Richard melihat kearah Madiya ketika wanita itu malah terkejut ketika dia mengajaknya untuk tinggal bersama. Memangnya apa salahnya jika mereka tinggal bersama. Toh nanti mereka juga kan menikah.
"Saya serius dengan hal ini. Apa kamu tidak mau kalau kita tinggal bersama?" tanya Richard menatap kearah Madiya."Saya tidak tahu, tetapi sepertinya memang saya tidak punya pilihan lain," gumam Madiya yang belum pernah tinggal berdua dengan seorang pria asing seperti Richard.Bagaimana kalau pria itu berbuat macam-macam padanya? Ini yang sebenarnya ditakuti oleh Madiya. Bagaimana pun dia tidak tahu sifat asli dari seorang Richard."Apa kamu mau tinggal di jalanan? Saya sih tidak masalah jika kamu ingin jadi gembel," ejek Richard.Madiya membulatkan matanya ketika Richard malah menghina dirinya. Jelas sekali kalau dia tidak mau kalau sampai tinggal di tempat seperti itu."Sepertinya saya tidak punya pilihan lain sekarang."Madiya tidak punya pilihan lain selain tinggal bersama dengan pria seperti Richard. Apalagi dia belum mengenalnya secara dekat. Ah rasanya sekarang dia jadi kesal sendiri.Richard tersenyum dengan penuh arti ketika melihat Madiya yang memenuhi tidak punya pilihan lain selain menuruti keinginan dirinya."Kamu bisa tidur di kamar yang ada di sana untuk sementara," tunjuk Richard pada sebuah pintu berwarna putih.Madiya melihatnya lalu dia hanya menganggukkan kepalanya saja. Dia tidak punya pilihan lain, lagian selama dia tidak satu kamar dengan Richard, ini akan lebih baik untuk dirinya."Terimakasih banyak."Madiya membawa kopernya dan masuk ke dalam kamar yang memang untuk dirinya. Dia membukanya dan langsung terpesona dengan interiornya.Madiya duduk di tepi ranjang itu dan entah kenapa dia merasa nyaman karena kasurnya yang empuk. Berbeda dengan kasur yang ada di dalam kontrakannya yang keras."Sepertinya aku akan betah di sini," gumam Madiya pada dirinya sendiri dan dia membuka kopernya untuk memindahkan baju-baju miliknya.Ketika sedang membuka baju-bajunya, tiba-tiba Madiya menemukan sebuah foto yang membuatnya menjadi sedih."Ibu..."Foto wanita cantik itu adalah sosok ibu yang melahirkan dirinya. Yang entah sampai sekarang belum tau keberadaannya di mana. Semenjak tidak ada ibunya, keluarganya berantakan.Apalagi ayahnya yang menikah lagi dengan wanita lain. Membuat dia merasa tidak nyaman berada di rumah karena dia hanya dijadikan sebagai pembantu. Sejak saat itu Madiya memilih untuk tinggal sendiri tanpa bantuan dari ayahnya."Aku merindukanmu ibu."Madiya membaringkan dirinya di atas kasur empuk yang terlihat nyaman sambil memeluk sebuah foto yang dia rindukan.***Keesokan paginya.Richard bangun dari tidurnya dan dia ingin berbicara dengan Madiya. Richard melihat kearah kamar Madiya dan dia bisa menebak kalau wanita itu pasti belum bangun juga.Richard berinisiatif untuk mengetuk pintu kamar itu dengan pelan. Berharap Madiya akan membuka pintu kamarnya dengan cepat. Kalau tidak maka dia yang akan mendonorkan sendiri pintu ini nanti."Hei kebo, ayo bangun."Richard menggedor pintu kamar itu untuk membangun Madiya. Hingga tak berapa lama, wanita itu bangun sambil menguap. Muka bantalnya terlihat oleh Richard"Ada apa? Aku masih mengantuk.""Lebih baik kamu cuci muka sekarang, ada hal yang ingin aku bicarakan."Richad memang akan membiasakan dirinya untuk berkata biasa saja dan tidak formal dengan Madiya. Dia harus melakukan itu agar acting nya di depan keluarganya akan berhasil nanti."Baiklah," ujar Madiya yang akhirnya memutuskan untuk pergi ke dalam kamar mandi.Tidak peduli dengan Richard yang