Keluarga Malvino adalah orang terkaya ketiga dari se-Indonesia. Semua orang tahu kalau keluarga Malvino memiliki seorang pewaris tunggal yaitu Richard Gere Malvino. Pria yang bertubuh tinggi 177 cm dengan rambut hitam, serta kulit yang putih maskulin membuat semua wanita mendambakan dia kelak akan menjadi istrinya.
Tetapi semuanya tidak akan bisa berhasil begitu saja karena Richard bukan tipe orang yang sudah berkomitmen begitu saja. Belum lagi tekanan kedua orangtuanya yang terus saja membuat dia menikah dengan wanita pilihan mereka.Tentu saja Richard sangat muak karena dia bukan tipe pria yang mudah sekali untuk menikah dengan wanita. Apalagi hanya dengan perjodohan kedua orang tua mereka."Kenapa kamu terus saja menolak perjodohan yang diajukan oleh kita Richard?" Ikram marah kepada anaknya."Karena aku sudah mempunyai calon, jadi kalian tidak usah menekan ku untuk menjodohkan para wanita lain!"Richo jelas berbohong kepada kedua orangtuanya kalau dia sudah punya calon. Dia hanya ingin menghindari ucapan kedua orangtuanya yang menyuruh dia untuk segara menikah.Dia punya alasan tersendiri mengapa tidak mau menerima perjodohan tersebut, karena dia tahu wanita-wanita seperti apa saja yang akan dijodohkan kepada dirinya."Kamu sudah punya calon? Kalau begitu bawa dia datang ke sini besok!"Richard terkejut ketika mendengar apa yang dikatakan oleh ayahnya. Bagaimana mungkin dia bisa mendapatkan calon besok. Sepertinya memang mereka sengaja menekan dirinya sekarang."Okeh kalau begitu, kita liat saja besok!" tantang Richard tidak mau kalah.Richard langsung pergi dari rumah kedua orangtuanya setelah makan malam bersama. Bagaimana mungkin dia bisa mendapatkan calon istri dengan cepat.Richard mengendari mobilnya lalu dia memutuskan untuk menghubungi seseorang. Jalan satu-satunya adalah dengan meminta bantuan dari temannya."Hallo Richard.""Tolong carikan wanita yang mau diajak pura-pura jadi istri!"Richard mengatakan itu kepada orang kepercayaan dirinya. Seseorang yang memang sudah dia anggap sebagai teman."Bro lo gila, bagaimana bisa gue membantu lo. Bagaimana kalau lo cari wanita random saja yang ada di club malam itu.""Gue gak mau mencari wanita sembarangan, pokonya wanita itu harus berasal dari wanita baik-baik karena kedua nyokap dan bokap gue harus menyukai dia. Setidaknya biar mereka tidak memaksa gue untuk cepat menikah.""Gue gak bisa janji buat bantu lo. Diri mana juga gue harus menemukan wanita seperti itu di dalam situasi seperti ini."Ketika Richard sedang mengendari mobilnya sambil bertelepon, tiba-tiba dengan tidak sengaja dia hampir saja menabrak seorang wanita.BrukRichard mengerem mendadak karena terkejut. Seorang wanita terlihat jatuh dan Richard bermaksud untuk membantu orang tersebut. Kenapa juga tuh orang malah hampir menabrak mobilnya."Kenapa bro?""Nanti gue telpon lagi."Richard hanya mengatakan itu dan dia langsung keluar dari mobilnya untuk memastikan orang yang dia tabrak sekarang."Mbak gak papa?" tanya Richard kepada orang tersebut yang masih belum keliatan wajahnya."Kalau pake mobil tuh hati-hati! Gak kasihan dengan orang bawah seperti saya, untuk makan saja susah" ketus wanita itu yang malah memaki Richard.Richard memperhatikan wanita itu yang memaki dirinya. Wanita yang penuh dengan keberanian bahkan dia sepertinya tidak tahu tentang jati dirinya. Awalnya