"Busett ... ada gila-gilanya juga ya orang tua lo. Masa anaknya jadi pelakor malah direstuin," kaget Vincent setelah menerima laporan progres rencana Alister dan Aya.
"Gue juga kaget anjir, bisa-bisanya mereka kayak gitu. Tapi enggak mengherankan sih, siapa juga yang bakal nolak bermantukan Alister Byantara, ya, enggak?"
Vincent angguk-angguk saja sambil memeriksa dokumen klien yang akan dibelanya di persidangan nanti siang. Aya yang memang tidak ada kerjaan iseng saja mampir ke kantor Vincent, selain untuk curhat masalah Alister dan rencana pernikahan mereka, ada hal penting lain yang ingin Aya bahas dengan Vincent.
"Beruntung banget lo, lagi ketimpa musibah eh malah dapat durian runtuh. Mau dinikahi anak konglomerat, bilang apa coba sama gue?"
"Hhh, galau gue, Vin, sumpah! Ada pergolakan batin gitu dalam hati gue. Tiap malam gue mikir keputusan ini udah tepat belum, ya? Gue dosa enggak sih ngancurin rumah tangga orang? Padahal gue enggak ada maksud kayak gitu tapi kesannya si Alister pengen gue ngelakuin hal itu. Biadab emang itu laki! Cewek secantik gue malah dijadiin pelakor. Begonya, gue mau lagi," omel gadis itu memarahi dirinya sendiri.
Vincent hanya terkekeh mendengar ocehan kawannya sejak orok itu. By the way, mereka ini tetanggaan sekaligus sudah bersahabat sejak kecil. Dari TK hingga SMA mereka menimba ilmu di tempat yang sama. Namun, saat kuliah mereka berpisah karena memiliki kampus impiannya masing-masing.
"Sebelum ada lo, rumah tangga mereka emang udah berantakan, kok. Itu si Alister udah lelah aja, makanya dia pengen mengakhiri pernikahan ini dengan cara nikah lagi."
Aya yang awalnya menyimpan kepalanya di meja tiba-tiba duduk tegap, "Maksud lo?"
"Hm, ceritanya panjang, males gue jelasin. Lagi banyak kerjaan."
"Sepanjang apa? Jelasin sekarang enggak mau tahu! Kerjaan bisa nanti lagi."
"Ogah, gue lagi dikejar deadline sidang, enak aja main tunda-tunda."
"Jelasin dikit aja, Vin, kepalang penasaran nih gue!" paksa Aya tidak akan berhenti sebelum keinginannya terpenuhi.
"Iya, iya, gue cerita. Jadi gini, Alister sama Mila itu nikahnya tidak didasari rasa cinta. Eh, setahu gue Mila cinta banget sama Alister tapi Alisternya enggak. Dulu mereka sahabat baik, ada satu lagi cewek yang jadi sahabat Alister. Nah, hubungan ketiganya adem ayem aja sejak masa kuliah. Sampai ... Alister nyatain cinta tuh ke sahabatnya yang satu lagi, namanya Nindy. Ya, semacam kisah cinta segitiga antara sahabatlah."
"Repot amat, terus, terus!" komentar Aya menjeda ucapan Vincent.
"Ya, awalnya Nindy gatau kalau Mila ada rasa ke Alister, makanya dia terima cinta Alister karena ternyata Nindy juga suka sama Alister. Mereka pacaran deh tuh lama, sampai bertahun-tahun dan tiba di titik tunangan. Mila terus menyembunyikan perasaannya sampai saat itu. Cinta dalam diam niatnya, tapi sayang ... niatan itu gagal. Cinta diam-diamnya akhirnya ketahuan perkara Nindy enggak sengaja baca curhatan Mila di buku diary-nya. Di sana banyak banget tulisan yang berisi keluh kesah perasaan Mila ketika melihat orang yang dicintai malah mencintai sahabatnya sendiri."
"Dih, alay! Ini anak konglomerat kok kisah cintanya picisan banget. Geli gue dengernya."
"Komen mulu sih, mau lanjut enggak nih ceritanya?”
"Sori, sori, gemes gue, lanjut!"
