Home / Romansa / Istri Separuh Masa / Akan Pindah Rumah

Share

Akan Pindah Rumah

Author: Masrianiani hijab
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Bab 4. Akan Pindah Rumah

Pagi tiba, Alana ikut kembali bergabung dengan keluarga besar Zain. Zain menggandeng tangan Alana dengan mesra menuju meja makan bahkan memperlakukan Alana seakan mereka seperti pengantin baru pada umumnya.

'Jangan memperlakukan aku seperti ini, Mas. Aku akan semakin tersakiti,' batin Alana melihat tangan zain.

'Jangan baper Alana. Tahu diri. Kamu hanya istri separuh masa. Ingat itu.' batin Alana lagi. Alana hanya mampu berperan dengan batinnya.

"Ayo, Sayang," Pinta Zain meminta Alana untuk duduk.

"Iya," Jawab Alana menatap Zain. "Terimakasih." Alana duduk di kursi depan meja makan yang Zain siapkan.

"Nah, gitu dong," ucap Ibu Sinta terlihat bahagia melihat Zain dan Alana bahagia di depan mata mereka.

"Zain, teruslah bahagiakan istrimu. Jangan sia-siakan Alana," Ujar Tuan Danu pada putranya. "Alana istri yang tepat untukmu."

Zain menggenggam tangan Alana dan berkata, "Pasti ayah." lalu, Zain mengecup tangan Alana di depan kedua orang tua Zain.

Alana makin tersakiti dengan sikap Zain begitu lembut dalam kepura-puraan. Alana sebisa mungkin mengumbar senyum. Alana melihat tangannya yang tengah digenggaman oleh Zain. 'Andai ini benar aku pasti sangat bahagia,' batin Alana dan melepaskan tangan Zain dengan pelan.

"Mau makan apa? Biar aku ambilkan," ujar Zain Semakin memperlihatkan kepura-puraan pernikahan mereka di depan keluarga.

"Tidak perlu, Mas. Aku bisa sendiri," Kata Alana menolak Zain terlalu berlebihan yang membuat Alana semakin sakit.

"Yasudah," Ujar Zain.

"Bibi Ainun, gelas minum aku mana?" Tanya Zain karna cuma Alana dan lainnya yang punya air minum didekatnya, sementara dirinya tidak ada.

Bibi Ainun pun menyahut. "kata Ibu, gelas air minum itu berdua dengan Nona Alana.

"Apa?!" Zain tidak terima jika harus berdua satu gelas dengan Alana. 'Sama dengan ciuman dong,'' Batin Zain.

Begitu juga dengan Alana. Dia sangat terkejut mendengar hal itu dan menatap Zain terlihat tidak suka.

"Kenapa kalian, kok seperti tidak terima satu gelas?" Ibu santi heran dengan keduanya. "Ibu sengaja, biar kalian makin romantis. Saling mengenallah kalian untuk bisa menumbuhkan cinta itu lebih romantis lagi." Senyum Ibu Santi.

"Ibu?" Protes Zain. "Saya.... "

"Biar aku ambilkan gelas kosong," Kata Alana.

Zain memegang lengan Alana dan menghentikan Alana. "duduk." ujar Zain sambil berbisik. "Jangan berlebihan, Alana. Ingat statusmu." Bisik Zain lagi. "Kita turuti saja apa mau ibu. Jangan baper dengan hal ini."

Kata-kata itu mampu kembali mengorek hati dan perasaan Alana. Sebisa Alana menjadi kuat untuk tidak meneteskan air mata.

"Hem." Ibu Sinta berdeham melihat Zain dan Alana berbisik. "Ada apa, sih kalian? Minum satu gelas saja kok di ributkan."

"Iya, Ibu. Bukan apa-apa," Timpal Zain.

"Yasudah, makan. Tidak usah berdebat," ujar Ibu Sinta lagi.

Usai makan, Alana sedikit ragu untuk meminum sisa Zain. Hingga suara Zain keluar. "Minum!"

"I... Iya," Alana mengangguk.

"Tuh, minumlah!" Bisik Zain.