Richard mengira kalau wanita itu sengaja menabrak dirinya karena tahu kalau itu adalah mobilnya.Tetapi melihat wanita itu malah memaki dirinya, artinya memang wanita itu benar tidak sengaja. Kenapa dia malah terlihat menarik sekali. Tiba-tiba ide gila malah terlintas dari otak Richad."Mbak sudah menikah?" tanya Richard dengan hati-hati sambil memperhatikan wanita itu.Wanita yang memang sangat sederhana dan sepertinya tidak akan menuntut apapun dari dirinya."Jangan panggil saya Mbak karena saya bukan Mbak anda. Untuk apa malah menanyakan status saya kaya gitu? Mas mau modus yah!" tuduh wanita barbar itu pada Richard."Tidak Mb..." Belum sempat Richard berbicara ucapannya sudah dipotong terlebih dahulu oleh wanita itu."Nama saya Madiya, puas kan Mas sudah tahu nama saya.""Saya Richard."Richad mengulurkan tangannya dan membuat Madiya malah menaikan sebelah alisnya. Pria yang hampir saja menyerempetnya pake mobil malah mengajak dirinya berkenalan."Apa itu penting!"Madiya menjawabnya dengan angkuh dan tidak mau bersalaman dengan pria itu. Dia berpikir kalau pria yang dihadapannya itu hanya akan modus belaka. Itu sama sekali tidak penting untuk dirinya sekarang."Apa kamu mau jadi istri sewaan saya?"Madiya membulat mendengar apa yang dikatakan oleh pria bernama Richard itu. Apa dia becanda? Baru berkenalan dan malah meminta dia menjadi istri sewaan. Ini benar-benar gila."Saya tidak mau!" tolak Madia karena dia tidak mau menikah dengan pria seperti Richard. Dari tampangnya saja sudah ketahuan kalau Richard pria yang sedikit arogan.Madiya hendak akan pergi tapi Richard malah mencekal tangannya, seolah tidak ingin membiarkan dia pergi dengan begitu saja."Saya serius.""Saya tidak mau!" tolak Madiya dengan mentah. Apalagi dengan tawaran gila menjadi istri sewaan dari pria itu.Richad berpikir sejenak bagaimana caranya agar wanita itu mau menuruti keinginan dirinya, lalu dia memberikan kartu namanya."Ini kartu nama saya, siapa tau kau berubah pikiran. Nanti kita bisa berdiskusi lagi untuk membahas ini. Hubungi saya di nomor itu juga butuh."Madiya menerima kartu nama yang diberikan oleh pria itu, lalu kembali menatapnya sekilas."Baiklah," ujar Madiya yang akhirnya memutuskan untuk pergi dari tempat ini.Richard melihat kepergian wanita itu, dia sangat yakin sekali kalau wanita itu akan datang padanya nanti. Dia tinggal menunggu waktu yang tepat saja.***Sampai di kontrakan kecil milik Madiya. Tiba-tiba dia melihat barang-barang miliknya sudah berserakan di lantai. Semua barangnya sudah dikeluarkan."Hei, kenapa barang-barang ku dikeluarkan," marah Vani pada pemilik kontrakan tempat dirinya tinggal sekarang."Kamu sudah telat bayar kontrakan! Lebih baik kamu pergi dari tempat ini," usir orang tersebut kepada Madiya."Aku mohon beri aku waktu.""Tidak ada tambahkan waktu. Kamu sudah menunggak tiga bulan. Lagian tempat ini juga akan disewakan pada orang lain."Madiya berusaha untuk tinggal di sini, tetapi orang tersebut malah membuat dia jadi kesal sebatang. Bagaimana caranya agar dia bisa kabur dari sini."Tapi,""Tidak ada tapi-tapian! Sekarang kamu pergi dari tempat ini dan bawa semua barang-barang mu itu."Madiya membawa barang-barang miliknya dan dia tidak punya tempat tinggal lagi sekarang. Apalagi kalau sampai kembali dengan keluarganya yang memang berantakan. Yang ada nanti