Madiya menaikan sebelah alisnya ketika melihat ekspresi wajah suaminya yang terlihat aneh. Seperti ada hal yang disembunyikan oleh suaminya sekarang.
"Bagus kalau begitu," ujar Richard hendak akan pergi meninggalkan Madiya setelah mendengar jawaban yang diberikan oleh wanita itu padanya. Madiya masih merasa mengganjal dalam hatinya ketika mengingat tadi Robi meminta kartu identitas kepada dirinya. Bukannya ini sedikit aneh, mereka hanya akan menikah pura-pura saja bukan? "Tadi Robi datang sambil meminta kartu identitasku. Apa yang sebenarnya sedang kamu rencanakan, Richard?" tanya Madiya karena dia masih merasa penasaran dengan rencana Richard. "Memangnya kenapa? Itu hanya data pernikahan saja." Mendengar hal tersebut, Madiya merasa kurang puas. Terlebih mereka hanya akan menikah pura-pura saja. Tidak ada yang spesial dari ini. D "Hanya untuk itu? Kenapa gak pakai data yang palsu saja? Bukannya kita hanya menikah pura-pura saja?" Richard yang mendengar hal tersebut pun malah tersenyum dengan penuh arti. Secara tiba-tiba tangannya malah menarik pinggang Vani membuat jarak mereka malah semakin dekat. Deg Jantung Madiya malah berdetak lebih kencang karena jarak antara keduanya yang memang bisa dikatakan dekat. "Jaga bicaramu agar tidak ada orang yang mendengar," bisik Richard pada telinga Madiya, terlihat seperti pria itu sedang mencium pipi Madiya. "Okeh aku paham, lepaskan tanganmu!" paksa Madiya karena merasa gugup dengan jarak yang dekat seperti itu. Berbeda dengan ekspresi wajah Richard yang justru malah terlihat senang karena Madiya yang menurut dirinya menggemaskan. Apa sebelumnya wanita itu tidak pernah dekat dengan pria. "Apa sekarang lo merasa gugup?" bisik Richard kembali. "Tidak, aku sama sekali tidak merasa gugup, jadi menyingkir." Madiya berusaha untuk mendorong tubuh Richard agar menjauhinya. Posisi ini memang sangat memalukan apalagi kalau sampai ada orang yang melihat mereka berdua seperti ini. "Aku hanya ingin melakukan semuanya dengan data aslimu. Sudah jangan banyak protes. Aku sudah membayar mu untuk jadi istri sewaan ku. Jadi turuti keinginanku," bisik Richard ditelinga Madiya membuat wanita itu sedikit merasa gugup sekarang. Madiya mendorong tubuh Richard agar tidak berdekatan lagi dengan dirinya. Jujur saja sekarang dia merasa gugup sekali dan dia tidak tahu harus berbuat apalagi. Richard hanya tersenyum tipis ketika melihat tingkah dari Madiya barusan. Wanita itu sangat barbar sampai menginjak kakinya segala seperti itu. Sampai ada seseorang yang memanggil dirinya. "Nyonya Madiya, ada yang memanggil anda." "Siapa?" tanya Madiya menaikan sebelah alisnya heran. "Itu seorang desainer baju," jawab orang tersebut. Mata Madiya akhirnya tertuju pada seorang wanita yang memakai jes warna biru muda, wanita itu memperlihatkan sebuah guan putih yang begitu sangat bagus. Dengan desain renda yang unik ditambah mutiara yang membuat gaun tersebut terlihat mewah. "Saya membawakan gaun yang akan dipakai nanti oleh Bu Madiya." Madiya yakin kalau harga baju itu sangat fantastis. Apalagi terlihat begitu sangat elegan dan cantik. Padahal mereka hanya menikah pura-pura saja. Tetapi mengapa Richard sampai membelikan gaun yang terlihat istimewa seperti ini. Desainer tersebut melihat was-was kearah Madiya karena takut wanita itu tidak akan menyukainya dan mah menyuruh dirinya untuk merombak ulang desainnya. "Apa Bu Madiya suka dengan guan ini?" tanya desainer tersebut kepada Madiya. Madiya langsung tersenyum ketika melihat desainer itu malah terlihat ketakutan. Mungkin jika dia bilang tidak suka maka, Richad yang akan marah