"Apa Ayahanda tidak bisa menolaknya saja?" Gadis berambut panjang berwarna pirang bertanya kepada ayahnya di ruangan kerja Sang Raja.
"Akan banyak rugi dibandingkan untung jika aku menolaknya. Sebenarnya aku tidak terlalu peduli dengan untungnya tapi jika aku tolak maka akan terjadi perang antar kedua kerajaan. Sebagai seorang raja, itulah yang paling aku hindari. Lagipula kekaisaran itu adalah kekaisaran yang berhasil mengalahkan pasukan raja iblis rasanya akan sulit untuk menang perang dari mereka dan aliansinya." "Tapi tetap saja aku tidak mau Kak Bella pergi ke kerajaan bar-bar seperti itu." "Pernikahannya akan menjadi balas budi karena selama ini ia telah diberikan hidup yang layak. Untungnya dalam surat tidak ada nama putri mana yang kaisar itu lamar. Sebenarnya aku takut jika namamu yang tertera dalam surat itu, anakku." Perkataan dari raja sama sekali tidak membuat Gloriana senang ataupun tenang. Ia tidak bisa membiarkan kakaknya pergi ke kandang para serigala yang lapar namun rasanya sulit untuk menghentikannya karena jika tidak diberikan maka serigala-serigala tersebutlah yang nantinya akan menghampiri mereka dan merebutnya secara "Begini saja, biarkan aku bertemu dengan kaisar itu. Aku akan mencoba negosiasi pertemanan dengannya tanpa menjalin pernikahan." Ujar Gloriana dengan percaya diri. "Tentu saja aku tidak bisa melakukannya. Jika pria itu melihat gadis secantik dirimu maka bisa saja malah kau yang dirinya inginkan. Aku tidak ingin kau yang menjadi pengantinnya lebih dari siapapun." Dengan tatapan tajam, Gloriana memandangi ayahnya namun ayahnya tetap tidak takut ataupun luluh olehnya. Dirinya mulai frustasi karena segala saran dan keinginan selalu ditolaknya. Melihat pembicaraan sudah hampir usai sang raja segera mengalihkan pembicaraan ke topik yang berbeda. Topik yang menyenangkan dan jauh lebih ringan. "Lalu bagaimana dengan upacara penobatan adikmu? Apa semuanya sudah aman terkendali?" Ini memang tidak diceritakan pada saat kelahirannya namun sekitar 3 tahun yang lalu seorang putra mahkota lahir di Kerajaan Deux. Ratu Mariana memang terlihat benci kepada Raja Hernes akan tetapi ia tetap tidak ingin kehilangan pengaruhnya dalam istana. Satu hari dalam satu putaran minggu, ia akan membiarkan raja mengunjungi kamarnya. Hasilnya anak kedua dari ratu yang sah telah lahir di dunia ini. Beruntungnya kali ini sosok anak laki-laki yang lahir, sehingga secara hukum kerajaan membuat hak waris penerus tahta mutlak miliknya menggantikan Gloriana yang merupakan seorang perempuan sekaligus menghilangkan kesempatan Bella naik menjadi ratu. Meskipun itu terlihat seperti merendahkan perempuan namun peraturan itu nampaknya tidak bisa diganggu gugat sebab banyak yang berpendapat kalau mengubah peraturan ini maka sama saja mengubah kerajaan itu sendiri dan akan muncul banyak konflik saudara setelahnya. Dalam sejarahnya memang ada tahta yang jatuh kepada seorang wanita namun itu karena putra mahkota yang sah meninggal terlebih dahulu akibat penyakit yang misterius. Tetapi, mendengar sifat licik yang dimiliki ratu tersebut membuat semua orang yakin kalau penyakit misterius yang dialami oleh putra mahkota berasal dari dirinya. Gloriana sendiri seperti tidak peduli jika dirinya batal menjadi pemegang kekuasaan penuh di seluruh negeri. Dirinya yang memiliki ingatan tentang masa lalu malah menginginkan hidup damai yang akan membuatnya hidup hingga hari tua. "Semuanya aman terkendali Ayahanda. Aku yang menyiapkannya jadi Ayahanda tidak perlu khawatir." "Aku tidak khawatir karena aku