Share

Kecewa

Penulis: Masrianiani hijab
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Bab 3. Kecewa

Alana menatap dirinya di cermin sepeninggal Zain. Alana merasa sangat malu pada dirinya sendiri yang sudah begitu percaya diri jika Zain juga akan mencintainya.

Air mata itu akhirnya keluar juga setelah melihat Zain sudah tidak ada di kamar. Isak tangis Alana terdengar memenuhi ruang kamar. Alana sekuat mungkin mencoba menjadi wanita yang kuat.

"Kamu pikir, kamu siapa Zain?" isak tangis Alana dalam kesendiriannya. "oh Tuhan, kuatkan aku." Alana menatap dirinya lewat pantulan cermin.

Hingga pada akhirnya, Alana selesai berganti, Alana pun bersiap untuk menemui keluarga besar Zain.

***

"Zain, mana Alana, Nak?" tanya Ibu Sinta.

"Sementara berganti, Bu." Senyum Zain.

"Alana baik-baik saja, kan?" Tanya Ibu santi khawatir.

"Ibu, apa Zain terlihat begitu menyeramkan?" tanya Zain begitu pintar menyembunyikan semuanya.

Selang beberapa waktu, Alana pun tiba dengan gaun yang dikenakan begitu cocok dengan tubuh rampingnya yang sebelumnya diberikan oleh Zain. Terlihat Alana berbeda dari sebelumnya.

"Subhanallah ... cantiknya menantu Ibu," Puji Ibu Santi yang mengundang semua mata keluarga menatap Alana dengan senyum.

"Zain, istrimu sangat cantik, Nak," timpal nenek Fatima.

Zain menoleh dan melihat kedatangan Alana. Namun, namanya Zain, dia tidak peduli. Baginya Alana tetap Alana yang telah merusak kebahagiannya. Tidak ada yang istimewa.

Zain pun menyambut kedatangan Alana dengan kepura-puraan. Zain langsung mengecup kening Alana di depan semua keluarga yang membuat Alana terperanjat.

"Jangan terlalu pede dengan apa yang aku lakukan sekarang. Kau harus selalu bisa mengontrol perasaanmu, ingat kau hanya istri di depan keluargaku,' bisik Zain.

"Tidak perlu kau ingatkan saya. Saya tahu diri, bahwa saya hanya istri separuh masa olehmu." Balas Alana berisik di telinga Zain.

Zain meraih tangan Alana dan Menggandengnya. Alana memperhatikan tangan koko itu. Sakit yang tak nampak cinta bertepuk sebelah tangan.

'Alana jangan terbawa suasana. Mana harga dirimu sebagai seorang wanita,' batin Alana.

Alana pun diperkenalkan oleh keluarga besar Zain. Hingga pada akhirnya malam makin larut. Alana di minta untuk beristirahat karena esok harinya Alana akan dibawah oleh Zain pindah rumah.

"Masuklah kamarmu beristirahat. Besok Zain akan membawamu pindah rumah," Ujar Ibu Santi pada Alana.

Alana pun tanpa Zain menuju kamar. Alana tidak tahu kemana Zain sekarang. Namun, begitu langkah kaki Alana menuju kamar, mata Alana tidak sengaja menangkap sosok Zain berada di pinggir kolam taman belakang sedang bertelepon ria dengan seseorang yang tidak lain adalah kekasih Zain sendiri.

"Iya Sayang, aku tidak akan pernah menyentuhnya. Aku tidak mencintainya. Dia hanya istriku bila di depan keluarga. Kamu tenang saja ya."

Kata itu mampu membuat Alana kembali hancur untuk sekian kalinya. Alana mundur dan tidak sengaja tubuhnya menyentuh sebuah kursi sehingga menimbulkan suara.

Zain menoleh dan tidak melihat sesuatu. Zain terus mencari sosok, akan tetapi Nihil. Zain tidak peduli dan mengakhiri percakapannya menuju kamar mereka.

