Beranda / Romansa / Istri Rahasia Tuan Presdir / BAB 1. Sudah Jatuh Tertimpa Tangga

Share

Istri Rahasia Tuan Presdir
Istri Rahasia Tuan Presdir
Penulis: naftalenee

BAB 1. Sudah Jatuh Tertimpa Tangga

Penulis: naftalenee
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Maaf, Sayang.”

Suri menatap pria yang beberapa tahun terakhir ini menjadi suami sirinya. Pria yang biasanya begitu gagah nan memesona itu kini terlihat tak berkutik karena kemarahan Suri akibat permintaannya yang tidak masuk akal. 

“Maaf? Untuk apa?” Suri berdecih sengit. Matanya menyorotkan kobaran api kemarahan yang menggelegak.

“Suri, tolong mengerti.” Pram gentar. Suaranya gemetar. “Mas juga terpaksa melakukan ini." 

Suri tertawa sinis mendengar alasan Pram yang tidak masuk akal baginya. “Kamu terpaksa menerima perjodohan itu, lalu dengan sadar ingin menelantarkanku, begitu?" 

Pram mendongak dengan cepat dan memandangnya dengan pandangan tak percaya. Wajah Suri yang memiliki kulit cerah itu terlihat memerah. Ia terlalu marah dengan kabar yang diterimanya barusan.

Niatnya, setelah menyelesaikan sidang tesis dan dinyatakan lulus oleh para dosen siang tadi, Suri yang berdomisili di Yogyakarta itu langsung memesan tiket pesawat untuk pulang ke Jakarta. Setahun terakhir, mereka memang hidup berjauhan. Pram dengan pekerjaannya, sementara Suri menyelesaikan pendidikan S2-nya. Sebuah berita bahagia pun sudah Suri siapkan untuk Pram. Namun, semua hal yang telah ia siapkan nyatanya gagal, karena justru Pram-lah yang lebih dulu mengejutkannya. Pria itu meminta izin untuk menikahi wanita pilihan orangtuanya.

"Hanya itu satu-satunya cara supaya Mas dapat jatah warisan, Ri.” Pram menggenggam kedua tangan Suri erat-erat. Pria itu memberikan tatapan memelas yang nyaris membuat sang istri luluh. “Mas janji, Mas akan tetap jadi milikmu. Mas nggak akan menyentuh Melisa—" 

"B*jingan kamu, Mas!” 

Suri menyentak tangannya kuat-kuat dan bangkit dari sofa, membuat tubuh Pram hampir terjengkang. Sebagai seorang istri, Suri tidak terima. Ia telah sabar menanti janji sang suami untuk meresmikan pernikahan mereka yang selama ini disembunyikan dari siapa pun, termasuk bersedia untuk dinikahi siri oleh pria itu. Namun, nyatanya janji tersebut hanyalah janji. 

Pram kembali mendekati Suri.  "Suri, tolong—" 

"Sudahlah, Mas," sergah Suri yang mulai lelah. Wanita itu tahu, kalau inilah akhir dari penantian dan kesabarannya. Suri tahu, dirinya tidak akan pernah menang jika melawan orang tua Pram. Ditambah lagi, jika sang suami yang juga tak berani memperjuangkan pernikahan mereka. "Pembicaraan ini sama sekali nggak ada gunanya. Jadi, lebih baik kita berpisah saja." 

Suri bisa melihat wajah Pram memucat. Begitu kagetnya pria itu, sampai tubuhnya sedikit goyah karena tak menyangka permintaan yang barusan Suri layangkan. 

“Suri, ka-kamu??” tanya pria itu dengan wajah tak percayanya.

Suri dengan berani menatap nyalang pada Pram. "Kenapa kaget? Bukannya kamu memang bermaksud ingin cer—" 

"DIAM!" Pram bergerak ke arah Suri seperti kesetanan. Pria yang matanya mulai memerah itu bahkan mengguncang-guncang tubuh sang istri dengan rahangnya yang mengetat. "JANGAN PERNAH SEKALI-KALI KAMU BERANI MENYEBUT KATA ITU!" 

Suri memberontak dari cengkeraman tangan Pram yang kuat di kedua bahunya. Wajah terluka dan tidak percayanya ia tunjukkan pada Pram. Pria yang selama ini begitu lembut memperlakukannya, ternyata bisa berubah seperti serigala karena amarah. Saat tangan Pram akhirnya terlepas, tubuh Suri langsung meluruh ke lantai.