mempercayaimu, Nak." Kemudian Gloriana pergi dari ruangan ayahnya untuk menuju ke ruangan kakaknya yang saat ini sudah menjabat sebagai ketua divisi arsip kerajaan. Ia mendapatkan pekerjaan ini setelah mendapat pengakuan dari banyak orang termasuk Raja Hernes, Raja dari Deux itu sendiri. Orang-orang terkagum-kagum dengan kepintarannya dalam mengelola dokumen tanpa mereka ketahui kalau segala macam ilmu tata kelola dokumen itu diajarkan oleh Gloriana. "Gloriana! Tumben kau mengunjungi aku disini." Bella menyapa adiknya sambil menuliskan beberapa dokumen. Segala dokumen dan tumpukan kertas yang menggunung itu mengingatkan Gloriana kepada pekerja masa lalunya, sebab itu ia jarang sekali mengunjungi ruangan kerja kakaknya. "Aku mampir untuk melihat-lihat." Ucap Gloriana kepada kakaknya yang sedang sibuk dengan segala macam kertas. "Oh, lihatlah gadis yang mencoba membohongi Kakaknya ini. Ada yang ingin kau katakan padaku kan?" Jika ditanya siapa orang yang paling dekat dengan Gloriana maka jawabannya adalah Kakaknya, Bella. Kedekatannya bahkan melebihi kedekatan antar Gloriana dengan Ibunya. Posisinya yang harus menjaga sikap dihadapan ibunya yang seorang ratu merupakan alasan mengapa Gloriana lebih sering menghabiskan waktu dengan Kakak tirinya tersebut. Dihadapan kakaknya, Gloriana bisa lebih santai dan menujukan siapa dia sebenarnya. Ia memang tidak mengungkapkan tentang dirinya di kehidupan sebelumnya, namun sikap aslinya yang seperti warga desa ketimbang putri raja adalah sesuatu yang hanya diketahui oleh mereka berdua. Bahkan, ia benar-benar menggulung gaunnya dihadapan kakaknya agar mudah bergerak. "Baiklah, aku memang tidak bisa berbohong kepadamu." "Lalu, ada apa sampai kau ke sini?" "Ada surat lamaran dari Kekaisaran Brigard." Bella menghentikan tangannya setelah mendengar apa yang dikatakan oleh adiknya. "Untukku?" Tanyanya dengan nada rendah. "Tidak. Tidak ada nama untuk siapa lamaran itu dibuat, tujuannya adalah pernikahan politik." "Kalau begitu, lamaran itu pasti untukku." "Kak." "Tidak, Adikku. kau memang sudah bukan penerus tahta lagi namun aku tidak akan membiarkan dirimu pergi ke negeri mengerikan dan berbahaya seperti itu." "Aku juga tidak mau ke sana. Kita harus cari cara agar Kaisar Brigard mengurungkan niatnya namun persahabatan antar kerajaan tetap terjalin." "Rasanya terdengar seperti keinginan anak kecil. Tidak ada yang bisa dilakukan jika itu menyangkut dengan Kaisar Brigard, orang gila itu bahkan meratakan satu kerajaan hanya karena bunga yang dilemparkan ke hadapannya." Gloriana terdiam karena jauh di dalam hatinya ia juga berpikiran hal yang sama. Kaisar egois yang mengirimkan surat lamaran itu, rasanya tidak akan berhenti sampai keinginannya terwujud. Bukan keinginan menikah dengan salah satu Putri Kerajaan Deux melainkan menjalin kerja sama dengan kerajaan ini atau jika memungkinkan langsung menduduki wilayah kerajaan. Logika mereka mengincar kerajaan ini disebabkan sumber daya besi yang dimiliki wilayah Deux cukup melimpah. "Dengar Kak, aku akan mencari cara agar aku dan kau tidak menikahinya. Bukankah kau memiliki hubungan khusus dengan Ksatria Tronni." "Hey, kau tahu dari mana?" "Semua orang yang memperhatikanmu pasti tahu. Tidak, bahkan Bunda Ratu juga tahu hal ini." Pipi Bella memerah, segera ia menggunakan tangannya untuk menutupi wajahnya yang terlihat malu-malu. Kedekatannya dengan Ksatria Tronni berawal dari hubungan pekerjaan antar keduanya. Tronni sering mengawal Bella yang bekerja ke sana ke mari untuk sebuah dokumen. Dari waktu bersama itulah muncul