Beranda / Romansa / Istri Separuh Masa / Pertemuan Alana dan Zain

Share

Istri Separuh Masa
Istri Separuh Masa
Penulis: Masrianiani hijab

Pertemuan Alana dan Zain

Penulis: Masrianiani hijab
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Bab 1. Pertemuan Alana dan Zain

Baru pulang dari tempat kuliah, Alana terkejut ketika masuk di ruang rawat paman Handoko. Alana mendapati sepasang suami istri dan seorang pemuda tengah menatapnya. Seluruh tubuh Alana gemetar dan terbayang perkataan paman Handoko yang merupakan pengganti orang tua Alana. Kedua Orang tua Alana sudah lama meninggal dunia akibat kecelakaan beruntung ketika Alana masih berusia 12 tahun.

'Apakah ini maksud paman?' batin Alana tidak percaya jika apa yang dikatakan beberapa hari yang lalu tentang perjodohan itu benar adanya.

Tante berlin yang merupakan istri paman handoko beranjak dari tempat duduknya. "Alana, perkenalkan, ini Om Danu Hermawan dan Ini istrinya Tante Sinta. Dan di sampingnya merupakan putranya yang bernama Zain.

"Nak Zain, ini Alana, " Ujar Tante Berlin dan berbisik pada Alana. "Alana senyum, ingat pamanmu." Bisik Tante Berlin.

Zain beranjak dari tempat duduknya dan mengajak Alana berkenalan. "Zain."

"Alana," Jawab Alana dengan senyum.

Perkenalan singkat itu mengingatkan Alana kembali. Alana tidak mengerti makna tatapan Zain hari itu. Sudah satu bulan ini semenjak Paman Handoko keluar dari rumah sakit, Paman Handoko rawat jalan karena berbagai faktor termasuk faktor ekonomi.

"Alana?" Panggil tante Berlin melihat Alana termenung di kamarnya.

"Tanggal pernikahanmu sudah ditentukan. Tidak ada lagi kata penolakan. Ingat Alana, jangan kecewakan kami. Tuan Danu merupakan sahabat pamanmu. Kamu harusnya bersyukur ada orang kaya mau meminang kamu," Kata Tante Berlin yang sejak dulu tidak pernah suka ponakan suaminya tersebut.

Alana ia anggap sebagai pembawa sial. Tante Berlin menganggap penyakit jantung yang diderita suaminya kerena Alana penyebabnya.

Mendengar kabar tersebut, Alana hanya bisa pasrah dengan perjodohan yang sudah di atur sedemikian rupa. Menolak pun percuma saja. Cita-cita yang ingin diraihnya seakan sirna.

"Minggu depan adalah pernikahan kamu," Ujar Tante Berlin lagi menatap tajam Alana yang duduk termenung di atas kasur.

Mata Alana hanya menatap lurus. Melihat Paman Handoko masuk kamarnya, Alana menyambutnya dengan senyum. Paman Handoko duduk di samping Alana. "kamu setuju, nak dengan perjodohan ini?"

Tante Berlin menatap Alana tajam. Sebagai kode agar Alana jangan menolak.

"Kalau tidak setuju kita boleh batalkan. Om Danu dan istrinya pasti mengerti," ujar Paman Handoko tidak tega dengan ponakannya itu bila harus memaksa.

"Ayah, dia sudah setuju. Kenapa ayah masih menanyakannya," Sela Tante Berlin.

Alana menatap pamannya. Ada rasa lara di sana melihat pamannya yang sudah semakin tua. Alana pun menyahut dan berkata, "Insya Allah, paman, Alana sudah siap."

Paman Handoko tersenyum dan berkata," Akan yakin?"

Alana tersenyum dan memantapkan hatinya sambil berkata. "Iya, Paman."

Paman Handoko membalas senyum Alana. "Ingatlah pesan paman, jadilah istri yang penurut. Semoga Zain merupakan pilihan yang tepat untukmu. Paman yakin, Zain bisa menjadi suami yang baik."

"Aamiin," acap Alana tersenyum dan kembali mengingat wajah pria tersebut yang ditemuinya beberapa bulan lalu.