"Iya," Jawab Alana. Alana pun meminum sisa Zain.

Usai sarapan pagi, Tuan Danu dan Zain serta Alana ikut menuju ruang keluarga membahas kepindahan Zain dan Alana.

"Apa! Alana harus ikut sekarang?" Tanya Zain heran.

"lho, Alana kan istri kamu, Zain. Jadi, wajar kan dia ikut kemana pun kamu pergi. Ada yang salah?" Tuan Danu merasakan tidak cocok pendapat Zain.

"Iya aku tahu, tapi bukannya dia lebih baik dulu disini. Setelah semua selesai aku akan menjemputnya." Zain menatap Alana.

"Aku tidak mengapa, ayah. Aku akan menunggunya di sini." Alana menyahut merespon kode dari Zain.

"Tidak, Zain! Alana tetap ikut denganmu. Tidak ada ceritanya setelah menikah istri ditinggal pergi saat suami bekerja. Kan ada rumah di sana. Bagaimana kamu ini Zain. Pokoknya Alana ikut denganmu! Jangan membantah ayah! Paham!" Tuan Danu tidak terima alasan Zain.

Zain diam. Rencana untuk Bertemu Marina sepertinya akan sangat rumit. Zain begitu merindukan wanita itu. Zain sudah berjanji pada Marina akan menemui secepatnya. Tentu Zain berfikir keras.

"Apa lagi yang kamu sedang pikirkan, Zain?" Tanya Tuan Danu.

"Zain, apa yang dikatakan ayah Itu benar. Bawa Alana bersamamu, kan bagus tuh, pulang kerja ada yang sambut kamu, ada urus kamu. Di mana-mana suami itu butuh perhatian istri. Dan kamu tahu, Zain. Istri itu obat saat suami lelah, Nak," Jelas Ibu Santi panjang lebar pada putranya, Zain.

Zain dan Alana diam. Sama-sama larut dalam pikiran masing-masing. Alana begitu memendam kesedihan yang orang tidak pernah tahu sebesar apa goresan rasa sakit dalam dirinya yang kini ia rasakan. Luka begitu dalam. Namun, hatinya juga sangat berharap, Zain membuka hati untuknya. Segera kembali Alana menepis rasa itu

'Tidak mungkin,' batin Alana.

Alana kembali fokus sambil mendengar Tuan Danu terus menceramahi Zain.

Ibu mertua yang melihat Alana diam segera menghampiri. "Semua akan baik-baik saja. Pergilah bersiap."

Alana mengangguk dan melihat ke arah Zain yang terlihat tidak setuju dengan pendapat Tuan Danu. Hingga pada akhirnya, Zain hanya bisa berada dalam titik kepasrahan. Zain sebenarnya sudah sangat merindukan wanita pujaan hatinya. Namun, kehadiran Alana justru menjadi penghalang untuknya.

Melihat Alana menuju kamar, Zain pun menyusul. Zain masuk kamar dan melihat Alana bersiap.

"Kamu setuju saja begitu ... dengan pendapat ayahku?" Tanya Zain.

"Kenapa? Kamu keberatan aku ikut denganmu? Tenang saja, aku tidak akan pernah ikut campur dengan urusanmu. Kita bisa buat perjanjian di atas materi." Alana menyampaikan apa yang dia pendam.

"Aku cukup tahu diri makna pernikahan ini. Aku hanya istri separuh masa untukmu. Ok. Aku terima. Namun, kau harus juga mengerti kondisiku sekarang. Aku akan kuliah kembali dan kamu harus mau membiayai kuliah saya hingga selesai. Bagaimana?"

"Kau mau memerasku?" Tanya Zain menuduh Alana.

"Terserah apa pendapatmu! Aku istrimu di depan mereka. Kita buat perjanjian. Kamu bebas mau ngapain nantinya. Terserah! Akan tetapi, kau harus penuhi permintaanku. Kamu harus biayai kuliah aku hingga S2 dan sampai aku selesai. Dan aku juga tidak akan ikut campur urusan pribadimu." Lanjut Alana.