benih perasaan yang khusus diantara mereka berdua. Setidaknya sampai saat ini mereka sudah berjanji untuk bertunangan dan sedang mencari momen yang tepat untuk berbicara kepada raja perihal rencana pertunangan mereka. "Aku memang mencintai Tronni tapi sepertinya takdirku bukanlah dirinya. Aku tidak bisa mengorbankan kerajaan ini hanya untuk bersama dengannya." "Kita bisa cari jalan lain." "Jauh dibandingkan kerajaan, aku tidak bisa mengorbankan dirimu yang merupakan adik yang paling aku sayangi. Aku yang akan menerima lamaran itu." Tangan Bella bergetar ketika mengatakan persetujuannya atas lamaran yang datang. Meskipun mulutnya berkata seperti itu namun ketakutan sangat terlihat dari matanya. Adiknya yang tidak tega melihat kakaknya ketakutan segera memeluknya dengan erat. Sambil terus membisikkan berbagai kata-kata yang menenangkan. "Terima kasih. Sedari dulu memang hanya dirimulah yang benar-benar peduli kepadaku, Gloriana." Setelah mendengar ucapan dari Kakaknya, Gloriana malah semakin mengencangkan pelukannya hingga tubuh yang ia peluk mulai merasakan sesak nafas. Bella menepuk-nepuk lengan dari adiknya yang membuat pelukan tersebut berakhir. "Oh iya, sampel makanan yang kau inginkan sudah datang. Aku yang menerimanya tadi pagi." "Benarkah? Berikan itu kepada Berlin, biar ia yang membawanya ke adikku untuk dicicipi. Aku harus keluar dari istana sebentar." Setelah berpamitan, putri kerajaan tersebut keluar dari kamar kakaknya dan menuju ke pintu utama istana. Sebuah kereta kuda yang mewah sudah menunggu bersamaan dengan ksatria yang jumlahnya puluhan. Gloriana mendecakkan lidahnya pertanda ia tidak setuju dengan pengawalan ketat yang telah disiapkan. Setelah Gloriana melaksanakan tugasnya lalu ia kembali ke istana. Saat ia memasuki pintu istana semua orang melihatnya dengan sorot mata tajam dan nampak memancarkan perasaan amarah kepadanya. Ini tidak seperti saat ia keluar tadi, kini tatapan para prajurit dan pekerja istana benar-benar memandang sinis dirinya. Setelah terus masuk ke dalam, akhirnya ia mengetahui kalau alasan tatapan tajam itu disebabkan oleh Berlin, pelayan pribadinya yang saat ini berlutut di depan Raja Hernes dengan wajah yang begitu putus asa. "Aku tanya sekali lagi, apa kau diperintahkan oleh Gloriana?" "Tidak Yang Mulia, ini murni kesalahan saya." "Berani sekali kau berkata kalau tindakan meracuni putra mahkota adalah sebuah kesalahan saja! Ini adalah rencana pembunuhan! Maka hukuman buatmu adalah hukuman gantung. Laksanakan juga hari ini!" Setelah perintah diberikan dua prajurit maju untuk mengangkat Berlin pergi dari hadapan Yang Mulia Raja. Mendengar apa yang barusan dikatakan oleh Ayahnya membuat Gloriana diam membatu beberapa saat. Tidak mungkin Berlin berniat meracuni adiknya, ia adalah pelayan yang paling dekat dengannya jadi ia sudah paham jika sebenarnya Gloriana tidak mengharapkan tahta kerajaan ini. Sebelum berangkat tadi ia memang memerintahkan Berlin ke ruangan putra mahkota dengan maksud memberikan beberapa sampel makanan untuk pesta penobatannya nanti namun tidak disangka jika sampel makanan tersebut mengandung racun. "Ayahanda, bagaimana keadaan Adinda?" Gloriana bertanya setelah memberikan tanda untuk berhenti kepada prajurit yang membawa Berlin. "Untung saja kondisinya tidak parah, racunnya juga sudah diberikan penawar. Saat ini ia sudah stabil." "Syukurlah kalau begitu." Sampel makanan itu berasal dari toko manisan yang terkenal di pusat kota. Rasanya tidak mungkin terdapat racun di sana , jika mereka tidak mau hidupnya hancur. Kalau itu memang