Hening, Sela seperti kebingungan menatap ke arah Naura dan Arkan bergantian. Rendi yang melihat ketegangan antara Arkan dan Naura pun mencoba menengahi."Ehm, Pak Arkan sepertinya kita harus segera kembali ke kantor." Rendi menarik tangan Arkan, tapi pria itu hanya diam masih beradu pandang dengan Naura yang tak kalah sengit.Dengan kencang Rendi menarik tangannya, membawa keluar dari restoran tempat mereka makan. Mata Naura tak lepas dari Arkan yang berjalan melewatinya."Hei, bengong aja. Ganteng ya Pak Arkan, aku penasaran wanita seperti apa yang meninggal pria setampan itu."Naura mendengus kesal, ingin rasanya dia menangkup wajah Sela dan berkata, 'Aku.' Namun, Naura tak ingin rahasianya terbongkar dan memilih untuk merahasiakan hubungannya dengan Arkan dulu."Kita pulang," ajak Naura. "Oh ya, Bu bukannya hotel mereka itu lumayan jauh dari sini?""Iya, makanya pertemuan kita di jadwalkan jam 9 pagi." Naura mengangguk, "Naura, menurutmu Arkan tertarik sama aku?""Hah."Sela berdec
Naura tersentak, tubuhnya terpaku saat mendengar suara bariton yang memanggil SAYANG.Dia tersenyum seolah menyambut Naura yang baru saja datang. Seketika Naura kembali berbalik tak ingin menyapa mantan suaminya itu. "Ehm, apa tidurmu nyenyak?" tanya Arkan yang berjalan di samping Naura. Naura tetap diam tak berkutik, dia terus berjalan tak memperdulikan Arkan yang sengaja mendekatinya. "Kam—""Hai, Pak Rendi," sapa Naura berlari mendekati Sela dan Rendi yang sedang berbincang. Dengan sengaja Naura menjauh tak ingin berinteraksi dengan Arkan. "Bisa kita berkeliling sekarang?" "Boleh," jawab Rendi mengalihkan pandangannya ke Arkan yang berdiri di belakang Naura. "Pak Arkan juga sudah datang. Ayo, kita mulai saja."Naura sengaja berjalan beriringan dengan Rendi membiarkan Sela menemani Arkan di belakang. "Kamu kenapa, seperti di kejar setan saja?" cibir Rendi melihat Naura sedang mengatur napasnya yang terengah-engah."Memang habis di kejar setan, tuh setannya di belakang."Rendi
'Naura, aku mencintaimu.'Seketika Naura terbangun dari mimpinya, dia begitu terkejut saat memimpikan mantan suaminya yang kembali datang dan menyatakan cinta untuknya. Di usapnya wajah dengan kasar, lalu mengambil ponsel untuk mematikan jam berapa dia bangun. Betapa terkejutnya Naura saat melihat notif pesan dari nomor asing yang sebelumnya pernah mengirimkan pesan untuknya.[Malam, Sayang. Aku ingin bertemu denganmu, bisa kah kamu keluar?]Tulis pesan tersebut, Naura melihat jam sudah menunjukkan pukul 2 pagi. Dia pun beranjak dari ranjang untuk melihat Arkan. Perlahan Naura membuka tirai kamarnya, melihat begitu jelas mobil yang masih terparkir di depan pagar rumahnya. "Sial, apa dia masih menungguku di sana?" gumam Naura. Tangannya mulai mencari nomor Rendi dan terdengar suara sambungan telepon yang terhubung.[Halo.]"Rendi maaf aku mengganggu tidurmu. Apa kamu bisa mengajak pergi temanmu itu, ini benar-benar sangat menggangu."[Siapa, Arkan? Bagaimana bisa dia mengganggumu ka
Hening, Naura menoleh ke sisi kanannya mendapati Arkan sudah berdiri di sana. Dia begitu terkejut karena Arkan ternyata mengikutinya. Kini semua mata tertuju pada Naura dan juga Arkan. "Kenapa Papah ada di sini?" tanya Arkan dengan santainya duduk di kursi tanpa mempedulikan Dila yang berada di depannya. "Papah yang harusnya tanya kenapa kamu ada di sini?" hardik Teddi yang kesal dengan apa yang di lakukan putranya itu. "Kake," ujar Axel dengan suara cadelnya meminta di gendong Teddi. Dengan sigap Teddi mengambil alih Axel dari tangan Naura. "Cucu kakek, kamu mau minum susu atau roti?" Tangan Axel mengambil roti yang ada di tangan Teddi, sedangkan Naura memilih membuatkan susu untuk putranya itu. "Apa yang sebenarnya terjadi, kenapa Arkan bisa ada di kamar kamu?" bisik Dila. Naura sedikit memutar kepalanya untuk memastikan keberadaan Arkan dan Teddi. "Pagi buta dia berteriak di depan rumah sampai beberapa tetangga menyalakan lampu rumah mereka. Aku nggak tau harus berbuat apa, k
