Share

Kemurkaan Sang Ayah

“GILA! APES BANGET GUE JADI MANAGER LO, ANJIR!”

“Berisik.”

“Tour lo bakal di mulai beberapa hari lagi bego!”

“Suka-suka gue.”

“Dan liat kondisi lo. Tangan dan kaki lo sekarang malah … APES. APES GUE.”

“Bacot.”

Andre memang menyebalkan. Ia banyak bicara tetapi disatu sisi Jay sangat membutuhkannya. Siapa lagi yang bisa tahan dengan sikap Jay yang lebih banyak memiliki sifat menyebalkan daripada sifat baiknya.

Jay kembali berulah dengan mengendarai mobil ketika sedang mabuk. Jika bukan karena Ayah nya yang memiliki kuasa, mungkin sekarang berita-berita buruk sudah bertebaran baik di televisi maupun surat kabar. Pria itu terlalu sering membuat masalah.

“Lo jangan doyan mabuk-mabukan dong, Jay,” ucap Andre dengan nada lelah dan duduk di kursi sebelah ranjang. “Atau minimal telfon gue. Gue waktu itu lagi ada acara, sekarang gue nganggur. Malah kayaknya waktu nganggur gue jadi lebih banyak sekarang. Lo bener-bener bikin gue nggak punya kerjaan.”

“Gue lagi pusing.”

“Lo pusing, terus mabuk, nambah-nambah pikiran bego. Lo liat kondisi lo sekarang.”

Jay tidak sadar jika mobilnya oleng dan menabrak pembatas jalan. Sehingga kaki dan tangannya terjepit. Kini kaki dan tangannya di gips. Untuk yang bagian tangan ia juga memakai penyangga kain yang digantungan ke leher dan juga sebelah tangannya. Terdengar ribet, tetapi ini untuk kesembuhannya. Dan yang paling buruk lagi, lima hari dari sekarang Jay akan tour keluar kota. Itulah yang membuat Andre kelimpungan sekarang.

“Udah terlanjur.”

“Anjrit. Asem banget lo,” ucap Andre dengan memukul paha Jay, sehingga pria itu mengerang kesakitan.”

“Gue udah telepon istri lo.”

Jay membeku. Ia lupa jika sekarang memiliki istri yang tidak ingin ia lihat wajahnya. “Ngapain lo telfon dia? Gue bisa urus diri gue sendiri.”

“Heh … Kupret. Selama ini gue yang nyiapin kebutuhan lo. Mana ada Jay mengurus diri sendiri.”

“Terserahlah.”

“HEH! LO --”

Tiba-tiba pintu kamar rawat itu di ketuk dari luar. Jay dan Andre langsung menoleh kea rah pintu yang perlahan-lahan terbuka. Sebenarnya Andre sudah menebak siapa yang akan datang. Karena jika itu orang terdekat dari bos nya ini pasti pintu itu akan langsung terbuka.

“Assalamu’alaikum.” Suara merdu itu langsung mengisi ruangan yang hening karena menunggu sang tamu membuka pintu. “Saya izin masuk, A.”

Jay membuang pandangan. Enggan melihat perempuan yang menjadi istrinya itu, walaupun wajahnya tertutup masker, ia masih menyimpan kebenciannya. Sedangkan Andre, pria itu langsung heboh dan bertepuk tangan. Ingatkan Jay untuk merekrut pria itu sebagai penonton bayaran karena kehebohannya.

“Wa’alaikumsalam, Istri Pak Bos alias Bu Bos.”

“Ck … lebay.”

Letha membuka pintu kemudian menutupnya lagi dengan pelan. Jay enggan menyapa, jadi ia segera membuang pandangan ketika Letha sudah ada di sebelahnya.

“Kamu nggak apa-apa, A? Kenapa nggak bilang kalau kamu kecelakaan? Apa kata dokter?”

“Berisik.” Badannya sudah sangat sakit. Mendengar pertanyaan yang beruntun seperti itu hanya membuat badannya  semakin sakit, walaupun memang ia akui suara Letha itu sangat amat lembut. Tetapi tetap saja lebih baik perempuan itu diam.

Ah … sudahlah. Abaikan saja perempuan itu, karena kini sepertinya obat bius sepertinya sudah mulai hilang dari tubuhnya.

“Jangan durhaka sama istri, Bos. Kualat lo. Mau di kutuk jadi kodok lo.”