beracun maka akan terdeteksi oleh pemeriksa pada saat makanan tersebut masuk ke dalam istana. "Tapi Berlin bukanlah orang yang menaruh racun di makanan itu." Ucapan Gloriana membuat seluruh perhatian menuju kearahnya. Gloriana tidak bisa diam saja dan membiarkan ini berjalan begitu saja. Jika dibiarkan maka Berlin akan mendapatkan hukuman mati saat ini juga, meskipun begitu ia tidak bisa membuktikan kalau racun itu bukan berasal darinya. Ia juga tidak ingin curiga kepada kakaknya yang bisa saja menyentuh sampel makanan tersebut mengingat ialah yang menerima makanan tersebut masuk ke dalam istana. "Aku yang memodifikasi makanan tersebut." Pengakuan yang Gloriana keluarkan membuat seluruh orang yang menyaksikan kaget tidak percaya “APA YANG KAU KATAKAN!” Untuk pertama kalinya raja meninggikan suaranya kepada Gloriana.Raja berdiri dari tempat duduknya setelah mendengar apa yang dikatakan oleh anaknya sendiri. Seluruh orang seperti tidak akan percaya dengan apa yang dikatakan oleh putri kerajaan mereka. Meskipun begitu Gloriana tidak menyesali apa yang ia katakan barusan. "APA YANG KAU KATAKAN!" Suara Raja Hernes menggelegar di seluruh penjuru ruangan yang sunyi. "Aku yang memodifikasi makanan itu agar lebih enak, aku tidak tahu kalau itu malah menjadi racun." Itu adalah sebuah kebohongan yang membuat hati raja begitu sedih dan kecewa. Jika tidak ada seorangpun yang melihat dirinya sebagai raja bermartabat maka air mata pasti akan keluar dari ujung kelopak mata pria paruh baya tersebut. "Prajurit, bawa gadis ini ke penjara." Ucap Raja Hernes dengan lemas untuk memberikan keputusan atas kasus percobaan meracuni Putra Mahkota Kerajaan Deux. Prajurit yang tadinya mengawal Gloriana langsung membawa paksa orang yang mereka kawal itu untuk pergi ke sel penjara istana. Raja tertegun layu meratapi apa y
Berjalan kemudian duduk dengan tegang dan menatap dokumen yang ada dihadapannya. Beberapa detik kemudian ia bangkit dan mondar-mandir lagi. Wajah tegang dan rasa gelisah Bella sudah berlangsung sejak Gloriana masuk ke dalam penjara. Perilaku yang ia tunjukkan adalah buntut dari rasa bersalah atas apa yang diam-diam ia lakukan dibelakang adiknya. "Putri Bella, ada surat untuk anda." Seorang pelayan masuk ke dalam ruangan yang membuat perhatian Bella tertuju kepadanya. "Dari siapa?" Tanya Bella kepada pelayan tersebut. "Tidak ada nama pengirimnya tapi di sini tertera kalau surat ini di tunjukkan kepada anda." "Berikan kepadaku." Ucap Bella yang membuat pelayan tersebut segera memberikan sebuah amplop surat kepadanya. Amplop berwarna merah dengan nama Bella Von Deux sebagai tujuan penerimanya. Sepertinya surat itu bukanlah surat resmi sebab tidak ada lambang keluarga atau instansi apapun di perekat lilin yang digunakan untuk menutup surat. Mengambil sebuah pisau lalu menyobek perek
Bella berjalan menyusuri lorong istana untuk menuju ke ruangan raja. Meskipun niat dan langkahnya yakin namun wajah serta tubuhnya bergetar diselimuti oleh ketakutan yang begitu hebat. Bagaimana jika hukuman untuknya bukan hanya mendekam di dalam penjara menggantikan adiknya saja namun malah menjadi hukuman yang lebih parah dari pada itu.Sambil memikirkan nasib kepalanya yang bisa saja hilang sebagai skenario terburuk, Bella akhirnya sampai di depan ruangan raja. Ia mendekati seorang penjaga pintu untuk meminta izin kepadanya terlebih dahulu sebelum benar-benar diizinkan bertemu dengan sosok paling penting di kerajaan ini."Yang Mulia, Putri Anda Bella Von Deux meminta izin untuk bertemu dengan anda." Ucap penjaga tersebut dari luar pintu ruangan dengan volume suara yang begitu keras.Raja yang mendengar apa yang dikatakan oleh penjaganya memberikan izinnya untuk permintaan tersebut. Pintu dibuka oleh penjaga lain yang berada di dalam ruangan, secara perlahan Bella menampakan diri mem