hidupnya semakin hancur.Madiya membawa kopernya dan berjalan tidak tentu arah. Entah dia akan tidur di mana sekarang? Apalagi sudah malam.Tiba-tiba Madiya teringat dengan pria tadi yang hampir saja menabrak dirinya. Dia lalu mengambil kartu nama yang diberikan oleh pria itu padanya."Apa aku terima saja tawaran dia untuk menjadi istri sewaannya?"Madiya mengambil alamat yang diberikan oleh pria tadi. Di sana ada kartu nama pria itu dan mungkin dia bisa menghubunginya.Madiya mengambil ponselnya dan berusaha untuk menghubungi tapi, nomor ketika akan menghubungi nomornya tidak tersambung. Madiya lupa kalau dia belum mengisi pulsanya."Sial," umpat Madiya sambil menyusuri jalan. Ke mana dia akan pergi sekarang ini?Hingga ada taksi di sana dan Madiya memberhentikannya. Dia memang tidak punya uang untuk membayar taksi. Tapi dia yang akan menyuruh pria itu membayarnya nanti setelah mereka sampai.Hingga tak berapa lama, mereka sudah sampai di tempat tujuannya. Vani turun dari mobil dan supir itu juga ikut turun."Mbak belum bayar taksinya.""Bapak ikut saya yah. Nanti minta pada orang yang akan saya temui."Madiya berjalan menuju tempat di mana Richard tinggal sekarang. Ditemani oleh orang supir taksi yang belum dia bayar. Sampai dia ketemu dengan apartemen milik pria itu.Dia memencet bel berharap kalau pria itu akan cepat datang."Siapa?" tanya Richard yang menguap dan belum melihat jelas orang yang datang."Bayar dulu taksinya nanti dijelaskan." Madiya mengatakan itu.Richard menaikan sebelah alisnya kemudian, dia teringat dengan wanita yang saat ini ada dihadapannya. Dia langsung melihat kearah pria itu dan mengeluarkan uangnya."Ini? Cukup?" tanya Richard mengeluarkan dua lembar uang berwarna merah."Terimakasih banyak."Supir taksi itu pergi dari sini dan Madiya melihat kearah Richard sambil tersenyum tipis. Sebenarnya dia bingung harus bilang apa saat ini. Apalagi dia datang ke sini sambil membawakan koper."Apa kamu berubah pikiran?" tanya Richard sambil tersenyum mengejek."Iya, saya mau jadi istri sewaan, tapi dengan syarat. Berikan saya tempat tinggal karena barusan saya diusir oleh pemilik kontrakan."Richard baru menyadari setelah melihat wanita itu datang sambil membawa koper ke sini. Dia jadi teringat akan sesuatu, mudah sekali untuk wanita itu menuruti keinginan dirinya."Yasudah ayo masuk. Kita bahas di dalam saja," ujar Richard karena dia takut ada orang yang nanti akan mendengarkan pembicaraan mereka.Madiya masuk ke dalam apartemen ini dan dia langsung terpesona dengan tempat ini. Apalagi tempat ini yang terlihat sedikit luas, belum lagi banyak barang-barang mahal dan terlihat perabotan yang sangat lengkap di sini."Tempatnya bagus juga. Sepertinya saya akan betah di sini," gumam Madiya."Kita akan tinggal bersama di sini," ujar Richard."Apa?" Madiya sedikit terkejut dengan hal ini."Biasa aja kali ekspresinya. Apalagi nanti kita akan menikah. Bukan hal yang wajar jika kita tinggal satu atap." Richard mengatakan itu dengan santai karena memang benar adanya."Apa kita juga akan tidur satu kamar?" tanya Madiya dengan was-was.BERSAMBUNGRichard melihat kearah Madiya ketika wanita itu malah terkejut ketika dia mengajaknya untuk tinggal bersama. Memangnya apa salahnya jika mereka tinggal bersama. Toh nanti mereka juga kan menikah. "Saya serius dengan hal ini. Apa kamu tidak mau