nanti pada desainer tersebut. "Tidak, aku malah merasa kagum dengan gaun pernikahan ini. Terlihat mewah dan pasti harga sangat mahal." "Tidak apa, Pak Richard akan membayar semuanya jika anda menyukai gaun ini," terang desainer tersebut dengan sopan kepada Madiya. Justru akan merepotkan jika Madiya tidak menyukai baju ini karena dia harus kembali mencari yang cocok lagi. "Itu benar, lebih baik kamu pakai sekarang Madiya," suruh Richard. "Baiklah kalau begitu aku akan memakainya." Madiya hanya menuruti keinginan Richard lalu dia berjalan ke tempat dia akan ganti baju sekarang. Menggunakan gaun pernikahan yang memang sepertinya dirancang begitu spesial. "Saya yakin kalau ukuran itu cocok. Apalagi anda memesannya 5 tahun lalu. Hanya wanita saja yang berbeda," ujar desainer tersebut. Richard terdiam ketika mendengar penuturan dari orang tersebut, gaun itu adalah gaun yang akan di pakai oleh calon pengantinnya dulu. Sebelum kejadian naas itu terjadi dan membuat dia kehilangan wanita yang dia cintai. "Jangan membahasnya di sini," peringat Richard. "Maaf, saya keceplosan." BERSAMBUNGMadiya melihat kearah cermin sambil memperhatikan gaun yang sedang dia pakai sekarang. Baju ini memang sangat cocok untuk dirinya. Tetapi apa dia pantas memakai gaun yang mahal seperti ini. Madiya sedikit kurang merasa percaya diri. "Lebih baik aku keluar sekarang," gumam Madiya pada dirinya sendiri sebelum akhirnya dia memutuskan untuk berjalan keluar. Banyak orang yang merasa kagum dengan baju yang kini digunakan oleh Madiya. Semua orang yang menatapnya dengan tidak suka tadi sekilas langsung memujinya. "Wah luar biasa sekali Bu Madiya, anda terlihat sangat cantik dengan gaun tersebut," puji seorang desainer tersebut kepada Madiya. "Benar dia memang dasarnya sudah cantik. mau diapakan saja sudah cantik." "Iya kan, pantas saja Pak Richard mau menikah dengan Bu Madiya."Madiya jadi bahan gibahan orang-orang yang ada di sini. Semua orang bahkan bercak kagum ketika melihat Madiya yang memang tidak biasanya seperti ini. "Terimakasih banyak." Madiya hanya tersenyum tipis karena dia
Richard melihatnya dengan sekilas. Lalu dia dengan berani mengambilnya. Dia tau akan sesuatu yang harus dia ambil. Melihat identitas asli dari Madiya yang sebenarnya. Hati Richard mengatakan kalau dia harus mengetahui sesuatu tentang istri yang akan dia sewa itu. Richard langsung mengambilnya dan dia membacanya dengan sekilas. "Aku ingin tau apa yang terjadi dengan Madiya. Aku yakin ada alasan dibalik semuanya," bisik Richard pada Robi. "Jika itu yang kamu mau, aku akan mencoba untuk mencari identitas aslinya." Robi akhirnya memutuskan untuk pergi dari hadapan Richard setelah pria itu mengatakan semuanya kepada dirinya. Tentu saja dia akan mencari bukti tenang identitas Madiya yang sebenarnya. Richard melihat kepergian dari Robi, dia hanya tersenyum sekilas sambil melihat kearah jam tangannya kembali. Kebetulan dia masih punya janji ber dengan seseorang sekarang. "Hah, aku sedang merasa kesal," gerutu Madiya secara tiba-tiba. Membuat Richard malah menaikan sebelah alisnya. Kenap
Madiya terus saja memikirkan perkataan Richard di dalam mobil barusan, bisa-bisanya pria itu malah membuat dia jadi kesal. Padahal dalam kesepakatan mereka, hanya menikah secara pura-pura saja. Walaupun dia disewa menjadi istrinya, tetap saja beda. "Pria itu menyebalkan," gerutu Madiya. Sampai mereka berdua sudah berada di sebuah apartemen milik Richard. Beruntung sekali Madiya ingat password milik Richard jadi dia bisa masuk duluan. Dia perlu mengistirahatkan otaknya sekarang. "Tidak usah mengumpat kaya gitu," ujar Richard. "Terserah, aku mau istirahat!" Madiya mengatakan itu dengan ketus, lalu dia memutuskan untuk masuk ke dalam kamarnya. Richard hanya tersenyum ketika melihat tingkah Madiya yang menurut dirinya sedikit menggemaskan. Wanita itu rupanya bisa merajuk juga kepada dirinya seperti ini. Dia sama sekali tidak menyangka kalau Madiya yang bisa dikatakan wanita mandiri bisa merajuk padanya seperti itu. memang sangat menggemaskan dan menurutnya itu juga sangat lucu. "Di
