Naura tersentak, tubuhnya terpaku saat mendengar suara bariton yang memanggil SAYANG.Dia tersenyum seolah menyambut Naura yang baru saja datang. Seketika Naura kembali berbalik tak ingin menyapa mantan suaminya itu. "Ehm, apa tidurmu nyenyak?" tanya Arkan yang berjalan di samping Naura. Naura tetap diam tak berkutik, dia terus berjalan tak memperdulikan Arkan yang sengaja mendekatinya. "Kam—""Hai, Pak Rendi," sapa Naura berlari mendekati Sela dan Rendi yang sedang berbincang. Dengan sengaja Naura menjauh tak ingin berinteraksi dengan Arkan. "Bisa kita berkeliling sekarang?" "Boleh," jawab Rendi mengalihkan pandangannya ke Arkan yang berdiri di belakang Naura. "Pak Arkan juga sudah datang. Ayo, kita mulai saja."Naura sengaja berjalan beriringan dengan Rendi membiarkan Sela menemani Arkan di belakang. "Kamu kenapa, seperti di kejar setan saja?" cibir Rendi melihat Naura sedang mengatur napasnya yang terengah-engah."Memang habis di kejar setan, tuh setannya di belakang."Rendi
'Naura, aku mencintaimu.'Seketika Naura terbangun dari mimpinya, dia begitu terkejut saat memimpikan mantan suaminya yang kembali datang dan menyatakan cinta untuknya. Di usapnya wajah dengan kasar, lalu mengambil ponsel untuk mematikan jam berapa dia bangun. Betapa terkejutnya Naura saat melihat notif pesan dari nomor asing yang sebelumnya pernah mengirimkan pesan untuknya.[Malam, Sayang. Aku ingin bertemu denganmu, bisa kah kamu keluar?]Tulis pesan tersebut, Naura melihat jam sudah menunjukkan pukul 2 pagi. Dia pun beranjak dari ranjang untuk melihat Arkan. Perlahan Naura membuka tirai kamarnya, melihat begitu jelas mobil yang masih terparkir di depan pagar rumahnya. "Sial, apa dia masih menungguku di sana?" gumam Naura. Tangannya mulai mencari nomor Rendi dan terdengar suara sambungan telepon yang terhubung.[Halo.]"Rendi maaf aku mengganggu tidurmu. Apa kamu bisa mengajak pergi temanmu itu, ini benar-benar sangat menggangu."[Siapa, Arkan? Bagaimana bisa dia mengganggumu ka
Hening, Naura menoleh ke sisi kanannya mendapati Arkan sudah berdiri di sana. Dia begitu terkejut karena Arkan ternyata mengikutinya. Kini semua mata tertuju pada Naura dan juga Arkan. "Kenapa Papah ada di sini?" tanya Arkan dengan santainya duduk di kursi tanpa mempedulikan Dila yang berada di depannya. "Papah yang harusnya tanya kenapa kamu ada di sini?" hardik Teddi yang kesal dengan apa yang di lakukan putranya itu. "Kake," ujar Axel dengan suara cadelnya meminta di gendong Teddi. Dengan sigap Teddi mengambil alih Axel dari tangan Naura. "Cucu kakek, kamu mau minum susu atau roti?" Tangan Axel mengambil roti yang ada di tangan Teddi, sedangkan Naura memilih membuatkan susu untuk putranya itu. "Apa yang sebenarnya terjadi, kenapa Arkan bisa ada di kamar kamu?" bisik Dila. Naura sedikit memutar kepalanya untuk memastikan keberadaan Arkan dan Teddi. "Pagi buta dia berteriak di depan rumah sampai beberapa tetangga menyalakan lampu rumah mereka. Aku nggak tau harus berbuat apa, k