"Setelah kalian menikah, Alana ikut dengan suami. Ingat Alana, Tunduk sama perintah suamimu. Surganya istri berada pada suami." Tante Berlin seakan tak sabar lagi anak saudara suaminya itu segera meninggalkan rumah.

'Setelah kau pergi Alana. Rumah peninggalan orang tuamu akan jadi milikku. Terimakasih Zain, kau akan menikahi ponakan suamiku. Dan Aku tidak perlu lagi capek-capek cari cara menyingkirkannya," Batin Tante Berlin. "Dan ini impas Alana. Suamiku sakit itu semua karena kamu." Kembali Tante Berlin membatin.

Usai berbicara, Tante Berlin dan paman Handoko meninggalkan Alana seorang diri di kamarnya. tinggallah Alana seorang diri dikamar termenung. Alana kembali memikirkan semua ucapan Tante Berlin dan paman Handoko

"Akhirnya waktu akan tiba juga. Aku benar-benar harus bisa menerima kenyataan ini." lirih Alana menyemangati dirinya sendiri.

Alana kembali teringat di mana Zain hari itu terlihat begitu lembut berbicara dengannya.

"Apa kamu akan menerima perjodohan ini?" Tanya Zain kala itu.

"Anda sendiri?" Tanya Alana balik.

"Aku akan menerima perjodohan ini, jika memang ini yang tebaik," Ujar Zain. "Dan kamu? Apa kamu Yakin akan hidup bersamaku?"

Alana berfikir lalu kembali menyahut. "Jika itu sudah diputuskan, aku akan ikuti perjodohan ini."

"Apa kamu mencintai seseorang?" tanah Zain menatap Alana hari itu.

"Aku tidak pernah mencitai seseorang. Aku hanya fokus pada diriku sendiri selama ini. Aku bercita-cita akan menjadi wanita sukses sesuai dengan apa yang aku suka," kata Alana.

"Apa kau sudah siap menjadi istriku?" Taya Zain lagi.

"Mengapa kamu bertanya seperti itu?" tanya Alana.

"Aku tidak mau wanita yang aku nikahi terpaksa menikah denganku. Kamu masih punya waktu membatalkan perjodohan ini. Jika kamu mau membatalkan pernikahan ini, Aku akan segera memberitahu ayah dan paman, bila kamu belum siap degan perjodohan ini," Kata Zain menatap Alana dengan sangat jelas.

"Akan aku pikirkan baik-baik tentang perjodohan ini." Ujar Alana hari itu.

"Ok. Kami menunggu jawaban itu," Ujar Zain hari itu menatap Alana penuh makna.

Seketika, Alana kembali buyar setelah sebuah chat masuk di ponsel miliknya. Dan itu dari sahabat dekatnya yang bertanya seputar tugas kampus kapan mereka akan berkumpul menyelesaikan tugas-tugas dari dosen.

Usai membalas chat tersebut, Alana kembali diam. "Mungkin ini memang yang terbaik untuk aku. Sepertinya paman dan Bibi sangat mengharapkan perjodohan ini."

Alana membaringkan tubuhnya dengan mata masih menatap langit-langit. Ucapan Zain seakan memberinya sebuah harapan. Alana kembali menguasai dirinya dan tersenyum.

***

Zain sendiri kini tengah berdiri di balkon kamar memikirkan perjodohannya dengan Alana. Zain tidak menyadari kehadiran Ibu Sinta akibat pikirannya yang sedang melayang terbang memikirkan nasib percintaannya dengan sang kekasih, Marina.

.

"Zain, Ibu paham kau berat menerima perjodohan ini. Namun, percaya sama ibu, Alana calon istri yang baik untukmu." Suara Ibu Sinta membuyarkan lamunan panjang Zain.

"Ibu, tapi Ibu tahu aku mencintai seseorang. Dan kami sudah saling berjanji untuk selalu bersama, Ibu," Zain menghela napas berat.

"Zain, Tapi ayahmu tidak suka dia! Kau harus paham itu, Nak?!" Kata Ibu Sinta mencoba meyakinkan putra semata wayangnya.

"Ibu, Yang jalani rumah tangga siapa? Ayah atau aku!" Kata Zain dengan nada suara meninggi.