kalau kita tinggal bersama?" tanya Richard menatap kearah Madiya. "Saya tidak tahu, tetapi sepertinya memang saya tidak punya pilihan lain," gumam Madiya yang belum pernah tinggal berdua dengan seorang pria asing seperti Richard. Bagaimana kalau pria itu berbuat macam-macam padanya? Ini yang sebenarnya ditakuti oleh Madiya. Bagaimana pun dia tidak tahu sifat asli dari seorang Richard. "Apa kamu mau tinggal di jalanan? Saya sih tidak masalah jika kamu ingin jadi gembel," ejek Richard. Madiya membulatkan matanya ketika Richard malah menghina dirinya. Jelas sekali kalau dia tidak mau kalau sampai tinggal di tempat seperti itu. "Sepertinya saya tidak punya pilihan lain sekarang." Madiya tidak punya pilihan lain selain tinggal bersama dengan p
Di sebuah mall yang terletak di sebuah kota, Richard sedang memilihkan baju yang akan digunakan oleh Madiya karena dia tahu selera kedua orangtuanya, sebisa mungkin Richard akan mengubah penampilan Madiya agar tidak terlihat kampungan.Dia mengambil baju yang menurutnya cocok saja. Sampai matanya melihat kearah long dress sabrina yang menurut dirinya sangat bagus. Apalagi ini cocok dengan tubuh kecil milik Madiya.Berbeda dengan perasaan Madiya setelah diajak ke tempat ini. Dia sedikit terkejut setelah melihat harga yang tertera di sana. Belum lagi bajunya terlihat mahal. Dia sampai tidak berani untuk memilih baju yang akan dia gunakan sekarang."Gila harganya mahal banget," ucap Madiya tanpa sadar.Richad mendengar hal itu dan dia langsung menghampiri Madiya. Bahkan Richard bisa membeli semua toko ini kalau mau. Tetapi mendengar Madiya mengatakan itu membuat dia malu.Bahkan dia menyadari kalau pegawai di sini malah menertawakan ucapan dari Madiya barusan."Jika kamu suka maka ambil
Ikram menatap kearah anaknya yang mengatakan ingin menikah secepatnya, tetapi dia malah tidak mau mempublikasikan pernikahan mereka. Apalagi dengan mengundang banyak tamu undangan.Sebagai seorang ayah, Ikram malah merasa curiga. Ada hal yang memang disembunyikan oleh anaknya dari dirinya. Bahkan sampai Richard sendiri tidak mau memberitahunya."Kenapa kalian tidak mau mempublikasikan pada semua orang saja?" tanya Ikram yang merasa penasaran dengan anaknya."Sudahlah Pah, bukannya bagus jika Richard tidak akan mengadakan pesta. Lagian wanita itu juga tidak jelas asal usulnya!" sindir Ana kepada Madiya.Madiya memang tidak menceritakan tentang keluarganya karena dia sudah tidak tinggal bersama dengan mereka lagi. Belum tentu mereka masih mengakui Madiya sebagai anaknya. Terutama ayahnya yang memang sudah terhasut oleh ibu tirinya."Kamu tidak sedang menyembunyikan sesuatu dari kita kan?" tanya Ikram sambil melihat kearah Richard.Richard hanya tersenyum tipis saja agar tidak membuat me
Semua tentang urusan pernikahan sudah semuanya diatur oleh Richard. Dia hanya tidak ingin ibunya nanti malah akan curiga dengan pernikahan dirinya yang memang sekedar transaksi semata. "Apa bos sudah yakin akan menikah dengan orang asing?" tanya Robi salah satu kaki tangan dari Richard. "Kenapa? Apa ada masalah?" tanya Richard melihat kearah Robi yang terlihat tidak suka dengan sosok Madiya. Richard sudah yakin memilih Madiya jadi calon istrinya karena memang wanita itu tidak akan berani berbuat apapun padanya. Yang paling penting Madiya ada di dalam kendali dirinya sekarang. Wanita itu tidak akan mungkin bisa mengkhianati dirinya dan bekerjasama dengan musuhnya. Ini yang paling penting sebenernya. "Nyonya Ana meminta saya untuk mencaritahu data diri dari calon istri bos. Sepertinya memang dia belum sepenuhnya percaya." Richad sudah menduga itu semuanya. Ibunya pasti akan mencari celah tentang pernikahannya. Mungkin dia akan menikah secara resmi dengan wanita sewaannya itu. Denga