Napas Suri menjadi sesak. Ketakutan hinggap di wajahnya melihat Pram bertindak membabi buta.

Seolah sadar dengan reaksi di luar kontrolnya, Pram kemudian menetralkan wajahnya dan bergerak mendekati Suri yang meringkuk menatapnya. “Suri. Aku … aku nggak bermaksud … aku hanya kaget karena—"

"Jangan menyentuhku!” Suri menampik tangan Pram yang mencoba untuk meraihnya. “Apa yang aku katakan tadi juga bukan sekadar lelucon." Napas Suri tersengal usai mengatakan kalimat barusan. Seumur hidupnya, tidak pernah sekalipun ia bermimpi meminta cerai dari pria yang begitu dicintainya ini.

"Dua tahun, Suri. Bersabarlah dua tahun. Tunggu aku, setelahnya kita bisa kembali berjuang bersama-sama.” Pram memelas suara dan mimik frustrasinya. 

Suri menggeleng-gelengkan kepalanya dengan lemah. Kesabarannya sudah tidak bisa diperpanjang lagi. Meski dua tahun bukan waktu lama, tetapi Suri sadar jika posisinya nanti akan serba salah dan lemah. Bagaimanapun, ia hanyalah istri siri yang bahkan tidak diketahui oleh orang tua Pram. Suri tidak sanggup berbagi suami, juga membohongi hati.

"Aku muak dengan janji-janji palsumu, Mas. Sekarang, pilihanmu hanya dua.” Suri menarik napasnya dalam-dalam dengan tatapan terfokus pada Pram. “Batalkan pernikahan itu dengan mengenalkanku pada orang tuamu, atau silakan nikahi dia dan ceraikan aku.” 

“Suri, aku mohon padamu. Aku tidak bisa memilih. Bagiku, kamu dan perintah orang tuaku sama pentingnya.”

Suri kembali berdecih mendengar jawaban Pram atas dua pilihan yang ia ajukan. "Aku atau warisanmu yang penting, Mas?" Dalam kepalanya, wanita itu yakin jika Pram memang lebih berat pada warisan yang dijanjikan akan turun pada pria itu jika ia mau menikahi Melisa. Namun, Suri tak menyangka … Pram ternyata begitu egois dan rakus. Pria itu ingin memiliki semuanya; harta warisan, juga dirinya. 

Keegoisan Pram yang enggan melepas Suri itu masih berlanjut, bahkan sampai kepada Pram yang mengungkit segala hal yang pernah ia berikan pada Suri.

"Jangan munafik, Ri!" Pram menatap Suri dengan aura sinis yang mulai memancar. "Selama ini, kamu juga ikut menikmati semua uang orang tuaku. Kamu pikir, biaya kuliahmu, nafkah yang kuberi ... Dari mana semua itu berasal kalau bukan dari orang tuaku?!"

Segala biaya yang pernah pria itu keluarkan sebagai nafkah pada istri kembali pria itu ungkit. Hal tersebut kembali memantik amarah Suri. Di saat hubungan meraka tengah di ujung tanduk, Pram justru mengungkit soal harta, bukan berjuang untuk perasaan yang ada di antara mereka berdua.

“Mas Pram tenang aja, aku bisa balikin uang yang Mas sebutkan barusan sekarang!” tegasnya.

Suri sudah bersiap akan hal ini. Ia tahu suaminya terbiasa hidup di bawah ketiak orang tua. Selama menjadi istri Pram, meski dimudahkan dalam soal keuangan, nyatanya Suri tidak sekali pun menyentuh uang itu. Wanita itu kemudian membuka tasnya guna mencari sebuah kartu yang menjadi tujuan Pram mentransfer segala kebutuhan.

Ketika merogoh isi tas tersebut, mata Suri tertuju pada satu benda pipih yang dibungkus pita merah muda yang sempat ia lupakan. Benda yang seharusnya jadi kejutan manis untuk Pram-nya. Namun, Suri mengurungkan diri menunjukkan benda pipih itu pada Pram dan segera meraih kartu ATM yang dicarinya. 

“Ini uangmu!” Suri melemparkan kartu ATM tersebut ke wajah Pram.