Madiya berpikir antara membuka pintu tersebut atas jangan, ini sedikit membahayakan untuk dirinya juga. Bagaimana kalau Ibunya Richard semakin curiga. Tidak ada pilihan lain sekarang, Madiya memejamkan matanya dan akhirnya dia memutuskan untuk membuka pintu tersebut. Setelah dia membuka pintu. Madiya tersenyum dengan ramah dan dia menyambut Ana. "Selamat datang Tante Ana." Madiya dengan ramah menyambut wanita yang akan menjadi mertuanya itu. Tapi, Ana mengabaikan ucapan dari Madiya dan wanita itu langsung masuk dengan begitu saja. "Kenapa kamu yang muncul? Di mana Richard?" tanya Ana sambil melihat kesekeliling ruangan ini mencari keberadaan anaknya. Madiya jadi kebingungan untuk menjawab semuanya, dia menggigit bibir bawahnya ketika Ana kembali menatap kearah Madiya dengan tajam. "JAWAB!""Richard saat ini sedang ada di kantor.""Kamu pasti berbohong, bahkan ini masih pagi, tidak mungkin kalau dia sudah pergi ke kantor pada saat pagi seperti ini," maki Ana yang memang sangat t
Richard menoleh kearah Madiya ketika wanita itu mengatakan untuk mengajak dirinya bekerjasama. Bukannya memang mereka sudah bekerja saja dari awal. "Kerjasama apa? Aku sudah menyewa dirimu Madiya. Jadi kamu hanya menuruti keinginanku saja. Aku tidak berkewajiban untuk menuruti keinginan kamu. Kecuali kalau kamu membayar ku." Madiya mencebikan bibirnya karena dia kesal dengan ucapan Richard barusan. Padahal dia hanya ingin Richard membantunya untuk balas dendam pada saudara tirinya yang sudah membuat dia diusir dari rumah. "Kamu terlalu perhitungan Richard, apa salahnya juga membantuku. Lagian kita akan saling menguntungkan satu sama lain. Walaupun aku hanya wanita yang kamu sewa saja," dengus Madiya. Richard tersenyum dengan seringai nakalnya. Apalagi melihat ekspresi wajah Madiya yang menurutnya sangat menggemaskan ketika sedang merajuk seperti ini. "Tentu saja kamu bisa membayar ku dengan tubuh itu. Dengan begitu aku bisa membantumu," ujar Richard dengan santai. Madiya membula
Richard langsung mematikan sambungan teleponnya. Apa semalam wanita itu tidak makan? Tiba-tiba Richard sadar kalau dia memang tidak menyiapkan bahan makanan. Dia selalu makan diluar jarang makan di rumah dan pasti Madiya kelaparan tidak ada makanan. Mengingat wanita itu juga tidak punya uang sama sekali. Tapi kenapa wanita itu tidak meminta saja padanya untuk dibelikan makan. "Sial! Aku lupa dia marah hanya karena aku menyingungnya tentang harga diri. Pasti dia juga tidak minta dibelikan makanan padaku hanya karena ini."Richard terlihat frustasi sendiri sampai akhirnya dia memutuskan untuk bekerja menuju ke arah pintu depan. Dia membukakan pintu dengan penuh semangat sampai pada akhirnya ada Haris. "Di mana dia bro?" tanya Haris karena dia penasaran juga dengan wanita yang dikatakan sebagai calon istri dari temannya itu. Apa Richard sudah bisa move on sekarang? Haris berharap juga seperti itu agar nanti kelak istrinya Richard tidak merasa terbebani. "Dia ada di dalam, Ayo ikut," j