"Zain!" Tegur Ibu Sinta. "Sebelumnya kamu tidak pernah seperti ini, Nak. Apa wanita itu yang mengajarkan kamu membentak Ibu, iya!" Ibu Sinta tidak menyangka Zain tega mengeluarkan suara keras.

"Ibu, aku hanya ingin Ibu memahami aku, mengerti aku. Itu saja, Bu." Zain meninggalkan balkon kamar dan masuk duduk di atas kasur sambil kedua tangannya mengusap kasar rambutnya hingga wajahnya.

Terdengar deru napas seakan menahan emosi yang ingin meluap. Membayangkan pertemuan beberapa bulan lalu dengan Alana. Zain semakin dirundung kekecewaan.

'Aku harus bagaimana? Aku tidak mencintainya, Aku mencintaimu, Sayang,' batin Zain membayangkan wajah pujaan hatinya.

Ibu Sukma menatap putranya dan kembali duduk di sampingnya. Zain mengangkat wajahnya dan melihat Ibu Santi duduk di sampingnya. Zain kembali berujar. "Biarkan Zain seorang diri dulu."

"Ingat Zain, Semua keluarga sudah tahu bahkan undangan sudah di sebarkan. Tidak ada lagi kata BATAL untuk pernikahan ini. Ingat ayahmu. Ayahmu menginginkan kamu beristri dengan wanita yang terbaik walau ini berat untukmu." Ibu Santi beranjak dan meninggalkan Zain di kamarnya seorang diri.

Zain tidak menjawab lagi. Dia memilih diam dari pada harus berdebat dengan ibunya.

Perkataan sang ayah, Tuan Danu melintas dalam pikiran Zain. 'ingatlah, Zain. Alana wanita yang tepat dan terbaik untukmu. Dia wanita yang bisa menjadi ibu yang baik untuk anak-anak kamu kelak. Bukan Marina!'

"Akh!" Dalam sekejap Zain meluapkan emosinya.

"Alana, kau merusak semua rencanaku. Kamu tidak lain adalah wanita yang telah merusak hubunganku dengannya!" Zain frustasi.

"Akh!" Uap panas keluar dari telinganya dengan mata mengerling. "Aku benci pernikahan ini!" Zain meluapkan kembali emosinya.

Setelahnya, Zain tertawa, setelahnya diam penuh makna. "Baiklah Alana, mari kita menikah.... "

***

Makasih sebelumnya ya kakak... yang sudah mampir dan memberikan dukungannya atas karya Author.

Bab terkait

  • Istri Separuh Masa   Pernikan

    Bab 2. PernikahanTampak ramai terlihat ruang yang akan di gunakan untuk melakukan ijab kabul. Hingga tiba waktu, Ijab qabul pun berlangsung dengan hikmat. SAHSeketika, Alana menjatuhkan air mata yang yang Alana tidak tahu air mata apa. Tapi Alana yakin, Zain adalah pilihan terbaik untuknya. "Nak, Ayo kita temui suamimu," Ajak Ibu Sinta membawa Alana menuju di mana Zain usai mengucapkan janji suci. Penampilan Alana hari itu sangat berbeda dari bisanya. Terlihat begitu anggun nan ayu. Siapa pun yang melihat akan terpesona. Namun ternyata berbeda dengan Zain, Di mata Zain, Alana tidak lain adalah perusak kebahagiaan dalam percintaannya dengan kekasih hati. Tatapan itu begitu tajam mengarah pada Alana yang kini sudah tiba di depan mata. "Zain?" tegur Ibu Santi melihat Zain tidak berkedip menatap Alana yang kini berdiri di depannya. Zain mengumbar senyum dan sedikit bergeser memberikan ruang untuk Alana duduk di sisinya. "Pasangkan cincinnya," pinta Ibu Santi lagi. Tuan Danu terus