ikut masuk ke dalam kamarnya. Richard menunggu wanita itu selesai cuci mukanya.Tanpa sengaja Richard melihat sebuah foto wanita, dia mengambilnya karena memang dia merasa penasaran."Kenapa aku merasa tidak asing dengan orang ini," gumam Richard yang mencoba untuk mengingat sesuatu. Tapi sayang otaknya sudah banyak pikiran membuat dia malah lupa.Madiya langsung mengambil foto yang dipegang oleh Richard. "Jangan sembarang mengambil barangku!"Madiya memasukan lagi foto tersebut ke dalam kopernya. Hanya foto itu satu-satunya yang dia punya untuk menemukan di mana keberadaan ibunya. Apalagi semua foto yang ada di rumahnya sudah dibakar oleh ibu tirinya."Aku hanya penasaran saja. Tapi itu tidak penting, aku ingin kita ke KUA dan mengurus semua surat-surat pernikahan kita. Agar kamu bisa menjadi istriku dan berpura-pura menjadi istri yang sesungguhnya di hadapan kedua orangtuaku. Lalu setalah itu aku yang akan membayar kamu tiap bulannya," jelas Richard kepada Madiya."Memangnya berapa banyak uang yang akan kamu berikan padaku tiap bulannya?" tanya Madiya melihat kearah Richard karena dia penasaran. Setidaknya Richard harus membayar dia sesuai dengan harga menjadi istri sewaannya itu. Apalagi dia akan bertemu dengan kedua orangtuanya Richard juga."Aku akan memberikan uang 15 juta ke setiap bulan, ini ATM yang harus kamu gunakan nanti setelah menjadi istriku. Setidaknya aku akan mengisi kebutuhan kamu selama kamu menjadi istriku. Mulai sekarang kita tidak boleh berbicara formal lagi, gunakan aku kamu agar kita terlihat dekat. Satu lagi kita juga harus pamer kemesraan di hadapan kedua orangtuaku nanti. Seolah kita sudah dekat lama, kamu harus mengetahui semua tentangku, dimulai dari hobby dan sesuatu yang tidak aku suka, termasuk alergi."Richard mengatakan panjang lebar seperti sedang berpidato kepada Madiya. Beruntung sekali Madiya punya otak yang cerdas dan dia bisa mencerna semua yang dikatakan oleh Richard barusan.Madiya tersenyum karena memang tawaran dari Richard itu sangat menggiurkan untuk dirinya. Benar-benar membuat dia merasa bahagia."Baiklah, hanya itu saja?" tanya Madiya kembali. Itu hal yang mudah karena Madiya sendiri akan mencatat semua yang disuka oleh Richard dan yang tidak dia suka."Apa kamu bisa melakukan semuanya?" tanya Richard hanya ingin memastikan saja karena takut nanti Madiya malah tidak mau."Tentu saja aku bisa melakukannya. Lalu bagaimana dengan keluargamu nantinya?" tanya Madiya karena dia belum kenal dengan kedua orang tua wanita itu."Kamu harus berusaha untuk dekat dengan keluargaku, setidaknya menarik perhatian mereka. Terutama ayah dan juga ibuku, mereka menginginkan aku menikah dengan wanita pilihannya dan aku tidak setuju. Makanya aku menyewa kamu untuk berpura-pura pada mereka. oh yah satu lagi, jangan bilang pada siapapun kalau sebelumnya aku membayar kamu untuk menjadi istri sewaan," peringat Richard dengan tatapan tajam.Madiya hanya mengangguk setuju dengan tawaran tersebut. Lagian dia tidak punya teman dekat juga selama ini. Jadi tidak mungkin jika dia akan membuka semua rahasia ini."Iya aku paham. Ada lagi?" tanya Madiya pada Richard. Mereka berdua seperti sedang melakukan kesepakatan sekarang.Richard memperhatikan Madiya, wanita itu sama sekali tidak keberatan untuk menuruti keinginan dirinya. Jadi akan lebih baik jika dia cepat memperkenalkan wanita itu kepada kedua orangtuanya."Nanti malam akan ada acara makan malam di rumah kedua orangtuaku. Aku sudah janji pada mereka kalau aku akan membawakan calon istri. Jadi kamu bisa bersiap-siap dari sekarang."Madiya