Jantung Naura berdegup kencang, dia tak menyangka Arkan akan senekat ini bahkan masuk ke dalam mobilnya. "Jadi, apa hubunganmu dengan wanita itu?"Naura menelan saliva-nya, dia tak mungkin asal bicara karena akan berdampak pada putranya. "Aku hanya kenal saja.""Hanya kenal, berarti kamu tahu hubungan wanita itu dengan Papah?"Naura mengalihkan perhatian, menatap kedua mata Arkan. Tepat ucapan Dila, jika dia selalu di tuduh sebagai pelakor."Jika aku menjelaskan tentang wanita itu apa kamu akan mempercayainya?"Arkan melipat bibirnya, "Aku hanya ingin jawaban darimu."Naura mengusap wajahnya dengan kasar lalu memalingkan wajahnya— gusar. "Keluar dari mobilku, aku enggak mau bahas apa pun sama kamu.""Kamu belum menjelaskan siapa wanita itu!" hardik Arkan."Kamu tanyakan saja ke wanita itu atau ke Papah. Aku enggak mau terlibat dengan orang-orang sepertimu dan perlu kamu ingat kita sudah enggak punya hubungan apa-apa lagi, jadi berhentilah menggangguku!" Bukannya pergi, Arkan masih d
Suara kicau burung memecahkan keheningan antara Arkan dan juga Teddi. Setelah mendengar penjelasan dari Debi, Arkan dan Teddi pun memilih menyelesaikan pembicaraan mereka secara tertutup.Sudut mata Arkan melirik ke arah Teddi yang duduk di sampingnya. Ada rasa ragu di hati Arkan saat akan membahas kelanjutan hubungan Teddi dan wanita itu."Papah akan menceraikan Mamah," ucapnya dengan tegas.Arkan menghela napasnya lalu berpaling menatap ke Teddi. "Papah dan Mamah sudah menikah 36 tahun, apa akhir dari pernikahan ini hanya perceraian. Kenapa kalian tak menua bersama?""Seumur hidup itu bukan waktu yang sebentar Arkan. Selama ini Papah hanya bertahan agar masa depanmu tak buruk di mata pebisnis lain. Sekarang kamu sudah bisa berdiri di kakimu sendiri maka Papah akan menceraikan Mamahmu.""Apa Papah lebih mencintai wanita itu dari pada Mamah?""Wanita itu bernama Debi, dia mantan sekretarisku. Dulu saat Sinta menuduhnya berselingk
Sudah hampir seminggu dari pertemuan Naura dengan mantan suaminya, dia tak pernah menunjukkan batang hidungnya lagi. Hal itu sedikit membuat Naura lega dan tak terlalu mengekang Dila untuk membawa Axel keluar dari rumah mereka."Hari ini Ibu mau belanja, bawa Axel enggak apa-apa kan?" tanya Dila saat Naura sedang merapihkan berkas yang ada di meja."Hm, mau aku antar ke pusat perbelanjaan?" Dila menyilang tangannya tanda jika dia tak ingin merepotkan Naura. "Kamu kerja saja, nanti aku pergi agak siangan.""Oke, makasih Bu selalu membantuku. Oh ya, minta temani Bi Sri buat bawa barang belanjaan.""Iya, udah sana berangkat nanti telat."Naura menyunggingkan senyum lalu mencium pipi Axel yang chubby itu. "Mamah pergi dulu Sayang, jangan nakal ya." Beralih ke Debi. "Bu, aku pergi dulu.""Iya, hati-hati di jalan." Naura melambaikan tangan lalu keluar dari rumah.Setelah pertemuan terakhirnya itu Naura bisa bekerja dengan santai tak takut lagi menyembunyikan kebenaran tentang putranya. Ent
Suara riuh para pengunjung yang datang ke restoran tersebut mengalihkan perhatian Naura. Dia tak menyangka Rendi akan mengajaknya di restoran yang begitu ramai pengunjung.Tangan Naura mengetik dengan cepat memastikan rekan kerjanya datang ke meeting tersebut.[Naura : Kamu di mana, aku sudah di lokasi.]Tak ada balasan, Naura pun menyimpan kembali ponselnya di dalam tas. Dia pun pergi menghampiri waiter yang sedang berdiri menyambut kedatangannya. "Permisi, ada tempat yang sudah di received atas nama Pak Rendi?""Baik di tunggu sebentar itu." Waiter itu membuka tab yang ada di tangannya lalu menjawab. "Rendi Anggara ya Bu?"Naura terdiam sejenak, dia tidak tahu nama panjang sahabat mantan suaminya itu. "Benar, di mana mejanya ya?""Baik Bu, mari saya antar."Naura mengikuti waiter tersebut. Dia lalu membuka sebuah ruangan yang bernuansa Jepang. "Silahkan, Bu.""Baik, terima kasih." Waiter itu pun hanya menunduk kemudian berlalu meninggalkan Naura sendiri di ruangan itu. "Wah, aku pi
