Arya pikir, dampak dari ulah Keanu tidak akan separah ini. Tapi rupanya, harga saham Star Group turun drastis sejak rumor tentang Keanu yang keluar dari agensi muncul ke permukaan.Entah informasi itu muncul darimana, yang jelas, Star Group lumayan terancam sekarang. Arya bisa meminta Keanu kembali sebenarnya. Tapi, dia tidak ingin melepaskan Abia.Pria itu sudah bilang hanya akan kembali jika Arya menceraikan Abia. Dia tidak akan pernah melepaskan istrinya untuk hal semacam ini.Meski agensi ini dirintisnya dari nol. Meski usaha Arya untuk membesarkan Star Group selama beberapa tahun ini berakhir, dia tidak akan pernah merelakan istrinya untuk Keanu. Meski pria itu adalah sahabat atau bisa juga disebut adiknya."Pak, bagaimana---""Aku sedang tidak ingin diganggu! Beraninya kau masuk ke ruanganku!" teriak Arya murka membuat Lintang segera undur diri.Begitu sampai di luar, lagi-lagi, pria berkacamata itu harus terkejut menemukan istri sang atasan berdiri di ambang pintu. Perempuan it
"Kenapa kau baru pulang?" tanya Arya heran begitu mendapati Abia baru sampai rumah pada pukul 5 sore. Tadi, saat Arya bertanya pada tim humas, mereka bilang istrinya pulang lebih dulu. Tapi dia tidak memberi penjelasan akan kemana."Aku bertemu seseorang," jawab Abia sambil duduk di sofa ruang tengah. Tepat di samping suaminya.Wajah perempuan itu tampak lesu. Arya jadi sedikit curiga 'seseorang' yang dimaksud istrinya adalah Keanu. Waktu itu, Abia juga berbohong untuk bertemu pria itu, kan?"Aku mencarimu ke ruangaan tim humas tadi. Tapi kata mereka kau izin pulang lebih awal," jelas Arya jujur."Benarkah?" tanya Abia terkejut.Arya mengangguk."Maaf, aku benar-benar ada urusan penting tadi." Abia melingkari lengannya pada lengan kiri sang suami.Kepala perempuan itu bahkan bersandar di bahunya. Membuat Arya terkekeh geli dengan sikap sang istri."Akhir-akhir ini, kau jadi lebih romantis, ya? Biasanya orang yang berselingkuh melakukan ini karena rasa bersalah atau ingin menutupi per
"Biyaaa ... kenapa baru pulang? Aku takut." Begitu membuka pintu utama, Neo berlari dan menghambur memeluk lutut Abia.Perempuan itu mengerjap terkejut. "Loh, kenapa kau takut? Kan ada Daddy," tanya Abia heran."Aku tidak tahu Daddy ada di mana. Saat aku bangun tadi, dia menghilang." Neo bercerita dengan wajah hampir menangisnya."Biya juga tidak ada. Aku jadi takut sendirian di rumah. Bi Lily juga sudah tidur," sambung bocah sipit itu yang membuat Abia luar biasa merasa bersalah.Lagipula, Arya juga tahu dia pergi keluar. Kenapa pria itu malah meninggalkan Neo sendiri di rumah? Kemana suaminya pergi malam-malam begini?"Mungkin Daddy ada pekerjaan yang harus segera dikerjakan. Biya tadi juga begitu. Jadi, jangan takut, ya? Ayo Biya temani tidur!" ajak Abia sambil mengangkat bocah sipit itu ke dalam gendongannya.Neo mengangguk patuh. "Tapi jika aku tidur, jangan tinggalkan aku sendirian, ya?" pesan bocah itu yang diangguki Abia sambil tersenyum."Tentu saja. Mana mungkin Biya mening