sedikit terkejut, apa secepat itu? Dia bahkan belum menyiapkan apapun. Dia juga belum mencatat apa yang disuka dan tidak disuka pria itu."Aku tidak punya baju bagus untuk bertemu dengan keluargamu. Semua bajuku kaos semuanya," jelas Madiya yang mungkin saja dia harus tampil sempurna di hadapan calon mertuanya itu."Kamu tenang saja kalau tentang itu, nanti kita ke mall dan aku akan membelikan baju yang bagus untukmu."Madiya tersenyum bahagia, akhirnya ada yang perhatian padanya juga. Walaupun ada maunya. Tapi setidaknya dia merasa senang."Terimakasih banyak.""Kamu bisa siap-siap. Aku akan mandi dulu."Richard keluar dari kamar milik Madiya. Dia akan membersihkan dirinya. Setidaknya sekarang dia tenang karena sudah mempunyai istri yang akan dia sewa nantinya."Dia akan menjadi istri sewaan ku hanya sementara. Agar kedua orangtuaku tidak menjodohkan aku dengan wanita busuk itu."BERSAMBUNGDi sebuah mall yang terletak di sebuah kota, Richard sedang memilihkan baju yang akan digunakan oleh Madiya karena dia tahu selera kedua orangtuanya, sebisa mungkin Richard akan mengubah penampilan Madiya agar tidak terlihat kampungan.Dia mengambil baju yang menurutnya cocok saja. Sampai matanya melihat kearah long dress sabrina yang menurut dirinya sangat bagus. Apalagi ini cocok dengan tubuh kecil milik Madiya.Berbeda dengan perasaan Madiya setelah diajak ke tempat ini. Dia sedikit terkejut setelah melihat harga yang tertera di sana. Belum lagi bajunya terlihat mahal. Dia sampai tidak berani untuk memilih baju yang akan dia gunakan sekarang."Gila harganya mahal banget," ucap Madiya tanpa sadar.Richad mendengar hal itu dan dia langsung menghampiri Madiya. Bahkan Richard bisa membeli semua toko ini kalau mau. Tetapi mendengar Madiya mengatakan itu membuat dia malu.Bahkan dia menyadari kalau pegawai di sini malah menertawakan ucapan dari Madiya barusan."Jika kamu suka maka ambil
Ikram menatap kearah anaknya yang mengatakan ingin menikah secepatnya, tetapi dia malah tidak mau mempublikasikan pernikahan mereka. Apalagi dengan mengundang banyak tamu undangan.Sebagai seorang ayah, Ikram malah merasa curiga. Ada hal yang memang disembunyikan oleh anaknya dari dirinya. Bahkan sampai Richard sendiri tidak mau memberitahunya."Kenapa kalian tidak mau mempublikasikan pada semua orang saja?" tanya Ikram yang merasa penasaran dengan anaknya."Sudahlah Pah, bukannya bagus jika Richard tidak akan mengadakan pesta. Lagian wanita itu juga tidak jelas asal usulnya!" sindir Ana kepada Madiya.Madiya memang tidak menceritakan tentang keluarganya karena dia sudah tidak tinggal bersama dengan mereka lagi. Belum tentu mereka masih mengakui Madiya sebagai anaknya. Terutama ayahnya yang memang sudah terhasut oleh ibu tirinya."Kamu tidak sedang menyembunyikan sesuatu dari kita kan?" tanya Ikram sambil melihat kearah Richard.Richard hanya tersenyum tipis saja agar tidak membuat me
Semua tentang urusan pernikahan sudah semuanya diatur oleh Richard. Dia hanya tidak ingin ibunya nanti malah akan curiga dengan pernikahan dirinya yang memang sekedar transaksi semata. "Apa bos sudah yakin akan menikah dengan orang asing?" tanya Robi salah satu kaki tangan dari Richard. "Kenapa? Apa ada masalah?" tanya Richard melihat kearah Robi yang terlihat tidak suka dengan sosok Madiya. Richard sudah yakin memilih Madiya jadi calon istrinya karena memang wanita itu tidak akan berani berbuat apapun padanya. Yang paling penting Madiya ada di dalam kendali dirinya sekarang. Wanita itu tidak akan mungkin bisa mengkhianati dirinya dan bekerjasama dengan musuhnya. Ini yang paling penting sebenernya. "Nyonya Ana meminta saya untuk mencaritahu data diri dari calon istri bos. Sepertinya memang dia belum sepenuhnya percaya." Richad sudah menduga itu semuanya. Ibunya pasti akan mencari celah tentang pernikahannya. Mungkin dia akan menikah secara resmi dengan wanita sewaannya itu. Denga