"Suri—" 

Ekspresi wajah Suri dingin, tak gentar menghadapi Pram yang terus menampilkan ekspresi memelas. Seolah kartu ATM itu belum cukup, Suri pun meraih ponselnya dan menggulirkan jarinya di atas layar. 

“Semua uang yang kamu berikan, ada di situ.” Dengan gemetar, kemudian ia tunjukkan layar ponsel Suri yang tengah berada di laman mobile banking, menunjukkan bukti transfer telah berhasil. “Termasuk uang nafkah yang kamu berikan padaku setahun terakhir ini.”

Setelahnya, tanpa peduli Pram yang masih membatu di hadapan, Suri pun memutar tubuhnya. Tak lupa, ia raih lagi koper yang tadi ia bawa. Saat langkah Suri makin mendekat ke arah pintu, Pram kembali berseru.

"Suri, tunggu!" 

Suri tidak menghentikan langkahnya. Ia terus berjalan menggeret serta koper menuju pintu keluar, saat kemudian terdengar suara dering panggilan masuk yang berasal dari ponsel pria itu. 

Suri menolehkan kepalanya, dan menemukan Pram tengah memaki si penelepon itu. Meski begitu, pria itu akhirnya tetap menjawab panggilan tersebut dengan suara lembut.

"Halo, Mel. Ada apa?" 

Suri tertawa miris dalam hati. Lihatlah bagaimana raut wajah Pram begitu cepat berubah. Wanita yang disebut Pram sebagai ‘Mel’ adalah calon istri barunya. Melihat senyuman yang pria itu berikan ketika menerima telepon dari wanita barunya, entah itu palsu atau bukan ... Kentara sekali pria itu tidak seenggan ucapannya dalam menolak pernikahan ia dan wanita barunya itu.

Dengan rasa kecewa dan marah yang begitu besar, Suri menutup pintu apartemen Pram. Keputusan yang diambil Suri kali ini sungguhlah tepat. Ia tidak ingin berjuang sendiri dan memilih meninggalkan Pram yang enggan berjuang. Dalam pikiran Suri, ia pun bertekad untuk mengasingkan dirinya sejauh mungkin dari pusaran masa lalu. Gedung apartemen ini, kota ini, juga hal-hal yang erat kaitannya dengan pria itu ... Sudah ia putuskan untuk ia lupakan.

Lift yang membawa Suri turun dari lantai kamar Pram telah sampai di lobi. Saat pintu terbuka, Suri dengan pandangannya yang hanya melihat ke bawah, berjalan tanpa tenaga. Namun, langkah lemahnya tiba-tiba berhenti saat sepasang sepatu pantofel pria yang mengilat dan berhenti di hadapannya dan menghalangi jalan keluar.

"Butuh bantuanku, Nona?" tanya pria itu dengan suara baritone-nya.

Suri sontak mendongak mendengar suara yang tidak asing di telinganya dan terpaku melihat sosok di hadapannya. Dengan air mata yang tergenang di pelupuk mata, ingatannya kembali ke masa lalu. Pria ini... yang pernah begitu kukuh melarangnya untuk menerima pinangan Pram setahun lalu.

"Adnan?"

naftalenee

Halooo... aku datang bawa cerita baru nih!!🤩🤩🤩

| Sukai
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Putry Ismayanti
mantaapp sekali ceritanya
goodnovel comment avatar
Hanik Suyanti
baru nyimak...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Istri Rahasia Tuan Presdir    BAB 2. Papa untuk Andaru

    "Mama! Papa Adnan udah datang!" Teriakan nyaring dari seorang bocah berusia lima tahun itu terdengar begitu lantang. Suri yang mendengar panggilan menggelitik itu lagi-lagi dibuat merengut. Andaru, atau Aru yang ia lahirkan dengan penuh perjuangan lima tahun lalu terus saja menyebut Adnan dengan sebutan Papa, meski berulang kali Suri telah peringati. "Om Adnan, Aru. Bukan Papa!" Suri memperingati anak semata wayangnya lagi. Adnan, pria baik hati itu memang tidak pernah marah atau melarang Aru memanggilnya papa. Namun, Suri-lah yang tidak enak hati, sebab nyatanya mereka memang bukanlah sepasang suami istri. Sayang, bocah itu agaknya lebih patuh pada Adnan, sebab detik berikutnya ia masih saja menyerukan hal yang sama. "Papa Adnan!" Senyum tipis tercetak di bibir Suri. Tak ia pungkiri, melihat Andaru tetap mendapatkan sosok ayah dari Adnan memang sebuah hal yang patut ia syukuri. Namun, ada rasa bersalah dalam diri Suri ketika melihat senyum anaknya itu. Lima tahun lalu, jika bu