"Sebelum pergi bersamamu bawah aku ke rumah paman Handoko untuk pamit." Lanjut Alana.

"kau mengaturku?" protes Zain.

"Aku tidak mengaturmu. Bukankah kita memang harus ke sana? Apa kamu mau ayah tahu hubungan tidak sehat ini. Tidak, kan? Dan begitu pun aku. Aku tidak mau paman Handoko tahu hubungan tidak sehat ini, Mas Zain!" jelas Alana geram.

Zain diam dan mempertimbangkan semua ucapan Alana dan berfikir ada benarnya pendapat Alana.

***

Tiba di rumah paman Handoko, Alana dan Zain disambut hangat terutama Tante Berlin. Apalagi Zain membeli buah tangan untuk mereka.

"Ayo masuk," Ajak Tante Berlin begitu Rama pada Zain.

'Rama karena ada maunya,' batin Zain melihat Tante Berlin.

"Bagaimana kabar kalian?" Tangan paman Handoko pada keduanya.

"Kami sangat baik, Paman. Ucap Zain yang kembali bermain drama. Zain menggenggam tangan Alana.

Terlihat meyakinkan keharmonisan itu bukan kepura-puraan di mata Paman Handoko dan Tante Berlin.

Semerawut wajah Alana sebisa mungkin untuk tidak memperlihatkan hatinya yang hancur dan kekecewaannya di depan Paman Handoko yang sudah Alana Anggap orangtuanya sendiri.

"Alana, Apa kamu baik-baik saja?" tanya paman Handoko.

Related chapters

  • Istri Separuh Masa   Pamit

    Bab 5. PamitAlana mengangkat wajahnya dan berkata, "Aku baik-baik saja paman." "Iya, Paman. Alana baik-baik saja. Jangan khawatirkan Alana." Zain melanjutkan ucapan Alana. Paman Handoko tersenyum dan berkata, "Nak Zain, aku titip ponakan paman padamu. Aku percaya padamu." Alana rasa ingin menumpahkan perasaannya mendengar hal tersebut. Namun, Alana tak kuasa. Alana memilih diam seribu bahasa dengan hati yang hancur, terluka. "Iya paman." Jawab Zain menatap Alana sebagai kode agar Alana segera pamit. Sejujurnya, Zain sedari tadi gelisah untuk segera pulang dan berangkat meninggalkan kota A menuju kota J. Zain sudah sangat merindukan pujaan hatinya. Alana menoleh dan kembali Zain memberi kode. Alana menoleh kearah paman Handoko juga pada Tante Berlin, lalu pamit. "Paman, Tante, Alana pamit. Hari ini Mas Zain akan membawa Alana pindah kota. Alana dan Mas Zain akan tinggal di sana. "Wah, bagus itu!" Sahut Tante Berlin spontan.Paman Handoko menoleh kearah istrinya. Tante Berlin la

  • Istri Separuh Masa   Pindah Rumah

    Bab 6. Pindah Rumah"Alana?" Panggil nenek Fatimah melihat Alana tengah mengusap air matanya. "Kenapa Sayang?" Alana terlihat gugup. Apakah nenek Fatimah mendengar keluhan sebelumnya? "Alana baik-baik saja, Nak?" Kembali Nenek Fatimah bertanya dan duduk di samping Alana yang duduk di atas kasur empuk tersebut. Alana tersenyum dan berkata, "Iya nenek. Alana hanya teringat sama almarhum ayah dan Ibu." "Oh sayang, kami adalah org tuamu, Nak. Jangan bersedih. Semua akan baik saja. Seiring berjalannya waktu, kau dak Zain akan hidup bahagia," ucap Nenek Fatimah yang tujuannya datang memang ingin berbincang-bincang banyak dengan Alana juga untuk memberikan nasehat. "Terimakasih, Nenek. Alana sayang Nenek." Alana terlihat bahagia. Nenek Fatimah pun memeluk Alana. "Teruslah berbahagia, Nak. jika ada perlakuan Zain yang tidak berkenan di hatimu suatu hari nanti, jangan segan-segan memberitahu pada kami. Kamu sabar ya sayang. Zain itu orang sibuk, jadi jangan lupa selalu ingatkan dia."'Ne