"Ya, intinya sejak saat itu ketahuanlah kalau Mila ada rasa ke Alister. Mereka mencintai laki-laki yang sama. Nah, si Nindy ini, orangnya tuh baik banget, hatinya lembut dan enggak tegaan. Dia jadi merasa enggak enak karena ternyata selama ini dia udah menyakiti sahabatnya sendiri. Kepikiran, over thinking berminggu-minggu, sampai akhirnya dia memutuskan menceritakan semua perasaan Mila ke Alister. Saat itu mereka juga membicarakan soal kelanjutan hubungan mereka. Nindy minta putus padahal posisinya mereka udah ada rencana nikah. Sebagai bucin level akut, ya si Alister nolak, dong.”
“...Dia enggak mau putus dan kekeh ingin melanjutkan hubungan mereka. Tapi Nindy tetap teguh pada pendiriannya, dia lebih memilih sahabat dibandingkan rasa cintanya ke Alister. Putuslah mereka, dan tentu saja Alister galau brutal saat itu. Ya, namanya juga udah kecintaan, kan. Dia jadi sebel gitu sama Mila, padahal Mila juga enggak ada maksud menghancurkan hubungan Nindy dan Alister."
"Emang udah paling bener kayak kita ya, Vin, sahabatan jangan pakai perasaan."
"Beda ceritanya sih kalau punya sahabat kayak lo. Sahabat dakjal model begini, mana bisa bikin gue jatuh hati."
"Sialan!"
"Mau lanjut kagak?"
"Lanjutlah! Walau menggelikan, gue mau tahu ceritanya sampai ending."
"Oke, jadi setelah putus, Nindy benar-benar menjauhi Alister. Hubungan dia sama Mila juga jadi agak renggang karena Mila kesel tuh sama Nindy. Gara-gara pengakuan Nindy, Alister jadi benci sama Mila."
"Ih, ngeselin banget emang tuh si Nindy! Bego amat jadi cewek, ngapain juga dia sok belain sahabat. Pengen dibilang si paling setia kawan, tuh. Ending-nya semua perjuangan dia jadi sia-sia, kan? Dia putus sama Alister dan hubungannya sama Mila juga tetep hancur! Tolil emang."
Vincent memejam jengkel, ceritanya tak kunjung usai karena terus diinterupsi Aya.
"Lo bisa enggak sih kalau gue lagi cerita, lo diem dulu. Jangan kayak emak-emak lagi ngomentarin sinetron. Puyeng gue dengernya!" omel Vincent kesal.
"Maaf, maaf, abis gue emosi. Ceritanya emang udah cocok dijadiin sinetron gitu. Lanjut, sampai mana tadi?"
"Anjir, gue ampe bingung sendiri," keluh Vincent, "Intinya mereka bertiga jadi enggak akur, terus beberapa bulan setelahnya Nindy mengalami kecelakaan sampai meninggal. Tak lama dari situ, entah kenapa tiba-tiba saja orang tua Alister dan orang tua Mila menjodohkan mereka berdua. Dipaksa menikahlah tuh si Alister, enggak bisa nolak dia karena dia baru dikasih tahu pas hari-H kalau dia bakal nikah sama Mila."
"Gila! Pemaksaan itu namanya!"
"Iya, jadi orang tua Alister dan orang tua Mila ternyata sudah menyiapkan pernikahan dengan matang tanpa sepengetahuan Alister."
"Kenapa enggak kabur aja sih Alister, jadi iba gue sama dia. Ternyata dia korban yang sebenarnya. Udah ditinggal mati mantan tunangan yang dia bucinin, dipaksa nikah lagi sama orang yang enggak dia cinta. Miris!"
"Justru itu! Makanya dia benci sama istrinya sendiri sejak hari pernikahan sampai detik ini. Gue jamin 100% si Alister enggak pernah nyentuh Mila sama sekali. Orang tuanya enggak tahu, tapi gue tahu banget."
"Gokil, lo tahu semua tentang Alister sampai ke urusan ranjangnya juga?"
"Bisa dibilang gitu sih, awalnya gue asal nebak aja di depan dia, eh tuh bocah malah mengiyakan. Jadi ketahuan kan si Mila belum dibuka segelnya."
"Ya ampun kasiannn, terus selama ini kalau Alister mau gituan gimana, dong? Dia main sendiri atau nyari perempuan bayaran?"
"Mana gue tahu!"
"Tadi katanya lo serba tahu, gimana sih.”
"Ya, enggak sejauh itu juga, ege! Edan aja kalau gue sampai tahu."
"Tujuan dia pertahanin rumah tangganya sampai 3 tahun apa dong? Kenapa Mila enggak langsung diceraikan?"