  • Istri Rahasia Tuan Presdir    BAB 3. Firasat

    "Masih mikirin soal lamaranku kemarin?" Suri tersentak kaget saat mendengar Adnan tahu-tahu bersuara sambil menyentuh sebelah pundaknya. Dengan lemah, wanita itu menggeleng. Lamaran Adnan beberapa hari lalu tidak terlalu ia pikirkan. Toh, pria itu tidak memaksanya menerima dan malah memberinya waktu untuk berpikir dengan bijak. Meski tetap saja, beban memberikan jawaban itu tidak bisa dienyahkan begitu saja dari pikiran, karena Suri tahu ... Adnan pun diam-diam menunggu. "Dari tadi perasaanku nggak enak mikirin Aru." Suri berujar lemah sambil mengaduk-aduk makan siangnya yang sudah dingin itu. Adnan kemudian menarik bangku di hadapannya. "Bukannya dia sekolah?" Adnan berujar usai melihat jam di pergelangan tangannya. Suri mengangguk. Biasanya, Andaru memang sudah pulang sekolah di saat Suri sudah memasuki jam makan siang. Bocah itu kemudian akan ia jemput untuk kemudian ikut ke kantor dan lanjut dititipkan ke daycare. Namun kali ini, sekolah anaknya itu tengah melakukan kegiatan ke

  • Istri Rahasia Tuan Presdir    BAB 4. Ketakutan Suri

    "Kamu yakin nggak mau ke dokter, Ri? Kamu pucat banget, lho. Aku khawatir kamu tiba-tiba pingsan," ujar Adnan saat pintu lift sepenuhnya menutup dan bergerak turun, memerangkap dirinya bersama Suri di dalamnya. Pria berpenampilan rapi dan necis itu meneliti wajah Suri dengan ekspresi khawatir. "Aku nggak sakit," tukas Suri seraya menepis dengan halus tangan Adnan yang terangkat untuk menyentuh keningnya. Terkadang, Adnan bisa sangat berlebihan saat berurusan dengan kesehatan dirinya. "Tapi kita perlu bicara, Adnan. Ini penting," desak wanita itu seraya menahan luapan emosi yang mengentak-entak dada. Kesabaran yang ditahan-tahannya sejak pagi tadi sudah berada diambang batas. Suri tidak bisa menunggu lebih lama lagi hingga jam pulang kerja nanti untuk bicara dengan Adnan perihal temuannya pagi tadi. "Ada apa, Ri? Kamu baik-baik saja, kan?" Wanita berambut panjang yang dikuncir kuda itu membuang napas untuk menetralkan ekspresi di wajah yang sudah tak karuan sebelum mengatakan, "A

  • Istri Rahasia Tuan Presdir    BAB 5. Kebohongan

    "Andaru anak gue." Tak hanya Pram yang terkejut mendengar pernyataan Adnan yang baru saja muncul dari lift, Suri juga menunjukkan reaksi yang sama. Namun, keterkejutan Suri tak berlangsung lama karena melihat senyum menenangkan yang disuguhkan Adnan untuknya. Hanya sekilas, hingga Suri nyaris mengira dirinya salah lihat. Detik selanjutnya, Suri segera sadar kalau Adnan sedang mencoba menyelamatkan dirinya dari Pram. "Anak lo... sama Suri?" Setelah bisa menguasai diri, Pram mengalihkan pandangannya kepada Andaru yang sedang melonjak-lonjak senang karena kedatangan Adnan—dengan mudah melupakan keberadaannya. Lalu tatapan tajamnya berpindah kepada Suri. "Ri... apa itu benar?" Tenggorokan Suri terasa perih karena ditodong pertanyaan itu. Ia mengalami dilema yang datang di saat yang tidak tepat. Dan sekali lagi, Adnan dengan tanggap menarik dirinya dari krisis. Pria itu mengambil alih dengan menjawab, "Ya. Andaru adalah buah cinta kami berdua." 'Buah cin...ta?' Astaga! Jantung Suri