Masuk kamar, Zain tidak menemukan Alana. Zain kembali tidak peduli kemana pun Alana. Yang Zain pikirkan sekarang bagaimana caranya Agar hubungannya dengan kekasih hati tetap berjalan meski dirinya sudah mendua.

Zain menuju balkon kamar dan duduk di sana menyesali perjodohan itu. "Mengapa perjodohan ini harus terjadi? Andai saja bukan karena ayah, aku tidak pernah mau melakukan ini."

Lagi-lagi Zain kembali mengingat saat dirinya menentang perjodohan itu.

"Zain, kau menikahi Alana, Ayahnya dulu begitu banyak membantu ayah. Jika bukan karena ayah Alana, Ayah bukan siapa-siapa. Kau dengar, Zain?! Bentak Tuan Danu pada putranya.

"Ayah, tapi aku mencintai wanita lain. Aku akan menikah, akan tetapi bukan dengan Alana, Ayah." Ungkap Zain menolak perjodohan hari itu.

"Kau mencintai wanita itu? Jika iya, bersiaplah ke luar dari daftar keluarga ini!" ungkap Tuan Danu dengan sangat geram.

"Ayah, aku putramu satu-satunya. Bagaimana Ayah bersikap tidak adil padaku. Apakah karena wanita pilihan ayah?" tebak Zain tidak percaya keinginan ayahnya hari itu yang begitu tegas dan yakin akan perjodohan tanpa cinta itu.

"Seiring berjalannya waktu, kau bisa mencintai Alana. Alana wanita tepat untuk mendampingi dirimu. Bukan wanita itu! Kau dengar Zain! Mana baktimu pada orang tuamu." Kembali Tuan Danu mengeluarkan suara baritonnya.

Mendengar kata BAKTI, Zain tidak mampu lagi berujar selain pasrah. Apa pun alasannya hari itu, Tuan Danu tidak pernah merestui hubungannya dengan sang kekasih.

"Ok! Demi ayah dan Ibu perjodohan ini akan aku terima," Pasrah Zain hari itu.

Mengingat hal itu, Zain kembali frustasi. "Maafkan aku, Sayang. Hari itu aku begitu lemah di depan ayah dan tidak bisa menolak keinginannya," Lirih Zain kembali menatap Foto sang kekasih hati.

Begitu Zain melangkah masuk kamar, mata Zain tidak sengaja menangkap sodok istri separuh masanya, Alana. Zain tersenyum meledek melihat penampilan Alana yang masih setia dengan penutup kepalanya.

Alana memang cantik, tapi bagi Zain sang kekasih lebih modis. Sang kekasih lebih menarik. Sejurus kemudian Zain kembali tidak peduli begitu Alana melangkah menuju tempat tidur.

Menegur sapa Alana pun tidak, yang membuat Alana kembali seakan terkapar dengan cintanya yang bertepuk sebelah tangan pada Zain. 'Akan aku tepis rasa itu walau menyakitkan'

Kembali Alana mengutuk dirinya menjadi wanita yang di lemahkan dengan cinta dan merutuki dirinya menjadi wanita bodoh telah salah menempatkan hatinya pada pria yang sama sekali tidak mengharapkan kehadirannya. Menghargainya pun tidak.

Zain keluar dari kamar mandi dan melihat Alana sibuk sendiri merawat dirinya. Alana berdiri setelah menghias diri dan berkata, "Tenang saja, aku akan tidur di sofa. Aku tidak akan menyentuh kasurmu," ujar Alana.

"Ya, harusnya memang kau tahu diri." Kata Zain melihat Alana mulai merebahkan tubuhnya di atas Sofa yang cukup untuk tubuh Alana. Zain berharap selamanya tidak pernah tidur satu ranjang dengan Alana.

Zain sudah berjanji pada dirinya sendiri bahwa tidak akan menaruh hati pada Alana demi cintanya pada Marina, sang kekasih. "Bagaimana mungkin juga aku menyentuhnya, rasa cinta pun tidak ada." Pikir Zain dan melihat Alana menuju sofa.