Madiya menaikan sebelah alisnya ketika melihat ekspresi wajah suaminya yang terlihat aneh. Seperti ada hal yang disembunyikan oleh suaminya sekarang. "Bagus kalau begitu," ujar Richard hendak akan pergi meninggalkan Madiya setelah mendengar jawaban yang diberikan oleh wanita itu padanya. Madiya masih merasa mengganjal dalam hatinya ketika mengingat tadi Robi meminta kartu identitas kepada dirinya. Bukannya ini sedikit aneh, mereka hanya akan menikah pura-pura saja bukan? "Tadi Robi datang sambil meminta kartu identitasku. Apa yang sebenarnya sedang kamu rencanakan, Richard?" tanya Madiya karena dia masih merasa penasaran dengan rencana Richard. "Memangnya kenapa? Itu hanya data pernikahan saja." Mendengar hal tersebut, Madiya merasa kurang puas. Terlebih mereka hanya akan menikah pura-pura saja. Tidak ada yang spesial dari ini. D"Hanya untuk itu? Kenapa gak pakai data yang palsu saja? Bukannya kita hanya menikah pura-pura saja?" Richard yang mendengar hal tersebut pun malah ter
Madiya melihat kearah cermin sambil memperhatikan gaun yang sedang dia pakai sekarang. Baju ini memang sangat cocok untuk dirinya. Tetapi apa dia pantas memakai gaun yang mahal seperti ini. Madiya sedikit kurang merasa percaya diri. "Lebih baik aku keluar sekarang," gumam Madiya pada dirinya sendiri sebelum akhirnya dia memutuskan untuk berjalan keluar. Banyak orang yang merasa kagum dengan baju yang kini digunakan oleh Madiya. Semua orang yang menatapnya dengan tidak suka tadi sekilas langsung memujinya. "Wah luar biasa sekali Bu Madiya, anda terlihat sangat cantik dengan gaun tersebut," puji seorang desainer tersebut kepada Madiya. "Benar dia memang dasarnya sudah cantik. mau diapakan saja sudah cantik." "Iya kan, pantas saja Pak Richard mau menikah dengan Bu Madiya."Madiya jadi bahan gibahan orang-orang yang ada di sini. Semua orang bahkan bercak kagum ketika melihat Madiya yang memang tidak biasanya seperti ini. "Terimakasih banyak." Madiya hanya tersenyum tipis karena dia
Richard melihatnya dengan sekilas. Lalu dia dengan berani mengambilnya. Dia tau akan sesuatu yang harus dia ambil. Melihat identitas asli dari Madiya yang sebenarnya. Hati Richard mengatakan kalau dia harus mengetahui sesuatu tentang istri yang akan dia sewa itu. Richard langsung mengambilnya dan dia membacanya dengan sekilas. "Aku ingin tau apa yang terjadi dengan Madiya. Aku yakin ada alasan dibalik semuanya," bisik Richard pada Robi. "Jika itu yang kamu mau, aku akan mencoba untuk mencari identitas aslinya." Robi akhirnya memutuskan untuk pergi dari hadapan Richard setelah pria itu mengatakan semuanya kepada dirinya. Tentu saja dia akan mencari bukti tenang identitas Madiya yang sebenarnya. Richard melihat kepergian dari Robi, dia hanya tersenyum sekilas sambil melihat kearah jam tangannya kembali. Kebetulan dia masih punya janji ber dengan seseorang sekarang. "Hah, aku sedang merasa kesal," gerutu Madiya secara tiba-tiba. Membuat Richard malah menaikan sebelah alisnya. Kenap