  • Istri Separuh Masa   Menepis Rasa

    Bab 7. Menepis rasaTidak ada hak aku untuk ikut campur dalam urusan kami di luar sana, Tuan Zain. Aku cukup tahu diri posisi aku di mana." Air mata itu seakan tertahan dengan kepedihan begitu dalam. Hati Alana menjerit. Apa lagi ketika Alana menyadari akan perasaannya pada Zain yang masih berharap. Alana merutuki takdirnya yang tidak pernah berhenti datang menerpa. Saat masih bersama Paman dan bibinya, Dirinya pun harus mengorbankan perasaannya, memilih mengalah untuk tidak berdebat dengan tante Berlin yang tidak pernah suka akan kehadiran dirinya di rumah pamannya. Tiba sekarang, kembali rasa sakit, kecewa atas perlakuan seorang suami yang tidak bersyukur menerima keberadaan dirinya. Alana terus merutuki dirinya yang medapat perlakuan terabaikan. Berharap menjadi istri yang diterima oleh Zain sangat jauh hal itu akan terjadi. 'Kuatkan aku, Tuhan.' batin Alana yang bukan berarti dirinya begitu bodoh untuk bertahan sebagai istri tak dianggap. Namun, beberapa alasan membuat dirinya b

  • Istri Separuh Masa   Pertemuan Zain Dengan Pujaan Hati

    Bab 8. Pertemuan Zain dengan Pujaan HatiZain menghentikan mobilnya dipinggir jalan. Lalu,. mematikan mesin mobilnya, "Marina sayang, dengarkan aku. Aku belum bisa sepenuhnya dulu menemani dirimu. Bukan aku tidak menginginkan dirimu. Akan tetapi, kau harus tahu keadaa aku sekarang. Ya...." Zain mengenggam tangan Marina. Marina melepaskan genggaman Zain dengan kasar. "Yasudah, aku mengerti." jawab Marina berharap Zain mai mengerti dirinya. "Kalau begitu aku ikut ke kantor." "Bukan tidak mau, Sayang. Tetapi, bim saatnya." "Kenapa. Sebelumnya juga aku sering kekantot. Harusnya hati itu, kamu tidak menikahi wanita itu, Zain. Harusnya hari itu, akulah yang kamu nikahi. Bukan Alana itu!" geram Marina. "Kan aku sudah ajak kamu menikah. Akan tetapi, kamu yang belum siap." ujar Zain. "Bgaimana bisa kita menikah hari itu, restu saja dari ayah dan ibumu tidak ada. Apa kita akan me ikah tanpa restu? Tidak, Zain. Aku ingin menikah dengan degan adanya restu." bela diri Marin sendiri yang ingat

  • Istri Separuh Masa   Menyentuh Pertama Kalinya

    Bab 9. Menyentuh Pertama KalinyaZain terkejut melihat air merembes masuk dalam kamar. Entah di mana sang pemilik kamar tidak terlihat. Zain mencari seseorang, akan tetapi tidak terlihat olehnya. "Di mana Alana, Bibi?" tanya Zain sambil menjinjit karena air di dalam kamar sudah merembes kemana-mana. "Bagaimana bisa air merembes seperti ini, Bibi?" Kembali Zain bertanya sambil menatap heran Bibi Sumi. Bibi Sumi yang berdiri di depan pintu kamar mandi hanya bisa mematung sambil melihat masuk ke dalam ruang kamar mandi, dimana Alana pulas dalam tidurnya sambil berendam. "Apa yang terjadi, Bibi? Apa Alana ada di dalam?" tanya Zain. "Nona berendam sambil tertidur, Tu.. Tuan," ujar Bibi Suami sambil gugup. "Apa!" Suara lantang Zain membuat Bibi Sumi ketakutan. Takut Tuan mudanya marah besar. "Jadi, asal air ini dari dalam kamar mandi?!" tanya Zain tegas. "Benar bikin repot saja wanita itu?!" geram Zain lagi dan masuk dalam kamar mandi. Terlihat jelaslah wajah Alana di sana. Hingga ma