Zain kembali teringat pada Marina untuk tidak akan pernah menyentuh Alana sebagai istrinya. Mustahil bagi Zain menyentuh Alana. Pernikahan keduanya terjadi semua kerena keinginan orang tua. Mengingat hal itu, Zain seakan ingin berteriak.

Alana melangkah menuju sofa. Lalu, merebahkan tubuhnya yang terasa remuk.

"Apa kau pernah punya pacar?" tanya Zain yang melihat Alana belum memejamkan matanya.

"Tidak ada urusan kau menanyakan itu padaku."

"Aku hanya ingin tahu. Jika kau punya pacar silahkan berhubungan dengan nya, asalkan kau bisa menjaga rahasia ini. Kuharap kau dan aku selalu kerja sama," ucap Zain.

"Tenang saja. Aku akan menjaga rahasia ini." Kata Alana yang sesungguhnya hatinya begitu sakit mendengar hal itu.

"Jangan pernah ikut campur dalam urusanku, dan aku pun tidak akan pernah ikut campur dengan urusanmu. Aku memberimu kebebasan."

"Terimakasih," Kata Alana berbalik membelakangi Zain yang sudah merebahkan pula tubuhnya di atas kasur.

Terdengar suara hembusan Zain begitu berat. Hingga ruangan itu hening tidak ada percakapan lagi.

Alana diam-diam mengusap air matanya sambil membatin. 'Ibu, ayah, andai kalian masih ada nasibku mungkin tidak sesedih ini.'

Bab terkait

  • Istri Separuh Masa   Akan Pindah Rumah

    Bab 4. Akan Pindah RumahPagi tiba, Alana ikut kembali bergabung dengan keluarga besar Zain. Zain menggandeng tangan Alana dengan mesra menuju meja makan bahkan memperlakukan Alana seakan mereka seperti pengantin baru pada umumnya. 'Jangan memperlakukan aku seperti ini, Mas. Aku akan semakin tersakiti,' batin Alana melihat tangan zain. 'Jangan baper Alana. Tahu diri. Kamu hanya istri separuh masa. Ingat itu.' batin Alana lagi. Alana hanya mampu berperan dengan batinnya. "Ayo, Sayang," Pinta Zain meminta Alana untuk duduk. "Iya," Jawab Alana menatap Zain. "Terimakasih." Alana duduk di kursi depan meja makan yang Zain siapkan. "Nah, gitu dong," ucap Ibu Sinta terlihat bahagia melihat Zain dan Alana bahagia di depan mata mereka. "Zain, teruslah bahagiakan istrimu. Jangan sia-siakan Alana," Ujar Tuan Danu pada putranya. "Alana istri yang tepat untukmu."Zain menggenggam tangan Alana dan berkata, "Pasti ayah." lalu, Zain mengecup tangan Alana di depan kedua orang tua Zain. Alana mak

  • Istri Separuh Masa   Pamit

    Bab 5. PamitAlana mengangkat wajahnya dan berkata, "Aku baik-baik saja paman." "Iya, Paman. Alana baik-baik saja. Jangan khawatirkan Alana." Zain melanjutkan ucapan Alana. Paman Handoko tersenyum dan berkata, "Nak Zain, aku titip ponakan paman padamu. Aku percaya padamu." Alana rasa ingin menumpahkan perasaannya mendengar hal tersebut. Namun, Alana tak kuasa. Alana memilih diam seribu bahasa dengan hati yang hancur, terluka. "Iya paman." Jawab Zain menatap Alana sebagai kode agar Alana segera pamit. Sejujurnya, Zain sedari tadi gelisah untuk segera pulang dan berangkat meninggalkan kota A menuju kota J. Zain sudah sangat merindukan pujaan hatinya. Alana menoleh dan kembali Zain memberi kode. Alana menoleh kearah paman Handoko juga pada Tante Berlin, lalu pamit. "Paman, Tante, Alana pamit. Hari ini Mas Zain akan membawa Alana pindah kota. Alana dan Mas Zain akan tinggal di sana. "Wah, bagus itu!" Sahut Tante Berlin spontan.Paman Handoko menoleh kearah istrinya. Tante Berlin la