Arya baru saja akan berbelok ke jalan menuju rumahnya kalau saja Aluna tidak meneleponnya. Maka, pria itu memilih menghentikan mobil sejenak guna mengangkat telepon."Ada apa?" tanya Arya to the point."Kudengar kau yang membawaku ke sini. Perawat juga bilang kau menungguku sampai siang. Terima kasih," ucap perempuan di seberang sana yang hanya dibalas Arya dengan dengkusan."Aku yang menabrakmu. Jadi aku harus bertanggung jawab, kan?" sahut Arya apa adanya."O-oh ... okey. Tapi aku ingin berterima kasih secara langsung. Bisa kau datang ke sini?" pinta Aluna lembut."Tidak. Aku sibuk," jawab Arya cepat."Tolong, aku juga ingin membicarakan sesuatu denganmu. Datang, ya?" pinta perempuan itu lagi terdengar memelas.Arya diam sejenak. Seketika, pria itu teringat kembali pada perselingkuhan istrinya dengan Keanu."Iya, aku akan datang."Jika Abia saja bisa, kenapa Arya tidak, kan?***"Kenapa Biya pulang sendiri?" tanya Neo yang sore ini tengah bersepeda di halaman rumah yang luas.Abia m
Abia terbangun dan menyadari dia ada di kamar. Padahal, semalam perempuan itu yakin bahwa dia masih berada di ruang tengah.Pasti Arya yang membawanya ke sini, kan? Apa pria itu sudah pulang? Meraba pada sisi kasur tempat biasanya Arya tertidur, Abia menghela napas kecewa.Tempat itu terasa dingin. Tanda bahwa Arya memang tidak tidur di sini semalam. Segera bangkit dan berlari keluar kamar, perempuan itu tersenyum senang begitu menemukan suaminya tengah duduk sambil meminum kopi di lantai bawah."Kapan kau pulang, Mas?" tanya Abia senang.Perempuan itu berlari turun dari tangga membuat Arya ingin mengomelinya dan bilang hati-hati, tapi terlalu gengsi. Dia harus bisa menahan diri."Semalam," jawab Arya singkat."Kenapa tidak membangunkanku jika ingin minum kopi?" tanya Abia sambil duduk di samping pria itu.Arya diam. Terlihat tidak berniat menjawab. Pria itu menyesap kopinya lagi. Membuat Abia tersenyum getir karena diabaikan oleh sang suami."Apa kesalahanku sefatal itu sampai sikapm
Begitu sampai rumah, Arya mendapati ruang tengah yang sepi. Tidak ada Abia ataupun Neo yang biasanya duduk menonton TV di sini."Kemana mereka?" tanya Arya heran. Saat menaiki tangga menuju lantai dua, suara derai tawa sang istri dan putranya terdengar. Sepertinya Abia berada di kamar Neo, pikir Arya.Arya refleks berjalan menuju kamar putranya. Tapi, baru saja memegang gagang pintu, kesadaran menguasai diri."Kenapa aku harus bertemu dengannya?" geram Arya pada dirinya sendiri sebelum kemudian berbalik menuju kamar.Sampai Arya selesai mandi dan berganti pakaian, Abia tidak juga kembali dari kamar Neo. Membuat pria itu gemas ingin mengetahui apa yang keduanya lakukan.Tidak mungkin Abia tidak sadar kalau dirinya sudah pulang, kan? Karena terlalu kesal dan penasaran, Arya memberanikan diri masuk ke kamar Neo.Begitu membuka pintu, Arya mendapati Abia tengah memandangi boneka pemberian Aluna untuk Neo lekat. Wajah perempuan itu tampak murung. Apa Neo menceritakan soal Aluna pada Abia
"Kalian tahu? Semalam, rumor soal foto mirip Keanu tengah berkencan dengan seorang perempuan menyebar." Bu Anna mulai bercerita.Aira dan Rindi menoleh tertarik. Berbanding terbalik dengan Abia yang masih fokus menatap kopinya yang tersisa setengah. Tentu saja dia tidak peduli dan tidak ingin tahu.Orang itu adalah dia."Aku juga melihatnya. Memang mirip Keanu, tapi bisa juga tidak. Postur tubuh kan bisa sama, tapi wajah serta rambutnya tertutup topi dan masker." Aira menyahut bak seorang detektif."Kurasa ... aku juga mengenal perempuan itu. Jika benar itu Keanu, pasti kau juga mengenal perempuan yang dikencani temanmu itu kan, Abia?" Kali ini, Rindi beralih pada Abia.Abia berusaha bersikap biasa. "Coba kulihat fotonya!" pinta Abia membuat Aira segera menyodorkan ponsel berisi foto punggung Keanu dan Abia dari jarak jauh tersebut."Bajunya mirip denganku. Kira-kira siapa, ya?" gumam Abia seolah orang di foto itu bukan dia."Loh, iya juga! Kenapa bisa baju kalian mirip, ya?" timpal R
