“Wah, dia benar-benar sangat cantik!” puji Alenta yang rasanya sulit untuk mengalihkan pandangan dari cucu keduanya itu. “Wajahnya benar-benar mirip sekali dengan kalian berdua,” timpalnya.
Mendengar pujian dari Alenta, Violet dan juga Reiner benar-benar tersenyum bahagia. Edward juga merasakan kebahagiaan yang sama, Dia memiliki cucu laki-laki dan memiliki cucu perempuan sekarang. Seperti yang dirasakan Alenta, dia juga berharap kedua cucunya itu dapat hidup dengan baik dan penuh limpahan kasih sayang. Mengingat Jhonson, kadang kala membuat hati Edward sakit karena seperti mengulang kisah di mana saat itu dia tidak mengetahui keberadaan Ron. “Semoga semuanya cepat membaik, Tuhan. Meksipun aku tidak bisa memaksakan kehendak Ron, ataupun Aruna, aku hanya berharap Johnson akan mendapatkan kasih sayang dari Ayah kandungnya, juga keluarga besarnya.” harap Edward di dalam hatinya“Kenapa memangnya?” tanya Violet kebingungan. “Bukannya biasanya pria akan menuntut istrinya untuk melahirkan banyak anak? Lagi pula, kau itu kan memiliki banyak uang, sehingga tidak masalah bagimu memiliki banyak anak, bukan?” Seperti Itulah kehidupan rumah tangga yang diketahui oleh violet, dia cukup yakin dengan hal itu. Beberapa teman kerjanya dulu menceritakan hal serupa, padahal pendapatan mereka juga terbilang sangat pas-pasan. Ada sebagian mengatakan jika memiliki anak termasuk investasi, ada juga yang mengatakan anak adalah rezeki. Mendengar ucapan Violet, Reiner pun membuang nafas kasarnya. Serius wajahnya terlihat saat menatap violet lalu menjawab, “Melahirkan satu anak saja kau bisa seperti akan mati, kau pikir aku akan mampu menyaksikan proses melahirkan itu lagi? Tidak, aku sama sekali tidak menginginkan anak lagi jika yang harus dipertaruhkan
“Paman, Bibi, aku tahu ini terlalu mendadak. Tapi, niatku untuk menikahi Aruna sudah sangat bulat, aku harap kalian memberikan izin kepadaku,” ucap James dengan nada dan ekspresi wajah yang terlihat memohon. Karem dan Jena saling menatap, jelas mereka tidak tahu harus bagaimana memberikan tanggapan untuk apa yang diucapkan James. Jika memang benar Aruna lah yang menginginkan pernikahan itu, mereka tentu tidak akan pernah menghalang-halangi. Namun, setelah apa yang terjadi sebelumnya, Sepertinya itu akan sangat sulit bagi Aruna maupun mereka berdua. Karem membuang napas, merasa bersalah juga jika tidak memberikan kepada James. “Kami tidak dapat mengiyakan apalagi mengucapkan kata tidak, James. Pernikahan itu utamanya melibatkan kalian berdua, kami juga harus berbicara lebih dulu dengan Aruna. Yang akan menjalani Aruna dan juga kau sendiri, jadi kami akan menanyakan kesiapan Aruna dulu, ya,” ujar Karem. James menganggukkan kepalanya, e
Violet menjauhkan ponselnya, perasaannya mulai gelisah setelah membaca pesan yang dikirimkan Aruna padanya. “Aku akan menikahi James, ini adalah keputusan yang paling tepat saat ini. Aku akan menikah dengan sangat sederhana, kau tidak perlu repot datang, Arabella masih terlalu kecil untuk bepergian jauh. Aku sangat merindukanmu, aku harap kita segera bertemu, anak-anak kita pasti akan sangat akur nantinya, bukan? Ayah dan Ibu selalu mengkhawatirkan keadaanmu, mereka merasa bersalah karena jarak yang memisahkan. Aku harap, aku akan menebus pengorbanan bersama ini untukku, Vio adikku tersayang!” Tidak ada satupun balasan yang diberikan Violet, dia bingung bagaimana harus memberikan tanggapannya. James, meski pria itu sangat baik seperti yang diceritakan Aruna selama ini, lantas bagaimana dengan perasaan yang akan menjadi masalah? Aruna tidak mencintai James, namun memilih untuk m
Upacara pernikahan James dan Aruna digelar, sangat sederhana seperti yang mereka inginkan. Hanya kedua orang tua Aruna, dan pamannya James saja. Alasannya adalah karena kedua orang tua James tidak memberikan Restu mereka. Tidak menjadi halangan, pada akhirnya pernikahan itu pun tetap terjadi. “Sekarang, kalian berdua sudah sah menjadi sepasang suami dan istri.” James tersenyum lebar, menunjukkan benar seberapa besar kebahagiaan yang dia rasakan karena akhirnya bisa menikahi wanita yang ia cintai selama ini. James dan Aruna berciuman bibir di hadapan semua orang, selama itu pula Aruna terus mencoba untuk tersenyum meski jantungnya berdebar aneh. Seharusnya dia merasa bahagia, anehnya Aruna justru merasa takut seolah permasalahan baru akan segera terjadi.