"Alister itu pendendam, walaupun gue enggak pernah denger omongan ini langsung darinya tapi menurut gue dia masih bertahan sama Mila semata-mata buat nyakitin itu cewek. Karena bagi Alister, dia kehilangan Nindy itu karena Mila. Mungkin, tujuan dia nikahin lo juga buat bikin Mila semakin sakit hati."
"Setan tuh cowok! Jahat banget."
"Lo jadi orang konsisten dikit kenapa! Tadi iba sama Alister sekarang malah hujat dia. Sohib gue tuh gitu-gitu juga."
"Gue juga sohib lo, kenapa yang dibela cuma Alister?"
"Udah ah, pusing gue punya sohib dakjal kayak kalian berdua. Pulang sono! Gue mau lanjut kerja."
"Bentar, Vin, gue mau nanyain kelanjutan kasus gue gimana?"
Vincent menatap lama Aya, agak sedikit tidak tega dengan kenyataan yang harus dihadapi gadis itu.
"Keluarga pasien masih menentang keras buat berdamai sama lo, Ya. Mereka tetap ingin mengambil jalur hukum hingga tuntas tanpa jalur kekeluargaan," jelas Vincent menyakitkan tapi ia tetap harus menyampaikan hal tersebut.
Aya tertunduk lemah, dia sudah melakukan berbagai cara untuk menebus kesalahannya tapi sepertinya semua usahanya selama ini sia-sia.
"Kamu memang sependiam ini, ya?" Aya memecah keheningan setelah hampir setengah jam Alister mendiamkannya.Mereka tidak sedang perang dingin atau marahan, memang dasar Alisternya saja yang terlalu kaku dalam membuka obrolan. Sudah mengenal Aya selama dua pekan dan bertemu beberapa kali, tapi keduanya masih terasa asing. Lebih tepatnya, Aya masih segan untuk mengakrabkan diri dengan pria itu. Alister tampak memberikan jarak yang cukup tegas di antara mereka.Mau inisiatif memulai keakraban lebih dulu namun Aya takut dia salah langkah. Gadis itu memang agak ceroboh, makanya Vincent bingung kenapa Aya bisa jadi dokter. Otaknya memang lumayan encer tapi sikap gegabahnya itu loh yang membuat Vincent angkat tangan. Sejujurnya Vincent tidak kaget mendengar Aya melakukan malpraktek. Kejadian itu sangat cocok dengan kebiasaan kawan gilanya."Tidak juga," jawab Alister datar.Dia berkata jujur, Vincent saksinya, saat bersama orang yang dekat dengannya tentu saja Alister tidak sependiam ini. Begi
Alister tiba di rumah sekitar pukul tujuh malam. Begitu derap langkahnya terdengar di ruang tengah, Mila buru-buru turun tangga dan menyambut suaminya itu. berniat mengambil peralatan kerja sang suami meski selama ini Alister tidak pernah menggubris kehadirannya di rumah itu.“Tumben pulang telat Al, ada lembur ya di kantor?” tanya Mila ramah setelah berdiri di hadapan sang suami.Alister mengembuskan napas kasar, ia membuang muka sesaat lalu menatap istrinya dengan malas.“Enggak, tadi aku abis fitting baju sama Aya.”Satu kalimat singkat yang terlisan sempurna dari suaminya bak peluru panas yang sukses menembus ulu hati Mila. Sakit sekali rasanya. Senyum getir wanita itu tunjukkan, dia berusaha tenang dan menampilkan ekspresi biasa.“Kamu serius mau menikahi dia Al?” suara Mila mulai bergetar, berat rasanya mengajukan pertanyaan sederhana itu.“Kamu pikir aku lagi bercanda?” balasan tegas dan sengit semakin menambah kadar pedih pada perasaan Mila. Setega ini Alister padanya.“Aku han
“Aya bisa kita bicara sebentar?” panggil ayah Rayasa ketika melihat sang putri menyelonong melewati ruang tamu, hendak menuju kamarnya di lantai atas.“Ada apa, Yah?” balas Aya berdiri di depan tangga tanpa berniat mendekati sang ayah yang masih duduk bertumpang kaki di sofa.Di sana juga ada perempuan bersanggul tinggi yang tampak asyik menikmati teh hijau hangat.“Tidak sopan bicara dengan orang tua seperti itu, cepat sini dan duduk di depan ayah.”Aya mengembuskan napas kasar, malas nih dia kalau sudah begini. Berbagai asumsi pertanyaan yang akan diajukan sang ayah sudah terbesit di benak perempuan itu. Aya lelah sekali malam ini, dia tidak ingin melakukan sesi wawancara dengan siapa pun apalagi jika topik pembahasannya tentang Alister. Dia muak dengan pria itu. seharian bepergian dengannya membuat tensi Aya meningkat. Di harus minum obat pereda stres setelah ini. Ya, Aya sudah merencanakannya.Enggan menimbulkan perdebatan dan huru-hara panjang malam ini, Aya langsung menghampiri a