Madiya menaikan sebelah alisnya ketika melihat ekspresi wajah suaminya yang terlihat aneh. Seperti ada hal yang disembunyikan oleh suaminya sekarang. "Bagus kalau begitu," ujar Richard hendak akan pergi meninggalkan Madiya setelah mendengar jawaban yang diberikan oleh wanita itu padanya. Madiya masih merasa mengganjal dalam hatinya ketika mengingat tadi Robi meminta kartu identitas kepada dirinya. Bukannya ini sedikit aneh, mereka hanya akan menikah pura-pura saja bukan? "Tadi Robi datang sambil meminta kartu identitasku. Apa yang sebenarnya sedang kamu rencanakan, Richard?" tanya Madiya karena dia masih merasa penasaran dengan rencana Richard. "Memangnya kenapa? Itu hanya data pernikahan saja." Mendengar hal tersebut, Madiya merasa kurang puas. Terlebih mereka hanya akan menikah pura-pura saja. Tidak ada yang spesial dari ini. D"Hanya untuk itu? Kenapa gak pakai data yang palsu saja? Bukannya kita hanya menikah pura-pura saja?" Richard yang mendengar hal tersebut pun malah ter
Madiya melihat kearah cermin sambil memperhatikan gaun yang sedang dia pakai sekarang. Baju ini memang sangat cocok untuk dirinya. Tetapi apa dia pantas memakai gaun yang mahal seperti ini. Madiya sedikit kurang merasa percaya diri. "Lebih baik aku keluar sekarang," gumam Madiya pada dirinya sendiri sebelum akhirnya dia memutuskan untuk berjalan keluar. Banyak orang yang merasa kagum dengan baju yang kini digunakan oleh Madiya. Semua orang yang menatapnya dengan tidak suka tadi sekilas langsung memujinya. "Wah luar biasa sekali Bu Madiya, anda terlihat sangat cantik dengan gaun tersebut," puji seorang desainer tersebut kepada Madiya. "Benar dia memang dasarnya sudah cantik. mau diapakan saja sudah cantik." "Iya kan, pantas saja Pak Richard mau menikah dengan Bu Madiya."Madiya jadi bahan gibahan orang-orang yang ada di sini. Semua orang bahkan bercak kagum ketika melihat Madiya yang memang tidak biasanya seperti ini. "Terimakasih banyak." Madiya hanya tersenyum tipis karena dia
Richard melihatnya dengan sekilas. Lalu dia dengan berani mengambilnya. Dia tau akan sesuatu yang harus dia ambil. Melihat identitas asli dari Madiya yang sebenarnya. Hati Richard mengatakan kalau dia harus mengetahui sesuatu tentang istri yang akan dia sewa itu. Richard langsung mengambilnya dan dia membacanya dengan sekilas. "Aku ingin tau apa yang terjadi dengan Madiya. Aku yakin ada alasan dibalik semuanya," bisik Richard pada Robi. "Jika itu yang kamu mau, aku akan mencoba untuk mencari identitas aslinya." Robi akhirnya memutuskan untuk pergi dari hadapan Richard setelah pria itu mengatakan semuanya kepada dirinya. Tentu saja dia akan mencari bukti tenang identitas Madiya yang sebenarnya. Richard melihat kepergian dari Robi, dia hanya tersenyum sekilas sambil melihat kearah jam tangannya kembali. Kebetulan dia masih punya janji ber dengan seseorang sekarang. "Hah, aku sedang merasa kesal," gerutu Madiya secara tiba-tiba. Membuat Richard malah menaikan sebelah alisnya. Kenap