“Aku benar-benar tidak tahu apa yang bagus darimu sampai-sampai putraku bahkan mengabaikan kami berdua hanya untuk menikahi mu.” tatapan mata ibunya James begitu tajam terarahkan kepada Aruna. Mendengar kalimat yang begitu tidak enak untuk didengar, Aruna pun hanya bisa terdiam dalam segala pemikirannya. Jelas dia pun sudah meminta James untuk memikirkannya berulang-ulang sebelum memutuskan untuk menikahinya. Aruna tidak menyangka bahwa setiap hubungan pasti akan memiliki kendala, tidak tahu dari mana arah datangnya. Tiba-tiba sajak Aruna merasa ragu, dia tidak ingin membuat James menjadi pria yang bertentangan dengan orang tuanya. Sadar diri, Aruna bukanlah sosok yang bisa diprioritaskan oleh James. “Putraku sudah bertunangan dengan putri dari pembisnis hebat, tapi hanya karena dia mengenalmu,
Malam itu, Reiner keluar dari kamarnya, berniat mengambil air di dapur. Violet sendiri juga tidak sedang tidur, menyusui Arabella. Sesampainya di dapur, ternyata ada Wendy di sana, entah apa yang dia lakukan Reiner juga tidak memperdulikannya. “Ada yang bisa saya bantu, Tuan Reiner?” ucap Wendy menawarkan bantuan dengan nada bicara yang lembut. Dengan segera Reiner menggelengkan kepalanya, jelas dia bisa mengambil air untuk dia minum sendiri tanpa bantuan dari orang lain. “Apa Nona kecil bangun, Tuan?” tanya Wendy, Sepertinya dia sengaja terus bertanya karena melihat Reiner sudah akan pergi dari dapur, seolah-olah dia merasa tidak rela terlalu cepat Reiner beranjak. “Iya, istriku sedang menyusuinya. Arabella, anak yang sangat pengertian, tidak terlalu menyusahkan saat malam hari.” jawab Reiner. We
Sebuah malam yang dingin, bercampur hujan deras yang turun. Sudah hampir satu pekan ini hujan selalu turun dengan derasnya, bahkan beberapa kali sampai ada badai hujan beberapa waktu yang lalu. Namun, meski begitu kegiatan panas yang ada di atas ranjang tak memperdulikan cuaca di luar sana. Reiner, pria itu menggila dengan keindahan rasa dari kegiatan bersama dengan Violet. Sudah tak ada lagi rasa canggung, Violet bahkan tak lagi memberikan penolakan seperti sebelumnya. Beberapa saat kemudian, kegiatan itu selesai, Arabella yang masih tidur nyenyak itu membuat Violet dan Reiner bisa beristirahat sejenak dengan nyaman. “Besok adalah ulang tahunmu, kita pergi makan malam bersama Arabella saja, ya,” ajak Reiner. Violet menganggukkan kepalanya, sejak melahirkan Arabella dia memang hampir tak pernah kelu
“Bangunlah, kau terlihat memiliki maksud yang tidak seharusnya,” peringat Reiner kepada Wendy. Mendengar itu, Wendy pun merasa gugup, segera dia bangkit. Sadar bahwa cara ia menggoda tidak mengena di hati Reiner, Wendy mulai memikirkan cara yang lain. Sejenak dia berpikir, mungkin saja Reiner adalah pria yang menyukai wanita polos. “Baiklah, aku akan mencobanya.” batin Wendy, tersenyum tipis, penuh maksud. “Tuan, apa saya melakukan kesalahan?” tanyanya, lagi-lagi menggunakan nada bicara yang sangat tidak nyaman untuk Reiner dengar. “Tidak penting, aku sama sekali tidak ingin menanggapi sesuatu yang menurutku tidak penting untuk dibahas.” jawab Reiner menohok. Wendy hanya bisa memaksakan senyumnya, menyadari benar bahwa Reiner adalah tipe pria yang sangat luar bia
