“Ahhhhhhh” teriak Violet kala merasakan sakit pada perutnya.
Sejak tadi Reiner berada di sampingnya, mengikuti instruksi dari Dokter untuk membantu mengurangi rasa sakit yang dirasakan Violet. Kini, tubuh kurus dengan perutnya yang besar tengah merasakan sakit dari kontraksi saat akan melahirkan. Untuk pertama kalinya, Reiner melihat Violet meringis kesakitan. Sejak semalam, sakit perut itu sudah dirasakan oleh Violet. Hanya saja, semakin bertambahnya waktu Violet seperti nyata terlihat sangat kesakitan. Reiner memijat dengan lembut punggung violet, mengusapnya, dan membantu Violet untuk melakukan beberapa gerakan untuk membuat persalinan semakin cepat terjadi. “Ahhhhh sakit!” Violet menggigit bibir bawahnya, matanya memejam, sedangkan air mata itu terus menetes.“Wah, dia benar-benar sangat cantik!” puji Alenta yang rasanya sulit untuk mengalihkan pandangan dari cucu keduanya itu. “Wajahnya benar-benar mirip sekali dengan kalian berdua,” timpalnya. Mendengar pujian dari Alenta, Violet dan juga Reiner benar-benar tersenyum bahagia. Edward juga merasakan kebahagiaan yang sama, Dia memiliki cucu laki-laki dan memiliki cucu perempuan sekarang. Seperti yang dirasakan Alenta, dia juga berharap kedua cucunya itu dapat hidup dengan baik dan penuh limpahan kasih sayang. Mengingat Jhonson, kadang kala membuat hati Edward sakit karena seperti mengulang kisah di mana saat itu dia tidak mengetahui keberadaan Ron. “Semoga semuanya cepat membaik, Tuhan. Meksipun aku tidak bisa memaksakan kehendak Ron, ataupun Aruna, aku hanya berharap Johnson akan mendapatkan kasih sayang dari Ayah kandungnya, juga keluarga besarnya.” harap Edward di dalam hatinya
“Kenapa memangnya?” tanya Violet kebingungan. “Bukannya biasanya pria akan menuntut istrinya untuk melahirkan banyak anak? Lagi pula, kau itu kan memiliki banyak uang, sehingga tidak masalah bagimu memiliki banyak anak, bukan?” Seperti Itulah kehidupan rumah tangga yang diketahui oleh violet, dia cukup yakin dengan hal itu. Beberapa teman kerjanya dulu menceritakan hal serupa, padahal pendapatan mereka juga terbilang sangat pas-pasan. Ada sebagian mengatakan jika memiliki anak termasuk investasi, ada juga yang mengatakan anak adalah rezeki. Mendengar ucapan Violet, Reiner pun membuang nafas kasarnya. Serius wajahnya terlihat saat menatap violet lalu menjawab, “Melahirkan satu anak saja kau bisa seperti akan mati, kau pikir aku akan mampu menyaksikan proses melahirkan itu lagi? Tidak, aku sama sekali tidak menginginkan anak lagi jika yang harus dipertaruhkan
“Paman, Bibi, aku tahu ini terlalu mendadak. Tapi, niatku untuk menikahi Aruna sudah sangat bulat, aku harap kalian memberikan izin kepadaku,” ucap James dengan nada dan ekspresi wajah yang terlihat memohon. Karem dan Jena saling menatap, jelas mereka tidak tahu harus bagaimana memberikan tanggapan untuk apa yang diucapkan James. Jika memang benar Aruna lah yang menginginkan pernikahan itu, mereka tentu tidak akan pernah menghalang-halangi. Namun, setelah apa yang terjadi sebelumnya, Sepertinya itu akan sangat sulit bagi Aruna maupun mereka berdua. Karem membuang napas, merasa bersalah juga jika tidak memberikan kepada James. “Kami tidak dapat mengiyakan apalagi mengucapkan kata tidak, James. Pernikahan itu utamanya melibatkan kalian berdua, kami juga harus berbicara lebih dulu dengan Aruna. Yang akan menjalani Aruna dan juga kau sendiri, jadi kami akan menanyakan kesiapan Aruna dulu, ya,” ujar Karem. James menganggukkan kepalanya, e
Bug! "Kenapa kau baru datang, sih? Kau tahu kan kalau aku pasti terlambat datang ke kantor?" Begitu membuka pintu kamar keponakannya, Alenta langsung dilempar dengan handuk yang agak basah oleh kakak perempuannya. Gadis yang beberapa hari lalu baru berusia 23 tahun itu tentu saja terkejut. Namun, segera dipaksakannya senyum. “Maaf, Kak,” ucap Alenta pelan. Handuk yang tadi dilemparkan ke wajahnya, gegas diletakkan di tempat untuk mengeringkan handuk. Setelah itu, Alenta bergegas mendekati tempat tidur yang biasanya digunakan oleh Elea, keponakannya yang baru berusia 1 tahun. "Selamat pagi, Elea?" sapanya lembut seperti biasanya. Balita itu sontak tersenyum manis, menghangatkan hati Alenta. Hanya saja itu tak berlangsung lama karena sang kakak masih menatapnya tajam. "Ck! Kerjamu di rumah hanyalah makan tidur saja, kenapa kau sering sekali terlambat?!" Mendengar itu, Alenta terdiam. Dia menegakkan tubuhnya yang sebelumnya menunduk karena melihat Elea yang saat itu tengah sibu