Ricard masih berada di dalam kamar milik Madiya. Tentu saja dia tidak akan membiarkan wanita itu sendiri untuk saat ini. Dia juga menyuruh anak buahnya yaitu Robi untuk membelikan obat yang sudah diresepkan oleh Haris kepada dirinya. "Kamu tetap bertahan yah," bisik Richard. Hingga tak lama kemudian, Madiya mulai membuka matanya, dia sedikit terkejut ketika melihat Richard ada di dalam kamarnya. Mengingat percakapan waktu itu bersama dengan Richard yang malah mengatakan menginginkan tubuhnya, membuat Madiya panik."Kenapa kamu ada di sini?" tanya Madiya yang terkejut ketika melihat sosok Richard yang ada disampingnya sambil menggenggam tangannya. Richard tersenyum tipis sebelum dia menjawab pertanyaan dari istrinya barusan. memang semuanya sudah dia rencanakan. "Kamu tidak ingat?" tanya Richard.Madiya menoleh kearah bawah dan bajunya masih utuh, dia langsung mengambil selimut karena merasa takut dengan Richard yang masuk ke dalam kamarnya. Ada perasaan lega dalam dirinya, artiny
Mengingat Robi yang mengurus semuanya dengan baik sebagai asisten dari bosnya yang selalu siap siaga atas apa yang terjadi saat ini. "Tidak, aku tidak ingin membuat dia mengetahui semuanya dulu." Richard akan memberikan sebuah kejutan nanti. Dia tidak akan memberitahu ayahnya Madiya. Tentu saja dia tidak peduli dengan semuanya. "Baiklah. Kalau begitu aku permisi dulu."Robi akhirnya memutuskan untuk pergi dari tempat ini. Richard kembali bekerja ke dalam kamar Madiya sambil mengambil air minum terlebih dahulu. Diam-diam Richard memperhatikan wajah Madiya yang terlihat pucat, rasanya dia tidak tega melihat Madiya sakit seperti ini. Apalagi wanita itu yang biasanya suka bercanda dan terlihat ceria. Akhirnya Richard membuka obat dan memberikan minum untuk Madiya. "Biar kamu cepat sembuh, sekarang minum obat yah," suruh Richard. "Kamu tahu, aku paling benci ketika suruh minum obat," tolak Madiya karena dia tidak mau jika harus dipaksa minum obat. Richard berpikir untuk melakukan ca
Sebuah pemakaman, Madiya hanya menabur bunga ditemani oleh Richard yang kini ada dihadapannya. Dia menangis karena merasa kasian di sana. "Semoga setelah ini, kamu akan tenang.""Bagaimana pun dia adalah adikmu," ujar Richard merangkul Madiya sambil ikut menaburkan bunga. Haris terdiam kaku sambil melirik kearah makam tersebut. Dia terus saja bungkam dan tidak mau mengatakan apapun juga. Sampai Robi tiba-tiba datang menghampiri Haris. "Ini ikut menaburkan bunga juga.""Aku tidak menyangka kalau dia sudah tidak ada. Semuanya terasa masih mimpi," ujar Haris. Shela ikut melayat di sini, dia langsung memeluk Ratih dengan erat. "Tante yang sabar yah."Ratih hanya bisa mengangguk sambil tersenyum tipis. Dia menghapus kembali air matanya dengan cepat. Bisa tidak enak kalau terjadi sesuatu di sini. "Iya gak papa.""Ayo kita pulang."Ratih mengatakan itu kepada semua orang yang ada di sini setelah prosesi pemakaman sudah selesai. Dia hanya melihat dengan sekilas saja. Richard merangkul
Madiya datang ke rumah sakit bersama dengan ibunya setelah mendengar kamar kalau Sabira kena tusuk Nita. Dia tidak menyangka kalau Sabira akan nekat seperti ini. Ketika mereka berdua sudah sampai di rumah sakit, Madiya langsung menghampiri Haris yang sudah berlumuran darah. "Haris, bagaimana keadaan Sabira?" tanya Ratih. Begitu pun dengan Madiya sekarang, dia sangat khawatir dengan keadaan adiknya sekarang. Dia tidak menyangka kalau hal ini akan terjadi dengan adiknya. "Dia telah ditangani oleh dokter," jawab Haris. Sampai dan lama kemudian, Richard dagang juga ke rumah sakit setelah dia menyelesaikan misi tentang Roy. Haris menatap kearah Richard dengan sekilas. "Bagaimana dengan Roy, dia sudah ditangkap?""Iya, dia sudah ditangkap oleh pihak kepolisian. Dia akan dikenai pasal pembunuhan karena sudah membunuh Nita."Madiya yang mendengar itu pun menutup mulutnya dengan tidak percaya. "Madiya mati?""Iya," jawab Richard. "Innalilahi," ucap Ratih yang sama terkejutnya dengan hal