Mendengar ucapan Arkan cukup membuat tubuh Naura menegang seketika. Kembali bersama Arkan berarti mengukir kisah lama yang hasilnya mungkin akan sama.Bukannya menjawab Naura malah memalingkan wajahnya. Dia sama sekali tak ingin kembali dengan mantan suaminya itu."Lihat Axel, Mamahmu nggak mau kita satu atap lagi," cibir Arkan berbicara dengan Axel yang ada dilahunannya."Ehm, kemana kamu akan membawa Axel?""Anak Papah mau ke mana, kita jalan-jalan oke."Axel menjawab, "Yes." Membuat Arkan tertawa puas. Tangan mungil Axel terus memegang stir mobil mengikuti apa yang di lakukan Arkan. Arkan membawa mobilnya ke kawasan perumahan elit yang tak jauh dari rumah Naura. Tak lama dia memarkirkan mobilnya tepat di depan pagar sambil menyalakan klakson yang di bantu Axel."Berisik, nanti ganggu orang.""Kenapa kamu cerewet sekali. Lagi pula kenapa kamu ikut denganku, aku hanya membutuhkan Axel.""Aku ibunya, jadi kemana pun putraku pergi aku harus ikut."Arkan menyeringai sambil membawa Axel
Jantung Naura berdegup dengan kencang, dia terus berusaha menyingkirkan Arkan dari atas tubuhnya. Namun, bukannya menjauh pria itu malah mempererat pelukannya.Tok, tok, tok."Arkan, Axel menangis. Aku nggak bisa membuatnya berhenti menangis.""I-iya sebentar," jawab Naura lalu mendorong tubuh Arkan sekuat tenaga. "Cepat keluar, Arkan nggak akan berhenti menangis kalau sama orang baru," hardik Naura.Arkan bergegas merapihkan penampilannya lalu keluar dari kamar. Sedangkan Naura segera memakai pakaian, tak lupa dia memakai make up yang sudah tersedia di meja rias."Wah, dia benar-benar mempersiapkan semuanya dengan baik," gumam Naura melihat beberapa merek make up yang tersusun rapih. "Jangan bahagia dulu Naura, siapa tau itu make up milik wanita lain."Naura menyingkirkan pikiran halu-nya yang mungkin merusak pikirannya.Setelah siap Naura keluar menghampiri mereka. Matanya mencari Axel dan Arkan yang tak ikut berkumpul di ruang keluarga."Rendi, di mana Arkan?""Tadi dia ke ruangan
Setelah seharian bermain bersama di wahana permainan anak-anak membuat Axel pun kecapean dan tidur di pangkuan Arkan. Sesekali aku melirik Arkan yang sama sekali tak menyentuh makanannya sedangkan Naura, Sabrina dan Rendi sibuk dengan makanan masing-masing."Ehm, kamu makan aja biar aku yang gendong Axel," ucap Naura."Nggak usah, kamu makan aja."Rendi menyenggol lengan Naura lalu memberikan sendok untuknya. "Suapi gih, kasian pasti laper dia."Naura mengambil sendok pemberian Rendi lalu menggeser kursinya agar lebih dekat dengan Arkan. "Ehm, buka mulutmu," ujar Naura dengan nada ketus.Arkan berdecak. "Kamu makan saja, nanti ak—" belum selesai bicara Naura sudah memasukkan sendoknya ke dalam mulut mantan suaminya itu. Melihat hal itu Rendi pun tertawa terbahak-bahak melihat apa yang di lakukan Naura. Namun, bukan sekali Naura kembali menyuapi Arkan saat tahu dia sudah menelan habis nasi yang ada di mulutnya."Wah, kalian romantis banget. Kenapa nggak balikan saja," cetus Rendi ya
Naura merapihkan pakaian Axel ke dalam koper di bantu Dila yang sedang menemani Axel yang masih tidur."Sepertinya Axel kecapean, dia pasti senang bermain sama Papahnya," ucap Dila mengusap rambut Axel."Hm, dia sangat bahagia. Bahkan dia main semua wahana yang ada di sana," jelas Naura.Perlahan Dila beranjak dari ranjang menarik koper Axel yang sudah penuh. "Berapa lama kamu di Jakarta?"Naura mengambil koper yang lain kemudian membukanya. "Sekitar tiga hari, kenapa Ibu mau ikut?""Pengen. Ibu nggak enak kalau di rumah sama Pak Teddi," ucapnya dengan nada pelan.Naura duduk di samping Dila. "Apa Papah menyatakan cinta sama Ibu?""Ih, apa sih. Emangnya anak muda," ujar Dila tersipu malu.Naura menyenggol lengan Dila. "Cie ... akhirnya Papah di bukakan hatinya juga. Papah orang yang baik kok, lagi pula Ibu bukan pelakor seperti yang orang lain tuduhkan. Aku tau seperti apa mertuaku dan aku saksi bisu yang melihat sendiri perselingkuhannya.""Pe-perselingkuhan, maksud kamu Ibu Sinta be