Plak!Satu tamparan mendarat di wajah Alenta. Sang ibu masih mencengkram kedua lengan tangan Alenta dengan marah, "Bagaimana bisa kau membuat kakakmu celaka, Alenta?!" bentaknya frustasi, "apa kau tahu seberapa sulitnya Julia selama ini?” “Kakakmu itu tidak pernah menyusahkan kami selaku orang tuanya! Berbeda dengan kau yang hanya tahu menghabiskan uang untuk sekolah dan lainnya! Baru saja diminta untuk menjaga anaknya, kau justru mencelakai kakakmu sendiri! Dasar, kau benar-benar anak yang tidak berguna!"Cercaan ibu yang tak henti membuat Alenta hanya bisa menangis. Dia tak melakukan perlawanan apapun saat Ibunya terus memukulinya berkali-kali."Maaf, aku benar-benar tidak sengaja...." lirih Alenta, tak kalah frustasi. Dia hanya ingin Ibunya mendengarkan apa yang dia bicarakan.Sayangnya, itu sebatas angan saja. Bagi Ibunya, Alenta adalah anak yang selalu merugikan dan membuat ulah meski sebenarnya Alenta sendiri tak pernah melakukan apapun.Jadi, ditatapnya tajam Alenta. "Kala
Kini Alenta kembali ke rumah milik Julia dan Edward, sesuai yang diperintahkan oleh kedua orang tuanya. Sejak tadi, Elea terus menangis mencari keberadaan Alenta. Memang dibanding memanggil Ibu yang biasanya akan sering dilakukan oleh para bayi saat pertama kali bisa mengucapkan sebuah kata, Elea justru mengucapkan kata Bibi. Alenta pun langsung memeluk Elea erat setelah mengambilnya dari gendongan pelayan di rumah itu."Maafkan saya yang tidak bisa menenangkannya, Nona Alenta. Saya benar-benar sudah mencobanya dengan sebisa saya, tetapi Nona Elea benar-benar terus mencari keberadaan Anda." Dia tentu saja tahu bahwa saat ini seluruh anggota keluarga sedang pusing karena Nyonya rumahnya sedang berada di dalam rumah sakit. Tapi, Elea terus menangis, hingga dia terpaksa menghubungi Edward dan menyampaikan tentang kondisi bayi satu tahun itu.Sementara itu, Alenta memaksakan senyumnya. “Tidak apa, Bi.”Tentu saja, dia tahu benar bahwa keponakannya itu memang tidak terbiasa dengan si
Entah bagaimana ceritanya, Herin berhasil membujuk Edward dan kedua orangtuanya terkait pernikahan sementara antara pria itu dan Alenta.Sebuah surat perjanjian pun dibuat untuk mengamankan posisi Julia.Intinya adalah Alenta harus menurut pada Edward dan tidak boleh menuntut apapun dari pria itu. Elea juga tak boleh memanggilnya ibu. Selain itu, Alenta tidak boleh menghamburkan uang Edward ataupun mengenalkan diri sebagai istrinya Edward dengan orang luar. Perjanjian ini benar-benar hanya menguntungkan Edward dan sangat merugikan Alenta!Saat dua bulan Julia terbaring di rumah sakit, pernikahan itu pun digelar dengan amat tertutup dan tidak tercatat secara sah pada catatan sipil. Hanya para orang tua dan juga saksi dari luar sebanyak dua orang yang menghadirinya.Sepanjang acara, Alenta benar-benar tak berekspresi sama sekali. Dia sudah lelah untuk menangis. Berat badannya bahkan turun drastis! Dari 48 kg kini menjadi 40 kg saja. Padahal, tinggi gadis itu 163 cm.Setelah acara per
"Cobalah untuk menggunakan perawatan wajah, pakailah pakaian yang lebih baik! Kalau begini, apa gunanya kau memposisikan dirimu sebagai kakakmu untuk sementara waktu kalau adanya kau juga tidak mengubah apapun?" Lagi, Nyonya Karina berbicara sesuka hati.Alenta hanya bisa memaksakan senyumnya. Dia sendiri tentu saja menginginkan pakaian-pakaian yang bagus dan juga cocok untuk dirinya. Tapi, bagaimana bisa dia membeli pakaian yang bagus dan membeli perawatan wajah jika dia tidak bekerja sama sekali? Padahal, dia ingin menggunakan ijazahnya sebagai sarjana ekonomi. Tapi, kakaknya memaksa dirinya untuk mengurus Elea satu tahun ini.Kakaknya itu juga tak memberikan uang padanya karena menganggap apa yang sedang dilakukan oleh Alenta adalah bentuk balas budi setelah dibiayai kuliahnya."Baik, saya akan mengingat saran Nyonya dengan baik," ujar Alenta patuh. Nyonya Karina berdecih kesal, malas sekali melihat Alenta, sunguh. "Sudahlah, kau pergi saja sana! Aku malas melihatmu," usir N