Madiya terus saja memikirkan perkataan Richard di dalam mobil barusan, bisa-bisanya pria itu malah membuat dia jadi kesal. Padahal dalam kesepakatan mereka, hanya menikah secara pura-pura saja. Walaupun dia disewa menjadi istrinya, tetap saja beda. "Pria itu menyebalkan," gerutu Madiya. Sampai mereka berdua sudah berada di sebuah apartemen milik Richard. Beruntung sekali Madiya ingat password milik Richard jadi dia bisa masuk duluan. Dia perlu mengistirahatkan otaknya sekarang. "Tidak usah mengumpat kaya gitu," ujar Richard. "Terserah, aku mau istirahat!" Madiya mengatakan itu dengan ketus, lalu dia memutuskan untuk masuk ke dalam kamarnya. Richard hanya tersenyum ketika melihat tingkah Madiya yang menurut dirinya sedikit menggemaskan. Wanita itu rupanya bisa merajuk juga kepada dirinya seperti ini. Dia sama sekali tidak menyangka kalau Madiya yang bisa dikatakan wanita mandiri bisa merajuk padanya seperti itu. memang sangat menggemaskan dan menurutnya itu juga sangat lucu. "Di
Madiya berpikir antara membuka pintu tersebut atas jangan, ini sedikit membahayakan untuk dirinya juga. Bagaimana kalau Ibunya Richard semakin curiga. Tidak ada pilihan lain sekarang, Madiya memejamkan matanya dan akhirnya dia memutuskan untuk membuka pintu tersebut. Setelah dia membuka pintu. Madiya tersenyum dengan ramah dan dia menyambut Ana. "Selamat datang Tante Ana." Madiya dengan ramah menyambut wanita yang akan menjadi mertuanya itu. Tapi, Ana mengabaikan ucapan dari Madiya dan wanita itu langsung masuk dengan begitu saja. "Kenapa kamu yang muncul? Di mana Richard?" tanya Ana sambil melihat kesekeliling ruangan ini mencari keberadaan anaknya. Madiya jadi kebingungan untuk menjawab semuanya, dia menggigit bibir bawahnya ketika Ana kembali menatap kearah Madiya dengan tajam. "JAWAB!""Richard saat ini sedang ada di kantor.""Kamu pasti berbohong, bahkan ini masih pagi, tidak mungkin kalau dia sudah pergi ke kantor pada saat pagi seperti ini," maki Ana yang memang sangat t
Sebuah pemakaman, Madiya hanya menabur bunga ditemani oleh Richard yang kini ada dihadapannya. Dia menangis karena merasa kasian di sana. "Semoga setelah ini, kamu akan tenang.""Bagaimana pun dia adalah adikmu," ujar Richard merangkul Madiya sambil ikut menaburkan bunga. Haris terdiam kaku sambil melirik kearah makam tersebut. Dia terus saja bungkam dan tidak mau mengatakan apapun juga. Sampai Robi tiba-tiba datang menghampiri Haris. "Ini ikut menaburkan bunga juga.""Aku tidak menyangka kalau dia sudah tidak ada. Semuanya terasa masih mimpi," ujar Haris. Shela ikut melayat di sini, dia langsung memeluk Ratih dengan erat. "Tante yang sabar yah."Ratih hanya bisa mengangguk sambil tersenyum tipis. Dia menghapus kembali air matanya dengan cepat. Bisa tidak enak kalau terjadi sesuatu di sini. "Iya gak papa.""Ayo kita pulang."Ratih mengatakan itu kepada semua orang yang ada di sini setelah prosesi pemakaman sudah selesai. Dia hanya melihat dengan sekilas saja. Richard merangkul
Madiya datang ke rumah sakit bersama dengan ibunya setelah mendengar kamar kalau Sabira kena tusuk Nita. Dia tidak menyangka kalau Sabira akan nekat seperti ini. Ketika mereka berdua sudah sampai di rumah sakit, Madiya langsung menghampiri Haris yang sudah berlumuran darah. "Haris, bagaimana keadaan Sabira?" tanya Ratih. Begitu pun dengan Madiya sekarang, dia sangat khawatir dengan keadaan adiknya sekarang. Dia tidak menyangka kalau hal ini akan terjadi dengan adiknya. "Dia telah ditangani oleh dokter," jawab Haris. Sampai dan lama kemudian, Richard dagang juga ke rumah sakit setelah dia menyelesaikan misi tentang Roy. Haris menatap kearah Richard dengan sekilas. "Bagaimana dengan Roy, dia sudah ditangkap?""Iya, dia sudah ditangkap oleh pihak kepolisian. Dia akan dikenai pasal pembunuhan karena sudah membunuh Nita."Madiya yang mendengar itu pun menutup mulutnya dengan tidak percaya. "Madiya mati?""Iya," jawab Richard. "Innalilahi," ucap Ratih yang sama terkejutnya dengan hal
