Suara tangisan bayi menjadi irama terbaik setiap paginya. Dengan mata yang masih terpejam Naura menggeser tubuh bayinya lalu menepuk pelan pahanya agar bayinya kembali tidur. Namun, bukannya berhenti menangis putranya itu malah menangis begitu kencang. "Sayang, cup-cup-cup. Mau nenen ya, Mamah bikin dulu susunya."Naura mengikat rambutnya kemudian menggendong bayinya, membawanya ke dapur. Waktu berjalan begitu cepat, tak terasa Naura sudah menjadi seorang ibu di usianya yang memasuki 25 tahun. Meski menjadi single mom itu tidak mudah, tetapi Naura begitu menikmati pekerjaannya sembari mengurus bayi. "Selamat pagi," sapa wanita paruh baya yang tiba-tiba saja muncul di depan Naura. "Ah cucuku sudah bangun. Ayo, Nenek gendong."Naura membiarkan wanita itu mengambil putranya yang berada di gendongannya. "Tumben Ibu pagi-pagi udah di sini?" Wanita itu tersenyum sembari menimang bayi yang mereka panggil Axel. "Kamu hari ini jadi me
Rendi terus mengetuk jemarinya ke atas meja, selain harus bekerja sebagai penanggung jawab hotel baru di Surabaya, dia juga masih harus menyelidiki tentang anak kecil yang berfoto dengan Teddi.Namun, yang tak Rendi sangka, dia juga bertemu dengan Naura di tempat yang tak terduga. "Setelah 3 tahun menghilang ternyata dia ada di Surabaya. Arkan pasti tidak tahu jika aku mendapatkan jackpot di sini. Haruskah aku memberikan kejutan untuknya?"Rendi terus mengetik di layar ponsel kemudian menghapusnya lagi seolah menuliskan kata mutiara untuk sang kekasih.Tok ... Tok, "Permisi Pak.""Hm, masuklah," ucap Rendi dengan mata yang masih fokus dengan layar ponselnya. "Ada apa?""Begini Pak, untuk furniture kita akan menggunakan supplier biasa atau supplier baru?" tanya Rudi yang tak lain asisten Rendi. Rendi lalu menyimpan ponselnya di atas meja, memikirkan sejenak apa yang harus dia putuskan karena semua sudah di serahkan Arkan kepadany
Mulut Rendi sedikit menganga mendengar penuturan Naura. Dia bisa memiliki anak dengan pria lain sedangkan saat menikah dengan Arkan dia sama sekali tidak hamil. Apa Arkan benar-benar mandul?"Be-benarkah?"Naura mengangguk. "Aku hidup bahagia dengan keluarga kecilku. Bagaimana dengan Om, apa Om sudah menikah atau masih menjajah wanita di luar sana."Rendi tertawa mendengar penuturan Naura. "Menjajah yang benar saja. Yang masih menjajah itu Arkan, dia menjadi duda tua mencari cinta sejati.""Duda, jadi dia masih sendiri lalu bagaimana dengan Liona?" batin Naura."Apa kamu enggak penasaran dengan kehidupan Arkan?"Sudut bibir Naura terangkat. "Enggak, dia hanya masa lalu dan aku tak peduli dengan kehidupannya. Bukannya dia sudah bahagia dengan mantan istrinya dulu?""Siapa, Liona maksudmu? Wanita itu hanya parasit yang terus menempel kepada pohon yang sama sekali tak menginginkannya," cetus Rendi. "Ma-maaf sepertinya aku b
Dering ponsel terus menggema, tetapi sang pemilik hanya diam tak menghiraukan panggilan masuk."Kenapa enggak di angkat?" tanya Rendi.Arkan membalikan ke atas meja lalu kembali fokus dengan proposal yang ada di tangannya. "Jadi kamu sudah bertemu dengan Naura?""Hah, i-itu ... Em, aku salah orang," kilah Rendi."Aku sudah bertemu dengan dia.""SERIUS?!"Rendi begitu terkejut mendengarnya hingga dia refleks berdiri menatap Arkan. "Enggak usah berlebihan seperti itu.""Apa kamu datang ke sini karena foto yang aku kirim?"Arkan berdecak lalu menjawab, "Yang benar saja, untuk apa aku jauh-jauh datang ke sini hanya untuk ketemu sama dia."Rendi kembali duduk. "Baguslah, karena sekarang Naura sudah menikah dan memiliki anak."Arkan tersentak, namun dia berpura-pura tetap tenang agar Rendi tak menangkap keterkejutannya."Kamu tenang saja, aku enggak tertarik dengan Naura. Di luar sana banyak wanita yang jauh lebih cantik, seksi yang bisa dengan mudahnya aku dapatkan."Rendi berdesis, dia ta