Axel begitu senang saat sampai di Bandara Soekarno Hatta. Ini kali pertama aku membawa Axel ke Jakarta bertemu dengan orang tuaku. "Lihat, dia begitu senang saat bersama Papahnya," bisik Dila. Naura tersenyum ke arah Dila lalu kembali fokus dengan kedua koper yang ada di tangannya. "Kita mau menginap di mana?" tanya Dila. "Kita akan menginap di apartemenku. Aku sudah menyuruh temanku untuk menjemput kita di sini," jawab Naura lalu mengambil ponsel yang ada di saku celana. "Apa temanmu itu pernah datang ke Surabaya?" "Hm, Lala. Ibu masih ingat kan, temanku yang menyebalkan itu." "Oh ... Lala, Iya Ibu masih ingat." Langkah mereka pun tertahan saat sampai di lobi. "Kalian mau kemana biar aku antar kalian pulang," ujar Arkan. Sesaat Naura dan Dila saling beradu pandang. "Nggak usah, Lala akan menjemput kita di sini." Naura bisa melihat raut wajah kecewa Arkan saat dia menolaknya. "Oh, jadi kalian tinggal di mana?" "Di apartemenku." Arkan mengerutkan dahinya, sebenarnya dia i
Satu bulan berlalu hubungan Naura dan Arkan semakin erat. Meski harus menjalani hubungan long distance relationship, tak menghalangi rasa cinta Arkan untuk anak dan istrinya."Pagi, Sayang."Perlahan Naura membuka mata saat mendengar suara bariton berbisik di telinganya."Kapan kamu datang?""Lima menit yang lalu. Aku rindu memeluk tubuhmu, Sayang."Seketika Naura membuka matanya. "Axel, di mana dia?"Arkan mengeratkan pelukannya. "Dia di bawah sama Papah dan Bu Dila.""Oh." Naura hanya ber-oh-ria lalu menyibak selimut yang menutupi tubuhnya. "Kamu mau ke mana?""Mau buat sarapan," jawab Naura mengikat rambutnya. Namun, Arkan menarik tubuh Naura hingga tergeletak di atas kasurnya. "Aku masih kangen, diam di sini sebentar saja."Naura lalu membiarkan Arkan untuk memeluknya beberapa saat sampai dia puas meluapkan rasa rindunya."PAPA ...." teriak Axel."Tuh anaknya manggil, sana samperin."Arkan menghela napasnya lalu mencium bibir Naura dengan lembut. "Ku menginginkanmu Sayang." Tanga
Suara gemercik air membangunkan Naura dari tidurnya. Dia lalu mengibas selimut yang menutupi tubuhnya dan— "Argh." Naura berteriak histeris saat melihat tubuhnya yang polos tanpa sehelai benang pun. "Apa yang terjadi, di mana bajuku?" gerutu Naura. Tak lama dia mendengar suara seseorang membuka pintu. Naura pun segera menutup tubuhnya dengan selimut berpura-pura tidur untuk melihat siapa orang yang keluar dari kamar mandi. Sedikit demi sedikit Naura membuka matanya dan mendapati Arkan yang sedang memakai pakaiannya setelah mandi. "Arkan, jadi aku tidur dengan dia. Tunggu, kenapa aku bisa bersama Arkan?" batinnya. Naura mencoba mengingat kembali apa yang terjadi di klub semalam. Ingatannya mulai berputar seperti sebuah rekaman dan berakhir saat dia mencium Arkan. Naura begitu menikmati ciuman itu hingga membuatnya tak ingin melepaskan sedetik pun kesempatan itu. "Aku mencintaimu, Naura." "Aku juga mencintaimu, Arkan," ucap Naura dengan sadar hingga membuat wajahnya bers