"Jadi ... dia tidak sakit, Cin?" tanya Arya sekali lagi memastikan.Dokter perempuan cantik dengan name tag 'Cintya A.' Serta kacamata itu mengangguk. Dia tersenyum lebar."Iya, Ar. Istrimu hanya sedang hamil. Oleh karena itu dia gampang kelelahan dan pusing. Terlebih, dia juga anemia. Jadi, jangan biarkan dia stres dan bekerja terlalu berat dulu, ya?" peringat Dokter sekaligus sepupunya tersebut.Arya mengangguk pelan. "Jadi ... dia hamil, ya?" tanya pria itu lagi. Masih terdengar tidak percaya."Sana temui istrimu! Dia sudah sadar daritadi. Aku juga sudah memberitahukan soal kehamilannya," perintah Cintya sambil mendorong bahu Arya masuk ruangan.Dengan berat hati, pria itu masuk ke sana. Di sana, Arya mendapati Abia tengah tersenyum senang sambil mengelus perutnya yang masih rata. Begiru menyadari kehadiran Arya, Abia segera memegangi lengan pria itu sambil tersenyum cerah. Senyum yang jarang sekali Arya lihat dari bibir istrinya beberapa waktu belakangan."Mas, aku hamil. Kita ak
"Loh, Naya mana, Neo? Bukankah kau pergi menjemputnya tadi?" Abia bertanya bingung begitu melihat putranya pulang tanpa sang istri lagi.Neo menoleh pada sang Mama dengan helaan napas berat. Dia sedang tidak ingin membahas perempuan itu sekarang. Kepalanya terasa hampir meledak karena bimbang."Jangan bilang kau hanya pergi menemui Nara?" tebak Abia lagi begitu teringat kebiasaan putranya.Bukannya menjawab, perempuan itu malah menghela kasar sebelum kemudian beranjak menuju tangga rumah. Tapi, belum sampai tangga pertama, pria itu meringis sakit begitu punggungnya terhantam sesuatu."Argh!" erang pria sipit itu kesakitan sambil memandangi sandal jepit rumahan yang tiba-tiba dilempar Arya."Kau sudah merasa begitu besar sehingga berani mengabaikan pertanyaan Mamamu?" tanya sang ayah dengan wajah mengeras karena amarah.Seketika, Neo bergidik takut. Sadar bahwa kelakuannya memancing emosi pria galak yang begitu menyayangi istrinya tersebut."Maaf, Daddy." Neo menyahut lirih."Minta maa
Neo tidak mengerti apa yang salah dengan dirinya. Tapi, menyadari kekhawatirannya pada Naya justru lebih besar ketimbang pada Nara membuat pria itu kesal luar biasa. Dia merasa buruk. Secara tidak langsung, pikirannya sudah berpaling dan selingkuh dari sang kekasih---Nara. Seharusnya, Neo lebih memikirkan keadaan Nara yang masih berada di rumah sakit sekarang.Bukan malah bertanya-tanya ada di mana Naya sekarang dan apakah perempuan itu sudah makan. Neo ingin mencoba memaklumi dan berpikir bahwa kekhawatirannya tidak lebih karena perempuan itu tengah mengandung anaknya.Hanya saja ... tetap saja semuanya terasa salah. Neo seharusnya tidak perlu peduli seberlebihan ini pada perempuan menyebalkan itu."Nak, kau tidak menjemput istrimu? Dia belum pulang juga sampai sekarang," tanya Abia sambil membuka pintu kamar sang putra pagi ini.Neo menoleh sejenak sebelum kemudian menenggelamkan wajahnya ke dalam lipatan selimut. Tidak ingin mendengar pembahasan apa pun tentang perempuan yang sial