“Ya ampun Ay ... lo beruntung banget, bisa nikah sama pak Alister. Lo tahu enggak, pas undangan lo nyampe ke anak-anak di RS, beuh ... mereka heboh, gonjang-ganjing dunia persilatan. Termasuk si Sarah juga kepanasan tuh denger lo dinikahin anak keluarga Byantara,” cerita Dewi heboh.Saat ini Dewi sedang berkunjung ke kamar rias pengantin yang ada di salah satu hotel bintang lima taraf internasional. Rencana pernikahan kedua Alister memang digelar dengan begitu mewah meski dengan waktu persiapan yang relatif singkat.Aya masih mematut diri di cermin, menatap datar pada dirinya yang sebentar lagi akan resmi dipersunting suami orang. Benarkah Aya akan tetap melanjutkan kegilaan ini demi uang 10 miliar? Mendadak hati wanita itu jadi gusar. Terlebih usai melihat respons orang tuanya tempo hari, mereka seperti tidak peduli pada bagaimana perasaan Aya. Selagi pernikahan ini menguntungkan mereka maka hal lainnya tidak penting lagi.“Rumah sakit gonjang-ganjing heboh nyinyirin gue, gitu maksudn
“Saya mengambil engkau Rayasa Meirani menjadi istri saya, untuk saling memiliki dan menjaga, dari sekarang sampai selama-lamanya. Pada waktu susah maupun senang, pada waktu kelimpahan maupun kekurangan, pada waktu sehat maupun sakit, untuk saling mengasihi dan menghargai sampai maut memisahkan kita, sesuai dengan hukum Tuhan dan inilah janji setia saya yang tulus.”Ikrar suci pernikahan itu begitu mulus dilisankan oleh Alister tanpa ada sedikit pun keraguan atau rasa takut. Aya heran bukan main, apakah pria itu sama sekali tidak merasa takut telah mempermainkan Tuhan? Dia telah mengucapkan janji palsu di hadapan semua orang. mengatakan dusta yang entah seberapa berat timbangan dosanya. Ya, katakanlah Aya munafik karena masih mempermasalahkan dosa di saat dirinya pun sengaja membuat dosa yang mungkin tak termaafkan.Mempermainkan pernikahan, oh, Aya benar-benar baru ketakutan sekarang. Di saat dia sudah berdiri tegap di samping Alister dan menghadap seorang pendeta. Di saat semua orang
“Ini akan menjadi kamar kita di rumah ini,” kata Alister setelah ia dan Aya memasuki kamar utama yang telah didesain sedemikian rupa untuk pengantin baru.Aya perlahan mengekori suaminya memasuki kamar. Mengedarkan pandangan untuk kemudian terhanyut selama beberapa detik usai melihat semewah apa hunian barunya. Kamar Rayasa di rumahnya juga bagus tapi kamar barunya ini berada di level yang berbeda. Dari luasnya saja sudah sangat jauh, kamar mandi di kamar ini mungkin sebanding dengan keseluruhan kamar lama Aya. Bisa dibayangkan bukan sejauh apa perbandingannya.“Pakaian kamu sudah disusun rapi di lemari sebelah sana. Perlengkapan seperti aksesoris dan sepatu juga sudah disiapkan di walking closet itu. Tapi itu bukan khusus untukmu, kita akan menggunakan walking closet-nya bersama,” Alister menjelaskan tanpa melihat Aya.Dia sibuk melepas jam tangan dan melonggarkan dasi. Resepsi panjang yang sudah mereka lalui hari ini benar-benar menguras tenaga. Pria itu ingin bergegas menanggalkan s