Madiya terus saja memikirkan perkataan Richard di dalam mobil barusan, bisa-bisanya pria itu malah membuat dia jadi kesal. Padahal dalam kesepakatan mereka, hanya menikah secara pura-pura saja. Walaupun dia disewa menjadi istrinya, tetap saja beda. "Pria itu menyebalkan," gerutu Madiya. Sampai mereka berdua sudah berada di sebuah apartemen milik Richard. Beruntung sekali Madiya ingat password milik Richard jadi dia bisa masuk duluan. Dia perlu mengistirahatkan otaknya sekarang. "Tidak usah mengumpat kaya gitu," ujar Richard. "Terserah, aku mau istirahat!" Madiya mengatakan itu dengan ketus, lalu dia memutuskan untuk masuk ke dalam kamarnya. Richard hanya tersenyum ketika melihat tingkah Madiya yang menurut dirinya sedikit menggemaskan. Wanita itu rupanya bisa merajuk juga kepada dirinya seperti ini. Dia sama sekali tidak menyangka kalau Madiya yang bisa dikatakan wanita mandiri bisa merajuk padanya seperti itu. memang sangat menggemaskan dan menurutnya itu juga sangat lucu. "Di
Sebuah pemakaman, Madiya hanya menabur bunga ditemani oleh Richard yang kini ada dihadapannya. Dia menangis karena merasa kasian di sana. "Semoga setelah ini, kamu akan tenang.""Bagaimana pun dia adalah adikmu," ujar Richard merangkul Madiya sambil ikut menaburkan bunga. Haris terdiam kaku sambil melirik kearah makam tersebut. Dia terus saja bungkam dan tidak mau mengatakan apapun juga. Sampai Robi tiba-tiba datang menghampiri Haris. "Ini ikut menaburkan bunga juga.""Aku tidak menyangka kalau dia sudah tidak ada. Semuanya terasa masih mimpi," ujar Haris. Shela ikut melayat di sini, dia langsung memeluk Ratih dengan erat. "Tante yang sabar yah."Ratih hanya bisa mengangguk sambil tersenyum tipis. Dia menghapus kembali air matanya dengan cepat. Bisa tidak enak kalau terjadi sesuatu di sini. "Iya gak papa.""Ayo kita pulang."Ratih mengatakan itu kepada semua orang yang ada di sini setelah prosesi pemakaman sudah selesai. Dia hanya melihat dengan sekilas saja. Richard merangkul
Madiya datang ke rumah sakit bersama dengan ibunya setelah mendengar kamar kalau Sabira kena tusuk Nita. Dia tidak menyangka kalau Sabira akan nekat seperti ini. Ketika mereka berdua sudah sampai di rumah sakit, Madiya langsung menghampiri Haris yang sudah berlumuran darah. "Haris, bagaimana keadaan Sabira?" tanya Ratih. Begitu pun dengan Madiya sekarang, dia sangat khawatir dengan keadaan adiknya sekarang. Dia tidak menyangka kalau hal ini akan terjadi dengan adiknya. "Dia telah ditangani oleh dokter," jawab Haris. Sampai dan lama kemudian, Richard dagang juga ke rumah sakit setelah dia menyelesaikan misi tentang Roy. Haris menatap kearah Richard dengan sekilas. "Bagaimana dengan Roy, dia sudah ditangkap?""Iya, dia sudah ditangkap oleh pihak kepolisian. Dia akan dikenai pasal pembunuhan karena sudah membunuh Nita."Madiya yang mendengar itu pun menutup mulutnya dengan tidak percaya. "Madiya mati?""Iya," jawab Richard. "Innalilahi," ucap Ratih yang sama terkejutnya dengan hal
