Naura merapihkan pakaian Axel ke dalam koper di bantu Dila yang sedang menemani Axel yang masih tidur."Sepertinya Axel kecapean, dia pasti senang bermain sama Papahnya," ucap Dila mengusap rambut Axel."Hm, dia sangat bahagia. Bahkan dia main semua wahana yang ada di sana," jelas Naura.Perlahan Dila beranjak dari ranjang menarik koper Axel yang sudah penuh. "Berapa lama kamu di Jakarta?"Naura mengambil koper yang lain kemudian membukanya. "Sekitar tiga hari, kenapa Ibu mau ikut?""Pengen. Ibu nggak enak kalau di rumah sama Pak Teddi," ucapnya dengan nada pelan.Naura duduk di samping Dila. "Apa Papah menyatakan cinta sama Ibu?""Ih, apa sih. Emangnya anak muda," ujar Dila tersipu malu.Naura menyenggol lengan Dila. "Cie ... akhirnya Papah di bukakan hatinya juga. Papah orang yang baik kok, lagi pula Ibu bukan pelakor seperti yang orang lain tuduhkan. Aku tau seperti apa mertuaku dan aku saksi bisu yang melihat sendiri perselingkuhannya.""Pe-perselingkuhan, maksud kamu Ibu Sinta be
Axel begitu senang saat sampai di Bandara Soekarno Hatta. Ini kali pertama aku membawa Axel ke Jakarta bertemu dengan orang tuaku. "Lihat, dia begitu senang saat bersama Papahnya," bisik Dila. Naura tersenyum ke arah Dila lalu kembali fokus dengan kedua koper yang ada di tangannya. "Kita mau menginap di mana?" tanya Dila. "Kita akan menginap di apartemenku. Aku sudah menyuruh temanku untuk menjemput kita di sini," jawab Naura lalu mengambil ponsel yang ada di saku celana. "Apa temanmu itu pernah datang ke Surabaya?" "Hm, Lala. Ibu masih ingat kan, temanku yang menyebalkan itu." "Oh ... Lala, Iya Ibu masih ingat." Langkah mereka pun tertahan saat sampai di lobi. "Kalian mau kemana biar aku antar kalian pulang," ujar Arkan. Sesaat Naura dan Dila saling beradu pandang. "Nggak usah, Lala akan menjemput kita di sini." Naura bisa melihat raut wajah kecewa Arkan saat dia menolaknya. "Oh, jadi kalian tinggal di mana?" "Di apartemenku." Arkan mengerutkan dahinya, sebenarnya dia i
Dila tak memalingkan wajahnya dari Sinta. Sudut bibirnya pun terangkat seolah mengejek wanita yang duduk di depannya."Panggil saja Dila."Sinta berdecak lalu menyilangkan kakinya. "Apa kamu bahagia karena Teddi lebih memilihmu?""Aku hanya akan meluruskan kesalahpahaman yang dari awal sudah menyeret namaku. Saat Anda memfitnah Pak Teddi berselingkuh denganku itu salah besar karena saat itu aku dan Pak Teddi hanya sekretaris dan Bos tidak lebih."Sinta kembali berdecak seolah tak percaya dengan ucapan Dila, hal itu rupanya di sadari Dila dan membuatnya kesal."Jujur aku kesal saat di fitnah sebagai pelakor di rumah tangga Bosku, akhirnya aku resign karena tak ingin merusak rumah tangga Anda dan Pak Teddi. Namun, seiring berjalannya waktu akhirnya saya berpikir untuk membenarkan saja tuduhan Anda dan mulai mendekati Pak Teddi, tapi apa yang saya dapatkan, Pak Teddi malah bilang kalau dia begitu mencintai istrinya."Sesaat Sinta terdiam mendengar ucapan Dila. "Aku pun mundur perlahan ka
Pertemuannya dengan Sinta membuat Naura sedikit lega Kana akhirnya semua orang tau akan kehadiran putranya meski telat setidaknya mereka tidak akan menuduhnya yang bukan-bukan."Bubu ini," ucap Axel memberikan makanannya ke Dila. Namun, Dila hanya diam sama sekali tak mempedulikan Axel.Naura yang melihat itu pun mencoba mendekati Dila. "Bu."Tangan Naura mengusap bahu Dila menyadarkan lamunannya."Ah, ada apa?"Sudut bibir Naura terangkat. "Ini, Axel ngasih makanan buat Ibu. Kenapa, ada yang di pikirin. Kangen Papah ya?" goda Naura.Dila menunduk lalu menyandarkan punggungnya ke kursi. "Tadi Bu Sinta ke sini.""Hah, Mamah ke sini. Tadi aku—" Naura terdiam, pikirannya kembali ke pertemuannya dengan Sinta. "Apa dia sengaja menemui Bu Dila," batin Naura. "Apa yang kalian bicarakan?""Seperti biasa dia menuduh Ibu merebut suaminya. Padahal dia yang berselingkuh dengan rekan kerja Pak Teddi.""Apa?""Pak Teddi nggak cerita sama kamu?" Naura menggeleng. "Itu alasan Pak Teddi menceraikan Bu