  • Istri Separuh Masa   Pindah Rumah

    Bab 6. Pindah Rumah"Alana?" Panggil nenek Fatimah melihat Alana tengah mengusap air matanya. "Kenapa Sayang?" Alana terlihat gugup. Apakah nenek Fatimah mendengar keluhan sebelumnya? "Alana baik-baik saja, Nak?" Kembali Nenek Fatimah bertanya dan duduk di samping Alana yang duduk di atas kasur empuk tersebut. Alana tersenyum dan berkata, "Iya nenek. Alana hanya teringat sama almarhum ayah dan Ibu." "Oh sayang, kami adalah org tuamu, Nak. Jangan bersedih. Semua akan baik saja. Seiring berjalannya waktu, kau dak Zain akan hidup bahagia," ucap Nenek Fatimah yang tujuannya datang memang ingin berbincang-bincang banyak dengan Alana juga untuk memberikan nasehat. "Terimakasih, Nenek. Alana sayang Nenek." Alana terlihat bahagia. Nenek Fatimah pun memeluk Alana. "Teruslah berbahagia, Nak. jika ada perlakuan Zain yang tidak berkenan di hatimu suatu hari nanti, jangan segan-segan memberitahu pada kami. Kamu sabar ya sayang. Zain itu orang sibuk, jadi jangan lupa selalu ingatkan dia."'Ne

  • Istri Separuh Masa   Menepis Rasa

    Bab 7. Menepis rasaTidak ada hak aku untuk ikut campur dalam urusan kami di luar sana, Tuan Zain. Aku cukup tahu diri posisi aku di mana." Air mata itu seakan tertahan dengan kepedihan begitu dalam. Hati Alana menjerit. Apa lagi ketika Alana menyadari akan perasaannya pada Zain yang masih berharap. Alana merutuki takdirnya yang tidak pernah berhenti datang menerpa. Saat masih bersama Paman dan bibinya, Dirinya pun harus mengorbankan perasaannya, memilih mengalah untuk tidak berdebat dengan tante Berlin yang tidak pernah suka akan kehadiran dirinya di rumah pamannya. Tiba sekarang, kembali rasa sakit, kecewa atas perlakuan seorang suami yang tidak bersyukur menerima keberadaan dirinya. Alana terus merutuki dirinya yang medapat perlakuan terabaikan. Berharap menjadi istri yang diterima oleh Zain sangat jauh hal itu akan terjadi. 'Kuatkan aku, Tuhan.' batin Alana yang bukan berarti dirinya begitu bodoh untuk bertahan sebagai istri tak dianggap. Namun, beberapa alasan membuat dirinya b

  • Istri Separuh Masa   Pertemuan Zain Dengan Pujaan Hati

    Bab 8. Pertemuan Zain dengan Pujaan HatiZain menghentikan mobilnya dipinggir jalan. Lalu,. mematikan mesin mobilnya, "Marina sayang, dengarkan aku. Aku belum bisa sepenuhnya dulu menemani dirimu. Bukan aku tidak menginginkan dirimu. Akan tetapi, kau harus tahu keadaa aku sekarang. Ya...." Zain mengenggam tangan Marina. Marina melepaskan genggaman Zain dengan kasar. "Yasudah, aku mengerti." jawab Marina berharap Zain mai mengerti dirinya. "Kalau begitu aku ikut ke kantor." "Bukan tidak mau, Sayang. Tetapi, bim saatnya." "Kenapa. Sebelumnya juga aku sering kekantot. Harusnya hati itu, kamu tidak menikahi wanita itu, Zain. Harusnya hari itu, akulah yang kamu nikahi. Bukan Alana itu!" geram Marina. "Kan aku sudah ajak kamu menikah. Akan tetapi, kamu yang belum siap." ujar Zain. "Bgaimana bisa kita menikah hari itu, restu saja dari ayah dan ibumu tidak ada. Apa kita akan me ikah tanpa restu? Tidak, Zain. Aku ingin menikah dengan degan adanya restu." bela diri Marin sendiri yang ingat