"Bayar aku sepuluh miliar maka aku akan menerima tawaranmu," putus Aya mantap.Dia menatap serius lawan bicaranya, tak peduli jika nominal yang dia patok terlampau tinggi. Aya bukan gadis sembarangan, harga dirinya bahkan jauh lebih mahal dari itu sebenarnya. Sepuluh miliar itu terbilang cukup worth it dalam negosiasi ini. Mengingat misi yang diembankan padanya benar-benar harus mempertaruhkan kehidupan pribadinya.Pria itu mendecih mendengar permintaan fantastis gadis di hadapannya. Ia mengambil cangkir berisi espresso kesukaannya lalu menyesap minuman itu sedikit demi sedikit. Entah mengapa Aya sebal melihat pria itu bersikap demikian. Pria itu belum memberi tanggapan apa pun tapi Aya merasa dirinya sudah dihina habis-habisan."Kamu mahal juga ternyata,” tandas pria bernama Alister itu usai menyimpan kembali cangkir minumannya."Kurasa nominal itu sama sekali tidak ada artinya bagi keluarga Byantara."“Memang, keluarga kami terkenal sangat loyal dalam berbisnis. Jika ada hal yang bis
Dentum musik mengentak indra pendengaran semua pengunjung di tempat itu. Merayu tubuh mereka untuk ikut melenggak-lenggokkan tubuh mengikuti irama musik. Semakin kelam langit di luar sana maka semakin meriahlah tempat yang sering dinobatkan sebagai surga dunia bagi para penikmatnya. Aya adalah salah satu penikmat surga dunia itu. Dia asyik melarutkan diri dalam kerumunan orang yang sebagian besar sudah kehilangan setengah kesadaran karena alkohol.Tentu Aya pun tidak mau ketinggalan, dia sudah meneguk dua gelas whisky sebelum terjun ke area dansa. Minuman yang cukup membakar semangat dan adrenalinnya untuk bersenang-senang malam ini. Sejenak perempuan itu ingin melepas semua beban pekerjaan yang semula memberatkan kedua pundaknya.“Boleh aku bergabung, Cantik?” tanya seorang pemuda yang sudah memperhatikan Aya sejak tadi.Laki-laki itu tertarik mendekati Aya karena penampilan dan performa Aya yang sangat berani tampil. Rok pendek ketat, kemeja dengan tiga kancing atas terbuka yang memp
“Ini akan menjadi kamar kita di rumah ini,” kata Alister setelah ia dan Aya memasuki kamar utama yang telah didesain sedemikian rupa untuk pengantin baru.Aya perlahan mengekori suaminya memasuki kamar. Mengedarkan pandangan untuk kemudian terhanyut selama beberapa detik usai melihat semewah apa hunian barunya. Kamar Rayasa di rumahnya juga bagus tapi kamar barunya ini berada di level yang berbeda. Dari luasnya saja sudah sangat jauh, kamar mandi di kamar ini mungkin sebanding dengan keseluruhan kamar lama Aya. Bisa dibayangkan bukan sejauh apa perbandingannya.“Pakaian kamu sudah disusun rapi di lemari sebelah sana. Perlengkapan seperti aksesoris dan sepatu juga sudah disiapkan di walking closet itu. Tapi itu bukan khusus untukmu, kita akan menggunakan walking closet-nya bersama,” Alister menjelaskan tanpa melihat Aya.Dia sibuk melepas jam tangan dan melonggarkan dasi. Resepsi panjang yang sudah mereka lalui hari ini benar-benar menguras tenaga. Pria itu ingin bergegas menanggalkan s
“Saya mengambil engkau Rayasa Meirani menjadi istri saya, untuk saling memiliki dan menjaga, dari sekarang sampai selama-lamanya. Pada waktu susah maupun senang, pada waktu kelimpahan maupun kekurangan, pada waktu sehat maupun sakit, untuk saling mengasihi dan menghargai sampai maut memisahkan kita, sesuai dengan hukum Tuhan dan inilah janji setia saya yang tulus.”Ikrar suci pernikahan itu begitu mulus dilisankan oleh Alister tanpa ada sedikit pun keraguan atau rasa takut. Aya heran bukan main, apakah pria itu sama sekali tidak merasa takut telah mempermainkan Tuhan? Dia telah mengucapkan janji palsu di hadapan semua orang. mengatakan dusta yang entah seberapa berat timbangan dosanya. Ya, katakanlah Aya munafik karena masih mempermasalahkan dosa di saat dirinya pun sengaja membuat dosa yang mungkin tak termaafkan.Mempermainkan pernikahan, oh, Aya benar-benar baru ketakutan sekarang. Di saat dia sudah berdiri tegap di samping Alister dan menghadap seorang pendeta. Di saat semua orang