Dentuman musik mengalun begitu kencang hingga memekikkan telinga. Namun, hal itu malah menarik atmosfer di sekitar membuat orang-orang yang berada di dalam klub ikut terhanyut dengan irama musik yang dibawakan oleh seorang DJ. "Naura, ayo turun!" ajak Sela saat mereka memasuki klub malam. "Kamu aja aku tunggu di bar ya." "Jangan di bar kita cari meja saja," ujar Sela. Matanya melihat ke sekeliling mencari tempat yang kosong. Namun, sayang tidak ada tempat kosong. Hampir semua meja terisi penuh oleh orang-orang yang sedang menikmati malam panjang mereka. "Tunggu, bukankah itu Arkan. Kita ikut di meja dia saja." Naura mencekal tangan Sela, tapi wanita itu terus berjalan meninggalkannya begitu saja. Mau tidak mau Naura pun mengikuti Sela hingga berhenti tepat di depan meja Arkan. "Hai, Arkan. Sendiri aja nih, boleh gabung?" Arkan mendelik, tanpa bicara dia bergeser tanda jika dia mempersilahkan mereka untuk duduk bersama dengannya. "Terima kasih, aku titip Naura dulu ya. B
Deburan ombak mengalihkan perhatian Naura dari Roni dan Sela yang sedang berbincang. Padahal meeting sudah berakhir dan mereka berdua masih asik bersama."Ini." Naura menoleh ke samping saat Raka memberikan kopi untuknya. "Makasih.""Sama-sama."Naura kembali menoleh ke arah Sela dan Roni, tapi mereka sudah tidak ada di sana. "Ke mana mereka pergi?""Siapa? Oh Pak Roni dan Bu Sela, paling ke hotel.""Hah, kok bisa secepat itu?"Raka tertawa terbahak-bahak melihat ekspresi terkejut Naura. "Kamu tenang saja mereka sedang melihat lokasi untuk penempatan barang-barang.""Oh," ujar Naura bernapas lega. Naura pun memilih berteduh di bawah pohon yang rindang lalu menurunkan bokongnya di atas pasir. "Menurutmu bagaimana Bu Sela dan Pak Roni?""Maksudnya?"Raka tersenyum lalu menjawab, "Aku sudah lama ikut kerja dengan Pak Roni, aku tau dia tertarik pada Bosmu.""Oh, aku pikir Pak Roni bukan tipe pria idaman Bu Sela. Apa lagi usia mereka terpaut jauh, aku nggak yakin hubungan mereka akan b
Setelah pertemuan Sela dan Arkan, wanita itu terus mendiamkan Naura seolah kesal kepada.Naura pun tidak tahu harus melakukan apa karena Sela terus memalingkan wajahnya."Sebentar lagi kita sampai, apa kamu akan terus bersikap seperti itu?"Sela mendelik dan hanya menggerakkan tubuhnya seolah tak memperdulikan Naura. Kesal, Naura pun menginjak rem hingga tubuh Sela terhuyung ke depan. "Argh ... Kamu gila, apa kamu ingin aku mati?""Lihat kamu masih hidup dan berteriak dengan kencang."Sela mendelik, dengan anggunnya dia merapihkan rambutnya. "Aku kesal karena kamu nggak ngasih tahu aku kalau Arkan ada di sini.""Aku juga nggak tahu kalau dia datang ke sini. Lagi pula baru tadi pagi aku ketemu sama dia. Tunggu, kenapa kamu sekesal ini sama aku. Apa kamu masih mengharapkan dia?""Hah, yang benar saja. Mana mungkin aku mau sama duda apa lagi bekas karyawanku," cibirnya.Naura berdecak kembali mengendarai mobilnya. "Berhenti berbohong buktinya kamu kesal saat melihat aku dan Arkan bersa
Deburan ombak mengalun indah menemani Naura yang sedang menikmati kopi di pagi buta. Dia sama sekali tak bisa tidur nyenyak saat berada jauh dari putra semata wayangnya.Tok,tok."Permisi, room service."Naura menoleh ke arah pintu lalu beranjak dari kursinya.CeklekNaura terkejut melihat staf hotel membawakan sarapan ke kamarnya. "Maaf aku nggak pesan, mungkin salah kamar."Staf tersebut melihat kartu untuk memastikan jika mereka tidak salah kamar. "Dengan Ibu Naura kamar 210""Iya aku Naura, tapi aku nggak pesan," tutur Naura mencoba menjelaskan. Tak lama ponsel Naura berdering terlihat nama Arkan di sana. "Halo."[Selamat menikmati sarapannya.]"Apa, jadi kamu yang kirim makanan ini. Dari mana kamu tahu aku ada di hotel ini?"[Selamat menikmati, Sayang.]Arkan mematikan panggilannya sepihak. Mau tidak mau Naura pun mempersilahkan staf untuk masuk dan menyajikan makanan pesanan Arkan.Sudut bibir Naura terangkat saat melihat makanan pesanan Arkan. Tak lupa dia mengabadikan momen