"Orang itu benar-benar memiliki perilaku yang buruk." Raja Hernes menundukkan kepalanya sedangkan lengan kanannya sibuk memijat jidatnya yang berkedut dengan cepat. "Bagaimana mungkin seorang kaisar memilih kriminal sebagai istrinya?" Ucapnya lagi dengan nada rendah."Justru karena tuan putri memiliki catatan kriminal maka ia jadi lebih tertarik kepadanya. Kaisar itu memang sudah tidak memiliki kewarasan." Miguel membalas pertanyaan rajanya, meskipun tidak ada keharusan untuk menjawab pertanyaan itu."Lalu apa yang harus aku lakukan? Aku tidak ingin putriku, Gloriana pergi ke sana." Mata sang raja nampak kosong dan putus asa saat mengatakan keinginan dirinya yang sebenarnya.Miguel hanya diam termenung sebab ia tidak bisa membalas apa yang kali ini diinginkan oleh rajanya. Semua konstruksi jalan keluar yang ia pikirkan putus di sebuah skenario di mana negari ini akan diserang oleh Kekaisaran Brigard. "Apa kita berperang saja dengan mereka.""Yang Mulia! Ketahuilah kalau ucapan dan pem
Sejak dahulu, ketika masih bernama Ashriana, dirinya memang tidak menyukai perjalanan jauh yang memakan banyak waktu. Saat di dunia asalnya dulu, ia akan mengeluh hanya karena perjalan 3 hari menggunakan bus yang berjalan di aspal mulus. Maka sekarang ini, dalam perjalanan 3 bulan menggunakan kereta kuda yang berjalan di atas jalanan yang tidak rata seperti akan membunuh mental dan fisik putri tersebut."Ah, sial. Pantatku sakit. Bantal duduk yang kau buat bahkan sudah tipis sekarang." Ucap Gloriana kemudian menghembuskan nafasnya panjang-panjang."Putri, meskipun hanya ada saya di sini tapi Anda tetap dilarang berbicara kasar dan vulgar seperti tadi." Balas seorang pelayan yang duduk menghadap ke Gloriana."Memangnya kenapa? Aku mengatakan hal seperti itu karena tahu kalau cuma ada kau yang mendengarnya, Berlin."Meskipun sudah mendapatkan pemecatan sebelumnya, namun pelayan bernama Berlin Linbert tetap dibawa oleh Gloriana untuk pergi bersamanya ke Kekaisaran Brigard. Pasalnya, hukum
Jika ada yang bertanya tentang musuh terbesar bagi umat manusia, sekiranya jawaban seperti apa yang akan diberikan untuk menjawab pertanyaan itu? Alam semesta atau kaum iblis? Terkadang itu memang benar tapi itu bukanlah jawaban yang sempurna. Sebab jawaban yang tepat dari pertanyaan tersebut adalah manusia itu sendiri.Manusia menjadi musuh terberat bagi umat manusia. Lebih tepatnya, apa yang ada di dalam diri manusia. Iri, amarah, malas, sombong, tamak, rakus dan nafsu. Dalam sejarah panjang umat manusia, ke-tujuh sifat tersebut telah berhasil membinasakan manusia yang tak terhitung jumlahnya."Putri, kenapa Anda malah tidur lagi di dalam kamar mandi." Ucap Berlin, seorang pelayan yang sedang terburu-buru memasangkan gaun berwarna merah kepada gadis berwajah datar dengan mata yang tertutup."Habisnya, air panasnya sangat pas sekali. Aku jadi nyaman dan kalah dari rasa malas serta hawa nafsuku." Balas putri berambut pirang bernama Gloriana."Ah, tidak ada waktu. Putri, Anda dalam masa