  • Istri Separuh Masa   Kecewa

    Bab 3. KecewaAlana menatap dirinya di cermin sepeninggal Zain. Alana merasa sangat malu pada dirinya sendiri yang sudah begitu percaya diri jika Zain juga akan mencintainya. Air mata itu akhirnya keluar juga setelah melihat Zain sudah tidak ada di kamar. Isak tangis Alana terdengar memenuhi ruang kamar. Alana sekuat mungkin mencoba menjadi wanita yang kuat. "Kamu pikir, kamu siapa Zain?" isak tangis Alana dalam kesendiriannya. "oh Tuhan, kuatkan aku." Alana menatap dirinya lewat pantulan cermin. Hingga pada akhirnya, Alana selesai berganti, Alana pun bersiap untuk menemui keluarga besar Zain. ***"Zain, mana Alana, Nak?" tanya Ibu Sinta. "Sementara berganti, Bu." Senyum Zain. "Alana baik-baik saja, kan?" Tanya Ibu santi khawatir. "Ibu, apa Zain terlihat begitu menyeramkan?" tanya Zain begitu pintar menyembunyikan semuanya. Selang beberapa waktu, Alana pun tiba dengan gaun yang dikenakan begitu cocok dengan tubuh rampingnya yang sebelumnya diberikan oleh Zain. Terlihat Alana

  • Istri Separuh Masa   Akan Pindah Rumah

    Bab 4. Akan Pindah RumahPagi tiba, Alana ikut kembali bergabung dengan keluarga besar Zain. Zain menggandeng tangan Alana dengan mesra menuju meja makan bahkan memperlakukan Alana seakan mereka seperti pengantin baru pada umumnya. 'Jangan memperlakukan aku seperti ini, Mas. Aku akan semakin tersakiti,' batin Alana melihat tangan zain. 'Jangan baper Alana. Tahu diri. Kamu hanya istri separuh masa. Ingat itu.' batin Alana lagi. Alana hanya mampu berperan dengan batinnya. "Ayo, Sayang," Pinta Zain meminta Alana untuk duduk. "Iya," Jawab Alana menatap Zain. "Terimakasih." Alana duduk di kursi depan meja makan yang Zain siapkan. "Nah, gitu dong," ucap Ibu Sinta terlihat bahagia melihat Zain dan Alana bahagia di depan mata mereka. "Zain, teruslah bahagiakan istrimu. Jangan sia-siakan Alana," Ujar Tuan Danu pada putranya. "Alana istri yang tepat untukmu."Zain menggenggam tangan Alana dan berkata, "Pasti ayah." lalu, Zain mengecup tangan Alana di depan kedua orang tua Zain. Alana mak

  • Istri Separuh Masa   Pamit

    Bab 5. PamitAlana mengangkat wajahnya dan berkata, "Aku baik-baik saja paman." "Iya, Paman. Alana baik-baik saja. Jangan khawatirkan Alana." Zain melanjutkan ucapan Alana. Paman Handoko tersenyum dan berkata, "Nak Zain, aku titip ponakan paman padamu. Aku percaya padamu." Alana rasa ingin menumpahkan perasaannya mendengar hal tersebut. Namun, Alana tak kuasa. Alana memilih diam seribu bahasa dengan hati yang hancur, terluka. "Iya paman." Jawab Zain menatap Alana sebagai kode agar Alana segera pamit. Sejujurnya, Zain sedari tadi gelisah untuk segera pulang dan berangkat meninggalkan kota A menuju kota J. Zain sudah sangat merindukan pujaan hatinya. Alana menoleh dan kembali Zain memberi kode. Alana menoleh kearah paman Handoko juga pada Tante Berlin, lalu pamit. "Paman, Tante, Alana pamit. Hari ini Mas Zain akan membawa Alana pindah kota. Alana dan Mas Zain akan tinggal di sana. "Wah, bagus itu!" Sahut Tante Berlin spontan.Paman Handoko menoleh kearah istrinya. Tante Berlin la