  • Istri Separuh Masa   Menyentuh Pertama Kalinya

    Bab 9. Menyentuh Pertama KalinyaZain terkejut melihat air merembes masuk dalam kamar. Entah di mana sang pemilik kamar tidak terlihat. Zain mencari seseorang, akan tetapi tidak terlihat olehnya. "Di mana Alana, Bibi?" tanya Zain sambil menjinjit karena air di dalam kamar sudah merembes kemana-mana. "Bagaimana bisa air merembes seperti ini, Bibi?" Kembali Zain bertanya sambil menatap heran Bibi Sumi. Bibi Sumi yang berdiri di depan pintu kamar mandi hanya bisa mematung sambil melihat masuk ke dalam ruang kamar mandi, dimana Alana pulas dalam tidurnya sambil berendam. "Apa yang terjadi, Bibi? Apa Alana ada di dalam?" tanya Zain. "Nona berendam sambil tertidur, Tu.. Tuan," ujar Bibi Suami sambil gugup. "Apa!" Suara lantang Zain membuat Bibi Sumi ketakutan. Takut Tuan mudanya marah besar. "Jadi, asal air ini dari dalam kamar mandi?!" tanya Zain tegas. "Benar bikin repot saja wanita itu?!" geram Zain lagi dan masuk dalam kamar mandi. Terlihat jelaslah wajah Alana di sana. Hingga ma

  • Istri Separuh Masa   Pertemuan Alana dan Zain

    Bab 1. Pertemuan Alana dan ZainBaru pulang dari tempat kuliah, Alana terkejut ketika masuk di ruang rawat paman Handoko. Alana mendapati sepasang suami istri dan seorang pemuda tengah menatapnya. Seluruh tubuh Alana gemetar dan terbayang perkataan paman Handoko yang merupakan pengganti orang tua Alana. Kedua Orang tua Alana sudah lama meninggal dunia akibat kecelakaan beruntung ketika Alana masih berusia 12 tahun. 'Apakah ini maksud paman?' batin Alana tidak percaya jika apa yang dikatakan beberapa hari yang lalu tentang perjodohan itu benar adanya. Tante berlin yang merupakan istri paman handoko beranjak dari tempat duduknya. "Alana, perkenalkan, ini Om Danu Hermawan dan Ini istrinya Tante Sinta. Dan di sampingnya merupakan putranya yang bernama Zain. "Nak Zain, ini Alana, " Ujar Tante Berlin dan berbisik pada Alana. "Alana senyum, ingat pamanmu." Bisik Tante Berlin. Zain beranjak dari tempat duduknya dan mengajak Alana berkenalan. "Zain.""Alana," Jawab Alana dengan senyum. Pe

  • Istri Separuh Masa   Pernikan

    Bab 2. PernikahanTampak ramai terlihat ruang yang akan di gunakan untuk melakukan ijab kabul. Hingga tiba waktu, Ijab qabul pun berlangsung dengan hikmat. SAHSeketika, Alana menjatuhkan air mata yang yang Alana tidak tahu air mata apa. Tapi Alana yakin, Zain adalah pilihan terbaik untuknya. "Nak, Ayo kita temui suamimu," Ajak Ibu Sinta membawa Alana menuju di mana Zain usai mengucapkan janji suci. Penampilan Alana hari itu sangat berbeda dari bisanya. Terlihat begitu anggun nan ayu. Siapa pun yang melihat akan terpesona. Namun ternyata berbeda dengan Zain, Di mata Zain, Alana tidak lain adalah perusak kebahagiaan dalam percintaannya dengan kekasih hati. Tatapan itu begitu tajam mengarah pada Alana yang kini sudah tiba di depan mata. "Zain?" tegur Ibu Santi melihat Zain tidak berkedip menatap Alana yang kini berdiri di depannya. Zain mengumbar senyum dan sedikit bergeser memberikan ruang untuk Alana duduk di sisinya. "Pasangkan cincinnya," pinta Ibu Santi lagi. Tuan Danu terus

