Hening, Naura menoleh ke sisi kanannya mendapati Arkan sudah berdiri di sana. Dia begitu terkejut karena Arkan ternyata mengikutinya. Kini semua mata tertuju pada Naura dan juga Arkan. "Kenapa Papah ada di sini?" tanya Arkan dengan santainya duduk di kursi tanpa mempedulikan Dila yang berada di depannya. "Papah yang harusnya tanya kenapa kamu ada di sini?" hardik Teddi yang kesal dengan apa yang di lakukan putranya itu. "Kake," ujar Axel dengan suara cadelnya meminta di gendong Teddi. Dengan sigap Teddi mengambil alih Axel dari tangan Naura. "Cucu kakek, kamu mau minum susu atau roti?" Tangan Axel mengambil roti yang ada di tangan Teddi, sedangkan Naura memilih membuatkan susu untuk putranya itu. "Apa yang sebenarnya terjadi, kenapa Arkan bisa ada di kamar kamu?" bisik Dila. Naura sedikit memutar kepalanya untuk memastikan keberadaan Arkan dan Teddi. "Pagi buta dia berteriak di depan rumah sampai beberapa tetangga menyalakan lampu rumah mereka. Aku nggak tau harus berbuat apa, k
Mendengar ucapan Arkan cukup membuat tubuh Naura menegang seketika. Kembali bersama Arkan berarti mengukir kisah lama yang hasilnya mungkin akan sama.Bukannya menjawab Naura malah memalingkan wajahnya. Dia sama sekali tak ingin kembali dengan mantan suaminya itu."Lihat Axel, Mamahmu nggak mau kita satu atap lagi," cibir Arkan berbicara dengan Axel yang ada dilahunannya."Ehm, kemana kamu akan membawa Axel?""Anak Papah mau ke mana, kita jalan-jalan oke."Axel menjawab, "Yes." Membuat Arkan tertawa puas. Tangan mungil Axel terus memegang stir mobil mengikuti apa yang di lakukan Arkan. Arkan membawa mobilnya ke kawasan perumahan elit yang tak jauh dari rumah Naura. Tak lama dia memarkirkan mobilnya tepat di depan pagar sambil menyalakan klakson yang di bantu Axel."Berisik, nanti ganggu orang.""Kenapa kamu cerewet sekali. Lagi pula kenapa kamu ikut denganku, aku hanya membutuhkan Axel.""Aku ibunya, jadi kemana pun putraku pergi aku harus ikut."Arkan menyeringai sambil membawa Axel
Jantung Naura berdegup dengan kencang, dia terus berusaha menyingkirkan Arkan dari atas tubuhnya. Namun, bukannya menjauh pria itu malah mempererat pelukannya.Tok, tok, tok."Arkan, Axel menangis. Aku nggak bisa membuatnya berhenti menangis.""I-iya sebentar," jawab Naura lalu mendorong tubuh Arkan sekuat tenaga. "Cepat keluar, Arkan nggak akan berhenti menangis kalau sama orang baru," hardik Naura.Arkan bergegas merapihkan penampilannya lalu keluar dari kamar. Sedangkan Naura segera memakai pakaian, tak lupa dia memakai make up yang sudah tersedia di meja rias."Wah, dia benar-benar mempersiapkan semuanya dengan baik," gumam Naura melihat beberapa merek make up yang tersusun rapih. "Jangan bahagia dulu Naura, siapa tau itu make up milik wanita lain."Naura menyingkirkan pikiran halu-nya yang mungkin merusak pikirannya.Setelah siap Naura keluar menghampiri mereka. Matanya mencari Axel dan Arkan yang tak ikut berkumpul di ruang keluarga."Rendi, di mana Arkan?""Tadi dia ke ruangan
Setelah seharian bermain bersama di wahana permainan anak-anak membuat Axel pun kecapean dan tidur di pangkuan Arkan. Sesekali aku melirik Arkan yang sama sekali tak menyentuh makanannya sedangkan Naura, Sabrina dan Rendi sibuk dengan makanan masing-masing."Ehm, kamu makan aja biar aku yang gendong Axel," ucap Naura."Nggak usah, kamu makan aja."Rendi menyenggol lengan Naura lalu memberikan sendok untuknya. "Suapi gih, kasian pasti laper dia."Naura mengambil sendok pemberian Rendi lalu menggeser kursinya agar lebih dekat dengan Arkan. "Ehm, buka mulutmu," ujar Naura dengan nada ketus.Arkan berdecak. "Kamu makan saja, nanti ak—" belum selesai bicara Naura sudah memasukkan sendoknya ke dalam mulut mantan suaminya itu. Melihat hal itu Rendi pun tertawa terbahak-bahak melihat apa yang di lakukan Naura. Namun, bukan sekali Naura kembali menyuapi Arkan saat tahu dia sudah menelan habis nasi yang ada di mulutnya."Wah, kalian romantis banget. Kenapa nggak balikan saja," cetus Rendi ya