“Pendonoran sumsum tulang belakang 7 bulan yang lalu dinyatakan sukses, Tuan dan Nyonya.” ucap dokter yang selama ini menjadi dokter yang merawat Johnson. Aruna menangis haru, segera Ron memeluk bahagia istrinya itu. Edward juga langsung memeluk Alenta yang menangis haru, begitu juga dengan kedua orang tua Aruna yang ada di sana. Violet menyeka air matanya, Reiner mengusap kepalanya dengan lembut, lalu merangkulnya. Ada Arabella di gendongan Reiner yang tertidur pulas sejak tadi. “Tapi, untuk mengantisipasi kemungkinan dan bahkan selalu ada, di saat kelahiran bayi kedua anda nanti, pastikan untuk menyimpan darah tali pusat di rumah sakit, Nyonya dan Tuan.” saran dari Dokter itu. Aruna dan Ron menganggukkan kepalanya, dan akhirnya anggota keluarga besar saling berpelukan erat. Walaupun memang benar kemungkinan terburuk selalu ada, s
Anara menutup mulutnya menggunakan telapak tangan, matanya menatap benda mungil yang menjadi bagian dari kebahagiaannya. Alat penguji kehamilan yang menyatakan bahwa Aruna tengah hamil. “Ini benar-benar nyata, kan?” tanya Aruna, air matanya sudah mulai mengembung di pelupuk matanya. Padahal, 3 Minggu bersama Ron artinya pun dia sudah melewati 1 Minggu masa datang bulannya. Hanya saja, Aruna cukup stres dengan apa yang terjadi sekarang. Fokusnya benar-benar tertuju kepada Johnson, sampai dia tidak ada waktu untuk memikirkan yang lainnya. Tes! Jatuh sudah air mata Aruna, dia merasa bahagia karena bisa mengantisipasi hal buruk yang mungkin akan terjadi kepada Johnson. Mengenai donor sum-sum tulang belakang yang dijalani Ron dan Johnson beberapa waktu sebelumnya jelas
Ron merasakan denyut jantungnya yang berpacu kencang saat ruangan operasi dihiasi dengan suara bip mesin monitor yang terus menerus. Tangan Johnson yang lemah terkulai di samping tubuhnya, pucat dan tidak berdaya. Mata Ron berkaca-kaca saat dia menatap putranya yang terbaring tak sadarkan diri, berharap dan berdoa dalam diam bahwa semua ini akan membawa keajaiban untuk kesembuhan Johnson. “Johnson, sembuh lah....” Harap Ron di dalam hati, “jika menunggu adikmu terlalu lama, maka sembuhlah dengan cara ini, Ayah mohon. Ibumu pasti akan sangat menderita jika terjadi sesuatu padamu, berjuanglah terus, ya....” Dokter yang berpengalaman itu mengenakan sarung tangan sterilnya, seraya memeriksa kembali alat-alat medis yang telah disiapkan. Ron, dengan keberanian yang dipaksakan, berbaring di sisi lain ruangan yang sama, siap untuk mendonorkan sumsum tulang bela
“Maafkan aku, tapi semua ini terjadi juga di luar dugaan ku, James.” ucap Aruna jujur, berharap kejujurannya itu dapat dirasakan oleh pria itu. “Aku pikir, aku akan memulai hidup baru bersama Johnson dan kedua orang tuaku saja. Tapi, Johnson mengalami sakit yang benar-benar tidak ada dalam rencana ku, leukimia.” Mendengar itu, James pun terkejut, lupa untuk bernafas hingga beberapa saat. “Leukimia?” James benar-benar lemas, tidak menyangka kalau Johnson akan memiliki sakit mengerikan itu di usianya yang masih begitu kecil. “Kau benar-benar tidak sedang membohongiku, kan? Mana mungkin Johnson sakit seperti itu? Jangan bilang, kau cuma mengada ada supaya bisa menjalin hubungan dengan Ron lagi, Aruna,” harap James. Mendengar itu, jatuh sudah air mata Aruna. Ron, pria itu benar-benar seperti tidak tahu harus mengatakan apa. Jika membuat kebohongan seperti itu sangatlah mudah, maka
Aruna benar-benar menyuapkan makanan ke mulutnya Ron. “Makanlah....” Ron, pria itu benar-benar kehabisan kata-kata, padahal sudah bukan hanya satu atau dua kali dia menolak, dan meminta Aruna untuk fokus makan sendiri saja. Masih memangku laptop, pada akhirnya Ron membuka mulutnya, menerima suapan makanan dari Aruna. Nyut!!!! Nyeri, sungguh nyeri sekali dadanya. Kenapa begitu sakit? Ron seperti mendapatkan balasan dari luka yang dia berikan kepada Aruna, tertampar oleh fakta yang ada. Andai saja luka itu tidak pernah tertoreh, mungkinkah hubungan mereka akan lebih jujur dan diliputi kelegaan? Mata Ron memerah, pelupuknya sudah mulai dipenuhi dengan air mata. Melihat itu, Aruna menjadi bingung. Tidak ad
