Semalaman Naura memikirkan penawaran Teddi. Meski dia memberikan penawaran yang begitu menggiurkan, namun dia harus menyelesaikan kuliahnya dan tak ingin terus menerus membebani mantan mertuanya itu."Aku enggak boleh menerima bantuan Papah lagi, apa lagi sekarang aku sudah bukan menantunya lagi," gumam Naura. Dia pun mengambil ponselnya berniat mengirimkan pesan ke Teddi. Namun, saat ingat kebaikannya, Naura pun berniat menemui Teddi secara langsung."Naura, ini ada surat," ucap Lala."Surat apa?""Di sini sih tulisannya dari pengadilan," tutur Lala memberikan surat yang dia ambil di kotak surat.Naura membuka surat tersebut, di bacanya setiap kalimat yang tertera di atas kertas. "Surat panggilan ternyata," tutur Naura."Surat panggilan apa?" Lala merebut kertas yang ada di tangan Naura. "Panggilan sidang. Kamu mau datang?"Entah pikiran Naura masih kacau, apa lagi sebelumnya pengacara Arkan meminta Naura untuk tidak datang ke pengadilan. "Bukannya ini hanya mediasi, kenapa kamu en
Naura tertunduk lesu, hati dan perasaannya masih tak karuan. Suara alunan musik di kafe pun tak mampu membuatnya tenang sama sekali.Tok ... tok.Seketika Naura mendongak melihat ke arah seseorang yang mengetuk mejanya. "Papah.""Maaf, Papah telat. Kamu enggak makan?" tanya Teddi menurunkan bokongnya di atas kursi."Aku pesan kopi," jawab Naura mengetuk gelasnya.Teddi menarik gelas milik Naura lalu memanggil waiter untuk datang ke meja mereka. "Enggak baik minum kopi, minuman yang lain aja gimana?""Ada yang bisa saya bantu, Pak.""Aku pesan capuccino dan— Naura kamu suka jus alpukat kan?" Naura hanya mengangguk. "Baiklah capuccino dan jus alpukat. Aku juga pesan french toast, salad buah dan cheesecake.""Baik, ada tambahan?""Untuk sementara hanya itu.""Baik, Pak ditunggu pesanannya. Permisi."Hanya mereka berdua yang duduk di meja yang paling ujung. Naura sengaja memilih meja yang berada di pojok agar tidak ada yang mendengar percakapan mereka berdua. Sejenak dia masih bungkam seo
3 Tahun Berlalu .....Bisnis Arkan maju pesat, dia bahkan membangun hotel di beberapa kota yang membuatnya semakin kaya. Meski begitu, kehidupan percintaannya selalu gagal karena dia sulit membuka hati untuk wanita lain.Tok ... Tok."Masuk," ujar Arkan mendengar suara ketukan pintu."Permisi, Pak." Seorang wanita cantik bertubuh semampai masuk ke dalam ruangan Arkan sambil membawa berkas yang ada di tangannya."Ini dokumen yang bapak minta. Oh iya, bagian finance yang baru menanyakan soal uang kontrak setiap bulannya senilai lima belas juta itu untuk perusahaan mana?"Arkan yang tengah sibuk dengan pekerjaannya pun mengangkat kepalanya menatap tajam ke arah sekretarisnya bernama Diana. "Sudah aku katakan berkali-kali, tulis saja untuk kontrak," jelasnya."Ba-baik Pak." Arkan mengibas tangannya, tanda jika dia tak ingin mendengar apa-apa lagi dari sekretarisnya itu.Sepeninggal Diana, Arkan menyandarkan punggungnya di kursi. Sudah tiga tahun lamanya dia masih mentransfer uang ke reken