Pagi hari yang begitu cerah, Richard masuk ke kantor setelah dia berpamitan dengan istrinya. Dia masih memikirkan tentang orang tersebut. "Aku pamit ke kantor dulu.""Kamu semalam tidur hanya sebentar, udah mau masuk kantor?" tanya Madiya. "Iya, kebetulan ada urusan yang harus aku selesaikan. Kamu tahu kalau orang yang sudah membantu Nita kabur itu juga rekan bisnisku," terang Richard memberitahu istrinya. Madiya yang mendengar itu pun sedikit terkejut dan tidak menyangka sama sekali. "Kok bisa?" tanya Madiya. "Aku baru melacak nomor plat mobilnya, semuanya sudah diatur dengan baik.""Syukurlah kalau begitu. Aku akan mengatur semuanya.""Kalau begitu aku berangkat yah," kata Richard sambil memberikan kecupan di kening istrinya dan mengelus perut anaknya. Sebelum akhirnya dia kembali naik ke dalam mobil. "Iya hati-hati di jalan."Madiya mengatakan itu sambil melambaikan tanganmya, dia melihat suaminya yang kini sudah pergi mengendarai mobilnya. Sampai akhirnya Madiya memutuskan un
Haris menatap kearah Sabira yang tadi memberikan nomor ponselnya dengan mudah begitu saja. Dia harus menanyakan langsung. "Kenapa tadi kamu memberikan nomor ponsel kepada istrinya Pak Roy?" tanya Haris dengan nada yang sedikit penasaran. Apalagi dia yakin kalau istrinya pasti menyembunyikan sesuatu tanpa dia ketahui kebenarannya. Sabira yang memang tengah ada di mobil dan hendak pulang setelah acara pernikahan antara Robi dan Shela selesai. Sebenernya tadi Sabira merasa curiga. "Kenapa diam?" tanya Haris. Sabira langsung mengatakan yang sebenarnya. "Kamu merasa gak sih tadi, istrinya Roy itu sedikit agak aneh.""Maksud kamu, bagaimana?" tanya Haris yang merasa heran. "Gelagat itu loh, mengingatkan aku akan sesuatu, dia terlihat sedikit gugup ketika berjabat tangan denganku dan raut mukanya juga terlihat seperti ketakutan begitu," ujar Sabira. "Iya itu wajar Sabira. Kan kalian baru saja bertemu." Haris mengatakan itu dengan santai. Tetapi Sabira punya pikiran lain karena tadi d
Nita sudah siap dengan yang akan dia lakukan selanjutnya. Dia berjalan bersama dengan Roy sambil menyalami tangan Shela dan Robi. "Selamat yah atas pernikahan kalian berdua."Shela menjawab dengan ramah karena dia tidak tahu sosok Roy yang sebenernya. Shela mengira kalau memang itu teman dekat suaminya.Roy menatap kearah Robi yang sedari tadi diam saja, dia langsung menepuk pundak pria itu dengan pelan. "Selamat yah bro.""Iya," jawab Robi dengan singkat. Lalu mata Robi melihat kearah wanita yang dibawa oleh Roy barusan. Dia merasa heran sendiri karena melihat wanita yang dibawa oleh Roy sangat sederhana dengan pakaikan yang tidak mencolok sama sekali. Sedangkan Robi tahu kalau selera Roy adalah wanita yang sedikit modis. "Kamu bawa sekertarismu buat datang ke sini?" tebak Robi karena mungkin saja Roy tidak mempunyai pasangan makanya dia membawa wanita itu. Roy menggelengkan kepalanya, lalu dia mendekap wanita yang ada disampingnya itu dengan mesra. Dia hanya ingin memperlakukan
Acara pernikahan antara Robi dan Shela. Madiya sudah siap dengan baju yang memang dia gunakan dengan baik. Kebetulan ini adalah pemberian dari mertuanya. "Mana suamimu, kok belum muncul?" tanya Ratih ketika melihat anaknya hanya datang sendiri. "Richard tadi sedang menerima telepon dari seseorang bun. Dia masih mencari kebenaran Nita yang kabur dari lapas," jawab Madiya. Ratih yang mendengar itu pun sedikit terkejut. "Jadi sampai sekarang Nita belum ditemukan juga?" "Iya bunda, sampai sekarang Nita belum ditemukan sama sekali."Ratih yang mendengar itu pun jadi ikut khawatir. Apalagi dia tahu kalau Nita orang yang nekat, dia bahkan tidak yakin kalau semuanya akan jadi seperti ini. "Apa Richard sudah berusaha untuk mencarinya?""Iya tentu saja. Dia sudah berusaha untuk mencarinya.""Sampai sekarang belum ditemukan?" tanya Ratih. "Iya Bunda." Madiya hanya menjawab dengan jujur saja. Sampai tak lama kemudian, muncul Richard yang menghampiri dirinya. Dia sudah memikirkan semuanya