Mendengar ucapan Arkan cukup membuat tubuh Naura menegang seketika. Kembali bersama Arkan berarti mengukir kisah lama yang hasilnya mungkin akan sama.Bukannya menjawab Naura malah memalingkan wajahnya. Dia sama sekali tak ingin kembali dengan mantan suaminya itu."Lihat Axel, Mamahmu nggak mau kita satu atap lagi," cibir Arkan berbicara dengan Axel yang ada dilahunannya."Ehm, kemana kamu akan membawa Axel?""Anak Papah mau ke mana, kita jalan-jalan oke."Axel menjawab, "Yes." Membuat Arkan tertawa puas. Tangan mungil Axel terus memegang stir mobil mengikuti apa yang di lakukan Arkan. Arkan membawa mobilnya ke kawasan perumahan elit yang tak jauh dari rumah Naura. Tak lama dia memarkirkan mobilnya tepat di depan pagar sambil menyalakan klakson yang di bantu Axel."Berisik, nanti ganggu orang.""Kenapa kamu cerewet sekali. Lagi pula kenapa kamu ikut denganku, aku hanya membutuhkan Axel.""Aku ibunya, jadi kemana pun putraku pergi aku harus ikut."Arkan menyeringai sambil membawa Axel
Jantung Naura berdegup dengan kencang, dia terus berusaha menyingkirkan Arkan dari atas tubuhnya. Namun, bukannya menjauh pria itu malah mempererat pelukannya.Tok, tok, tok."Arkan, Axel menangis. Aku nggak bisa membuatnya berhenti menangis.""I-iya sebentar," jawab Naura lalu mendorong tubuh Arkan sekuat tenaga. "Cepat keluar, Arkan nggak akan berhenti menangis kalau sama orang baru," hardik Naura.Arkan bergegas merapihkan penampilannya lalu keluar dari kamar. Sedangkan Naura segera memakai pakaian, tak lupa dia memakai make up yang sudah tersedia di meja rias."Wah, dia benar-benar mempersiapkan semuanya dengan baik," gumam Naura melihat beberapa merek make up yang tersusun rapih. "Jangan bahagia dulu Naura, siapa tau itu make up milik wanita lain."Naura menyingkirkan pikiran halu-nya yang mungkin merusak pikirannya.Setelah siap Naura keluar menghampiri mereka. Matanya mencari Axel dan Arkan yang tak ikut berkumpul di ruang keluarga."Rendi, di mana Arkan?""Tadi dia ke ruangan
Setelah seharian bermain bersama di wahana permainan anak-anak membuat Axel pun kecapean dan tidur di pangkuan Arkan. Sesekali aku melirik Arkan yang sama sekali tak menyentuh makanannya sedangkan Naura, Sabrina dan Rendi sibuk dengan makanan masing-masing."Ehm, kamu makan aja biar aku yang gendong Axel," ucap Naura."Nggak usah, kamu makan aja."Rendi menyenggol lengan Naura lalu memberikan sendok untuknya. "Suapi gih, kasian pasti laper dia."Naura mengambil sendok pemberian Rendi lalu menggeser kursinya agar lebih dekat dengan Arkan. "Ehm, buka mulutmu," ujar Naura dengan nada ketus.Arkan berdecak. "Kamu makan saja, nanti ak—" belum selesai bicara Naura sudah memasukkan sendoknya ke dalam mulut mantan suaminya itu. Melihat hal itu Rendi pun tertawa terbahak-bahak melihat apa yang di lakukan Naura. Namun, bukan sekali Naura kembali menyuapi Arkan saat tahu dia sudah menelan habis nasi yang ada di mulutnya."Wah, kalian romantis banget. Kenapa nggak balikan saja," cetus Rendi ya
Naura merapihkan pakaian Axel ke dalam koper di bantu Dila yang sedang menemani Axel yang masih tidur."Sepertinya Axel kecapean, dia pasti senang bermain sama Papahnya," ucap Dila mengusap rambut Axel."Hm, dia sangat bahagia. Bahkan dia main semua wahana yang ada di sana," jelas Naura.Perlahan Dila beranjak dari ranjang menarik koper Axel yang sudah penuh. "Berapa lama kamu di Jakarta?"Naura mengambil koper yang lain kemudian membukanya. "Sekitar tiga hari, kenapa Ibu mau ikut?""Pengen. Ibu nggak enak kalau di rumah sama Pak Teddi," ucapnya dengan nada pelan.Naura duduk di samping Dila. "Apa Papah menyatakan cinta sama Ibu?""Ih, apa sih. Emangnya anak muda," ujar Dila tersipu malu.Naura menyenggol lengan Dila. "Cie ... akhirnya Papah di bukakan hatinya juga. Papah orang yang baik kok, lagi pula Ibu bukan pelakor seperti yang orang lain tuduhkan. Aku tau seperti apa mertuaku dan aku saksi bisu yang melihat sendiri perselingkuhannya.""Pe-perselingkuhan, maksud kamu Ibu Sinta be