Aku masih kangen, diam di sini sebentar saja."Naura lalu membiarkan Arkan untuk memeluknya beberapa saat sampai dia puas meluapkan rasa rindunya."PAPA ...." teriak Axel."Tuh anaknya manggil, sana samperin."Arkan menghela napasnya lalu mencium bibir Naura dengan lembut. "Ku menginginkanmu Sayang." Tanga
Suara gemercik air membangunkan Naura dari tidurnya. Dia lalu mengibas selimut yang menutupi tubuhnya dan— "Argh." Naura berteriak histeris saat melihat tubuhnya yang polos tanpa sehelai benang pun. "Apa yang terjadi, di mana bajuku?" gerutu Naura. Tak lama dia mendengar suara seseorang membuka pintu. Naura pun segera menutup tubuhnya dengan selimut berpura-pura tidur untuk melihat siapa orang yang keluar dari kamar mandi. Sedikit demi sedikit Naura membuka matanya dan mendapati Arkan yang sedang memakai pakaiannya setelah mandi. "Arkan, jadi aku tidur dengan dia. Tunggu, kenapa aku bisa bersama Arkan?" batinnya. Naura mencoba mengingat kembali apa yang terjadi di klub semalam. Ingatannya mulai berputar seperti sebuah rekaman dan berakhir saat dia mencium Arkan. Naura begitu menikmati ciuman itu hingga membuatnya tak ingin melepaskan sedetik pun kesempatan itu. "Aku mencintaimu, Naura." "Aku juga mencintaimu, Arkan," ucap Naura dengan sadar hingga membuat wajahnya bers
Dentuman musik mengalun begitu kencang hingga memekikkan telinga. Namun, hal itu malah menarik atmosfer di sekitar membuat orang-orang yang berada di dalam klub ikut terhanyut dengan irama musik yang dibawakan oleh seorang DJ. "Naura, ayo turun!" ajak Sela saat mereka memasuki klub malam. "Kamu aja aku tunggu di bar ya." "Jangan di bar kita cari meja saja," ujar Sela. Matanya melihat ke sekeliling mencari tempat yang kosong. Namun, sayang tidak ada tempat kosong. Hampir semua meja terisi penuh oleh orang-orang yang sedang menikmati malam panjang mereka. "Tunggu, bukankah itu Arkan. Kita ikut di meja dia saja." Naura mencekal tangan Sela, tapi wanita itu terus berjalan meninggalkannya begitu saja. Mau tidak mau Naura pun mengikuti Sela hingga berhenti tepat di depan meja Arkan. "Hai, Arkan. Sendiri aja nih, boleh gabung?" Arkan mendelik, tanpa bicara dia bergeser tanda jika dia mempersilahkan mereka untuk duduk bersama dengannya. "Terima kasih, aku titip Naura dulu ya. B
Deburan ombak mengalihkan perhatian Naura dari Roni dan Sela yang sedang berbincang. Padahal meeting sudah berakhir dan mereka berdua masih asik bersama."Ini." Naura menoleh ke samping saat Raka memberikan kopi untuknya. "Makasih.""Sama-sama."Naura kembali menoleh ke arah Sela dan Roni, tapi mereka sudah tidak ada di sana. "Ke mana mereka pergi?""Siapa? Oh Pak Roni dan Bu Sela, paling ke hotel.""Hah, kok bisa secepat itu?"Raka tertawa terbahak-bahak melihat ekspresi terkejut Naura. "Kamu tenang saja mereka sedang melihat lokasi untuk penempatan barang-barang.""Oh," ujar Naura bernapas lega. Naura pun memilih berteduh di bawah pohon yang rindang lalu menurunkan bokongnya di atas pasir. "Menurutmu bagaimana Bu Sela dan Pak Roni?""Maksudnya?"Raka tersenyum lalu menjawab, "Aku sudah lama ikut kerja dengan Pak Roni, aku tau dia tertarik pada Bosmu.""Oh, aku pikir Pak Roni bukan tipe pria idaman Bu Sela. Apa lagi usia mereka terpaut jauh, aku nggak yakin hubungan mereka akan b
Setelah pertemuan Sela dan Arkan, wanita itu terus mendiamkan Naura seolah kesal kepada.Naura pun tidak tahu harus melakukan apa karena Sela terus memalingkan wajahnya."Sebentar lagi kita sampai, apa kamu akan terus bersikap seperti itu?"Sela mendelik dan hanya menggerakkan tubuhnya seolah tak memperdulikan Naura. Kesal, Naura pun menginjak rem hingga tubuh Sela terhuyung ke depan. "Argh ... Kamu gila, apa kamu ingin aku mati?""Lihat kamu masih hidup dan berteriak dengan kencang."Sela mendelik, dengan anggunnya dia merapihkan rambutnya. "Aku kesal karena kamu nggak ngasih tahu aku kalau Arkan ada di sini.""Aku juga nggak tahu kalau dia datang ke sini. Lagi pula baru tadi pagi aku ketemu sama dia. Tunggu, kenapa kamu sekesal ini sama aku. Apa kamu masih mengharapkan dia?""Hah, yang benar saja. Mana mungkin aku mau sama duda apa lagi bekas karyawanku," cibirnya.Naura berdecak kembali mengendarai mobilnya. "Berhenti berbohong buktinya kamu kesal saat melihat aku dan Arkan bersa