  • Istri Separuh Masa   Pindah Rumah

    Bab 6. Pindah Rumah"Alana?" Panggil nenek Fatimah melihat Alana tengah mengusap air matanya. "Kenapa Sayang?" Alana terlihat gugup. Apakah nenek Fatimah mendengar keluhan sebelumnya? "Alana baik-baik saja, Nak?" Kembali Nenek Fatimah bertanya dan duduk di samping Alana yang duduk di atas kasur empuk tersebut. Alana tersenyum dan berkata, "Iya nenek. Alana hanya teringat sama almarhum ayah dan Ibu." "Oh sayang, kami adalah org tuamu, Nak. Jangan bersedih. Semua akan baik saja. Seiring berjalannya waktu, kau dak Zain akan hidup bahagia," ucap Nenek Fatimah yang tujuannya datang memang ingin berbincang-bincang banyak dengan Alana juga untuk memberikan nasehat. "Terimakasih, Nenek. Alana sayang Nenek." Alana terlihat bahagia. Nenek Fatimah pun memeluk Alana. "Teruslah berbahagia, Nak. jika ada perlakuan Zain yang tidak berkenan di hatimu suatu hari nanti, jangan segan-segan memberitahu pada kami. Kamu sabar ya sayang. Zain itu orang sibuk, jadi jangan lupa selalu ingatkan dia."'Ne

  • Istri Separuh Masa   Menepis Rasa

    Bab 7. Menepis rasaTidak ada hak aku untuk ikut campur dalam urusan kami di luar sana, Tuan Zain. Aku cukup tahu diri posisi aku di mana." Air mata itu seakan tertahan dengan kepedihan begitu dalam. Hati Alana menjerit. Apa lagi ketika Alana menyadari akan perasaannya pada Zain yang masih berharap. Alana merutuki takdirnya yang tidak pernah berhenti datang menerpa. Saat masih bersama Paman dan bibinya, Dirinya pun harus mengorbankan perasaannya, memilih mengalah untuk tidak berdebat dengan tante Berlin yang tidak pernah suka akan kehadiran dirinya di rumah pamannya. Tiba sekarang, kembali rasa sakit, kecewa atas perlakuan seorang suami yang tidak bersyukur menerima keberadaan dirinya. Alana terus merutuki dirinya yang medapat perlakuan terabaikan. Berharap menjadi istri yang diterima oleh Zain sangat jauh hal itu akan terjadi. 'Kuatkan aku, Tuhan.' batin Alana yang bukan berarti dirinya begitu bodoh untuk bertahan sebagai istri tak dianggap. Namun, beberapa alasan membuat dirinya b

  • Istri Separuh Masa   Pertemuan Zain Dengan Pujaan Hati

    Bab 8. Pertemuan Zain dengan Pujaan HatiZain menghentikan mobilnya dipinggir jalan. Lalu,. mematikan mesin mobilnya, "Marina sayang, dengarkan aku. Aku belum bisa sepenuhnya dulu menemani dirimu. Bukan aku tidak menginginkan dirimu. Akan tetapi, kau harus tahu keadaa aku sekarang. Ya...." Zain mengenggam tangan Marina. Marina melepaskan genggaman Zain dengan kasar. "Yasudah, aku mengerti." jawab Marina berharap Zain mai mengerti dirinya. "Kalau begitu aku ikut ke kantor." "Bukan tidak mau, Sayang. Tetapi, bim saatnya." "Kenapa. Sebelumnya juga aku sering kekantot. Harusnya hati itu, kamu tidak menikahi wanita itu, Zain. Harusnya hari itu, akulah yang kamu nikahi. Bukan Alana itu!" geram Marina. "Kan aku sudah ajak kamu menikah. Akan tetapi, kamu yang belum siap." ujar Zain. "Bgaimana bisa kita menikah hari itu, restu saja dari ayah dan ibumu tidak ada. Apa kita akan me ikah tanpa restu? Tidak, Zain. Aku ingin menikah dengan degan adanya restu." bela diri Marin sendiri yang ingat

  • Istri Separuh Masa   Menyentuh Pertama Kalinya

    Bab 9. Menyentuh Pertama KalinyaZain terkejut melihat air merembes masuk dalam kamar. Entah di mana sang pemilik kamar tidak terlihat. Zain mencari seseorang, akan tetapi tidak terlihat olehnya. "Di mana Alana, Bibi?" tanya Zain sambil menjinjit karena air di dalam kamar sudah merembes kemana-mana. "Bagaimana bisa air merembes seperti ini, Bibi?" Kembali Zain bertanya sambil menatap heran Bibi Sumi. Bibi Sumi yang berdiri di depan pintu kamar mandi hanya bisa mematung sambil melihat masuk ke dalam ruang kamar mandi, dimana Alana pulas dalam tidurnya sambil berendam. "Apa yang terjadi, Bibi? Apa Alana ada di dalam?" tanya Zain. "Nona berendam sambil tertidur, Tu.. Tuan," ujar Bibi Suami sambil gugup. "Apa!" Suara lantang Zain membuat Bibi Sumi ketakutan. Takut Tuan mudanya marah besar. "Jadi, asal air ini dari dalam kamar mandi?!" tanya Zain tegas. "Benar bikin repot saja wanita itu?!" geram Zain lagi dan masuk dalam kamar mandi. Terlihat jelaslah wajah Alana di sana. Hingga ma