Mendengar permintaan maaf yang diucapkan oleh Ron, Aruna pun terdiam karena tidak tahu harus mengatakan apa. Tidak menyangka kalau pria yang dulu begitu angkuh dan juga arogan bisa mengucapkan kata ‘maaf’ namun dengan ekspresi yang begitu tulus. Tes! Tanpa sadar air mata Aruna terjatuh, luka yang seolah sudah sedikit sembuh kini terasa kembali. Semua rasa sakit yang diberikan oleh Ron kembali teringat olehnya. Melihat Aruna meneteskan air mata tanpa kata, Ron benar-benar semakin merasa bersalah. Dia seperti tengah menghianati dirinya sendiri, padahal menyakiti wanita bukanlah sesuatu yang biasa untuk dia lakukan. “Maaf, itu pasti sangat menyakitkan untukmu, bukan? Maaf, aku sungguh meminta maaf untuk apa yang terjadi, dan apa yang sudah aku lakukan padamu, Aruna.” Suara R
Ron merasakan beratnya kelopak matanya saat dia mengedipkan mata beberapa kali, mencoba untuk sepenuhnya terjaga. “Sudah mulai sore rupanya,” batin Ron. Ruangan itu dipenuhi oleh sinar sore yang menembus tirai, menciptakan pola cahaya dan bayangan yang bergerak pelan di dinding. Aruna, di sisi lain tempat tidur, tampak begitu damai dalam tidurnya. Rambutnya yang panjang terhampar di bantal, wajahnya tenang meski terlihat ada sedikit kelelahan yang tersisa. “Biarkan saja deh dia lanjut tidur,” gumam Ron. Dengan hati-hati, Ron menyelinap keluar dari selimut dan perlahan-lahan beranjak dari tempat tidur. Ia menatap jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 3 sore. Mereka telah terlewat makan siang, tetapi Ron tahu bahwa Aruna membutuhkan istirahat ini lebih dari apapun. Dengan langkah yang hampir tidak terdengar, d
Ron dan Aruna memutuskan untuk kembali ke rumah, sementara itu Edward dan Alenta tengah menemani Johnson. Sudah 2 hari full Ron dan Aruna di rumah sakit, walaupun ada saatnya Ron meninggalkan Aruna karena ada pekerjaan penting yang harus diselesaikan. Sesampainya di rumah, Mereka langsung masuk ke kamar. “Kau istirahat saja dulu, aku akan pergi ke luar sebentar. Ada yang harus aku kerjakan, mungkin cuma 1 jam saja.” ucap Ron, langsung mendapatkan anggukan setuju dari Aruna. Bergegas Ron mengganti pakaiannya, dia akan bertemu dengan Ben di kantor cabang karena dia beberapa dokumen yang harus ditandatangani oleh Ron. Sejenak meninggalkan Aruna, Ron menyelesaikan pekerjaannya secepat yang dia bisa. Selama dua hari di rumah sakit, Ron juga tidak bisa tidur nyenyak sama sekali. Johnson selalu menangis, lebih cengeng dari biasanya. Mungk
“Kamila, aku mengatakan kepada suamiku untuk membiarkan kau bekerja di perusahaannya karena aku merasa kasihan padamu. Padahal, bagian personalia mengatakan kau tidak dibutuhkan di perusahaan itu.” ujar Violet, tersenyum tak peduli kalau ucapannya barusan sangat tidak nyaman untuk Kamila dengar. Kamila menggigit bibir bawahnya, campur aduk perasaan. Dia tidak menyangka kalau Violet mengetahui banyak hal, namun memilih untuk tidak mengatakan apapun. “Sebenarnya, seberapa banyak hal yang tidak kau katakan padaku, Violet?” tanya Kamila, kali ini dia benar-benar terlihat emosi. Merasa dikhianati, namun sadar pula dia tidak berhak untuk menunjukkan secara jelas kemarahannya. Mendengar pertanyaan dari Kamila, sontak saja sorot mata Violet terarahkan padanya, “Kau sungguh ingin tahu?” Violet mendekati Kamila, “Hampir semua aku tahu, Kamila. Niat mu datang ke apartemen ku, dan kau y