  • Istri Rahasia Tuan Presdir    BAB 6. Situasi Sulit

    "Kalau kamu kehabisan stok wanita untuk diajak bermain-main, aku bisa mengenalkan beberapa untukmu, Adnan." Melisa melipat tangan di dada dan mengangkat dagu sedikit lebih tinggi. Pose yang seharusnya biasa saja itu menjadi tampak berbeda. Tak hanya menampilkan keanggunan yang paripurna, Melisa seolah ingin menunjukkan bahwa wanita itulah yang berkuasa di sana, saat tatapannya bertemu dengan mata Suri. Ujung bibir Melisa tertarik ke atas saat matanya mulai menilai penampilan Suri dari ujung kepala hingga ujung kaki. Tatapan jijik dan remeh di wajah ayunya terlampau jelas. "Tipe wanita seperti apa yang kamu sukai—" "Hai, Mel. Aku dengar dari Pram kalau kamu sempat dirawat di rumah sakit. Senang melihatmu sudah sehat kembali." Adnan menyela dengan tenang. Namun, Suri bisa merasakan sekelebat emosi dalam suara pria itu yang bergetar. "Maaf, aku nggak sempat ke Jakarta untuk menjenguk kamu. Banyak urusan penting di sini yang nggak bisa kutinggalkan." Suri terpaku. Apakah selama ini st

  • Istri Rahasia Tuan Presdir    BAB 7. Kegilaan Adnan

    Pertanyaan yang diucapkan Adnan dengan ekspresi tak terbaca itu membuat Suri terpaku. Suri seharusnya sudah tidak kaget lagi karena pria itu selalu memberikan kejutan-kejutan di luar ekspektasinya. Namun, yang terakhir ini... benar-benar sudah di luar logika! "Aku bercanda, Ri." Bisikan pria itu sontak mengembalikan fokus Suri pada wajah Adnan yang dekat sekali dengan wajahnya. Suri membelalak dan memundurkan kepala. Namun, itu tidak berguna. Posisinya saat ini tidak menguntungkan karena ia duduk di kursi, diperangkap Adnan dengan tubuhnya yang menggoda. "A-apa yang kamu lakukan?" Suara yang keluar dari mulut Suri terdengar seperti tikus yang terjepit pintu. Sudut bibir Adnan terangkat naik. Pria itu semakin mendekatkan wajah dan berbisik di telinga kiri Suri. "Menciummu?" Suri membuang muka ke arah yang berlawanan dan mengatupkan bibirnya rapat-rapat. Kedua tangannya mencengkeram meja di belakangnya kuat-kuat. Sebuah keajaiban Suri tidak langsung ambruk karena kedekatannya dengan

  • Istri Rahasia Tuan Presdir    BAB 8. Rencana Berbahaya

    Dada Suri terasa sesak. Ia harus berpegangan pada ujung meja untuk menahan tubuhnya yang oleng sesaat karena tidak siap mendengar pernyataan gila yang diucapkan Adnan. "Aku... aku benar-benar nggak ngerti apa yang sedang kamu bicarakan, Nan." Getar dalam suaranya menunjukkan emosi campur aduk yang telah ditekan kuat-kuat, tetapi tak lagi bisa wanita itu sembunyikan. Hanya dalam kurun waktu dua hari, ia dibuat olahraga jantung berkali-kali. Patut diacungi jempol karena Suri masih belum tumbang juga akibat terlalu banyak menerima kejutan. Kemunculan Pram dan pertemuannya dengan Andaru mungkin memang sudah takdir yang tak bisa dihindari lagi. Namun, tentang apa yang dilakukan Adnan... itu sangat di luar dugaan. Pria itu benar-benar tega karena menambah satu beban pikiran baru di kepala Suri tanpa membiarkannya istirahat sejenak saja. Sulit menolerir tindakan gila Adnan. Memanipulasi data diri tak hanya miliknya sendiri, tetapi juga milik Suri dan Andaru yang terdaftar di Dukcapil. Bag

  • Istri Rahasia Tuan Presdir    BAB 9. Bukti (1)