  • Istri Separuh Masa   Pertemuan Alana dan Zain

    Bab 1. Pertemuan Alana dan ZainBaru pulang dari tempat kuliah, Alana terkejut ketika masuk di ruang rawat paman Handoko. Alana mendapati sepasang suami istri dan seorang pemuda tengah menatapnya. Seluruh tubuh Alana gemetar dan terbayang perkataan paman Handoko yang merupakan pengganti orang tua Alana. Kedua Orang tua Alana sudah lama meninggal dunia akibat kecelakaan beruntung ketika Alana masih berusia 12 tahun. 'Apakah ini maksud paman?' batin Alana tidak percaya jika apa yang dikatakan beberapa hari yang lalu tentang perjodohan itu benar adanya. Tante berlin yang merupakan istri paman handoko beranjak dari tempat duduknya. "Alana, perkenalkan, ini Om Danu Hermawan dan Ini istrinya Tante Sinta. Dan di sampingnya merupakan putranya yang bernama Zain. "Nak Zain, ini Alana, " Ujar Tante Berlin dan berbisik pada Alana. "Alana senyum, ingat pamanmu." Bisik Tante Berlin. Zain beranjak dari tempat duduknya dan mengajak Alana berkenalan. "Zain.""Alana," Jawab Alana dengan senyum. Pe

  • Istri Separuh Masa   Pernikan

    Bab 2. PernikahanTampak ramai terlihat ruang yang akan di gunakan untuk melakukan ijab kabul. Hingga tiba waktu, Ijab qabul pun berlangsung dengan hikmat. SAHSeketika, Alana menjatuhkan air mata yang yang Alana tidak tahu air mata apa. Tapi Alana yakin, Zain adalah pilihan terbaik untuknya. "Nak, Ayo kita temui suamimu," Ajak Ibu Sinta membawa Alana menuju di mana Zain usai mengucapkan janji suci. Penampilan Alana hari itu sangat berbeda dari bisanya. Terlihat begitu anggun nan ayu. Siapa pun yang melihat akan terpesona. Namun ternyata berbeda dengan Zain, Di mata Zain, Alana tidak lain adalah perusak kebahagiaan dalam percintaannya dengan kekasih hati. Tatapan itu begitu tajam mengarah pada Alana yang kini sudah tiba di depan mata. "Zain?" tegur Ibu Santi melihat Zain tidak berkedip menatap Alana yang kini berdiri di depannya. Zain mengumbar senyum dan sedikit bergeser memberikan ruang untuk Alana duduk di sisinya. "Pasangkan cincinnya," pinta Ibu Santi lagi. Tuan Danu terus

  • Istri Separuh Masa   Kecewa

    Bab 3. KecewaAlana menatap dirinya di cermin sepeninggal Zain. Alana merasa sangat malu pada dirinya sendiri yang sudah begitu percaya diri jika Zain juga akan mencintainya. Air mata itu akhirnya keluar juga setelah melihat Zain sudah tidak ada di kamar. Isak tangis Alana terdengar memenuhi ruang kamar. Alana sekuat mungkin mencoba menjadi wanita yang kuat. "Kamu pikir, kamu siapa Zain?" isak tangis Alana dalam kesendiriannya. "oh Tuhan, kuatkan aku." Alana menatap dirinya lewat pantulan cermin. Hingga pada akhirnya, Alana selesai berganti, Alana pun bersiap untuk menemui keluarga besar Zain. ***"Zain, mana Alana, Nak?" tanya Ibu Sinta. "Sementara berganti, Bu." Senyum Zain. "Alana baik-baik saja, kan?" Tanya Ibu santi khawatir. "Ibu, apa Zain terlihat begitu menyeramkan?" tanya Zain begitu pintar menyembunyikan semuanya. Selang beberapa waktu, Alana pun tiba dengan gaun yang dikenakan begitu cocok dengan tubuh rampingnya yang sebelumnya diberikan oleh Zain. Terlihat Alana