Deburan ombak mengalun indah menemani Naura yang sedang menikmati kopi di pagi buta. Dia sama sekali tak bisa tidur nyenyak saat berada jauh dari putra semata wayangnya.Tok,tok."Permisi, room service."Naura menoleh ke arah pintu lalu beranjak dari kursinya.CeklekNaura terkejut melihat staf hotel membawakan sarapan ke kamarnya. "Maaf aku nggak pesan, mungkin salah kamar."Staf tersebut melihat kartu untuk memastikan jika mereka tidak salah kamar. "Dengan Ibu Naura kamar 210""Iya aku Naura, tapi aku nggak pesan," tutur Naura mencoba menjelaskan. Tak lama ponsel Naura berdering terlihat nama Arkan di sana. "Halo."[Selamat menikmati sarapannya.]"Apa, jadi kamu yang kirim makanan ini. Dari mana kamu tahu aku ada di hotel ini?"[Selamat menikmati, Sayang.]Arkan mematikan panggilannya sepihak. Mau tidak mau Naura pun mempersilahkan staf untuk masuk dan menyajikan makanan pesanan Arkan.Sudut bibir Naura terangkat saat melihat makanan pesanan Arkan. Tak lupa dia mengabadikan momen
Naura merapihkan beberapa pakaian ke dalam koper. Tak lupa dia pun memasukkan beberapa berkas ke dalam tasnya."Sudah di masukkan semua? Awas nanti ada yang ketinggalan!" ucap Dila sambil mengajak Axel bermain."Sepertinya sudah beres semua. Bu, aku titip Axel beberapa hari ya.""Iya, kamu tenang saja. Ibu akan menjaga Axel dengan baik, lagi pula Pak Teddi juga ada pasti dia membantu Ibu menjaga Axel."Naura tersenyum lalu beranjak dari lantai. "Aku siap-siap dulu."Seolah mengerti, Dila mengajak Axel untuk keluar dari kamar Naura.Tok, tok."Permisi."Dila menuruni anak tangga lalu menghampiri tamu yang baru saja datang."Siapa Bi?" tanya Dila saat dia berjalan ke arahnya."Itu Bu, temennya Bu Naura," jawabnya."Oh Sela. Tolong buatkan minuman buat Sela ya." Dila pun menghampiri Sela yang sedang duduk di sofa. "Eh, Sela.""Tante, hai Axel," sapa Sela saat melihat Axel tersenyum menatapnya.Mereka pun duduk bersampingan sambil bermain dengan Axel. "Acaranya mendadak ya?" selidik Dila.
Suara bising di sekitar tak mengalihkan perhatian Naura dari berkas yang ada di hadapannya. Brak!Hening seketika, semua yang ada di ruang meeting diam menatap ke arah Naura. "Ini kenapa bisa beda?"Naura menggeser berkas yang ada di depannya. "Laporan keuangan ganti, salah tuh! Teliti dulu sebelum di kirim. Ini lagi, bukannya klien kita minta ganti kursi, kenapa masih ditulis kursi dengan merek yang sama?""Ma-maaf Bu, tapi Bu Sela sudah setuju dengan merek itu," jelas Kevin.Seketika Naura menoleh ke arah Sela. "Apa, aku nggak tau ya. Kevin, kamu benar-benar ya, harusnya kamu bilang kalau barangnya di ganti, aku kan nggak tahu."Sela langsung menggeser kursinya mendekati Naura seolah menyerang Kevin."Ta-tapi Bu Se—"Mata Sela hampir saja keluar memelototi Kevin bahkan mulutnya berkomat-kamit seolah menyuruhnya tutup mulut."Bereskan semuanya, kerjakan dengan baik dan teliti. Baiklah, meeting kita tutup, selamat siang."Naura keluar dari ruang meeting di ikuti Sela di belakang. Wan
Hening, seketika Naura tak mendengar suara apapun kecuali detak jantungnya yang begitu cepat.Mata Naura terpaku pada wajah pria yang selalu membuat hatinya berdesir. "Papa," teriak Axel berjalan ke arah mereka.Refleks Arkan melepaskan tangannya dari pinggang Naura. "Sayang." Axel berlari memeluk Arkan dengan erat. "Ayo, kita cari makan," sambung Arkan meninggalkan Naura yang masih mematung. Sorak dari para tamu undangan pun kembali riuh saat Adelia bersiap melempar buket bunga yang dia pegang. "Naura, sini!" panggil Adelia. Dengan enggan Naura pun ikut ke kerumunan yang bersiap menerima buket bunga. Semua bersiap hanya Naura yang diam dan ikut berdiri dengan kerumunan."Satu, dua, tiga."Buket itu pun melayang ke arah Naura, tapi seketika tubuhnya terhuyung ke depan saat seseorang mendorongnya dari belakang. "Argh," ucap Naura terkejut. Namun, dengan cepat pria itu menarik tangan Naura hingga menyentuh tubuhnya. "Woa, selamat Bro!" teriak Reza mengalihkan perhatian semua yang