    "Aru benar-benar nggak papa diantar Miss Dina dan Om Wirya ke sekolah?" Suri tak bisa berhenti bergerak gusar di tempat duduknya sejak Dina—pengasuh baru yang akan menjaga Andaru—datang sepuluh menit lalu bersama asisten pribadi Adnan yang berpenampilan serba hitam. Bocah laki-laki yang sedang melahap sarapannya dengan tumis brokoli dan sosis itu mengangguk-angguk. "Mama sama Papa Adnan sibuk kerja buat beli mainan yang banyak buat Aru, kan?" Dengan adanya situasi yang memaksa Suri untuk fokus pada masalahnya dengan mantan suaminya, ia tidak punya pilihan selain menyetujui usul Adnan menyewa pengasuh untuk Andaru. Dina adalah yang terbaik di antara enam kandidat yang dipilih oleh Wirya—atas persetujuan Adnan. Selama bertahun-tahun bekerja untuk Adnan, tidak pernah sekalipun Suri mendengar pria itu mengeluh atau menegur Wirya atas hasil pekerjaannya. Itu artinya, Wirya selalu mengerjakan tugasnya dengan baik. Seharusnya, tak ada yang perlu dikhawatirkan lagi. Namun, sebagai seorang

Bab terbaru

  • Istri Rahasia Tuan Presdir    BAB 62. Trending Topic

    "Waktunya makan malam." Suri mendongak sekilas dari laptop yang ada di hadapannya--ia sedang merapikan agenda untuk esok hari. Menatap sesosok pria beriris hitam legam yang muncul di pintu kamarnya, wanita itu menjawab, "Sebentar lagi aku turun." Adnan mengangguk kecil dan pergi tanpa mengatakan apa-apa lagi. Suri menghela napas. Hubungannya dengan sang suami belum membaik sejak pindah ke rumah Prabu seminggu yang lalu. Ia masih marah karena dipaksa pindah. Sementara Adnan menyimpan kecewa karena dirinya meminta pisah kamar. Menyusul Adnan tak lama kemudian, Suri menemukan tiga sosok laki-laki berbeda generasi yang telah duduk menempati meja makan besar. Di kepala meja, duduk sang tuan rumah. Diapit oleh Adnan di sisi kanan dan Andaru di sisi kiri. Suri masih bisa menangkap obrolan sang tuan rumah dengan Andaru tentang acara ulang tahun sekolahnya yang akan diadakan akhir minggu ini. Terdengar suara Adnan yang menimpali. "Mama!" Selalu, hanya Andaru yang akan menyapanya dengan ri

  • Istri Rahasia Tuan Presdir    BAB 61. Sendiri-sendiri Saja

    Sudah lebih dari dua jam sejak Adnan membawa Andaru pergi. Tidak ada kabar apa pun setelahnya. Karena Suri tidak berusaha menanyakannya lewat telepon meskipun ia ingin sekali. Dan tampaknya Adnan juga tidak terpikir untuk mengabarkan apa-apa tentang pertemuan pertama Andaru dengan Prabu Danuarta tanpa dirinya itu.'Ya Tuhan, kenapa mereka lama sekali?' batin Suri yang ke sekian kali.Dengan hati yang gelisah, diremas-remasnya ujung baju yang ia kenakan hingga kusut. Suri menyesali pilihannya untuk tidak ikut serta dan sekarang hanya bisa menunggu kepulangan anak dan suaminya dalam harap-harap cemas.Ketika kesabaran tinggal seujung kuku dan yang ditunggu masih tak kunjung datang, Suri membulatkan tekad untuk menyusul mereka sebentar lagi.Suara samar dari pintu yang dibuka membuat Suri yang sejak tadi mondar-mandir di ruang tamu bergegas menyongsong ke arah pintu.Wanita itu mengernyitkan kening. Kebingungan melihat Adnan datang sendirian. Padahal, tadi berangkat bertiga dengan Andaru

  • Istri Rahasia Tuan Presdir    BAB 60. Bukan Aib

    Membawa Andaru bertemu Prabu sebenarnya belum ada dalam agenda Adnan dalam waktu dekat. Awalnya, Adnan ingin lebih dulu mengantongi restu sebelum memperkenalkan Andaru--cicit pertama di keluarga Danuarta --kepada sang Kakek.Tetapi Suri malah mengacaukan semuanya. Tindakan Suri tempo hari membuat Adnan terlampau kecewa. Biasanya, tanpa kata maaf pun kekesalannya mudah mereda. Tetapi kali ini lain. Rasanya terlalu menyakitkan mendengar dengan telinganya sendiri ketika Suri bicara di depan Kakek, berniat mencampakkan dirinya demi menyelamatkan diri. Adnan mungkin sebenarnya sudah tahu kalau selama ini Suri belum benar-benar memberikan hatinya. Kapan saja Duri bisa berubah pikiran dan meninggalkan dirinya. Adnan hanya tidak mengira kalau waktu itu datang begitu cepat. Semakin ia merasa terkhianati karena Suri telah sempat berjanji tentang berjuang bersama menghadapi Prabu Danuarta."Andaru.. anak itu benar darah dagingmu?" tanya Prabu."Kakek juga butuh bukti tes DNA atau bagaimana?" A