Suara Naura tercekat, seperti mereka tidak tahu jika saat ini Naura dan Arkan sudah bercerai. Apa Desi, Toni dan Adelia merahasiakannya, bukannya Naura selalu dianggap sebelah mata selama ini?Entahlah, Naura hanya tersenyum mendengar pertanyaan mereka."Naura sekarang tinggal di Surabaya Bude, rumahnya dua lantai dan di jaga sekuriti. Oh ya, Naura juga kerja sekarang, soalnya bantu suaminya. Iya kan Naura," ungkap Adelia sambil menyikut tangannya.Naura hanya mengangguk tak ingin memperpanjang drama yang di ciptakan oleh Adelia."Ibu Dila, di minum," sahut Adelia mengalihkan pembicaraan."Baiklah, kita mulai saja acara makan malamnya!" seru Adelia bersemangat.Acara makan malam keluarga pun dimulai, semua saling bercerita satu sama lain tanpa terkecuali Naura yang enggan bergabung dengan pembicaraan mereka. Entahlah Naura merasa risih melihat keluarga dari pihak ibunya yang suka membanding-bandingkan."Arkan mana, suruh makan dulu sana kasian dari tadi ngurusin anak mulu," cetus Bude
Jam menunjukkan pukul 2 pagi, Arkan masih terjaga sembari memeluk Axel. Iya, akhirnya dia menginap di apartemen mantan istrinya karena Axel terus menangis memintanya menemani.Arkan merasakan hal yang berbeda saat Naura tak ikut tidur di sampingnya. Perlahan Arkan turun dari ranjang untuk pulang ke apartemennya."Naura," desisnya saat melihat mantan istrinya berbaring di atas sofa. Arkan pun kembali masuk ke dalam kamar untuk mengambil selimut kemudian diam-diam menutup tubuh Naura. "Selamat malam, Sayang." Perlahan Arkan mendekati wajah Naura berniat mencium pipinya dan— "Argh."Tubuh Arkan terhempas ke lantai, di begitu terkejut saat melihat mata Naura yang tiba-tiba saja terbuka. "Maaf mengganggu tidurmu."Naura terduduk lalu mengusap wajahnya dengan kasar. "Kenapa kamu keluar, Axel sudah tidur?""Hm, dia sudah tidur pulas. Aku mau pulang, kamu tidur saja di kamar temani Axel."Naura mengangguk. "Terima kasih sudah menemani Axel, maaf sudah membuatmu lelah karena tingkahnya.""Kena
Hening, seketika Naura tak mendengar suara apapun kecuali detak jantungnya yang begitu cepat.Mata Naura terpaku pada wajah pria yang selalu membuat hatinya berdesir. "Papa," teriak Axel berjalan ke arah mereka.Refleks Arkan melepaskan tangannya dari pinggang Naura. "Sayang." Axel berlari memeluk Arkan dengan erat. "Ayo, kita cari makan," sambung Arkan meninggalkan Naura yang masih mematung. Sorak dari para tamu undangan pun kembali riuh saat Adelia bersiap melempar buket bunga yang dia pegang. "Naura, sini!" panggil Adelia. Dengan enggan Naura pun ikut ke kerumunan yang bersiap menerima buket bunga. Semua bersiap hanya Naura yang diam dan ikut berdiri dengan kerumunan."Satu, dua, tiga."Buket itu pun melayang ke arah Naura, tapi seketika tubuhnya terhuyung ke depan saat seseorang mendorongnya dari belakang. "Argh," ucap Naura terkejut. Namun, dengan cepat pria itu menarik tangan Naura hingga menyentuh tubuhnya. "Woa, selamat Bro!" teriak Reza mengalihkan perhatian semua yang
Suara bising di sekitar tak mengalihkan perhatian Naura dari berkas yang ada di hadapannya. Brak!Hening seketika, semua yang ada di ruang meeting diam menatap ke arah Naura. "Ini kenapa bisa beda?"Naura menggeser berkas yang ada di depannya. "Laporan keuangan ganti, salah tuh! Teliti dulu sebelum di kirim. Ini lagi, bukannya klien kita minta ganti kursi, kenapa masih ditulis kursi dengan merek yang sama?""Ma-maaf Bu, tapi Bu Sela sudah setuju dengan merek itu," jelas Kevin.Seketika Naura menoleh ke arah Sela. "Apa, aku nggak tau ya. Kevin, kamu benar-benar ya, harusnya kamu bilang kalau barangnya di ganti, aku kan nggak tahu."Sela langsung menggeser kursinya mendekati Naura seolah menyerang Kevin."Ta-tapi Bu Se—"Mata Sela hampir saja keluar memelototi Kevin bahkan mulutnya berkomat-kamit seolah menyuruhnya tutup mulut."Bereskan semuanya, kerjakan dengan baik dan teliti. Baiklah, meeting kita tutup, selamat siang."Naura keluar dari ruang meeting di ikuti Sela di belakang. Wan