Satu saja kesalahan lagi maka negeri yang paling ia sayangi bisa saja hancur tak berbekas. Meskipun begitu, setelah memperhatikan kondisi orang yang ada di depannya, Gloriana memiliki rencana untuk keluar dari masalah yang begitu genting ini. Memang benar ia telah merusak makan malam tapi keadaan akan berbalik jika ia bisa memberi sesuatu hal yang lebih menguntungkan bagi Kaisar. Kantung mata kaisar cukup besar dan berwarna hitam, sepertinya ia sudah tidak tidur beberapa hari. Saat ini dibandingkan dengan makan, menutup mata untuk tertidur adalah sesuatu yang lebih dibutuhkan oleh tubuhnya.Sebab itu Gloriana masuk ke dalam sebuah kamar bersama dengan pria tersebut. Sebab, dirinya ingin membuat kaisar tertidur dan melupakan kesalahan yang telah ia perbuat."Lepaskan pakaianmu." Kaisar Elder mengatakan hal yang membuat Gloriana terdiam beberapa saat, dirinya mulai menyadari jalur dari rentetan kejadian yang akan datang.Kenapa jadi begini, apa kita berdua akan melakukan hal itu? Pikirn
Baru saja matahari menunjukkan bentuk sempurnanya. Seorang pelayan turun dari kereta kuda yang digunakan untuk membawa dirinya dan barang-barang. Pelayan bernama Berlin, memasuki kastil tempat dimana tuan putrinya menghabiskan malam yang sepertinya akan sulit dilupakan.Berjalan tegap di sebuah lorong, wajahnya datar namun pikirannya tidak bisa setenang penampakan luar yang dirinya tunjukan. Sejak tadi malam, Berlin benar-benar memikirkan tentang keadaan Gloriana yang membuatnya tidak bisa tertidur dengan nyenyak."Apakah kamu pelayan dari Selir Gloriana?" Seorang pelayan wanita bertanya kepada Berlin yang isi pikirannya masih tertuju kepada gadis yang menjadi atasannya."Benar, aku datang untuk menjemput Tuan Putri Gloriana. Bisakah kamu tunjukan dimana dirinya sekarang?" Balas Berlin atas pertanyaan yang diajukan kepadanya."Selir Gloriana sedang berada di kamar sekarang namun kamu dilarang untuk masuk terlebih dahulu.""Kiranya kenapa demikian, apa Tuan Putri sedang melakukan sesuat
Ruangan ini memang tidak didesain untuk ditinggali oleh 13 orang dewasa. Sebagai gambaran, sofa yang digunakan untuk bersantai hanya cukup menampung maksimal empat orang saja sedangkan bangku dari meja makan tidak diperuntukkan lebih dari dua orang.Sebenarnya bisa saja mengambil banyak bangku dari luar tapi karena mereka datang tanpa peringatan membuat Gloriana tidak bisa menyiapkan kebutuhan yang mereka semua butuhkan. Alhasil hanya Selir Gloriana, Victoria, Alice dan Charlotte yang duduk di sofa sedangkan yang lainnya berdiri tegak membuat dua barisan yang berbeda."Hoi! kenapa kalian semua datang ke kamar Ayunda Gloriana." Alice lantang berbicara dengan wajah kesalnya."Diam kau gadis kecil! Aku ke sini karena ada yang ingin aku bicarakan dengan Adinda Gloriana tapi tidak disangka ada rombongan ular yang ikut sampai ke sini." ucap Victoria sambil melototkan matanya ke arah Charlotte."Siapa yang kau sebut rombongan ular? Kami datang ke sini dengan niat baik untuk menanyakan kondis
"Ayunda Gloriana, bolehkah aku berbicara denganmu." Nada gadis itu pelan dan terdengar tertahan. Beberapa saat sebelumnya, Gloriana mendengar pintu diketuk dari luar. Karena tidak ada pelayan yang berjaga membuat dirinya sendiri yang harus membuka pintu itu. Seorang gadis berkuncir dua berwarna coklat bernama Alice berada di luar bangunan kamarnya dengan sedikit kecemasan di wajahnya. "Kalau ingin berbicara, lebih baik di dalam saja." Kata Gloriana mempersilahkan gadis itu memasuki wilayahnya. Alice duduk di sofa sedangkan Gloriana pergi ke tungku dan menaruh teko pemanas air yang sudah disiapkan oleh Berlin sebelumnya. "Aku mohon maaf jika kemarin kau ke sini dan tidak menemukanku." Kata Gloriana sambil menunggu air itu berbunyi pertanda telah matang. "Tidak! aku yang sebenarnya harus meminta maaf kepadamu. Kemarin aku tidak datang ke sini untuk mencarimu, aku tidak datang di saat kau butuh seseorang di sampingmu. Aku memikirkan diri sendiri dan takut bertemu denganmu. Aku ben