  • Istri Rahasia Tuan Presdir    BAB 59. Kecewanya Seorang Adnan

    Suri tidak begitu kaget mengetahui Adnan marah padanya sampai berhari-hari setelah apa yang terjadi di rumah Prabu Danuarta. Saat dalam keadaan terpojok kemarin, pikiran negatif mengambil alih akal sehatnya hingga berpikir bahwa meninggalkan Adnan adalah pilihan paling tepat. Itu sama saja dengan mengulangi siklus yang sama ketika ia dihadapkan pada situasi sulit dulu.Bedanya, ketika bersama Pram, ia benar-benar tidak yakin bisa menggantungkan harapannya. Sedangkan bersama Adnan, ada harapan-harapan yang menunggu diwujudkan. Sebab, mereka sudah berjanji untuk saling memperjuangkan."Suri, hari ini saya mau makan siang dengan Adnan. Tolong reservasi tempat di restoran biasa, ya," pinta Farah yang menghubungi lewat telepon di meja kerja."Maaf, Bu, apa saya juga perlu menghubungi Pak Adnan terlebih dahulu untuk--""Oh, nggak perlu. Saya udah ngabarin Adnan, kok."Suri hampir mendesah kecewa. Tadinya, ia mau memanfaatkan kesempatan untuk bicara dengan Adnan setelah beberapa hari terakhi

  • Istri Rahasia Tuan Presdir    BAB 58. Perlawanan

    "Ri, kamu keluar dulu," ucap Adnan dengan suara bergetar menahan amarah. "Biar aku yang bicara--" "Enggak, kamu yang keluar, Nan." "Ri...." "Tolong, Nan. Sebentar saja. Biar aku yang bicara sama kakek kamu," tukas Suri tegas. "Janji sama aku, kamu nggak akan masuk dulu sampai aku keluar dari ruangan ini." Ia melepas genggaman tangan Adnan dan bergeser lebih maju. Mengabaikan kekagetan yang tergambar di wajah suaminya. "Berapa banyak yang Adnan tawarkan padamu? Saya bisa kasih yang jauh lebih banyak kalau kamu meninggalkan anak bodoh itu," ucap Prabu Danuarta dingin. Keangkuhannya membuat Suri bergidik. "Adnan tidak menawarkan apa pun selain kehidupan rumah tangga yang--" "Jangan membual tentang hal-hal seperti cinta dan kebahagiaan di depan muka saya," decih Prabu Danuarta. "Sebut saja nominal yang kamu mau, saya bisa langsung mengirimkannya detik ini juga." "Anda mungkin sulit untuk percaya, tapi saya menikah dengan Adnan bukan karena melihat harta yang keluarganya miliki," b

  • Istri Rahasia Tuan Presdir    BAB 57. Wanita Simpanan

    "Kalau sedang marah, Kakek memang kadang agak merepotkan," ujar Adnan ketika menyadari ada kekagetan yang tergambar di wajah istrinya. 'Agak, katanya?' Di mata Suri, ini sudah di luar nalar. Banyak pecahan beling yang berasal dari guci-guci yang dibanting, bertebaran di mana-mana ketika mereka memasuki rumah megah Prabu Danuarta. Suasana di rumah itu terasa mencekam. Rasanya seperti memasuki TKP setelah ada sebuah kejadian yang mengerikan. Keduanya sudah tiba di ruangan lain yang tidak jauh berbeda dengan keadaan di ruang tamu tadi. Masih tidak ada siapa-siapa di sana. "Siapa yang menghuni rumah ini selain Kakek, Nan?" "Asisten rumah tangga." Suri menoleh dengan cepat. "Maksudmu... selama ini Kakek sendirian?" Membayangkan seseorang yang sudah sepuh tinggal di sebuah rumah megah tanpa keluarganya membuat perasaan Suri campur aduk. Pria tua itu pasti sangat kesepian. Adnan tersenyum tipis. "Itu yang sebenarnya mau aku bahas sama kamu juga. Aku masih harus tinggal di sini sampa