Pagi hari yang begitu cerah, Richard masuk ke kantor setelah dia berpamitan dengan istrinya. Dia masih memikirkan tentang orang tersebut. "Aku pamit ke kantor dulu.""Kamu semalam tidur hanya sebentar, udah mau masuk kantor?" tanya Madiya. "Iya, kebetulan ada urusan yang harus aku selesaikan. Kamu tahu kalau orang yang sudah membantu Nita kabur itu juga rekan bisnisku," terang Richard memberitahu istrinya. Madiya yang mendengar itu pun sedikit terkejut dan tidak menyangka sama sekali. "Kok bisa?" tanya Madiya. "Aku baru melacak nomor plat mobilnya, semuanya sudah diatur dengan baik.""Syukurlah kalau begitu. Aku akan mengatur semuanya.""Kalau begitu aku berangkat yah," kata Richard sambil memberikan kecupan di kening istrinya dan mengelus perut anaknya. Sebelum akhirnya dia kembali naik ke dalam mobil. "Iya hati-hati di jalan."Madiya mengatakan itu sambil melambaikan tanganmya, dia melihat suaminya yang kini sudah pergi mengendarai mobilnya. Sampai akhirnya Madiya memutuskan un
Haris menatap kearah Sabira yang tadi memberikan nomor ponselnya dengan mudah begitu saja. Dia harus menanyakan langsung. "Kenapa tadi kamu memberikan nomor ponsel kepada istrinya Pak Roy?" tanya Haris dengan nada yang sedikit penasaran. Apalagi dia yakin kalau istrinya pasti menyembunyikan sesuatu tanpa dia ketahui kebenarannya. Sabira yang memang tengah ada di mobil dan hendak pulang setelah acara pernikahan antara Robi dan Shela selesai. Sebenernya tadi Sabira merasa curiga. "Kenapa diam?" tanya Haris. Sabira langsung mengatakan yang sebenarnya. "Kamu merasa gak sih tadi, istrinya Roy itu sedikit agak aneh.""Maksud kamu, bagaimana?" tanya Haris yang merasa heran. "Gelagat itu loh, mengingatkan aku akan sesuatu, dia terlihat sedikit gugup ketika berjabat tangan denganku dan raut mukanya juga terlihat seperti ketakutan begitu," ujar Sabira. "Iya itu wajar Sabira. Kan kalian baru saja bertemu." Haris mengatakan itu dengan santai. Tetapi Sabira punya pikiran lain karena tadi d
Nita sudah siap dengan yang akan dia lakukan selanjutnya. Dia berjalan bersama dengan Roy sambil menyalami tangan Shela dan Robi. "Selamat yah atas pernikahan kalian berdua."Shela menjawab dengan ramah karena dia tidak tahu sosok Roy yang sebenernya. Shela mengira kalau memang itu teman dekat suaminya.Roy menatap kearah Robi yang sedari tadi diam saja, dia langsung menepuk pundak pria itu dengan pelan. "Selamat yah bro.""Iya," jawab Robi dengan singkat. Lalu mata Robi melihat kearah wanita yang dibawa oleh Roy barusan. Dia merasa heran sendiri karena melihat wanita yang dibawa oleh Roy sangat sederhana dengan pakaikan yang tidak mencolok sama sekali. Sedangkan Robi tahu kalau selera Roy adalah wanita yang sedikit modis. "Kamu bawa sekertarismu buat datang ke sini?" tebak Robi karena mungkin saja Roy tidak mempunyai pasangan makanya dia membawa wanita itu. Roy menggelengkan kepalanya, lalu dia mendekap wanita yang ada disampingnya itu dengan mesra. Dia hanya ingin memperlakukan