Suara tangisan bayi menjadi irama terbaik setiap paginya. Dengan mata yang masih terpejam Naura menggeser tubuh bayinya lalu menepuk pelan pahanya agar bayinya kembali tidur. Namun, bukannya berhenti menangis putranya itu malah menangis begitu kencang. "Sayang, cup-cup-cup. Mau nenen ya, Mamah bikin dulu susunya."Naura mengikat rambutnya kemudian menggendong bayinya, membawanya ke dapur. Waktu berjalan begitu cepat, tak terasa Naura sudah menjadi seorang ibu di usianya yang memasuki 25 tahun. Meski menjadi single mom itu tidak mudah, tetapi Naura begitu menikmati pekerjaannya sembari mengurus bayi. "Selamat pagi," sapa wanita paruh baya yang tiba-tiba saja muncul di depan Naura. "Ah cucuku sudah bangun. Ayo, Nenek gendong."Naura membiarkan wanita itu mengambil putranya yang berada di gendongannya. "Tumben Ibu pagi-pagi udah di sini?" Wanita itu tersenyum sembari menimang bayi yang mereka panggil Axel. "Kamu hari ini jadi me
Rendi terus mengetuk jemarinya ke atas meja, selain harus bekerja sebagai penanggung jawab hotel baru di Surabaya, dia juga masih harus menyelidiki tentang anak kecil yang berfoto dengan Teddi.Namun, yang tak Rendi sangka, dia juga bertemu dengan Naura di tempat yang tak terduga. "Setelah 3 tahun menghilang ternyata dia ada di Surabaya. Arkan pasti tidak tahu jika aku mendapatkan jackpot di sini. Haruskah aku memberikan kejutan untuknya?"Rendi terus mengetik di layar ponsel kemudian menghapusnya lagi seolah menuliskan kata mutiara untuk sang kekasih.Tok ... Tok, "Permisi Pak.""Hm, masuklah," ucap Rendi dengan mata yang masih fokus dengan layar ponselnya. "Ada apa?""Begini Pak, untuk furniture kita akan menggunakan supplier biasa atau supplier baru?" tanya Rudi yang tak lain asisten Rendi. Rendi lalu menyimpan ponselnya di atas meja, memikirkan sejenak apa yang harus dia putuskan karena semua sudah di serahkan Arkan kepadany
Mulut Rendi sedikit menganga mendengar penuturan Naura. Dia bisa memiliki anak dengan pria lain sedangkan saat menikah dengan Arkan dia sama sekali tidak hamil. Apa Arkan benar-benar mandul?"Be-benarkah?"Naura mengangguk. "Aku hidup bahagia dengan keluarga kecilku. Bagaimana dengan Om, apa Om sudah menikah atau masih menjajah wanita di luar sana."Rendi tertawa mendengar penuturan Naura. "Menjajah yang benar saja. Yang masih menjajah itu Arkan, dia menjadi duda tua mencari cinta sejati.""Duda, jadi dia masih sendiri lalu bagaimana dengan Liona?" batin Naura."Apa kamu enggak penasaran dengan kehidupan Arkan?"Sudut bibir Naura terangkat. "Enggak, dia hanya masa lalu dan aku tak peduli dengan kehidupannya. Bukannya dia sudah bahagia dengan mantan istrinya dulu?""Siapa, Liona maksudmu? Wanita itu hanya parasit yang terus menempel kepada pohon yang sama sekali tak menginginkannya," cetus Rendi. "Ma-maaf sepertinya aku b
Dering ponsel terus menggema, tetapi sang pemilik hanya diam tak menghiraukan panggilan masuk."Kenapa enggak di angkat?" tanya Rendi.Arkan membalikan ke atas meja lalu kembali fokus dengan proposal yang ada di tangannya. "Jadi kamu sudah bertemu dengan Naura?""Hah, i-itu ... Em, aku salah orang," kilah Rendi."Aku sudah bertemu dengan dia.""SERIUS?!"Rendi begitu terkejut mendengarnya hingga dia refleks berdiri menatap Arkan. "Enggak usah berlebihan seperti itu.""Apa kamu datang ke sini karena foto yang aku kirim?"Arkan berdecak lalu menjawab, "Yang benar saja, untuk apa aku jauh-jauh datang ke sini hanya untuk ketemu sama dia."Rendi kembali duduk. "Baguslah, karena sekarang Naura sudah menikah dan memiliki anak."Arkan tersentak, namun dia berpura-pura tetap tenang agar Rendi tak menangkap keterkejutannya."Kamu tenang saja, aku enggak tertarik dengan Naura. Di luar sana banyak wanita yang jauh lebih cantik, seksi yang bisa dengan mudahnya aku dapatkan."Rendi berdesis, dia ta