  • Istri Rahasia Tuan Presdir    BAB 56. Kita Hadapi Berdua

    "Mama, Mama! Mama pulang!" seru Andaru menyambut ibundanya yang baru pulang kerja."Halo, anak mama!" Suri berlutut untuk merengkuh anak lelakinya yang menghambur ke arahnya sambil berlarian kecil. "Gimana sekolah hari ini, Nak?""Aru seneeeeeng banget, Mama! Aru punya teman baru banyak!""Wah, pasti betul-betul menyenangkan, ya!" Suri membalas dengan antusias setelah anaknya meminta lepas dari pelukannya. "Ayo cerita sama Mama, siapa aja teman baru Aru?"Walau sudah beberapa lama pindah ke Jakarta, sebenarnya baru hari ini Andaru mulai masuk ke sekolah yang baru. Suri sempat merasa khawatir karena tidak punya waktu untuk ikut mengantarnya di hari pertama, tetapi untungnya Andaru bisa beradaptasi dengan cepat. Miss Dina juga tidak lupa memberikan report kepada Suri melalui foto-foto dan video Andaru di sekolah yang rutin dikirimkannya."Mama nggak pulang bareng Papa, ya?" tanya Andaru setelah berceloteh panjang tentang kesibukannya di sekolah baru. Ia baru menyadari kalau mamanya pula

  • Istri Rahasia Tuan Presdir    BAB 55. Sekretaris

    "Kamu sekretaris barunya Farah?"Adnan tidak bisa menyembunyikan raut terkejutnya bahkan setelah berjam-jam berlalu sejak bertemu Suri di kantor baru wanita itu siang tadi."Begitulah.""Kenapa nggak bilang?"Suri batal melepas ikat rambut dan menatap suaminya dengan tenang. Seperti tak terganggu walau raut wajah suaminya seperti menahan kecewa. "Aku baru mau bilang, tapi kamu terlanjur tahu.""Kalau aku minta kamu membatalkan niat kamu bekerja di sana, kamu keberatan?" tanya Adnan hati-hati.Alis Suri tertaut. Kekesalannya menyeruak ke permukaan. "Nggak bisa gitu dong, Nan. Aku mendapatkan pekerjaan ini karena aku mampu dan aku dibutuhkan. Aku juga udah tanda tangan kontrak. Nggak semudah itu--""Aku yang akan urus kalau kamu bersedia. Kamu kerja di Danuarta aja, nggak harus jadi sekretarisku," ucap Adnan. Lebih terdengar seperti perintah ketimbang permohonan.Suri terlihat marah, tetapi bisa mengendalikan diri setelah beberapa kali mengatur napas. "Kita udah bahas soal itu tadi pagi

  • Istri Rahasia Tuan Presdir    BAB 54. Dunia yang Terlalu Sempit

    "Kamu mau ke mana udah rapi sepagi ini, Ri?" tanya Adnan yang baru saja membuka mata. Jarum jam pendek pada jam beker di nakas menunjuk ke angka enam."Kerja," jawab Suri yang memang sudah berpakaian rapi. Penampilannya persis seperti ketika masih menjadi sekretaris Adnan. Pagi ini, Suri memakai setelan kerja berwarna abu-abu."Di mana? Kok kamu nggak cerita sama aku?" Adnan membelalak. Tampak sedikit tidak terima karena ia tidak tahu apa-apa perihal pekerjaan baru istrinya."Maaf," cicit Suri dengan kepala sedikit menunduk. "Aku nggak tau kalau kamu keberatan aku kerja. Aku nggak bisa cuma diam di rumah dan hanya menikmati harta kamu. Apalagi sekarang hubungan kita terhalang restu—""Maksud aku bukan gitu," decak Adnan.Ini masih pagi dan Suri malah menyinggung masalah sensitif. Ia turun dari tempat tidur dan mendekati istrinya yang sudah berhenti menyisir rambutnya.Pria itu mengambil alih sisir dari tangan Suri dan membantu istrinya menyisir rambut. "Aku memang agak sibuk belakanga

DMCA.com Protection Status