“Ya ampun Ay ... lo beruntung banget, bisa nikah sama pak Alister. Lo tahu enggak, pas undangan lo nyampe ke anak-anak di RS, beuh ... mereka heboh, gonjang-ganjing dunia persilatan. Termasuk si Sarah juga kepanasan tuh denger lo dinikahin anak keluarga Byantara,” cerita Dewi heboh.Saat ini Dewi sedang berkunjung ke kamar rias pengantin yang ada di salah satu hotel bintang lima taraf internasional. Rencana pernikahan kedua Alister memang digelar dengan begitu mewah meski dengan waktu persiapan yang relatif singkat.Aya masih mematut diri di cermin, menatap datar pada dirinya yang sebentar lagi akan resmi dipersunting suami orang. Benarkah Aya akan tetap melanjutkan kegilaan ini demi uang 10 miliar? Mendadak hati wanita itu jadi gusar. Terlebih usai melihat respons orang tuanya tempo hari, mereka seperti tidak peduli pada bagaimana perasaan Aya. Selagi pernikahan ini menguntungkan mereka maka hal lainnya tidak penting lagi.“Rumah sakit gonjang-ganjing heboh nyinyirin gue, gitu maksudn
“Aya bisa kita bicara sebentar?” panggil ayah Rayasa ketika melihat sang putri menyelonong melewati ruang tamu, hendak menuju kamarnya di lantai atas.“Ada apa, Yah?” balas Aya berdiri di depan tangga tanpa berniat mendekati sang ayah yang masih duduk bertumpang kaki di sofa.Di sana juga ada perempuan bersanggul tinggi yang tampak asyik menikmati teh hijau hangat.“Tidak sopan bicara dengan orang tua seperti itu, cepat sini dan duduk di depan ayah.”Aya mengembuskan napas kasar, malas nih dia kalau sudah begini. Berbagai asumsi pertanyaan yang akan diajukan sang ayah sudah terbesit di benak perempuan itu. Aya lelah sekali malam ini, dia tidak ingin melakukan sesi wawancara dengan siapa pun apalagi jika topik pembahasannya tentang Alister. Dia muak dengan pria itu. seharian bepergian dengannya membuat tensi Aya meningkat. Di harus minum obat pereda stres setelah ini. Ya, Aya sudah merencanakannya.Enggan menimbulkan perdebatan dan huru-hara panjang malam ini, Aya langsung menghampiri a
Alister tiba di rumah sekitar pukul tujuh malam. Begitu derap langkahnya terdengar di ruang tengah, Mila buru-buru turun tangga dan menyambut suaminya itu. berniat mengambil peralatan kerja sang suami meski selama ini Alister tidak pernah menggubris kehadirannya di rumah itu.“Tumben pulang telat Al, ada lembur ya di kantor?” tanya Mila ramah setelah berdiri di hadapan sang suami.Alister mengembuskan napas kasar, ia membuang muka sesaat lalu menatap istrinya dengan malas.“Enggak, tadi aku abis fitting baju sama Aya.”Satu kalimat singkat yang terlisan sempurna dari suaminya bak peluru panas yang sukses menembus ulu hati Mila. Sakit sekali rasanya. Senyum getir wanita itu tunjukkan, dia berusaha tenang dan menampilkan ekspresi biasa.“Kamu serius mau menikahi dia Al?” suara Mila mulai bergetar, berat rasanya mengajukan pertanyaan sederhana itu.“Kamu pikir aku lagi bercanda?” balasan tegas dan sengit semakin menambah kadar pedih pada perasaan Mila. Setega ini Alister padanya.“Aku han