Abia mengernyit heran begitu mendapati putranya pulang sendiri tanpa sang istri. Pria itu juga tampak kesal entah karena apa membuat mulut Abia gatal untuk bertanya.“Mana istrimu? Kenapa kau hanya pulang sendiri?” tanya Arya yang malah mewakili pertanyaan di dalam hatinya.“Kutinggal di rumah sakit bersama Om Bintang,” jawab Neo santai sambil segera duduk di samping sang Mama yang juga duduk di sofa ruang tengah.Pria sipit itu mengambil tempat di antara Daddy dan Mamanya. Membuat Arya yang kesal karena makhluk itu menghalanginya berdekatan dengan sang istri, segera menggeplak lengan Neo.“Kenapa kau tidak mengajaknya pulang bersamamu?” tanya Abia cepat.“Istri kurang ajar seperti dia seharusnya memang dibiarkan saja. Kenapa aku harus repot-repot membawanya pulang?” jawab Neo sensi yang kontan saja membuat Abia melotot tidak terima.Baru saja akan melayangkan pukulan pada punggung putranya, rupanya lagi-lagi sang suami lebih dulu mendaratkan pukulan pada punggung pria sipit itu. Sua
Neo kembali ke rumah sakit dengan perasaan kesal yang tergambar jelas di raut wajahnya. Pria itu terus mendengkus sebal sambil menendang bangku besi di lorong sesekali. Hal itu tentu saja langsung disadari oleh Arya yang juga duduk menunggu di luar. Membiarkan sang istri dan besannya sibuk dengan Nara yang baru saja sadar di dalam ruang rawat.“Kau kenapa? Bertengkar dengan Naya? Kendalikan dirimu! Jangan sampai Ayah mertuamu melihat kelakuanmu!” tegur Arya yang hanya dibalas Neo dengan dengkusan.“Bagaimana aku tidak kesal, Daddy?! Tadi sebenarnya dia menelepon dan bilang sakit perut, makanya aku segera pulang. Tapi karena takut membuat kalian khawatir, aku tidak memberitahu lebih dulu. Saat sampai rumah, aku memberikannya obat dan makanan. Tapi setelah itu dia malah marah-marah dan malah mengusirku. Apa yang salah dengan pemikirannya? Kenapa dia begitu sensitif?!” Neo mengomel panjang lebar yang anehnya malah dibalas Arya dengan kekehan geli.“Jangan terlalu marah. Para perempuan, a
Begitu mendapati panggilan telepon dari sang istri, Neo segera bergegas pulang ke rumah. Begitu ditanya oleh Arya dan Bintang, pria itu hanya bilang ingin mengabari Naya bahwa mereka semua ada di sana.Tentu saja Neo tidak ingin membuat sang mertua juga orang tuanya bertambah panik. Berita tentang kecelakaan yang dialami Nara tadi saja sudah cukup menggemparkan mereka.Sambil menjalankan mobil lumayan cepat, Neo kembali menghubungi Naya lewat telepon. Tapi, hingga percobaan panggilan kelima sekali pun, perempuan itu tidak juga mengangkat teleponnya.Membuat Neo bertambah panik dan kembali menambah laju kendaraan roda empatnya. Dia tidak tahu kenapa dia sepanik ini. Tapi yang jelas, dia uanya ingin memastikan keadaan sang istri sekarang.Perasaan Neo benar-benar tidak tenang. Pria itu bahkan sejenak melupakan Nara yang tadi masih berada di rumah sakit dengan tubuh dipenuhi luka akibat kecelakaan."Apa susahnya mengangkat teleponku sekali saja? Ck ... dia memang sangat menyebalkan! Ken
Begitu terbangun dari tidurnya, Naya segera beranjak menuju dapur guna mengambil minum. Entah sudah berapa lama dia tertidur. Yang jelas, rupanya hari sudah gelap dan rumah sudah sepi tanpa ada tanda-tanda kehidupan. Entah kemana semua saja orang itu pergi. Atau mungkin, mereka malah sudah masuk tidur ke kamar? Tapi, kenapa tadi dia tidak menemukan Neo di kamar mereka?Begitu melirik jam dinding, rupanya sudah pukul 12 malam. Perempuan itu lupa menaruh hp-nya di mana, jadi Naya memilih duduk sejenak di sofa ruang tengah.Sejenak, perempuan itu menghela berat begitu teringat tadi siang Ayahnya sempat ke sini. Tapi, bisa-bisanya Naya malah tidur bukannya berbincang banyak dengan sang Ayah. Padahal, ada banyak sekali hal yang sangat ingin Naya ceritakan pada pria itu seperti biasanya."Eh, Non Naya sudah bangun?" Bi Wati---salah satu pembantu di rumah itu, menyapa Naya yang dibalas perempuan itu dengan senyum ramah."Iya, Bi. Aku sepertinya tidur terlalu lama, hehe." Naya menjawab kikuk