Pagi hari yang begitu cerah, Richard masuk ke kantor setelah dia berpamitan dengan istrinya. Dia masih memikirkan tentang orang tersebut. "Aku pamit ke kantor dulu.""Kamu semalam tidur hanya sebentar, udah mau masuk kantor?" tanya Madiya. "Iya, kebetulan ada urusan yang harus aku selesaikan. Kamu tahu kalau orang yang sudah membantu Nita kabur itu juga rekan bisnisku," terang Richard memberitahu istrinya. Madiya yang mendengar itu pun sedikit terkejut dan tidak menyangka sama sekali. "Kok bisa?" tanya Madiya. "Aku baru melacak nomor plat mobilnya, semuanya sudah diatur dengan baik.""Syukurlah kalau begitu. Aku akan mengatur semuanya.""Kalau begitu aku berangkat yah," kata Richard sambil memberikan kecupan di kening istrinya dan mengelus perut anaknya. Sebelum akhirnya dia kembali naik ke dalam mobil. "Iya hati-hati di jalan."Madiya mengatakan itu sambil melambaikan tanganmya, dia melihat suaminya yang kini sudah pergi mengendarai mobilnya. Sampai akhirnya Madiya memutuskan un
Haris menatap kearah Sabira yang tadi memberikan nomor ponselnya dengan mudah begitu saja. Dia harus menanyakan langsung. "Kenapa tadi kamu memberikan nomor ponsel kepada istrinya Pak Roy?" tanya Haris dengan nada yang sedikit penasaran. Apalagi dia yakin kalau istrinya pasti menyembunyikan sesuatu tanpa dia ketahui kebenarannya. Sabira yang memang tengah ada di mobil dan hendak pulang setelah acara pernikahan antara Robi dan Shela selesai. Sebenernya tadi Sabira merasa curiga. "Kenapa diam?" tanya Haris. Sabira langsung mengatakan yang sebenarnya. "Kamu merasa gak sih tadi, istrinya Roy itu sedikit agak aneh.""Maksud kamu, bagaimana?" tanya Haris yang merasa heran. "Gelagat itu loh, mengingatkan aku akan sesuatu, dia terlihat sedikit gugup ketika berjabat tangan denganku dan raut mukanya juga terlihat seperti ketakutan begitu," ujar Sabira. "Iya itu wajar Sabira. Kan kalian baru saja bertemu." Haris mengatakan itu dengan santai. Tetapi Sabira punya pikiran lain karena tadi d
Nita sudah siap dengan yang akan dia lakukan selanjutnya. Dia berjalan bersama dengan Roy sambil menyalami tangan Shela dan Robi. "Selamat yah atas pernikahan kalian berdua."Shela menjawab dengan ramah karena dia tidak tahu sosok Roy yang sebenernya. Shela mengira kalau memang itu teman dekat suaminya.Roy menatap kearah Robi yang sedari tadi diam saja, dia langsung menepuk pundak pria itu dengan pelan. "Selamat yah bro.""Iya," jawab Robi dengan singkat. Lalu mata Robi melihat kearah wanita yang dibawa oleh Roy barusan. Dia merasa heran sendiri karena melihat wanita yang dibawa oleh Roy sangat sederhana dengan pakaikan yang tidak mencolok sama sekali. Sedangkan Robi tahu kalau selera Roy adalah wanita yang sedikit modis. "Kamu bawa sekertarismu buat datang ke sini?" tebak Robi karena mungkin saja Roy tidak mempunyai pasangan makanya dia membawa wanita itu. Roy menggelengkan kepalanya, lalu dia mendekap wanita yang ada disampingnya itu dengan mesra. Dia hanya ingin memperlakukan