Betapa terkejutnya Arkan ketika melihat wajah wanita yang dia tarik bukan Naura dan sayangnya wanita itu sedang bersama kekasihnya yang juga kesal dengan kelakuan Arkan. "Apa kamu ada masalah, hah!" Pria itu mendorong tubuh Arkan lalu menarik kekasihnya dari lantai dansa. Dia pun berbalik dan mendapati Reza yang sedang duduk sambil tersenyum menatapnya. "Apa yang kamu lihat!" hardik Arkan.Reza tertawa lalu meneguk minumannya. "Apa kamu pikir wanita tadi Naura?"Arkan berdecak lalu mengangkat tangannya memanggil waiter. "Wiski satu." Arkan lalu menoleh ke arah Reza. "Kenapa kamu duduk sendiri?""Hm, wanitaku sedang menikmati karaoke di atas," jelas Reza.Mendengar kata wanitaku, Arkan sudah yakin jika hubungannya dengan Naura bukan hanya one night stand semata. "Gimana kabarmu? Senang bertemu kamu di sini, di tempat yang tak terduga."Arkan berdesis. "Aku sedang membangun hotel di sini. Oh ya, apa k
Satu bulan berlalu hubungan Naura dan Arkan semakin erat. Meski harus menjalani hubungan long distance relationship, tak menghalangi rasa cinta Arkan untuk anak dan istrinya."Pagi, Sayang."Perlahan Naura membuka mata saat mendengar suara bariton berbisik di telinganya."Kapan kamu datang?""Lima menit yang lalu. Aku rindu memeluk tubuhmu, Sayang."Seketika Naura membuka matanya. "Axel, di mana dia?"Arkan mengeratkan pelukannya. "Dia di bawah sama Papah dan Bu Dila.""Oh." Naura hanya ber-oh-ria lalu menyibak selimut yang menutupi tubuhnya. "Kamu mau ke mana?""Mau buat sarapan," jawab Naura mengikat rambutnya. Namun, Arkan menarik tubuh Naura hingga tergeletak di atas kasurnya. "Aku masih kangen, diam di sini sebentar saja."Naura lalu membiarkan Arkan untuk memeluknya beberapa saat sampai dia puas meluapkan rasa rindunya."PAPA ...." teriak Axel."Tuh anaknya manggil, sana samperin."Arkan menghela napasnya lalu mencium bibir Naura dengan lembut. "Ku menginginkanmu Sayang." Tanga
Suara gemercik air membangunkan Naura dari tidurnya. Dia lalu mengibas selimut yang menutupi tubuhnya dan— "Argh." Naura berteriak histeris saat melihat tubuhnya yang polos tanpa sehelai benang pun. "Apa yang terjadi, di mana bajuku?" gerutu Naura. Tak lama dia mendengar suara seseorang membuka pintu. Naura pun segera menutup tubuhnya dengan selimut berpura-pura tidur untuk melihat siapa orang yang keluar dari kamar mandi. Sedikit demi sedikit Naura membuka matanya dan mendapati Arkan yang sedang memakai pakaiannya setelah mandi. "Arkan, jadi aku tidur dengan dia. Tunggu, kenapa aku bisa bersama Arkan?" batinnya. Naura mencoba mengingat kembali apa yang terjadi di klub semalam. Ingatannya mulai berputar seperti sebuah rekaman dan berakhir saat dia mencium Arkan. Naura begitu menikmati ciuman itu hingga membuatnya tak ingin melepaskan sedetik pun kesempatan itu. "Aku mencintaimu, Naura." "Aku juga mencintaimu, Arkan," ucap Naura dengan sadar hingga membuat wajahnya bers