Naura merapihkan pakaian Axel ke dalam koper di bantu Dila yang sedang menemani Axel yang masih tidur."Sepertinya Axel kecapean, dia pasti senang bermain sama Papahnya," ucap Dila mengusap rambut Axel."Hm, dia sangat bahagia. Bahkan dia main semua wahana yang ada di sana," jelas Naura.Perlahan Dila beranjak dari ranjang menarik koper Axel yang sudah penuh. "Berapa lama kamu di Jakarta?"Naura mengambil koper yang lain kemudian membukanya. "Sekitar tiga hari, kenapa Ibu mau ikut?""Pengen. Ibu nggak enak kalau di rumah sama Pak Teddi," ucapnya dengan nada pelan.Naura duduk di samping Dila. "Apa Papah menyatakan cinta sama Ibu?""Ih, apa sih. Emangnya anak muda," ujar Dila tersipu malu.Naura menyenggol lengan Dila. "Cie ... akhirnya Papah di bukakan hatinya juga. Papah orang yang baik kok, lagi pula Ibu bukan pelakor seperti yang orang lain tuduhkan. Aku tau seperti apa mertuaku dan aku saksi bisu yang melihat sendiri perselingkuhannya.""Pe-perselingkuhan, maksud kamu Ibu Sinta be
Axel begitu senang saat sampai di Bandara Soekarno Hatta. Ini kali pertama aku membawa Axel ke Jakarta bertemu dengan orang tuaku. "Lihat, dia begitu senang saat bersama Papahnya," bisik Dila. Naura tersenyum ke arah Dila lalu kembali fokus dengan kedua koper yang ada di tangannya. "Kita mau menginap di mana?" tanya Dila. "Kita akan menginap di apartemenku. Aku sudah menyuruh temanku untuk menjemput kita di sini," jawab Naura lalu mengambil ponsel yang ada di saku celana. "Apa temanmu itu pernah datang ke Surabaya?" "Hm, Lala. Ibu masih ingat kan, temanku yang menyebalkan itu." "Oh ... Lala, Iya Ibu masih ingat." Langkah mereka pun tertahan saat sampai di lobi. "Kalian mau kemana biar aku antar kalian pulang," ujar Arkan. Sesaat Naura dan Dila saling beradu pandang. "Nggak usah, Lala akan menjemput kita di sini." Naura bisa melihat raut wajah kecewa Arkan saat dia menolaknya. "Oh, jadi kalian tinggal di mana?" "Di apartemenku." Arkan mengerutkan dahinya, sebenarnya dia i
Dila tak memalingkan wajahnya dari Sinta. Sudut bibirnya pun terangkat seolah mengejek wanita yang duduk di depannya."Panggil saja Dila."Sinta berdecak lalu menyilangkan kakinya. "Apa kamu bahagia karena Teddi lebih memilihmu?""Aku hanya akan meluruskan kesalahpahaman yang dari awal sudah menyeret namaku. Saat Anda memfitnah Pak Teddi berselingkuh denganku itu salah besar karena saat itu aku dan Pak Teddi hanya sekretaris dan Bos tidak lebih."Sinta kembali berdecak seolah tak percaya dengan ucapan Dila, hal itu rupanya di sadari Dila dan membuatnya kesal."Jujur aku kesal saat di fitnah sebagai pelakor di rumah tangga Bosku, akhirnya aku resign karena tak ingin merusak rumah tangga Anda dan Pak Teddi. Namun, seiring berjalannya waktu akhirnya saya berpikir untuk membenarkan saja tuduhan Anda dan mulai mendekati Pak Teddi, tapi apa yang saya dapatkan, Pak Teddi malah bilang kalau dia begitu mencintai istrinya."Sesaat Sinta terdiam mendengar ucapan Dila. "Aku pun mundur perlahan ka
Pertemuannya dengan Sinta membuat Naura sedikit lega Kana akhirnya semua orang tau akan kehadiran putranya meski telat setidaknya mereka tidak akan menuduhnya yang bukan-bukan."Bubu ini," ucap Axel memberikan makanannya ke Dila. Namun, Dila hanya diam sama sekali tak mempedulikan Axel.Naura yang melihat itu pun mencoba mendekati Dila. "Bu."Tangan Naura mengusap bahu Dila menyadarkan lamunannya."Ah, ada apa?"Sudut bibir Naura terangkat. "Ini, Axel ngasih makanan buat Ibu. Kenapa, ada yang di pikirin. Kangen Papah ya?" goda Naura.Dila menunduk lalu menyandarkan punggungnya ke kursi. "Tadi Bu Sinta ke sini.""Hah, Mamah ke sini. Tadi aku—" Naura terdiam, pikirannya kembali ke pertemuannya dengan Sinta. "Apa dia sengaja menemui Bu Dila," batin Naura. "Apa yang kalian bicarakan?""Seperti biasa dia menuduh Ibu merebut suaminya. Padahal dia yang berselingkuh dengan rekan kerja Pak Teddi.""Apa?""Pak Teddi nggak cerita sama kamu?" Naura menggeleng. "Itu alasan Pak Teddi menceraikan Bu