Bab terbaru

  • Istri Separuh Masa   Menyentuh Pertama Kalinya

    Bab 9. Menyentuh Pertama KalinyaZain terkejut melihat air merembes masuk dalam kamar. Entah di mana sang pemilik kamar tidak terlihat. Zain mencari seseorang, akan tetapi tidak terlihat olehnya. "Di mana Alana, Bibi?" tanya Zain sambil menjinjit karena air di dalam kamar sudah merembes kemana-mana. "Bagaimana bisa air merembes seperti ini, Bibi?" Kembali Zain bertanya sambil menatap heran Bibi Sumi. Bibi Sumi yang berdiri di depan pintu kamar mandi hanya bisa mematung sambil melihat masuk ke dalam ruang kamar mandi, dimana Alana pulas dalam tidurnya sambil berendam. "Apa yang terjadi, Bibi? Apa Alana ada di dalam?" tanya Zain. "Nona berendam sambil tertidur, Tu.. Tuan," ujar Bibi Suami sambil gugup. "Apa!" Suara lantang Zain membuat Bibi Sumi ketakutan. Takut Tuan mudanya marah besar. "Jadi, asal air ini dari dalam kamar mandi?!" tanya Zain tegas. "Benar bikin repot saja wanita itu?!" geram Zain lagi dan masuk dalam kamar mandi. Terlihat jelaslah wajah Alana di sana. Hingga ma

  • Istri Separuh Masa   Pertemuan Zain Dengan Pujaan Hati

    Bab 8. Pertemuan Zain dengan Pujaan HatiZain menghentikan mobilnya dipinggir jalan. Lalu,. mematikan mesin mobilnya, "Marina sayang, dengarkan aku. Aku belum bisa sepenuhnya dulu menemani dirimu. Bukan aku tidak menginginkan dirimu. Akan tetapi, kau harus tahu keadaa aku sekarang. Ya...." Zain mengenggam tangan Marina. Marina melepaskan genggaman Zain dengan kasar. "Yasudah, aku mengerti." jawab Marina berharap Zain mai mengerti dirinya. "Kalau begitu aku ikut ke kantor." "Bukan tidak mau, Sayang. Tetapi, bim saatnya." "Kenapa. Sebelumnya juga aku sering kekantot. Harusnya hati itu, kamu tidak menikahi wanita itu, Zain. Harusnya hari itu, akulah yang kamu nikahi. Bukan Alana itu!" geram Marina. "Kan aku sudah ajak kamu menikah. Akan tetapi, kamu yang belum siap." ujar Zain. "Bgaimana bisa kita menikah hari itu, restu saja dari ayah dan ibumu tidak ada. Apa kita akan me ikah tanpa restu? Tidak, Zain. Aku ingin menikah dengan degan adanya restu." bela diri Marin sendiri yang ingat

  • Istri Separuh Masa   Menepis Rasa

    Bab 7. Menepis rasaTidak ada hak aku untuk ikut campur dalam urusan kami di luar sana, Tuan Zain. Aku cukup tahu diri posisi aku di mana." Air mata itu seakan tertahan dengan kepedihan begitu dalam. Hati Alana menjerit. Apa lagi ketika Alana menyadari akan perasaannya pada Zain yang masih berharap. Alana merutuki takdirnya yang tidak pernah berhenti datang menerpa. Saat masih bersama Paman dan bibinya, Dirinya pun harus mengorbankan perasaannya, memilih mengalah untuk tidak berdebat dengan tante Berlin yang tidak pernah suka akan kehadiran dirinya di rumah pamannya. Tiba sekarang, kembali rasa sakit, kecewa atas perlakuan seorang suami yang tidak bersyukur menerima keberadaan dirinya. Alana terus merutuki dirinya yang medapat perlakuan terabaikan. Berharap menjadi istri yang diterima oleh Zain sangat jauh hal itu akan terjadi. 'Kuatkan aku, Tuhan.' batin Alana yang bukan berarti dirinya begitu bodoh untuk bertahan sebagai istri tak dianggap. Namun, beberapa alasan membuat dirinya b