Dentuman musik mengalun begitu kencang hingga memekikkan telinga. Namun, hal itu malah menarik atmosfer di sekitar membuat orang-orang yang berada di dalam klub ikut terhanyut dengan irama musik yang dibawakan oleh seorang DJ. "Naura, ayo turun!" ajak Sela saat mereka memasuki klub malam. "Kamu aja aku tunggu di bar ya." "Jangan di bar kita cari meja saja," ujar Sela. Matanya melihat ke sekeliling mencari tempat yang kosong. Namun, sayang tidak ada tempat kosong. Hampir semua meja terisi penuh oleh orang-orang yang sedang menikmati malam panjang mereka. "Tunggu, bukankah itu Arkan. Kita ikut di meja dia saja." Naura mencekal tangan Sela, tapi wanita itu terus berjalan meninggalkannya begitu saja. Mau tidak mau Naura pun mengikuti Sela hingga berhenti tepat di depan meja Arkan. "Hai, Arkan. Sendiri aja nih, boleh gabung?" Arkan mendelik, tanpa bicara dia bergeser tanda jika dia mempersilahkan mereka untuk duduk bersama dengannya. "Terima kasih, aku titip Naura dulu ya. B
Deburan ombak mengalihkan perhatian Naura dari Roni dan Sela yang sedang berbincang. Padahal meeting sudah berakhir dan mereka berdua masih asik bersama."Ini." Naura menoleh ke samping saat Raka memberikan kopi untuknya. "Makasih.""Sama-sama."Naura kembali menoleh ke arah Sela dan Roni, tapi mereka sudah tidak ada di sana. "Ke mana mereka pergi?""Siapa? Oh Pak Roni dan Bu Sela, paling ke hotel.""Hah, kok bisa secepat itu?"Raka tertawa terbahak-bahak melihat ekspresi terkejut Naura. "Kamu tenang saja mereka sedang melihat lokasi untuk penempatan barang-barang.""Oh," ujar Naura bernapas lega. Naura pun memilih berteduh di bawah pohon yang rindang lalu menurunkan bokongnya di atas pasir. "Menurutmu bagaimana Bu Sela dan Pak Roni?""Maksudnya?"Raka tersenyum lalu menjawab, "Aku sudah lama ikut kerja dengan Pak Roni, aku tau dia tertarik pada Bosmu.""Oh, aku pikir Pak Roni bukan tipe pria idaman Bu Sela. Apa lagi usia mereka terpaut jauh, aku nggak yakin hubungan mereka akan b
Setelah pertemuan Sela dan Arkan, wanita itu terus mendiamkan Naura seolah kesal kepada.Naura pun tidak tahu harus melakukan apa karena Sela terus memalingkan wajahnya."Sebentar lagi kita sampai, apa kamu akan terus bersikap seperti itu?"Sela mendelik dan hanya menggerakkan tubuhnya seolah tak memperdulikan Naura. Kesal, Naura pun menginjak rem hingga tubuh Sela terhuyung ke depan. "Argh ... Kamu gila, apa kamu ingin aku mati?""Lihat kamu masih hidup dan berteriak dengan kencang."Sela mendelik, dengan anggunnya dia merapihkan rambutnya. "Aku kesal karena kamu nggak ngasih tahu aku kalau Arkan ada di sini.""Aku juga nggak tahu kalau dia datang ke sini. Lagi pula baru tadi pagi aku ketemu sama dia. Tunggu, kenapa kamu sekesal ini sama aku. Apa kamu masih mengharapkan dia?""Hah, yang benar saja. Mana mungkin aku mau sama duda apa lagi bekas karyawanku," cibirnya.Naura berdecak kembali mengendarai mobilnya. "Berhenti berbohong buktinya kamu kesal saat melihat aku dan Arkan bersa
Deburan ombak mengalun indah menemani Naura yang sedang menikmati kopi di pagi buta. Dia sama sekali tak bisa tidur nyenyak saat berada jauh dari putra semata wayangnya.Tok,tok."Permisi, room service."Naura menoleh ke arah pintu lalu beranjak dari kursinya.CeklekNaura terkejut melihat staf hotel membawakan sarapan ke kamarnya. "Maaf aku nggak pesan, mungkin salah kamar."Staf tersebut melihat kartu untuk memastikan jika mereka tidak salah kamar. "Dengan Ibu Naura kamar 210""Iya aku Naura, tapi aku nggak pesan," tutur Naura mencoba menjelaskan. Tak lama ponsel Naura berdering terlihat nama Arkan di sana. "Halo."[Selamat menikmati sarapannya.]"Apa, jadi kamu yang kirim makanan ini. Dari mana kamu tahu aku ada di hotel ini?"[Selamat menikmati, Sayang.]Arkan mematikan panggilannya sepihak. Mau tidak mau Naura pun mempersilahkan staf untuk masuk dan menyajikan makanan pesanan Arkan.Sudut bibir Naura terangkat saat melihat makanan pesanan Arkan. Tak lupa dia mengabadikan momen