Bab terbaru

  • Istri Separuh Masa   Menyentuh Pertama Kalinya

    Bab 9. Menyentuh Pertama KalinyaZain terkejut melihat air merembes masuk dalam kamar. Entah di mana sang pemilik kamar tidak terlihat. Zain mencari seseorang, akan tetapi tidak terlihat olehnya. "Di mana Alana, Bibi?" tanya Zain sambil menjinjit karena air di dalam kamar sudah merembes kemana-mana. "Bagaimana bisa air merembes seperti ini, Bibi?" Kembali Zain bertanya sambil menatap heran Bibi Sumi. Bibi Sumi yang berdiri di depan pintu kamar mandi hanya bisa mematung sambil melihat masuk ke dalam ruang kamar mandi, dimana Alana pulas dalam tidurnya sambil berendam. "Apa yang terjadi, Bibi? Apa Alana ada di dalam?" tanya Zain. "Nona berendam sambil tertidur, Tu.. Tuan," ujar Bibi Suami sambil gugup. "Apa!" Suara lantang Zain membuat Bibi Sumi ketakutan. Takut Tuan mudanya marah besar. "Jadi, asal air ini dari dalam kamar mandi?!" tanya Zain tegas. "Benar bikin repot saja wanita itu?!" geram Zain lagi dan masuk dalam kamar mandi. Terlihat jelaslah wajah Alana di sana. Hingga ma

  • Istri Separuh Masa   Pertemuan Zain Dengan Pujaan Hati

    Bab 8. Pertemuan Zain dengan Pujaan HatiZain menghentikan mobilnya dipinggir jalan. Lalu,. mematikan mesin mobilnya, "Marina sayang, dengarkan aku. Aku belum bisa sepenuhnya dulu menemani dirimu. Bukan aku tidak menginginkan dirimu. Akan tetapi, kau harus tahu keadaa aku sekarang. Ya...." Zain mengenggam tangan Marina. Marina melepaskan genggaman Zain dengan kasar. "Yasudah, aku mengerti." jawab Marina berharap Zain mai mengerti dirinya. "Kalau begitu aku ikut ke kantor." "Bukan tidak mau, Sayang. Tetapi, bim saatnya." "Kenapa. Sebelumnya juga aku sering kekantot. Harusnya hati itu, kamu tidak menikahi wanita itu, Zain. Harusnya hari itu, akulah yang kamu nikahi. Bukan Alana itu!" geram Marina. "Kan aku sudah ajak kamu menikah. Akan tetapi, kamu yang belum siap." ujar Zain. "Bgaimana bisa kita menikah hari itu, restu saja dari ayah dan ibumu tidak ada. Apa kita akan me ikah tanpa restu? Tidak, Zain. Aku ingin menikah dengan degan adanya restu." bela diri Marin sendiri yang ingat

  • Istri Separuh Masa   Menepis Rasa

    Bab 7. Menepis rasaTidak ada hak aku untuk ikut campur dalam urusan kami di luar sana, Tuan Zain. Aku cukup tahu diri posisi aku di mana." Air mata itu seakan tertahan dengan kepedihan begitu dalam. Hati Alana menjerit. Apa lagi ketika Alana menyadari akan perasaannya pada Zain yang masih berharap. Alana merutuki takdirnya yang tidak pernah berhenti datang menerpa. Saat masih bersama Paman dan bibinya, Dirinya pun harus mengorbankan perasaannya, memilih mengalah untuk tidak berdebat dengan tante Berlin yang tidak pernah suka akan kehadiran dirinya di rumah pamannya. Tiba sekarang, kembali rasa sakit, kecewa atas perlakuan seorang suami yang tidak bersyukur menerima keberadaan dirinya. Alana terus merutuki dirinya yang medapat perlakuan terabaikan. Berharap menjadi istri yang diterima oleh Zain sangat jauh hal itu akan terjadi. 'Kuatkan aku, Tuhan.' batin Alana yang bukan berarti dirinya begitu bodoh untuk bertahan sebagai istri tak dianggap. Namun, beberapa alasan membuat dirinya b