Latest chapter

  • Istri Separuh Masa   Menyentuh Pertama Kalinya

    Bab 9. Menyentuh Pertama KalinyaZain terkejut melihat air merembes masuk dalam kamar. Entah di mana sang pemilik kamar tidak terlihat. Zain mencari seseorang, akan tetapi tidak terlihat olehnya. "Di mana Alana, Bibi?" tanya Zain sambil menjinjit karena air di dalam kamar sudah merembes kemana-mana. "Bagaimana bisa air merembes seperti ini, Bibi?" Kembali Zain bertanya sambil menatap heran Bibi Sumi. Bibi Sumi yang berdiri di depan pintu kamar mandi hanya bisa mematung sambil melihat masuk ke dalam ruang kamar mandi, dimana Alana pulas dalam tidurnya sambil berendam. "Apa yang terjadi, Bibi? Apa Alana ada di dalam?" tanya Zain. "Nona berendam sambil tertidur, Tu.. Tuan," ujar Bibi Suami sambil gugup. "Apa!" Suara lantang Zain membuat Bibi Sumi ketakutan. Takut Tuan mudanya marah besar. "Jadi, asal air ini dari dalam kamar mandi?!" tanya Zain tegas. "Benar bikin repot saja wanita itu?!" geram Zain lagi dan masuk dalam kamar mandi. Terlihat jelaslah wajah Alana di sana. Hingga ma

  • Istri Separuh Masa   Pertemuan Zain Dengan Pujaan Hati

    Bab 8. Pertemuan Zain dengan Pujaan HatiZain menghentikan mobilnya dipinggir jalan. Lalu,. mematikan mesin mobilnya, "Marina sayang, dengarkan aku. Aku belum bisa sepenuhnya dulu menemani dirimu. Bukan aku tidak menginginkan dirimu. Akan tetapi, kau harus tahu keadaa aku sekarang. Ya...." Zain mengenggam tangan Marina. Marina melepaskan genggaman Zain dengan kasar. "Yasudah, aku mengerti." jawab Marina berharap Zain mai mengerti dirinya. "Kalau begitu aku ikut ke kantor." "Bukan tidak mau, Sayang. Tetapi, bim saatnya." "Kenapa. Sebelumnya juga aku sering kekantot. Harusnya hati itu, kamu tidak menikahi wanita itu, Zain. Harusnya hari itu, akulah yang kamu nikahi. Bukan Alana itu!" geram Marina. "Kan aku sudah ajak kamu menikah. Akan tetapi, kamu yang belum siap." ujar Zain. "Bgaimana bisa kita menikah hari itu, restu saja dari ayah dan ibumu tidak ada. Apa kita akan me ikah tanpa restu? Tidak, Zain. Aku ingin menikah dengan degan adanya restu." bela diri Marin sendiri yang ingat

  • Istri Separuh Masa   Menepis Rasa

    Bab 7. Menepis rasaTidak ada hak aku untuk ikut campur dalam urusan kami di luar sana, Tuan Zain. Aku cukup tahu diri posisi aku di mana." Air mata itu seakan tertahan dengan kepedihan begitu dalam. Hati Alana menjerit. Apa lagi ketika Alana menyadari akan perasaannya pada Zain yang masih berharap. Alana merutuki takdirnya yang tidak pernah berhenti datang menerpa. Saat masih bersama Paman dan bibinya, Dirinya pun harus mengorbankan perasaannya, memilih mengalah untuk tidak berdebat dengan tante Berlin yang tidak pernah suka akan kehadiran dirinya di rumah pamannya. Tiba sekarang, kembali rasa sakit, kecewa atas perlakuan seorang suami yang tidak bersyukur menerima keberadaan dirinya. Alana terus merutuki dirinya yang medapat perlakuan terabaikan. Berharap menjadi istri yang diterima oleh Zain sangat jauh hal itu akan terjadi. 'Kuatkan aku, Tuhan.' batin Alana yang bukan berarti dirinya begitu bodoh untuk bertahan sebagai istri tak dianggap. Namun, beberapa alasan membuat dirinya b