Acara pernikahan antara Robi dan Shela. Madiya sudah siap dengan baju yang memang dia gunakan dengan baik. Kebetulan ini adalah pemberian dari mertuanya. "Mana suamimu, kok belum muncul?" tanya Ratih ketika melihat anaknya hanya datang sendiri. "Richard tadi sedang menerima telepon dari seseorang bun. Dia masih mencari kebenaran Nita yang kabur dari lapas," jawab Madiya. Ratih yang mendengar itu pun sedikit terkejut. "Jadi sampai sekarang Nita belum ditemukan juga?" "Iya bunda, sampai sekarang Nita belum ditemukan sama sekali."Ratih yang mendengar itu pun jadi ikut khawatir. Apalagi dia tahu kalau Nita orang yang nekat, dia bahkan tidak yakin kalau semuanya akan jadi seperti ini. "Apa Richard sudah berusaha untuk mencarinya?""Iya tentu saja. Dia sudah berusaha untuk mencarinya.""Sampai sekarang belum ditemukan?" tanya Ratih. "Iya Bunda." Madiya hanya menjawab dengan jujur saja. Sampai tak lama kemudian, muncul Richard yang menghampiri dirinya. Dia sudah memikirkan semuanya
Richard benar-benar tidak tahu harus melakukan apalagi. Terlebih setelah dia mendapatkan informasi dari bawahannya kalau mereka semuanya tidak menemukan kebenaran Nita. "Sialan, kalian sangat bodoh sekali. Masa mencari satu orang saja tidak ketemu."Richard mengumpat dengan kesal ketika anak buahnya tidak menemukan kebenaran Nita. Padahal wanita itu sangat berbahaya. Haris datang menemui Richard karena ada informasi yang ingin dia beritahu dengan Richard. "Haris," panggil Richard setelah menyadari keberadaan Haris. "Aku datang ke sini karena ingin memberikan informasi," kata Haris. "Informasi tentang apa?" tanya Richard sambil menatap kearah Haris dengan pandangan serius. Dia penasaran dengan yang dikatakan oleh Richard barusan. Dia yakin kalau laki-laki itu tengah merencanakan sesuatu sekarang. "Kamu harus tahu sesuatu Richard, Nita memang benar menyamar sebagai suster.""Aku sudah tahu tentang itu Haris. Tidak usah menjelaskan semuanya. Anak buahku sudah mengincar Nita, tetap
Madiya melihat baju yang diberikan oleh ibu mertuanya, dia memperhatikan dengan seksama. Baju ini akan dia gunakan ketika acara pernikahan antara Robi dengan Shela. "Sepertinya sangat bagus, aku akan memadukan baju ini dengan dasi yang akan dipakai oleh Richard nanti. Agar kami berdua terlihat sebagai pasangan," kata Madiya sambil tersenyum manis. Dia sudah tidak sabar dengan yang akan terjadi nantinya.Beruntung ibunya dan mertuanya sudah pulang. Kini dirinya hanya tinggal sendiri di dalam kamar. Madiya memperhatikan baju tersebut dengan seksama. Ketika dia hendak akan memakainya, tiba-tiba Richard masuk ke dalam kamar. Madiya sedikit terkejut karena Richard datang secara tiba-tiba begitu saja. "Loh Richard, sejak kapan kamu berdiri di sana?" tanya Madiya ketika melihat suaminya. "Baru saja, kenapa kamu akan lepas baju?" tanya Richard heran. Madiya akhirnya memberitahu Richard tentang apa yang tengah terjadi sekarang. Dia memang sengaja melakukan itu karena akan mengganti kostum
Madiya sudah memberikan hasil USG calon bayinya kepada ibu dan mertuanya. Mereka berdua terlihat senang setelah melihat hasil USG tersebut. "Ini anak kamu Madiya," kata Ratih. "Tentu saja Ratih, ini adalah cucu kita."Ana mengatakan itu sambil tersenyum dengan manis. Dia terharu melihat calon cucunya yang memang terlihat sangat manis. "Tentu saja. Aku sudah memikirkan semuanya.""Terimakasih banyak.""Richard sudah kembali ke kantor setelah mengantar kamu pulang?" tanya Ana yang tidak melihat anaknya. Madiya hanya mengangguk saja, tadi memang Richard sempat berpamitan kepada dirinya untuk balik ke kantor. Sedangkan Madiya malah dilarang untuk kembali ke kantor oleh Richard. "Iya mah, dia pergi lagi ke kantor nanti," terang Madiya. "Pasti dia sangat sibuk sekali, terlebih Robi sudah akan mengambil cuti menikah," ujar Ana. "Iya mah gak papa. Nanti Richard akan menyuruh orang untuk menjadi asistennya mengentikan Robi untuk sementara," jawab Madiya. Ana hanya mengangguk saja, kemu