Naura merapihkan beberapa pakaian ke dalam koper. Tak lupa dia pun memasukkan beberapa berkas ke dalam tasnya."Sudah di masukkan semua? Awas nanti ada yang ketinggalan!" ucap Dila sambil mengajak Axel bermain."Sepertinya sudah beres semua. Bu, aku titip Axel beberapa hari ya.""Iya, kamu tenang saja. Ibu akan menjaga Axel dengan baik, lagi pula Pak Teddi juga ada pasti dia membantu Ibu menjaga Axel."Naura tersenyum lalu beranjak dari lantai. "Aku siap-siap dulu."Seolah mengerti, Dila mengajak Axel untuk keluar dari kamar Naura.Tok, tok."Permisi."Dila menuruni anak tangga lalu menghampiri tamu yang baru saja datang."Siapa Bi?" tanya Dila saat dia berjalan ke arahnya."Itu Bu, temennya Bu Naura," jawabnya."Oh Sela. Tolong buatkan minuman buat Sela ya." Dila pun menghampiri Sela yang sedang duduk di sofa. "Eh, Sela.""Tante, hai Axel," sapa Sela saat melihat Axel tersenyum menatapnya.Mereka pun duduk bersampingan sambil bermain dengan Axel. "Acaranya mendadak ya?" selidik Dila.
Suara bising di sekitar tak mengalihkan perhatian Naura dari berkas yang ada di hadapannya. Brak!Hening seketika, semua yang ada di ruang meeting diam menatap ke arah Naura. "Ini kenapa bisa beda?"Naura menggeser berkas yang ada di depannya. "Laporan keuangan ganti, salah tuh! Teliti dulu sebelum di kirim. Ini lagi, bukannya klien kita minta ganti kursi, kenapa masih ditulis kursi dengan merek yang sama?""Ma-maaf Bu, tapi Bu Sela sudah setuju dengan merek itu," jelas Kevin.Seketika Naura menoleh ke arah Sela. "Apa, aku nggak tau ya. Kevin, kamu benar-benar ya, harusnya kamu bilang kalau barangnya di ganti, aku kan nggak tahu."Sela langsung menggeser kursinya mendekati Naura seolah menyerang Kevin."Ta-tapi Bu Se—"Mata Sela hampir saja keluar memelototi Kevin bahkan mulutnya berkomat-kamit seolah menyuruhnya tutup mulut."Bereskan semuanya, kerjakan dengan baik dan teliti. Baiklah, meeting kita tutup, selamat siang."Naura keluar dari ruang meeting di ikuti Sela di belakang. Wan
Hening, seketika Naura tak mendengar suara apapun kecuali detak jantungnya yang begitu cepat.Mata Naura terpaku pada wajah pria yang selalu membuat hatinya berdesir. "Papa," teriak Axel berjalan ke arah mereka.Refleks Arkan melepaskan tangannya dari pinggang Naura. "Sayang." Axel berlari memeluk Arkan dengan erat. "Ayo, kita cari makan," sambung Arkan meninggalkan Naura yang masih mematung. Sorak dari para tamu undangan pun kembali riuh saat Adelia bersiap melempar buket bunga yang dia pegang. "Naura, sini!" panggil Adelia. Dengan enggan Naura pun ikut ke kerumunan yang bersiap menerima buket bunga. Semua bersiap hanya Naura yang diam dan ikut berdiri dengan kerumunan."Satu, dua, tiga."Buket itu pun melayang ke arah Naura, tapi seketika tubuhnya terhuyung ke depan saat seseorang mendorongnya dari belakang. "Argh," ucap Naura terkejut. Namun, dengan cepat pria itu menarik tangan Naura hingga menyentuh tubuhnya. "Woa, selamat Bro!" teriak Reza mengalihkan perhatian semua yang