Richard benar-benar tidak tahu harus melakukan apalagi. Terlebih setelah dia mendapatkan informasi dari bawahannya kalau mereka semuanya tidak menemukan kebenaran Nita. "Sialan, kalian sangat bodoh sekali. Masa mencari satu orang saja tidak ketemu."Richard mengumpat dengan kesal ketika anak buahnya tidak menemukan kebenaran Nita. Padahal wanita itu sangat berbahaya. Haris datang menemui Richard karena ada informasi yang ingin dia beritahu dengan Richard. "Haris," panggil Richard setelah menyadari keberadaan Haris. "Aku datang ke sini karena ingin memberikan informasi," kata Haris. "Informasi tentang apa?" tanya Richard sambil menatap kearah Haris dengan pandangan serius. Dia penasaran dengan yang dikatakan oleh Richard barusan. Dia yakin kalau laki-laki itu tengah merencanakan sesuatu sekarang. "Kamu harus tahu sesuatu Richard, Nita memang benar menyamar sebagai suster.""Aku sudah tahu tentang itu Haris. Tidak usah menjelaskan semuanya. Anak buahku sudah mengincar Nita, tetap
Madiya melihat baju yang diberikan oleh ibu mertuanya, dia memperhatikan dengan seksama. Baju ini akan dia gunakan ketika acara pernikahan antara Robi dengan Shela. "Sepertinya sangat bagus, aku akan memadukan baju ini dengan dasi yang akan dipakai oleh Richard nanti. Agar kami berdua terlihat sebagai pasangan," kata Madiya sambil tersenyum manis. Dia sudah tidak sabar dengan yang akan terjadi nantinya.Beruntung ibunya dan mertuanya sudah pulang. Kini dirinya hanya tinggal sendiri di dalam kamar. Madiya memperhatikan baju tersebut dengan seksama. Ketika dia hendak akan memakainya, tiba-tiba Richard masuk ke dalam kamar. Madiya sedikit terkejut karena Richard datang secara tiba-tiba begitu saja. "Loh Richard, sejak kapan kamu berdiri di sana?" tanya Madiya ketika melihat suaminya. "Baru saja, kenapa kamu akan lepas baju?" tanya Richard heran. Madiya akhirnya memberitahu Richard tentang apa yang tengah terjadi sekarang. Dia memang sengaja melakukan itu karena akan mengganti kostum
Madiya sudah memberikan hasil USG calon bayinya kepada ibu dan mertuanya. Mereka berdua terlihat senang setelah melihat hasil USG tersebut. "Ini anak kamu Madiya," kata Ratih. "Tentu saja Ratih, ini adalah cucu kita."Ana mengatakan itu sambil tersenyum dengan manis. Dia terharu melihat calon cucunya yang memang terlihat sangat manis. "Tentu saja. Aku sudah memikirkan semuanya.""Terimakasih banyak.""Richard sudah kembali ke kantor setelah mengantar kamu pulang?" tanya Ana yang tidak melihat anaknya. Madiya hanya mengangguk saja, tadi memang Richard sempat berpamitan kepada dirinya untuk balik ke kantor. Sedangkan Madiya malah dilarang untuk kembali ke kantor oleh Richard. "Iya mah, dia pergi lagi ke kantor nanti," terang Madiya. "Pasti dia sangat sibuk sekali, terlebih Robi sudah akan mengambil cuti menikah," ujar Ana. "Iya mah gak papa. Nanti Richard akan menyuruh orang untuk menjadi asistennya mengentikan Robi untuk sementara," jawab Madiya. Ana hanya mengangguk saja, kemu