Share

Bertemu Masa Lalu

“Kenapa Aa memperkenalkan saya sebagai manager?” tanya Letha ketika mereka sudah sampai di hotel. Andre sedang pergi untuk mengurus acara nanti.

“Terus gue harus bilang kalau lo itu istri gue? Lo harus tahu dimana posisi lo, Amaletha. Gue nggak pernah setuju untuk nikah sama lo. Ingat itu.”

Jay beranjak tertatih dengan kruk yang ia sisipkan di tangannya. Kemudian berbaring dan melempar kruk tadi dengan sembarangan.

“Gue mau tidur. Terserah lo mau tidur dimana.”

“Tapi, A, kamu belum minum obat. Ini udah sore.”

“Jangan ganggu gue,” ucap Jay yang langsung menutup seluruh tubuhnya dengan selimut tebal yang tampak hangat. Amaletha hanya berdiri di ruang besar itu dengan pikiran penuh. Entah akan seperti apa pernikahannya ini. Suaminya sendiri tidak mengakui dirinya. Lalu sekarang apa yang harus Letha lakukan?

Bolehkah ia menganggap bahwa tidak ada orang yang menyayanginya sekarang? Kepada siapa ia harus mengadu selain sang pemilik segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi.

Setelah beristigfar beberapa kali, Letha berjalan menuju dapur dan hanya melihat roti disana. Walau bagaimana pun Jay harus minum obat untuk kesembuhannya. Jadi setelah mengambil nampan dan menyimpan roti beserta air minum, ia berjalan menuju Jay yang tampak seperti tidur.

“Aa …,” panggil Letha pelan. Ia tidak berani untuk menyentuh Jay walaupun mereka suami-istri. “Aa Jay.”

Tidak ada pergerakan sama sekali. Akhirnya Letha memberanikan diri untuk menguncang tubuh pria itu, setelah menyimpan nampan di nakas. Kemungkinan terburuknya ia akan mendapat amukan. Tetapi, ya sudahlah tidak apa-apa, daripada proses penyembuhan kaki suaminya jadi semakin lama.

“Aa ...” Letha kaget ketika tiba-tiba Jay menyibak selimutnya dengan kencang. Bahkan laki-laki itu langsung terduduk. Jantung Letha seakan berhenti berdetak. Sejujurnya ia sangat takut.

“Kaki gue sakit,” ucapnya pelan. Jay seakan tidak sadar dengan apa yang diucapkannya. “Panggil Andre. Gue mau obat gue.”

“Saya bisa bantu, Aa. Sekarang Aa kalau butuh sesuatu tinggal panggil saya.” Perlahan Letha tahu, sikap kasarnya seringkali hilang ketika pria itu sedang kesakitan seperti sekarang.

“Saya belum bisa masak karena belum beli bahan-bahan.” Letha mengambil nampan tadi dan menyimpannya di pangkuan. Kemudian mengambil air minum dan menyodorkannya pada Jay. “Aa sekarang minum dulu.”

Jay menerima minum tanpa protes. Letha sangat bersyukur untuk itu. Ia lalu membuka bungkus roti dan memberikannya pada Jay. “Aa makan dulu rotinya sebelum minum obat.”

Letha menukar air minum tadi dengan roti. “Jangan lupa baca basmallah, A.” Walaupun sangat pelan, tapi Letha masih bisa mendengarnya. Sepertinya kesadaran pria itu sedang terbang tinggi atau bisa juga sedang merasa kesakitan. Jay menjadi mendengar kata-katanya dengan baik.

“Kenyang,” ucapnya sambil menyerahkan roti. Letha kembali menutup kemasan itu dan menyerahkan kembali minumnya. Ia pun memberikan semua obat yang di butuhkan. Kemudian membaringkan pria itu dengan pelan.

“Sekarang Aa tidur. Semoga Allah memberikan kesembuhan untuk, Aa.”

***

“Hai, Jay. Apa kabar? Kami sungguh sangat senang sekali negera kami menjadi salahsatu tempat terakhir acara tour kamu sebelum hiatus karena kesehatan,” ucap host tersebut dengan senyum sangat lebar. Apalagi teriakan masih sangat keras terdengar. Siapa juga yang tidak histeris melihat Jay Orlando ada di depan mata.

“So far so good. Bohong jika saya katakan bahwa saya baik-baik saja, apalagi dengan gips dan kruk ini.”