  • Istri Separuh Masa   Pindah Rumah

    Bab 6. Pindah Rumah"Alana?" Panggil nenek Fatimah melihat Alana tengah mengusap air matanya. "Kenapa Sayang?" Alana terlihat gugup. Apakah nenek Fatimah mendengar keluhan sebelumnya? "Alana baik-baik saja, Nak?" Kembali Nenek Fatimah bertanya dan duduk di samping Alana yang duduk di atas kasur empuk tersebut. Alana tersenyum dan berkata, "Iya nenek. Alana hanya teringat sama almarhum ayah dan Ibu." "Oh sayang, kami adalah org tuamu, Nak. Jangan bersedih. Semua akan baik saja. Seiring berjalannya waktu, kau dak Zain akan hidup bahagia," ucap Nenek Fatimah yang tujuannya datang memang ingin berbincang-bincang banyak dengan Alana juga untuk memberikan nasehat. "Terimakasih, Nenek. Alana sayang Nenek." Alana terlihat bahagia. Nenek Fatimah pun memeluk Alana. "Teruslah berbahagia, Nak. jika ada perlakuan Zain yang tidak berkenan di hatimu suatu hari nanti, jangan segan-segan memberitahu pada kami. Kamu sabar ya sayang. Zain itu orang sibuk, jadi jangan lupa selalu ingatkan dia."'Ne

  • Istri Separuh Masa   Pamit

    Bab 5. PamitAlana mengangkat wajahnya dan berkata, "Aku baik-baik saja paman." "Iya, Paman. Alana baik-baik saja. Jangan khawatirkan Alana." Zain melanjutkan ucapan Alana. Paman Handoko tersenyum dan berkata, "Nak Zain, aku titip ponakan paman padamu. Aku percaya padamu." Alana rasa ingin menumpahkan perasaannya mendengar hal tersebut. Namun, Alana tak kuasa. Alana memilih diam seribu bahasa dengan hati yang hancur, terluka. "Iya paman." Jawab Zain menatap Alana sebagai kode agar Alana segera pamit. Sejujurnya, Zain sedari tadi gelisah untuk segera pulang dan berangkat meninggalkan kota A menuju kota J. Zain sudah sangat merindukan pujaan hatinya. Alana menoleh dan kembali Zain memberi kode. Alana menoleh kearah paman Handoko juga pada Tante Berlin, lalu pamit. "Paman, Tante, Alana pamit. Hari ini Mas Zain akan membawa Alana pindah kota. Alana dan Mas Zain akan tinggal di sana. "Wah, bagus itu!" Sahut Tante Berlin spontan.Paman Handoko menoleh kearah istrinya. Tante Berlin la

  • Istri Separuh Masa   Akan Pindah Rumah

    Bab 4. Akan Pindah RumahPagi tiba, Alana ikut kembali bergabung dengan keluarga besar Zain. Zain menggandeng tangan Alana dengan mesra menuju meja makan bahkan memperlakukan Alana seakan mereka seperti pengantin baru pada umumnya. 'Jangan memperlakukan aku seperti ini, Mas. Aku akan semakin tersakiti,' batin Alana melihat tangan zain. 'Jangan baper Alana. Tahu diri. Kamu hanya istri separuh masa. Ingat itu.' batin Alana lagi. Alana hanya mampu berperan dengan batinnya. "Ayo, Sayang," Pinta Zain meminta Alana untuk duduk. "Iya," Jawab Alana menatap Zain. "Terimakasih." Alana duduk di kursi depan meja makan yang Zain siapkan. "Nah, gitu dong," ucap Ibu Sinta terlihat bahagia melihat Zain dan Alana bahagia di depan mata mereka. "Zain, teruslah bahagiakan istrimu. Jangan sia-siakan Alana," Ujar Tuan Danu pada putranya. "Alana istri yang tepat untukmu."Zain menggenggam tangan Alana dan berkata, "Pasti ayah." lalu, Zain mengecup tangan Alana di depan kedua orang tua Zain. Alana mak