Naura merapihkan beberapa pakaian ke dalam koper. Tak lupa dia pun memasukkan beberapa berkas ke dalam tasnya."Sudah di masukkan semua? Awas nanti ada yang ketinggalan!" ucap Dila sambil mengajak Axel bermain."Sepertinya sudah beres semua. Bu, aku titip Axel beberapa hari ya.""Iya, kamu tenang saja. Ibu akan menjaga Axel dengan baik, lagi pula Pak Teddi juga ada pasti dia membantu Ibu menjaga Axel."Naura tersenyum lalu beranjak dari lantai. "Aku siap-siap dulu."Seolah mengerti, Dila mengajak Axel untuk keluar dari kamar Naura.Tok, tok."Permisi."Dila menuruni anak tangga lalu menghampiri tamu yang baru saja datang."Siapa Bi?" tanya Dila saat dia berjalan ke arahnya."Itu Bu, temennya Bu Naura," jawabnya."Oh Sela. Tolong buatkan minuman buat Sela ya." Dila pun menghampiri Sela yang sedang duduk di sofa. "Eh, Sela.""Tante, hai Axel," sapa Sela saat melihat Axel tersenyum menatapnya.Mereka pun duduk bersampingan sambil bermain dengan Axel. "Acaranya mendadak ya?" selidik Dila.
Suara bising di sekitar tak mengalihkan perhatian Naura dari berkas yang ada di hadapannya. Brak!Hening seketika, semua yang ada di ruang meeting diam menatap ke arah Naura. "Ini kenapa bisa beda?"Naura menggeser berkas yang ada di depannya. "Laporan keuangan ganti, salah tuh! Teliti dulu sebelum di kirim. Ini lagi, bukannya klien kita minta ganti kursi, kenapa masih ditulis kursi dengan merek yang sama?""Ma-maaf Bu, tapi Bu Sela sudah setuju dengan merek itu," jelas Kevin.Seketika Naura menoleh ke arah Sela. "Apa, aku nggak tau ya. Kevin, kamu benar-benar ya, harusnya kamu bilang kalau barangnya di ganti, aku kan nggak tahu."Sela langsung menggeser kursinya mendekati Naura seolah menyerang Kevin."Ta-tapi Bu Se—"Mata Sela hampir saja keluar memelototi Kevin bahkan mulutnya berkomat-kamit seolah menyuruhnya tutup mulut."Bereskan semuanya, kerjakan dengan baik dan teliti. Baiklah, meeting kita tutup, selamat siang."Naura keluar dari ruang meeting di ikuti Sela di belakang. Wan
Hening, seketika Naura tak mendengar suara apapun kecuali detak jantungnya yang begitu cepat.Mata Naura terpaku pada wajah pria yang selalu membuat hatinya berdesir. "Papa," teriak Axel berjalan ke arah mereka.Refleks Arkan melepaskan tangannya dari pinggang Naura. "Sayang." Axel berlari memeluk Arkan dengan erat. "Ayo, kita cari makan," sambung Arkan meninggalkan Naura yang masih mematung. Sorak dari para tamu undangan pun kembali riuh saat Adelia bersiap melempar buket bunga yang dia pegang. "Naura, sini!" panggil Adelia. Dengan enggan Naura pun ikut ke kerumunan yang bersiap menerima buket bunga. Semua bersiap hanya Naura yang diam dan ikut berdiri dengan kerumunan."Satu, dua, tiga."Buket itu pun melayang ke arah Naura, tapi seketika tubuhnya terhuyung ke depan saat seseorang mendorongnya dari belakang. "Argh," ucap Naura terkejut. Namun, dengan cepat pria itu menarik tangan Naura hingga menyentuh tubuhnya. "Woa, selamat Bro!" teriak Reza mengalihkan perhatian semua yang