Suara tawa kini terdengar menggema. Jay sungguh menjadi berbeda ketika sedang berada di panggung. Tidak ada Jay yang dingin, cuek dan kalimat-kalimat pedas yang keluar dari bibir itu. Tidak bisakah Jay memperlakukannya sama seperti ia memberikan senyum pada penggemarnya?

“Saya dengar kamu sudah menyiapkan album terbaru kali ini. Bisa beri kami sedikit bocoran?”

“Sepertinya saya tidak akan dapat jatah makan malam kalau harus membocorkan nya. Benarkan, Ndre?”

Sepertinya Andre sudah terbisa mendapat lemparan pertanyaan seperti itu, karena ketika kamera menyorot padanya, Andre hanya mengacungkan kepalan tangan sambil tertawa.

“Oh … Baiklah, saya mengerti,” ucap host itu sambil menyemburkan tawa.

“Lalu, Jay. Saya liat kamu punya manager baru. Perempuan yang pakai masker itu kan?"

"Iya, benar. Dia manager baru saya. Saya ingat, dia baru saja di keluarkan di tempatnya bekerja. Dia menangis di sepanjang jalan dan tidak ada orang yang memperdulikan, karena saya masih memiliki sisi kemanusiaan. Jadi sekalian saja saya merekrutnya. Kebetulan saya sedang membutuhkan orang untuk mengurus keperluan saya. Andre sudah mulai tidak sekuat dulu staminanya."

Lagi, suara tawa terdengar menggelegar. Andre hanya mengangkat kepalan tangannya lagi.

Sedangkan Letha, hanya bisa menghela nafas. Menahan sakit yang kini mulai menggerogoti hatinya. Mengisi nasib yang kini sedang menghampiri.

"Baiklah, kali ini mari kita biarkan Jay untuk mengeluarkan suara emasnya untuk kita semua."

Semua orang bersorak dengan riang dengan apa yang dikatakan oleh host tersebut.

Para kru mulai mengatur tempat dan juga satu kursi. Letha yang memegang kruk milik Jay pun langsung mendekat dan membantunya untuk berdiri.

"Ayo, A. Hati-hati."

Tidak ada lagi protes yang ia dapatkan. Bahkan makian pun tidak ada. Entah mungkin karena banyak orang yang memperhatikan. Karena tadi pagi ia kembali mendapat kata-kata kasar dari Jay.

"Gue nggak sudi lo bantu. Ini karena Andre lagi nggak ada aja. Lo harus tau posisi lo."

Baiklah. Letha tidak ingin mengingat-ingat lagi itu. Ia undur diri ketika Jay sudah nyaman duduk di atas panggung itu. Lampu di matikan dan hanya menyorot pada Jay yang kini menjadi pusat perhatian.

Suara piano dengan lantunan pelan mulai terdengar. Letha memejamkan mata menikmati, hingga tidak lama kemudian suara berat Jay mulai keluar.

[Pertama ku melihatmu

Perasaan hati tak menentu

Rangkaian melody mengalun sahdu

Ku ingin milikimu]

Letha sungguh tidak menyangka jika suara Jay sangat indah. Ini pertamakalinya ia mendengar suara Jay. Dan ia pun langsung jatuh cinta pada suaranya. Ia jadi mengerti sekarang kenapa banyak orang yang menyukai Jay, karena mereka langsung terhiptonis oleh suaranya yang merdu.

Letha masih menikmati alunan melody dan hingga suara melengking mulai memekakan telinga. Mic yang di pegang oleh Jay jatuh, karena pria itu menjatuhkannya dengan tiba-tiba. Untung saja operator bekerja dengan cepat, mungkin mereka segera menurunkan volumenya. Pria itu berdiri dan berlari dengan tertatih menuju tangga untuk turun.

Semua orang histeris, apalagi melihat Jay yang berlari dan tampak menahan sakit.

"Ella! Tunggu!"

Pria berbaju hitam mulai mengerubungi Jay. Letha dan Andre pun berlari mengerjar. Hingga kemudian Andre memegang bahu Jay dengan sangat kuat.

"SADAR LO, KAMPRET!"

"Ella ... tadi gue liat Ella."

"PEREMPUAN SIALAN ITU YANG BUAT LO GILA!"

To Be Continued

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status