  • Istri Separuh Masa   Kecewa

    Bab 3. KecewaAlana menatap dirinya di cermin sepeninggal Zain. Alana merasa sangat malu pada dirinya sendiri yang sudah begitu percaya diri jika Zain juga akan mencintainya. Air mata itu akhirnya keluar juga setelah melihat Zain sudah tidak ada di kamar. Isak tangis Alana terdengar memenuhi ruang kamar. Alana sekuat mungkin mencoba menjadi wanita yang kuat. "Kamu pikir, kamu siapa Zain?" isak tangis Alana dalam kesendiriannya. "oh Tuhan, kuatkan aku." Alana menatap dirinya lewat pantulan cermin. Hingga pada akhirnya, Alana selesai berganti, Alana pun bersiap untuk menemui keluarga besar Zain. ***"Zain, mana Alana, Nak?" tanya Ibu Sinta. "Sementara berganti, Bu." Senyum Zain. "Alana baik-baik saja, kan?" Tanya Ibu santi khawatir. "Ibu, apa Zain terlihat begitu menyeramkan?" tanya Zain begitu pintar menyembunyikan semuanya. Selang beberapa waktu, Alana pun tiba dengan gaun yang dikenakan begitu cocok dengan tubuh rampingnya yang sebelumnya diberikan oleh Zain. Terlihat Alana

  • Istri Separuh Masa   Pernikan

    Bab 2. PernikahanTampak ramai terlihat ruang yang akan di gunakan untuk melakukan ijab kabul. Hingga tiba waktu, Ijab qabul pun berlangsung dengan hikmat. SAHSeketika, Alana menjatuhkan air mata yang yang Alana tidak tahu air mata apa. Tapi Alana yakin, Zain adalah pilihan terbaik untuknya. "Nak, Ayo kita temui suamimu," Ajak Ibu Sinta membawa Alana menuju di mana Zain usai mengucapkan janji suci. Penampilan Alana hari itu sangat berbeda dari bisanya. Terlihat begitu anggun nan ayu. Siapa pun yang melihat akan terpesona. Namun ternyata berbeda dengan Zain, Di mata Zain, Alana tidak lain adalah perusak kebahagiaan dalam percintaannya dengan kekasih hati. Tatapan itu begitu tajam mengarah pada Alana yang kini sudah tiba di depan mata. "Zain?" tegur Ibu Santi melihat Zain tidak berkedip menatap Alana yang kini berdiri di depannya. Zain mengumbar senyum dan sedikit bergeser memberikan ruang untuk Alana duduk di sisinya. "Pasangkan cincinnya," pinta Ibu Santi lagi. Tuan Danu terus

  • Istri Separuh Masa   Pertemuan Alana dan Zain

    Bab 1. Pertemuan Alana dan ZainBaru pulang dari tempat kuliah, Alana terkejut ketika masuk di ruang rawat paman Handoko. Alana mendapati sepasang suami istri dan seorang pemuda tengah menatapnya. Seluruh tubuh Alana gemetar dan terbayang perkataan paman Handoko yang merupakan pengganti orang tua Alana. Kedua Orang tua Alana sudah lama meninggal dunia akibat kecelakaan beruntung ketika Alana masih berusia 12 tahun. 'Apakah ini maksud paman?' batin Alana tidak percaya jika apa yang dikatakan beberapa hari yang lalu tentang perjodohan itu benar adanya. Tante berlin yang merupakan istri paman handoko beranjak dari tempat duduknya. "Alana, perkenalkan, ini Om Danu Hermawan dan Ini istrinya Tante Sinta. Dan di sampingnya merupakan putranya yang bernama Zain. "Nak Zain, ini Alana, " Ujar Tante Berlin dan berbisik pada Alana. "Alana senyum, ingat pamanmu." Bisik Tante Berlin. Zain beranjak dari tempat duduknya dan mengajak Alana berkenalan. "Zain.""Alana," Jawab Alana dengan senyum. Pe

DMCA.com Protection Status