  • Istri Separuh Masa   Pindah Rumah

    Bab 6. Pindah Rumah"Alana?" Panggil nenek Fatimah melihat Alana tengah mengusap air matanya. "Kenapa Sayang?" Alana terlihat gugup. Apakah nenek Fatimah mendengar keluhan sebelumnya? "Alana baik-baik saja, Nak?" Kembali Nenek Fatimah bertanya dan duduk di samping Alana yang duduk di atas kasur empuk tersebut. Alana tersenyum dan berkata, "Iya nenek. Alana hanya teringat sama almarhum ayah dan Ibu." "Oh sayang, kami adalah org tuamu, Nak. Jangan bersedih. Semua akan baik saja. Seiring berjalannya waktu, kau dak Zain akan hidup bahagia," ucap Nenek Fatimah yang tujuannya datang memang ingin berbincang-bincang banyak dengan Alana juga untuk memberikan nasehat. "Terimakasih, Nenek. Alana sayang Nenek." Alana terlihat bahagia. Nenek Fatimah pun memeluk Alana. "Teruslah berbahagia, Nak. jika ada perlakuan Zain yang tidak berkenan di hatimu suatu hari nanti, jangan segan-segan memberitahu pada kami. Kamu sabar ya sayang. Zain itu orang sibuk, jadi jangan lupa selalu ingatkan dia."'Ne

  • Istri Separuh Masa   Pamit

    Bab 5. PamitAlana mengangkat wajahnya dan berkata, "Aku baik-baik saja paman." "Iya, Paman. Alana baik-baik saja. Jangan khawatirkan Alana." Zain melanjutkan ucapan Alana. Paman Handoko tersenyum dan berkata, "Nak Zain, aku titip ponakan paman padamu. Aku percaya padamu." Alana rasa ingin menumpahkan perasaannya mendengar hal tersebut. Namun, Alana tak kuasa. Alana memilih diam seribu bahasa dengan hati yang hancur, terluka. "Iya paman." Jawab Zain menatap Alana sebagai kode agar Alana segera pamit. Sejujurnya, Zain sedari tadi gelisah untuk segera pulang dan berangkat meninggalkan kota A menuju kota J. Zain sudah sangat merindukan pujaan hatinya. Alana menoleh dan kembali Zain memberi kode. Alana menoleh kearah paman Handoko juga pada Tante Berlin, lalu pamit. "Paman, Tante, Alana pamit. Hari ini Mas Zain akan membawa Alana pindah kota. Alana dan Mas Zain akan tinggal di sana. "Wah, bagus itu!" Sahut Tante Berlin spontan.Paman Handoko menoleh kearah istrinya. Tante Berlin la

  • Istri Separuh Masa   Akan Pindah Rumah

    Bab 4. Akan Pindah RumahPagi tiba, Alana ikut kembali bergabung dengan keluarga besar Zain. Zain menggandeng tangan Alana dengan mesra menuju meja makan bahkan memperlakukan Alana seakan mereka seperti pengantin baru pada umumnya. 'Jangan memperlakukan aku seperti ini, Mas. Aku akan semakin tersakiti,' batin Alana melihat tangan zain. 'Jangan baper Alana. Tahu diri. Kamu hanya istri separuh masa. Ingat itu.' batin Alana lagi. Alana hanya mampu berperan dengan batinnya. "Ayo, Sayang," Pinta Zain meminta Alana untuk duduk. "Iya," Jawab Alana menatap Zain. "Terimakasih." Alana duduk di kursi depan meja makan yang Zain siapkan. "Nah, gitu dong," ucap Ibu Sinta terlihat bahagia melihat Zain dan Alana bahagia di depan mata mereka. "Zain, teruslah bahagiakan istrimu. Jangan sia-siakan Alana," Ujar Tuan Danu pada putranya. "Alana istri yang tepat untukmu."Zain menggenggam tangan Alana dan berkata, "Pasti ayah." lalu, Zain mengecup tangan Alana di depan kedua orang tua Zain. Alana mak

