"Kami geng cimol, kami nyasar kakak, bisa bantu kami pulang?" tanya Opet kepada Maya dan yang lainnya. Mendengar apa yang dikatakan oleh arwah tersebut Maya menaikkan alisnya. Dia tidak percaya jika mereka minta diantar pulang dan mereka saling memandang satu sama lain. "You mau antar desek ngga?" tanya Maya kepada Barra. Barra mendengar apa yang dikatakan oleh Maya menggelengkan kepala. Begitu juga dengan Arya. Mereka memang mafia, kuat dan ganas siapapun takut dengan mereka akan tetapi untuk berhubungan dengan dunia gaib, mereka menyerah dan angkat tangan. "Tidak, kamu saja. Bukankah, kita saat ini mengawasi mereka. Ka-kalian pulang saja sendiri, jangan minta kami antar kalian, sudah sana," usir Barra kepada Aluna dan teman-temannya. "Idak au atu, elit ai iya ya, icanya iya cepeti itu ama atu. Apa alah atu adamu? Apa? Iya, ahat idak unya ati, atu telluka," ucap Comel mengatakan jika dia terluka. (Tidak mau aku, pelit sekali dia ya, bisanya dia seperti itu sama aku. Apa salah a
Barra segera menyelesaikan semua urusannya dia menghabisi seluruh orang yang sudah mengambil barang-barangnya, dia dibantu oleh arwah tersebut dan dia sangat senang karena barang-barang yang dicuri darinya kembali lagi kepadanya. Maya melihat arwah yang tadi membantunya pergi hanya bisa melambaikan tangan. Saat ini, Bara benar-benar senang dia tidak perlu lagi memikirkan barang-barang yang dicuri karena barang tersebut sudah berada di tangannya dan kembali kepadanya. Selesai dengan urusannya, Barra segera pergi meninggalkan tempat tersebut. Sedangkan, barang-barang yang berhasil direbut kembali langsung dibawa ke markasnya. Berbeda dengan Ayang yang merasa bosan berada di apartemen mengunjungi ibunya bersama dengan Kitty sepupunya. Dia sudah meminta izin dan syukurnya dia diberikan izin. Saat ini, Ayang bergegas mengambil tas karena dia ingin membeli makanan untuk dirinya dan sepupunya. "Ayang, aku pakai ayam ya, sama daging sekali-sekali di traktir sama kamu tidak masalah bukan, s
Ayang yang melihat tatapan mata dari Zanna yang tajam hanya bisa menelan salivanya dan dia tersenyum kecil ke arah Zanna. Entah kenapa dirinya begitu takut melihat wajah datar Zanna mungkin karena dirinya merasa bersalah sudah merebut suami dari wanita ini. Apapun masalah dari keduanya tetap dia hadir di tengah-tengah mereka dan dia menjadi yang kedua dalam pernikahan keduanya, tentu saja hatinya selimuti rasa takut jika suatu saat nanti wanita yang ada di depannya ini mengetahui kalau dia adalah istri kedua dari suaminya dan dinikahi karena menginginkan seorang anak yang tidak bisa diberikan oleh wanita ini."Mbak, kenapa diam saja, apa Mbak seorang pelakor juga ya?" tanya Mala dengan tatapan sinis. Pertanyaan dari Mala membuat Ayang terkejut karena perkataan dari sahabat istri dari suaminya ini mengenai ke hatinya dan benar yang dikatakan oleh sahabat dari istri pertama dari Barra, kalau dia adalah seorang pelakor, wanita kedua dalam hubungan Barra dan juga wanita ini.Namun, b
Ayang tidak menjawab apa yang dikatakan oleh Kitty dirinya hanya bisa diam dan diam. Apakah dia akan menjawab jika dia juga mulai cinta dengan Barra apakah dia akan katakan itu kepada Kitty. Kitty yang melihat Ayang terdiam hanya bisa menghela napas. "Kalau kamu memang tidak bisa menjawabnya sudah tidak apa-apa, karena itu adalah hak kamu. Ayang, dengar baik-baik ya. Ayang, aku memang tidaklah baik. Maksudnya, aku juga tidak tahu bagaimana aku dengan pria itu kamu tahu kan siapa dia, asisten dari suamimu itu. Aku tidak tahu kedepannya itu kami apakah akan menjadi pasangan suami istri yang seterusnya sampai akhir hayat dan hanya maut memisahkan kami atau apalah itu, intinya kami hanya ingin yang terbaik untuk diri kami berdua, begitu juga aku meminta yang terbaik untuk kehidupanmu kedepannya. Toh, jika pun nanti perjanjian kalian harus berakhir maka aku akan mendukungmu. Aku tidak akan menyalahkanmu, baik itu kamu atau Barra. Jadi, yang kedua yang pertama atau apapun itu. Aku tidak a