Acara pernikahan antara Robi dan Shela. Madiya sudah siap dengan baju yang memang dia gunakan dengan baik. Kebetulan ini adalah pemberian dari mertuanya. "Mana suamimu, kok belum muncul?" tanya Ratih ketika melihat anaknya hanya datang sendiri. "Richard tadi sedang menerima telepon dari seseorang bun. Dia masih mencari kebenaran Nita yang kabur dari lapas," jawab Madiya. Ratih yang mendengar itu pun sedikit terkejut. "Jadi sampai sekarang Nita belum ditemukan juga?" "Iya bunda, sampai sekarang Nita belum ditemukan sama sekali."Ratih yang mendengar itu pun jadi ikut khawatir. Apalagi dia tahu kalau Nita orang yang nekat, dia bahkan tidak yakin kalau semuanya akan jadi seperti ini. "Apa Richard sudah berusaha untuk mencarinya?""Iya tentu saja. Dia sudah berusaha untuk mencarinya.""Sampai sekarang belum ditemukan?" tanya Ratih. "Iya Bunda." Madiya hanya menjawab dengan jujur saja. Sampai tak lama kemudian, muncul Richard yang menghampiri dirinya. Dia sudah memikirkan semuanya
Richard benar-benar tidak tahu harus melakukan apalagi. Terlebih setelah dia mendapatkan informasi dari bawahannya kalau mereka semuanya tidak menemukan kebenaran Nita. "Sialan, kalian sangat bodoh sekali. Masa mencari satu orang saja tidak ketemu."Richard mengumpat dengan kesal ketika anak buahnya tidak menemukan kebenaran Nita. Padahal wanita itu sangat berbahaya. Haris datang menemui Richard karena ada informasi yang ingin dia beritahu dengan Richard. "Haris," panggil Richard setelah menyadari keberadaan Haris. "Aku datang ke sini karena ingin memberikan informasi," kata Haris. "Informasi tentang apa?" tanya Richard sambil menatap kearah Haris dengan pandangan serius. Dia penasaran dengan yang dikatakan oleh Richard barusan. Dia yakin kalau laki-laki itu tengah merencanakan sesuatu sekarang. "Kamu harus tahu sesuatu Richard, Nita memang benar menyamar sebagai suster.""Aku sudah tahu tentang itu Haris. Tidak usah menjelaskan semuanya. Anak buahku sudah mengincar Nita, tetap
Madiya melihat baju yang diberikan oleh ibu mertuanya, dia memperhatikan dengan seksama. Baju ini akan dia gunakan ketika acara pernikahan antara Robi dengan Shela. "Sepertinya sangat bagus, aku akan memadukan baju ini dengan dasi yang akan dipakai oleh Richard nanti. Agar kami berdua terlihat sebagai pasangan," kata Madiya sambil tersenyum manis. Dia sudah tidak sabar dengan yang akan terjadi nantinya.Beruntung ibunya dan mertuanya sudah pulang. Kini dirinya hanya tinggal sendiri di dalam kamar. Madiya memperhatikan baju tersebut dengan seksama. Ketika dia hendak akan memakainya, tiba-tiba Richard masuk ke dalam kamar. Madiya sedikit terkejut karena Richard datang secara tiba-tiba begitu saja. "Loh Richard, sejak kapan kamu berdiri di sana?" tanya Madiya ketika melihat suaminya. "Baru saja, kenapa kamu akan lepas baju?" tanya Richard heran. Madiya akhirnya memberitahu Richard tentang apa yang tengah terjadi sekarang. Dia memang sengaja melakukan itu karena akan mengganti kostum
Madiya sudah memberikan hasil USG calon bayinya kepada ibu dan mertuanya. Mereka berdua terlihat senang setelah melihat hasil USG tersebut. "Ini anak kamu Madiya," kata Ratih. "Tentu saja Ratih, ini adalah cucu kita."Ana mengatakan itu sambil tersenyum dengan manis. Dia terharu melihat calon cucunya yang memang terlihat sangat manis. "Tentu saja. Aku sudah memikirkan semuanya.""Terimakasih banyak.""Richard sudah kembali ke kantor setelah mengantar kamu pulang?" tanya Ana yang tidak melihat anaknya. Madiya hanya mengangguk saja, tadi memang Richard sempat berpamitan kepada dirinya untuk balik ke kantor. Sedangkan Madiya malah dilarang untuk kembali ke kantor oleh Richard. "Iya mah, dia pergi lagi ke kantor nanti," terang Madiya. "Pasti dia sangat sibuk sekali, terlebih Robi sudah akan mengambil cuti menikah," ujar Ana. "Iya mah gak papa. Nanti Richard akan menyuruh orang untuk menjadi asistennya mengentikan Robi untuk sementara," jawab Madiya. Ana hanya mengangguk saja, kemu