  • Istri Separuh Masa   Kecewa

    Bab 3. KecewaAlana menatap dirinya di cermin sepeninggal Zain. Alana merasa sangat malu pada dirinya sendiri yang sudah begitu percaya diri jika Zain juga akan mencintainya. Air mata itu akhirnya keluar juga setelah melihat Zain sudah tidak ada di kamar. Isak tangis Alana terdengar memenuhi ruang kamar. Alana sekuat mungkin mencoba menjadi wanita yang kuat. "Kamu pikir, kamu siapa Zain?" isak tangis Alana dalam kesendiriannya. "oh Tuhan, kuatkan aku." Alana menatap dirinya lewat pantulan cermin. Hingga pada akhirnya, Alana selesai berganti, Alana pun bersiap untuk menemui keluarga besar Zain. ***"Zain, mana Alana, Nak?" tanya Ibu Sinta. "Sementara berganti, Bu." Senyum Zain. "Alana baik-baik saja, kan?" Tanya Ibu santi khawatir. "Ibu, apa Zain terlihat begitu menyeramkan?" tanya Zain begitu pintar menyembunyikan semuanya. Selang beberapa waktu, Alana pun tiba dengan gaun yang dikenakan begitu cocok dengan tubuh rampingnya yang sebelumnya diberikan oleh Zain. Terlihat Alana

  • Istri Separuh Masa   Pernikan

    Bab 2. PernikahanTampak ramai terlihat ruang yang akan di gunakan untuk melakukan ijab kabul. Hingga tiba waktu, Ijab qabul pun berlangsung dengan hikmat. SAHSeketika, Alana menjatuhkan air mata yang yang Alana tidak tahu air mata apa. Tapi Alana yakin, Zain adalah pilihan terbaik untuknya. "Nak, Ayo kita temui suamimu," Ajak Ibu Sinta membawa Alana menuju di mana Zain usai mengucapkan janji suci. Penampilan Alana hari itu sangat berbeda dari bisanya. Terlihat begitu anggun nan ayu. Siapa pun yang melihat akan terpesona. Namun ternyata berbeda dengan Zain, Di mata Zain, Alana tidak lain adalah perusak kebahagiaan dalam percintaannya dengan kekasih hati. Tatapan itu begitu tajam mengarah pada Alana yang kini sudah tiba di depan mata. "Zain?" tegur Ibu Santi melihat Zain tidak berkedip menatap Alana yang kini berdiri di depannya. Zain mengumbar senyum dan sedikit bergeser memberikan ruang untuk Alana duduk di sisinya. "Pasangkan cincinnya," pinta Ibu Santi lagi. Tuan Danu terus

  • Istri Separuh Masa   Pertemuan Alana dan Zain

    Bab 1. Pertemuan Alana dan ZainBaru pulang dari tempat kuliah, Alana terkejut ketika masuk di ruang rawat paman Handoko. Alana mendapati sepasang suami istri dan seorang pemuda tengah menatapnya. Seluruh tubuh Alana gemetar dan terbayang perkataan paman Handoko yang merupakan pengganti orang tua Alana. Kedua Orang tua Alana sudah lama meninggal dunia akibat kecelakaan beruntung ketika Alana masih berusia 12 tahun. 'Apakah ini maksud paman?' batin Alana tidak percaya jika apa yang dikatakan beberapa hari yang lalu tentang perjodohan itu benar adanya. Tante berlin yang merupakan istri paman handoko beranjak dari tempat duduknya. "Alana, perkenalkan, ini Om Danu Hermawan dan Ini istrinya Tante Sinta. Dan di sampingnya merupakan putranya yang bernama Zain. "Nak Zain, ini Alana, " Ujar Tante Berlin dan berbisik pada Alana. "Alana senyum, ingat pamanmu." Bisik Tante Berlin. Zain beranjak dari tempat duduknya dan mengajak Alana berkenalan. "Zain.""Alana," Jawab Alana dengan senyum. Pe

DMCA.com Protection Status