Hening, Sela seperti kebingungan menatap ke arah Naura dan Arkan bergantian. Rendi yang melihat ketegangan antara Arkan dan Naura pun mencoba menengahi."Ehm, Pak Arkan sepertinya kita harus segera kembali ke kantor." Rendi menarik tangan Arkan, tapi pria itu hanya diam masih beradu pandang dengan Naura yang tak kalah sengit.Dengan kencang Rendi menarik tangannya, membawa keluar dari restoran tempat mereka makan. Mata Naura tak lepas dari Arkan yang berjalan melewatinya."Hei, bengong aja. Ganteng ya Pak Arkan, aku penasaran wanita seperti apa yang meninggal pria setampan itu."Naura mendengus kesal, ingin rasanya dia menangkup wajah Sela dan berkata, 'Aku.' Namun, Naura tak ingin rahasianya terbongkar dan memilih untuk merahasiakan hubungannya dengan Arkan dulu."Kita pulang," ajak Naura. "Oh ya, Bu bukannya hotel mereka itu lumayan jauh dari sini?""Iya, makanya pertemuan kita di jadwalkan jam 9 pagi." Naura mengangguk, "Naura, menurutmu Arkan tertarik sama aku?""Hah."Sela berdec
Naura tersentak, tubuhnya terpaku saat mendengar suara bariton yang memanggil SAYANG.Dia tersenyum seolah menyambut Naura yang baru saja datang. Seketika Naura kembali berbalik tak ingin menyapa mantan suaminya itu. "Ehm, apa tidurmu nyenyak?" tanya Arkan yang berjalan di samping Naura. Naura tetap diam tak berkutik, dia terus berjalan tak memperdulikan Arkan yang sengaja mendekatinya. "Kam—""Hai, Pak Rendi," sapa Naura berlari mendekati Sela dan Rendi yang sedang berbincang. Dengan sengaja Naura menjauh tak ingin berinteraksi dengan Arkan. "Bisa kita berkeliling sekarang?" "Boleh," jawab Rendi mengalihkan pandangannya ke Arkan yang berdiri di belakang Naura. "Pak Arkan juga sudah datang. Ayo, kita mulai saja."Naura sengaja berjalan beriringan dengan Rendi membiarkan Sela menemani Arkan di belakang. "Kamu kenapa, seperti di kejar setan saja?" cibir Rendi melihat Naura sedang mengatur napasnya yang terengah-engah."Memang habis di kejar setan, tuh setannya di belakang."Rendi
'Naura, aku mencintaimu.'Seketika Naura terbangun dari mimpinya, dia begitu terkejut saat memimpikan mantan suaminya yang kembali datang dan menyatakan cinta untuknya. Di usapnya wajah dengan kasar, lalu mengambil ponsel untuk mematikan jam berapa dia bangun. Betapa terkejutnya Naura saat melihat notif pesan dari nomor asing yang sebelumnya pernah mengirimkan pesan untuknya.[Malam, Sayang. Aku ingin bertemu denganmu, bisa kah kamu keluar?]Tulis pesan tersebut, Naura melihat jam sudah menunjukkan pukul 2 pagi. Dia pun beranjak dari ranjang untuk melihat Arkan. Perlahan Naura membuka tirai kamarnya, melihat begitu jelas mobil yang masih terparkir di depan pagar rumahnya. "Sial, apa dia masih menungguku di sana?" gumam Naura. Tangannya mulai mencari nomor Rendi dan terdengar suara sambungan telepon yang terhubung.[Halo.]"Rendi maaf aku mengganggu tidurmu. Apa kamu bisa mengajak pergi temanmu itu, ini benar-benar sangat menggangu."[Siapa, Arkan? Bagaimana bisa dia mengganggumu ka
Hening, Naura menoleh ke sisi kanannya mendapati Arkan sudah berdiri di sana. Dia begitu terkejut karena Arkan ternyata mengikutinya. Kini semua mata tertuju pada Naura dan juga Arkan. "Kenapa Papah ada di sini?" tanya Arkan dengan santainya duduk di kursi tanpa mempedulikan Dila yang berada di depannya. "Papah yang harusnya tanya kenapa kamu ada di sini?" hardik Teddi yang kesal dengan apa yang di lakukan putranya itu. "Kake," ujar Axel dengan suara cadelnya meminta di gendong Teddi. Dengan sigap Teddi mengambil alih Axel dari tangan Naura. "Cucu kakek, kamu mau minum susu atau roti?" Tangan Axel mengambil roti yang ada di tangan Teddi, sedangkan Naura memilih membuatkan susu untuk putranya itu. "Apa yang sebenarnya terjadi, kenapa Arkan bisa ada di kamar kamu?" bisik Dila. Naura sedikit memutar kepalanya untuk memastikan keberadaan Arkan dan Teddi. "Pagi buta dia berteriak di depan rumah sampai beberapa tetangga menyalakan lampu rumah mereka. Aku nggak tau harus berbuat apa, k