Setelah menidurkan Naya di kamar mereka, Neo segera turun menuju lantai bawah. Begitu tidak menemukan kehadiran Nara di sana, pria itu mengernyit bingung."Nara ke mana?" tanya pria sipit itu yang dibalas Abia dengan gendikan bahu tidak peduli."Dia tiba-tiba bilang ingin pulang tadi. Tapi karena Ayah ingin bertemu Naya dulu, jadi Ayah tidak ikut dan membiarkan saja dia pulang duluan." Bintang menjawab yang diangguki Neo mengerti.Seingatnya, tadi perempuan itu lah yang paling semangat ke sini. Kenapa tiba-tiba Nara malah meminta pulang begini? Bahkan tanpa pamit lebih dulu pada Neo."Kalau begitu ... ayo kita makan!" ajak Abia pada sang suami, anak juga besannya.Neo dan Bintang menggeleng bersamaan. "Nanti saja, kita tunggu Naya bangun tidur. Lagipula, ini juga masih belum jam makan siang, kan?" sahut Neo yang diangguki Bintang setuju."Aku juga akan makan bersama Naya saja. Sudah lama aku tidak makan bersamanya," gumam Bintang sedikit berlebihan.Karena biasanya, Naya bahkan hanya
Setelah membantu Neo bersiap-siap tadi, Naya kembali masuk ke kamar. Perempuan itu ingin ikut membantu Abia membereskan rumah sebenarnya. Tapi, entah kenapa, tubuhnya terasa letih luar biasa.Padahal, dia hanya melakukan sedikit olahraga bersama Arya tadi. Iya, bagi Naya yang seorang atlet bulutangkis nasional, itu adalah latihan paling sederhana yang pernah ia lakukan.Naya bahkan tidak pernah melompat karena takut. Dia juga tidak terlalu banyak berlari karena Neo terus berteriak dan memperingatinya untuk hati-hati. Rasanya menyebalkan begitu menyadari gerakannya terlalu banyak dibatasi.Tapi kali ini, dia sadar kemampuannya memang sudah tidak seperti dulu lagi. Naya merasa lelah terlalu cepat. Hanya karena beberapa aktivitas ringan, perempuan itu mulai letih dan ingin segera beristirahat sekarang."Kenapa para perempuan begitu mendambakan hamil? Padahal ... ini sangat tidak menyenangkan," gumam Naya tidak habis pikir.Perempuan itu sudah akan berbaring kalau saja suara Abia yang mem
Selesai beristirahat sebentar, Naya memutuskan untuk bermain bulutangkis lagi. Tentu saja setelah perdebatan panjang lebar dengan si cerewet Neo."Kau tidak mau berhenti? Lihat wajah suamimu sudah semenyeramkan itu," tanya Arya di sela permainan seru mereka.Sedari tadi, pria sipit itu memang duduk menunggu di sisi area permainan sambil terus melotot pada sang istri. Naya yang dipelototi tentu saja tidak merasa sama sekali. Sebab jika sudah terlalu fokus pada permainannya, perempuan itu tidak akan memperhatikan hal lain lagi."Biarkan saja, Yah. Dia memang selebay itu," jawab Naya santai yang hanya dibalas Arya dengan kekehan kecil.Pria itu juga bermain dengan kelewat fokus melawan sang menantu. Meski hanya mengeluarkan sebagian kecil kemampuan bermainnya, pukulan yang dilayangkan Naya begitu berbahaya.Perempuan itu juga jarang sekali 'error'. Bidikan-bidikannya pun tepat dan cepat membuat Arya tidak bisa menjangkau dan menebak ke mana bola tersebut diarahkan.Sejujurnya, bermain de