"Apa kau memiliki cara untuk mengirim surat ini?" Gloriana memberikan pertanyaan setelah menuliskan rangkaian kata formal di atas secarik kertas.Ini pertama kalinya Gloriana mengirimkan surat sejak tinggal di dalam istana Harem milik kekaisaran. Biasanya surat dikirimkan dengan burung pengantar pesan atau tukang pos yang rentan waktunya jauh lebih lama sampai ke tujuan. Hubungan dengan Marquis Hendrik masih harus ia tutupi demi menghindari narasi kesalahpahaman yang bisa saja terjadi sebab belum resminya hubungan antar mereka berdua. Jadi tidak mungkin menggunakan burung pengantar pesan yang bisa dilihat oleh siapa saja saat diterbangkan, namun jika menggunakan tukang pos maka surat itu mungkin baru sampai saat pikiran Marquis Hendrik sudah berubah."Gront akan membawanya keluar dari istana Harem dan mengirimkannya dengan burung dari kantor pos." Jawab Berlin memberikan solusi dari permasalahan yang terjadi."Brilian, kalau begitu tolong berikan kepadanya."Pelayan itu diserahkan se
"Apa yang kau katakan barusan?" Gloriana bertanya kepada Berlin setelah rentetan kalimat panjang sebagai laporan atas pertemuannya dengan Marquis Hendrik."Marquis Hendrik berkata akan membantu Anda untuk menjadi permaisuri." Balasnya dengan cepat."Itu akan kita bahas nanti, namun yang ingin aku tanyakan adalah perkataanmu sebelum itu.""Oh, bagian yang mengatakan kalau isu meracuni adik Anda bermula dari wilayah Selir Victoria?""Ya, bagian itu. Apa itu benar?""Tuan Hendrik mengatakan kalau informasinya tidak mungkin salah. Lagipula setelah apa yang Anda lakukan di pesta penyambutan, saya rasa tidak mengherankan jika Selir Victoria melakukan hal semacam ini kepada Anda."Mata Gloriana berputar, dirinya tidak menyangka kalau kejahilan kecil yang ia lakukan di pesta akan mendapatkan balasan yang nyaris menghilangkan banyak nyawa termasuk nyawanya sendiri. Dirinya kembali diingatkan oleh keadaan bahwasanya orang yang memiliki kuasa itu memang menakutkan."Aku tidak menyangka kalau wan
Laju nafasnya terengah-engah seperti dirinya telah berlari berkilo-kilo meter panjangnya tanpa berhenti sama sekali. Wanita itu merasa sangat lelah juga penat dan sedikit sakit di berbagai bagian tubuhnya namun anehnya muncul perasaan menyenangkan di dalam hatinya. Perasaan itu adalah penggambaran dari rasa kepuasan, perasaan puas lain yang sebelumnya tak pernah ia rasakan dalam batinnya. Kali ini, pada momen ini untuk pertamanya kalinya dirinya merasakan hal ini. Sebenarnya dirinya bukanlah seseorang yang selalu mendapatkan kesulitan hingga akhirnya baru merasakan rasa puas di dalam diri. Sejak kecil ia telah merasakan berbagai macam dari kepuasan. Kepuasan yang berasal dari makanan atau hiburan bahkan kepuasan batin atas pemenuhan sifat egois di dalam dirinya, namun kali ini berbeda. Untuk pertama kalinya ia merasakan kepuasan hasil dari sebuah hubungan yang dilakukan oleh sepasangan manusia dewasa. Selama satu putaran penuh jarum panjang bergerak, mereka berdua melakukannya