“Pak Andre makasih karena sudah menjaga dan mengabari saya.”

“BAPAK?!”

“Mampus,” ucap Jay di sela-sela rasa sakitnya. Ia sudah tidak enak tidur sedari tadi. “Cocok.”

“Sial – Eh … maksudnya jangan panggil gue Bapak, Letha. Gue belum jadi Bapak-Bapak. Nanti kalau si bos punya anak, baru gue izinin dia panggil gue Bapak.”

“Jijik.”

“Diem lo, kupret. Lo nggak di ajak,” ucap Andre. Kemudian ia memperhatikan Jay yang sedari tadi terus berpindah posisi. “Kenapa lo? Sakit? Syukurin.”

“Sialan.”

“Aa, Kenapa? Sakit badannya? Saya panggil dokter ya?” tanya Letha dengan wajah panic.

“Jangan sok peduli lo sama gue,” jawab Jay. Ia tidak peduli pada perempuan itu karena jika berhubungan dengan Letha hidupnya akan terus sial seperti sekarang. “Panggilin dokter, Dre.”

“Ogah. Ada istri lo.” Andre sedang bersikap kurang ajar sekarang. Awas saja jika ia sudah pulih, Jay akan menghadiahi pukulan cinta. “Ayo … Letha, silakan diurus suaminya.”

“Sialan. Gue potong gaji lo.”

“Bodo amat. Gue mau jadi penonton keromantisan suamu-istri baru.” Andre kemudian duduk di sofa ruang VVIP itu dengan santai ketika dokter datang. Tadi Letha langsung menekan tombol yang ada di atas ranjang ketika Jay dan Andre sedang berdebat.

“Sepertinya obat bius tadi sudah habis. Saya akan menyuntikan obat Pereda sakit supaya Pak Jay bisa tidur.”

Setelah disuntik dan dokter pergi kantuk mulai merasuki Jay. Matanya mulai sayu dan tertidur. Tetapi mulutnya masih bisa mnegucapkan sesuatu pada Letha.

“Lo jangan pura-pura baik sama gue. Gue benci lo.”

***

Letha masuk kembali ke ruang rawat Jay, setelah tadi dipanggil oleh dokter untuk membahas tentang apa yang harus dilakukan pada perawatan tangan dan kaki Jay yang masih di gips. Ia melihat laki-laki itu sedang kesulitan untuk memasukan makanan ke mulutnya dengan tangan kiri. Andre sudah pergi pagi-pagi tadi karena ada urusan terkait jadwal tour Jay.

“Biar saya suapi, A,” ucap Letha ketika sudah sampai di sebelah ranjang Jay.

“Nggak.”

Namun yang terjadi malah makanan yang ada di sendok itu meluncur dengan mulus di baju yang di kenakan Jay. Sontak umpatan langsung terdengar memenuhi ruangan itu.

“Ayo, A. Saya bantu. Izinkan saya untuk mengabdi padamu sebagai istri,” ucap Letha langsung mengambil sendok yang tadi di pegang oleh tangan kiri Jay. “Nanti saya bereskan. Aa harus minum obat setelah ini.”

Jay hanya bisa merotasikan bola matanya. Letha duduk di ranjang dan kemudian mulai menyendokan nasi beserta lauk pauk nya. “Ayo, A. Buka mulutnya.”

Mungkin karena tidak ada pilihan akhirnya Jay membuka mulutnya dan mengunyah dengan pelan. “Gue mau minum.”

Letha segera mengambil minum yang ada di nakas dan menyerahkannya pada Jay. Setelah itu kembali menyimpannya dan kembali menyuapi suaminya itu.

“Kata dokter Aa harus istirahat dulu. Tangan dan kaki Aa tidak boleh banyak di gerakan untuk sementara.”

Letha mengatakan pada Jay tentang perkembangan yang tadi ia dengar dari dokter. Tetapi respon yang ia dapat hanya tatapan tajam dari pria itu. Entah  kesalahan apa yang Letha ucapkan. Tetapi, sepertinya ia tidak mengatakan sesuatu yang buruk.

“Say -- ”

Tiba-tiba pintu di buka dengan sangat kencang sehingga menimbulakan suara yang memekakan telinga. Letha bahkan langsung beristigfar.

“Kali ini apa yang kamu lakukan, Jericho? Kenapa kamu hanya bisa berulah saja?!”

***

TO BE CONTINUE

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status