"Kamu memang sependiam ini, ya?" Aya memecah keheningan setelah hampir setengah jam Alister mendiamkannya.Mereka tidak sedang perang dingin atau marahan, memang dasar Alisternya saja yang terlalu kaku dalam membuka obrolan. Sudah mengenal Aya selama dua pekan dan bertemu beberapa kali, tapi keduanya masih terasa asing. Lebih tepatnya, Aya masih segan untuk mengakrabkan diri dengan pria itu. Alister tampak memberikan jarak yang cukup tegas di antara mereka.Mau inisiatif memulai keakraban lebih dulu namun Aya takut dia salah langkah. Gadis itu memang agak ceroboh, makanya Vincent bingung kenapa Aya bisa jadi dokter. Otaknya memang lumayan encer tapi sikap gegabahnya itu loh yang membuat Vincent angkat tangan. Sejujurnya Vincent tidak kaget mendengar Aya melakukan malpraktek. Kejadian itu sangat cocok dengan kebiasaan kawan gilanya."Tidak juga," jawab Alister datar.Dia berkata jujur, Vincent saksinya, saat bersama orang yang dekat dengannya tentu saja Alister tidak sependiam ini. Begi
"Busett ... ada gila-gilanya juga ya orang tua lo. Masa anaknya jadi pelakor malah direstuin," kaget Vincent setelah menerima laporan progres rencana Alister dan Aya."Gue juga kaget anjir, bisa-bisanya mereka kayak gitu. Tapi enggak mengherankan sih, siapa juga yang bakal nolak bermantukan Alister Byantara, ya, enggak?"Vincent angguk-angguk saja sambil memeriksa dokumen klien yang akan dibelanya di persidangan nanti siang. Aya yang memang tidak ada kerjaan iseng saja mampir ke kantor Vincent, selain untuk curhat masalah Alister dan rencana pernikahan mereka, ada hal penting lain yang ingin Aya bahas dengan Vincent."Beruntung banget lo, lagi ketimpa musibah eh malah dapat durian runtuh. Mau dinikahi anak konglomerat, bilang apa coba sama gue?""Hhh, galau gue, Vin, sumpah! Ada pergolakan batin gitu dalam hati gue. Tiap malam gue mikir keputusan ini udah tepat belum, ya? Gue dosa enggak sih ngancurin rumah tangga orang? Padahal gue enggak ada maksud kayak gitu tapi kesannya si Alister
Aya benar-benar tampil sempurna untuk pertemuan kali ini. Memilih gaun paling elegan yang dia miliki dan merias diri secantik mungkin tapi berusaha tetap natural. Setelah membuat kesepakatan dengan Alister satu minggu lalu, kini Aya melangkah ke jenjang berikutnya yaitu dikenalkan pada keluarga inti pria itu. Ya, kalian tidak salah dengar, Aya akan segera dikenalkan sebagai calon istri kedua Alister pada Reanaldy Byantara dan keluarga. Bukan hanya mereka sebenarnya, istri pertama Alister dan mertua pria itu pun dikabarkan akan turut hadir. Bisa dibayangkan semenegangkan apa suasana di sana nanti.Jantung Aya serasa mau copot saking gugupnya. Ini jauh lebih menegangkan dibandingkan dengan berbagai ujian kedokteran yang pernah dia lakukan. Padahal, jauh sebelum hari ini datang, Alister sudah menceritakan segala rencananya pada Aya. Gadis itu juga sudah memprediksi reaksi dan masalah apa yang akan timbul dari keputusan Alister. Hampir 80% prediksi Aya menjadi kenyataan.Keluarga Alister b
Brakkk!Dokter Rasyad menggebrak meja sangat keras sampai dada Aya dan Dewi tersentak. Di ruangan itu hanya ada tiga orang, dokter Rasyad berdiri frustrasi dengan keadaan yang terjadi. Sedangkan Aya dan Dewi duduk tegang menyaksikan kemarahan direkturnya itu.“Apa kalian sudah benar-benar gila? Kepalanya penuh darah dan kalian malah menyuruhnya pulang?!” sentak dokter Rasyad semakin tinggi saja nada bicaranya.“Saya tidak melihat tanda-tanda pembengkakan pembuluh darah di kepalanya, Dok.”Dokter Rasyad ternganga mendengar pembelaan Aya. Apa barusan dia tidak salah dengar?“Bagaimana bisa ada seorang dokter yang mengatakan hal konyol seperti itu? Kamu sadar dengan apa yang barusan kamu katakan, hah?! Itu semakin menegaskan bahwa omongan orang-orang itu benar. Kamu dokter yang tidak profesional dan tidak becus dalam bekerja. Salah diagnosis pasien di saat rekanmu mengatakan bahwa kondisi penyakitnya serius tapi dengan enteng kamu mengatakan bahwa kondisinya baik-baik saja?!”Aya diam saj