Punggung tangannya merasakan sensasi dari kelembutan bibir seorang pria. Wajah kaget ditunjukan oleh pelayan dan prajurit yang melihat kejadian itu di depan mata mereka namun bagi wanita bernama Gloriana, apa yang dilakukan oleh pria ini hanyalah salam yang biasa dilakukan sesama bangsawan dari kerajaan asalnya.Sejak tinggal di kekaisaran, ini pertama kalinya seorang pria melakukan salam dengan mencium punggung tangan miliknya. Itu sedikit mengejutkan namun yang lebih mengejutkan untuknya adalah sensasi lain selain bibir yang kulitnya rasakan. Sensasi dari selembar kertas kecil yang menyelip diantar kedua tangan mereka berdua."Apa cara saya sudah benar dalam memberikan salam seperti orang-orang di Kerajaan Deux?" Ucap Hendrik dengan ragu sambil melepaskan genggaman tangannya dengan perlahan."Cara Anda melakukan salam sangat sempurna ..." Setelah dilepasnya jari-jari Hendrik dari tangannya, Gloriana menggenggam kertas itu dengan erat agar tidak disadari siapapun. Gloriana menyadari
"Baiklah Gloriana, kini hanya ada kau dan aku di sini. Sekarang katakan, apa yang sebenarnya ingin kau capai dengan melakukan hal berani seperti tadi?"Setelah gagal dilaksanakannya eksekusi mati untuk para terdakwa dari kasus penyebaran berita palsu, rombongan kaisar kembali ke istana kaisar dengan kereta kuda sambil membawa Selir Gloriana bersama mereka. Ini pertama kalinya Gloriana pergi ke istana kaisar, ia begitu takjub dengan kemegahan yang memanjakan matanya hingga tidak menyadari kalau dirinya sedang digiring masuk ke sebuah ruangan agar hanya berduaan saja dengan kaisar."Seperti yang saya katakan sebelumnya. Saya ingin mereka tidak dihukum mati demi ketenangan batin saya. Jika tadi Anda menghukum mereka dan diluar dugaan saya masih memiliki nafas untuk melanjutkan hidup maka saya yakin kalau saya yang itu bukanlah diri saya yang sebenarnya lagi." Balas Gloriana dengan lurus sesuai kata hatinya."Kau tidak hanya menginginkan itu, bukan? Katakan Gloriana, apa kau ingin menjadi
Matahari hampir tenggelam, seorang laki-laki terduduk dalam ruangan dengan kertas yang menggunung dihadapannya. Tepian bawah pada matanya menghitam, mulutnya menguap namun otak miliknya tetap kukuh tidak mau tertidur. Semalaman penuh dia berkeliling kamar istana Harem untuk mendatangi sosok bidadarinya satu persatu. Bukan karena ingin melakukan hal yang erotis namun malah menyuruh wanita-wanita cantik itu menceritakan berbagai kisah menyenangkan sembari dirinya merebahkan tubuh menutup mata. Sayangnya, setiap ia menutup matanya bukannya tergambarkan kisah yang diceritakan namun malah muncul gambaran menyeramkan tentang bagaimana kematian datang menghampiri dirinya. "Tuanku, hari ini Marquis Hendrik de Frontia dijadwal untuk sampai ke ibu kota." Seorang ajudan muda, terlihat seumuran dengan kaisar berucap memberikan laporan. "Ah, orang itu. Katakan aku akan menemuinya besok. Untuk sekarang, coba panggilkan seseorang yang sangat ahli dalam bercerita." "Apa Anda kesulitan untuk t
Membuka buku, membaca kalimatnya sebentar lalu menutupnya kembali. Berjalan-jalan kecil lalu duduk dengan tegang. Untuk pertama kalinya semenjak ia tinggal di kekaisaran Brigard ia mengharapkan seorang laki-laki datang ke kamarnya."Apa saya sudah bisa kembali ke kamar saya, Putri?" Tanya Berlin yang memperhatikan tingkah was-was dari atasannya itu."Tidak. Malam ini kau tidur di kamar ini." Balas Gloriana dengan tegas."Tapi bukankah nanti kaisar akan ke kamar ini. Saya hanya akan jadi pengganggu Anda dan kaisar.""Kalau ia nanti datang dan menyuruh kau pergi, paling tidak kau sudah benar-benar mendapatkan perlindungan darinya. Makanya untuk sekarang lebih baik kau tetap diam di sini."Berlin tidak lagi mendebat. Hatinya juga berkata kalau itu langkah logis yang benar-benar akan membuat nyawanya aman dari ancaman."Jika boleh bertanya, memangnya apa yang ingin Anda minta kepada kaisar?""Aku akan meminta pengampunan nyawa untuk mereka dan memberikan kebenaran dari kasus itu yang sesu