  • Istri Separuh Masa   Pindah Rumah

    Bab 6. Pindah Rumah"Alana?" Panggil nenek Fatimah melihat Alana tengah mengusap air matanya. "Kenapa Sayang?" Alana terlihat gugup. Apakah nenek Fatimah mendengar keluhan sebelumnya? "Alana baik-baik saja, Nak?" Kembali Nenek Fatimah bertanya dan duduk di samping Alana yang duduk di atas kasur empuk tersebut. Alana tersenyum dan berkata, "Iya nenek. Alana hanya teringat sama almarhum ayah dan Ibu." "Oh sayang, kami adalah org tuamu, Nak. Jangan bersedih. Semua akan baik saja. Seiring berjalannya waktu, kau dak Zain akan hidup bahagia," ucap Nenek Fatimah yang tujuannya datang memang ingin berbincang-bincang banyak dengan Alana juga untuk memberikan nasehat. "Terimakasih, Nenek. Alana sayang Nenek." Alana terlihat bahagia. Nenek Fatimah pun memeluk Alana. "Teruslah berbahagia, Nak. jika ada perlakuan Zain yang tidak berkenan di hatimu suatu hari nanti, jangan segan-segan memberitahu pada kami. Kamu sabar ya sayang. Zain itu orang sibuk, jadi jangan lupa selalu ingatkan dia."'Ne

  • Istri Separuh Masa   Pamit

    Bab 5. PamitAlana mengangkat wajahnya dan berkata, "Aku baik-baik saja paman." "Iya, Paman. Alana baik-baik saja. Jangan khawatirkan Alana." Zain melanjutkan ucapan Alana. Paman Handoko tersenyum dan berkata, "Nak Zain, aku titip ponakan paman padamu. Aku percaya padamu." Alana rasa ingin menumpahkan perasaannya mendengar hal tersebut. Namun, Alana tak kuasa. Alana memilih diam seribu bahasa dengan hati yang hancur, terluka. "Iya paman." Jawab Zain menatap Alana sebagai kode agar Alana segera pamit. Sejujurnya, Zain sedari tadi gelisah untuk segera pulang dan berangkat meninggalkan kota A menuju kota J. Zain sudah sangat merindukan pujaan hatinya. Alana menoleh dan kembali Zain memberi kode. Alana menoleh kearah paman Handoko juga pada Tante Berlin, lalu pamit. "Paman, Tante, Alana pamit. Hari ini Mas Zain akan membawa Alana pindah kota. Alana dan Mas Zain akan tinggal di sana. "Wah, bagus itu!" Sahut Tante Berlin spontan.Paman Handoko menoleh kearah istrinya. Tante Berlin la

  • Istri Separuh Masa   Akan Pindah Rumah

    Bab 4. Akan Pindah RumahPagi tiba, Alana ikut kembali bergabung dengan keluarga besar Zain. Zain menggandeng tangan Alana dengan mesra menuju meja makan bahkan memperlakukan Alana seakan mereka seperti pengantin baru pada umumnya. 'Jangan memperlakukan aku seperti ini, Mas. Aku akan semakin tersakiti,' batin Alana melihat tangan zain. 'Jangan baper Alana. Tahu diri. Kamu hanya istri separuh masa. Ingat itu.' batin Alana lagi. Alana hanya mampu berperan dengan batinnya. "Ayo, Sayang," Pinta Zain meminta Alana untuk duduk. "Iya," Jawab Alana menatap Zain. "Terimakasih." Alana duduk di kursi depan meja makan yang Zain siapkan. "Nah, gitu dong," ucap Ibu Sinta terlihat bahagia melihat Zain dan Alana bahagia di depan mata mereka. "Zain, teruslah bahagiakan istrimu. Jangan sia-siakan Alana," Ujar Tuan Danu pada putranya. "Alana istri yang tepat untukmu."Zain menggenggam tangan Alana dan berkata, "Pasti ayah." lalu, Zain mengecup tangan Alana di depan kedua orang tua Zain. Alana mak