Betapa terkejutnya Arkan ketika melihat wajah wanita yang dia tarik bukan Naura dan sayangnya wanita itu sedang bersama kekasihnya yang juga kesal dengan kelakuan Arkan. "Apa kamu ada masalah, hah!" Pria itu mendorong tubuh Arkan lalu menarik kekasihnya dari lantai dansa. Dia pun berbalik dan mendapati Reza yang sedang duduk sambil tersenyum menatapnya. "Apa yang kamu lihat!" hardik Arkan.Reza tertawa lalu meneguk minumannya. "Apa kamu pikir wanita tadi Naura?"Arkan berdecak lalu mengangkat tangannya memanggil waiter. "Wiski satu." Arkan lalu menoleh ke arah Reza. "Kenapa kamu duduk sendiri?""Hm, wanitaku sedang menikmati karaoke di atas," jelas Reza.Mendengar kata wanitaku, Arkan sudah yakin jika hubungannya dengan Naura bukan hanya one night stand semata. "Gimana kabarmu? Senang bertemu kamu di sini, di tempat yang tak terduga."Arkan berdesis. "Aku sedang membangun hotel di sini. Oh ya, apa k
Mata Arkan terus menatap Naura yang sedang berinteraksi dengan seorang pria yang berjalan beriringan. Terlihat Naura begitu bahagia bahkan dia terus menyunggingkan senyum saat pria itu bercerita."Mau turun enggak?" tanya Rendi membuyarkan lamunannya."Sial, harusnya aku enggak ke sini," desis Arkan. "Kamu duluan saja.""Kenapa, kamu cemburu melihat Naura dengan pria lain?""Apa ... yang benar saja. Aku cuma tak ingin melihat wajahnya karena masih kesal," kilahnya.Rendi lalu keluar dari dalam mobil. Lagi-lagi Arkan tak bisa mengendalikan hatinya, dia pun ikut keluar mengikuti Rendi. "Bersikaplah biasa, kamu terlihat sangat gugup," cibir Rendi sembari menyeringai seolah meledek sahabatnya itu.Keduanya lalu masuk ke dalam menghampiri resepsionis yang berjaga di lobi. "Permisi, Bu Sela-nya ada?""Maaf dari mana?""Aku Rendi dari hotel yang ingin bekerja sama dengannya.""Baik, Pak di tunggu seb
Wajah pulas Axel cukup mengalihkan perhatian Naura yang sedang pusing memikirkan masalahnya dengan Arkan. Hidupnya yang dulu tenang kini terasa berat karena kehadirannya.Naura pun mengambil ponselnya lalu mengirim pesan ke atasannya itu.[Naura : Maaf Bu, aku sudah mengajukan cuti selama seminggu ke bagian HRD. Mohon untuk meninjau permohonan cutiku.]Setelah mengirimkan pesan tiba-tiba saja ponsel Naura berdering menampilkan nama Sela di sana. [Bu, kamu memanggil aku Ibu! Kenapa cuti mendadak. Aku membutuhkan kamu Naura. Siapa yang akan membantuku mengurus proyek kita?!]"Maaf, sudah dua tahun aku tidak pernah cuti. Aku mau mengambil hak-ku, aku juga ingin menikmati liburanku dengan putraku."Helaan napas terdengar nyaring. Naura yakin jika berat bagi Sela memutuskan cutiku tapi aku harus melakukan itu agar tidak bertemu Arkan sementara waktu.[Baiklah, asalkan kalau aku butuh apa-apa kamu bisa membantuku.]"Oke, asalkan jangan menyuruhku pergi ke kantor." Sela berdecak, [Nikmati
Suara teriakan anak kecil yang sedang bermain di playground cukup membuat Teddi bersemangat mengikuti Axel yang begitu antusias dengan semua permainan serta anak seusianya. "Aku lelah, Axel sekarang begitu aktif," ucap Teddi dengan napas terengah-engah. Dila menyunggingkan senyum, lalu berjalan mengikuti Axel sedangkan Naura bergeser kemudian memberikan botol minuman untuk mantan mertua yang sudah dia anggap ayahnya sendiri. "Gimana kabar Mamah?" Teddi meminum air mineral lalu menyimpannya di meja. "Dia baik-baik saja, semakin boros dan enggak bisa diam di rumah." "Apa Mamah masih suka gym?" Teddi mengangguk. "Saat ini dia sedang sibuk menjodohkan Arkan dengan banyak wanita," tuturnya cukup membuat Naura diam. Hal itu rupanya di sadari oleh Teddi. Dia pun mengusap bahu Naura dengan lembut. "Apa kamu masih mencintai Arkan?" Jauh di lubuk hatinya Naura ingin mengatakan iya, tetapi dia ragu dengan perasaannya sendiri. "Aku hanya takut dia mengambil putraku, Pah." "Maksudnya?" "