  • Istri Separuh Masa   Kecewa

    Bab 3. KecewaAlana menatap dirinya di cermin sepeninggal Zain. Alana merasa sangat malu pada dirinya sendiri yang sudah begitu percaya diri jika Zain juga akan mencintainya. Air mata itu akhirnya keluar juga setelah melihat Zain sudah tidak ada di kamar. Isak tangis Alana terdengar memenuhi ruang kamar. Alana sekuat mungkin mencoba menjadi wanita yang kuat. "Kamu pikir, kamu siapa Zain?" isak tangis Alana dalam kesendiriannya. "oh Tuhan, kuatkan aku." Alana menatap dirinya lewat pantulan cermin. Hingga pada akhirnya, Alana selesai berganti, Alana pun bersiap untuk menemui keluarga besar Zain. ***"Zain, mana Alana, Nak?" tanya Ibu Sinta. "Sementara berganti, Bu." Senyum Zain. "Alana baik-baik saja, kan?" Tanya Ibu santi khawatir. "Ibu, apa Zain terlihat begitu menyeramkan?" tanya Zain begitu pintar menyembunyikan semuanya. Selang beberapa waktu, Alana pun tiba dengan gaun yang dikenakan begitu cocok dengan tubuh rampingnya yang sebelumnya diberikan oleh Zain. Terlihat Alana

  • Istri Separuh Masa   Pernikan

    Bab 2. PernikahanTampak ramai terlihat ruang yang akan di gunakan untuk melakukan ijab kabul. Hingga tiba waktu, Ijab qabul pun berlangsung dengan hikmat. SAHSeketika, Alana menjatuhkan air mata yang yang Alana tidak tahu air mata apa. Tapi Alana yakin, Zain adalah pilihan terbaik untuknya. "Nak, Ayo kita temui suamimu," Ajak Ibu Sinta membawa Alana menuju di mana Zain usai mengucapkan janji suci. Penampilan Alana hari itu sangat berbeda dari bisanya. Terlihat begitu anggun nan ayu. Siapa pun yang melihat akan terpesona. Namun ternyata berbeda dengan Zain, Di mata Zain, Alana tidak lain adalah perusak kebahagiaan dalam percintaannya dengan kekasih hati. Tatapan itu begitu tajam mengarah pada Alana yang kini sudah tiba di depan mata. "Zain?" tegur Ibu Santi melihat Zain tidak berkedip menatap Alana yang kini berdiri di depannya. Zain mengumbar senyum dan sedikit bergeser memberikan ruang untuk Alana duduk di sisinya. "Pasangkan cincinnya," pinta Ibu Santi lagi. Tuan Danu terus

  • Istri Separuh Masa   Pertemuan Alana dan Zain

    Bab 1. Pertemuan Alana dan ZainBaru pulang dari tempat kuliah, Alana terkejut ketika masuk di ruang rawat paman Handoko. Alana mendapati sepasang suami istri dan seorang pemuda tengah menatapnya. Seluruh tubuh Alana gemetar dan terbayang perkataan paman Handoko yang merupakan pengganti orang tua Alana. Kedua Orang tua Alana sudah lama meninggal dunia akibat kecelakaan beruntung ketika Alana masih berusia 12 tahun. 'Apakah ini maksud paman?' batin Alana tidak percaya jika apa yang dikatakan beberapa hari yang lalu tentang perjodohan itu benar adanya. Tante berlin yang merupakan istri paman handoko beranjak dari tempat duduknya. "Alana, perkenalkan, ini Om Danu Hermawan dan Ini istrinya Tante Sinta. Dan di sampingnya merupakan putranya yang bernama Zain. "Nak Zain, ini Alana, " Ujar Tante Berlin dan berbisik pada Alana. "Alana senyum, ingat pamanmu." Bisik Tante Berlin. Zain beranjak dari tempat duduknya dan mengajak Alana berkenalan. "Zain.""Alana," Jawab Alana dengan senyum. Pe

DMCA.com Protection Status