Mendengar apa yang dikatakan oleh istrinya, Tuan Bagaskara hanya menganggukkan kepala. Kepala pelayan pun ikut menganggukkan kepala. Setelah sadar, dia segera diam dan menundukkan kepala. Keduanya segera keluar dari ruangan tersebut menuju ruang tamu di mana besan mereka berada. Sampai di ruang tamu, keduanya menatap ke arah besan yang terlihat angkuh. Gaya duduknya juga terlihat sangat sombong dan tanpa mereka ketahui, percakapan keduanya terdengar oleh kedua orang tua besannya. "Pa, nanti kalau mereka mati, kita akan kuasai ini rumah yang mewah, asetnya juga. Beruntung sekali ya, anak kita itu. Dia sudah jadi artis, menantu dari orang kaya, kita jadi kecipratan sedikit, kapan ya, Pa, mereka mati?" tanya Nyonya Nisa. "Mana, Papa tau. Memangnya Papa Tuhan, jangan suka bicara seperti itu. Intinya, kita doakan saja agar mereka cepat mati dan rumah ini serta seluruh asetnya milik kita. Barra, bisa kita kendalikan nantinya, jadi diamlah nanti terdengar oleh mereka." Tuan Malik meminta
"Ayang, hari ini kita akan nonton film, kamu mau, Sayang?" tanya Barra kepada Ayang. "Iya, mau kok. Duh, perut ini sudah makin besar aja, anak kamu sudah tidak sabar ingin keluar, dia mau lihat Papanya yang tampan," jawab Ayang sembari mengusap perutnya. Barra tertawa mendengar apa yang Ayang katakan. Dia benar-benar sangat senang karena dirinya bisa bersama wanita yang dia sayangi. Barra dan Ayang keluar untuk membeli perlengkapan bayi, semua dimanjakan oleh Barra. Barra memborong pakaian bayi yang lucu, dari sepatu, dot dan semuanya. Tidak ada yang terlewati sama sekali. Sedangkan, di tempat lain, Zanna bersama Mala duduk di restoran. Mala yang melihat sahabatnya sedih dan penuh amarah mencoba untuk menghiburnya."Sudahlah, jangan sedih mungkin bukan nasibmu bersama dengan Barra, dia sudah bahagia dengan wanita pelakor itu, lebih baik kamu tidak perlu memikirkan dia kamu bisa cari pria lain yang lebih dari dia, cari kebahagiaan kamu, Zanna. Lagi pula, kamu cantik lihat saja bodym
Barra kesal dengan suara telpon yang membuat dia harus menghentikan apa yang telah terjadi dan tentu saja semua yang terjadi menjadi rasa penasaran bagi Barra. Saat Barra melihat siapa yang menghubungi dirinya maka Barra langsung menyimpan ponselnya. Dia tidak peduli dengan panggilan telpon tersebut. Berapa banyak panggilan yang masuk dia tidak mau mengangkatnya. Barra segera mendekati Ayang yang saat ini menghapus air matanya, tangannya terlihat gemetar, dia tidak menyangka kalau pertemuannya untuk pertama kali dengan istri dari Barra membuat dirinya seperti itu. Dia bermimpi jika istri dari Barra menyakiti dirinya dan anaknya. Tentu saja, Ayang tidak ingin sampai itu terjadi dan dia ingin semuanya diakhiri keinginannya untuk berpisah dengan Barra semakin kuat dia tidak ingin merebut Barra dari istri pertamanya, dia akan mencicil uang tersebut walaupun harus seumur hidup dia akan membayarnya untuk masalah anak dia tetap akan memberikan anak tersebut.Walaupun berat namun tetap d
"Ya Ma, ada apa?" tanya Zanna dengan nada malas. Zanna mendengarkan apa yang ibunya katakan. Dia tidak protes karena saat ini ibunya sedang menuju ke tempatnya yaitu Dubai. "Ya sudah, aku jemput nanti," jawabnya lagi. Zanna mengakhiri panggilan telpon. Dia menghela napas karena dirinya tidak bisa berbuat apapun, pikirannya buntu karena Barra tidak juga menghubungi dirinya. Dari pesan pun tidak. "Kemana kamu, Mas. Apa kamu marah padaku karena masalah itu? Aku tau, kalau aku salah, maafkan aku. Aku hanya mau menunjukkan kalau kamu milik aku tidak ada lebih," ucapnya dengan suara lirih. Zanna menangis, dia tidak bisa menahan air matanya yang berada di pelupuk mata dan tentu saja itu membuat dirinya hancur dan sakit hati dengan Barra. Cukup lama Zanna menangis dan sekarang dirinya tertidur. Sedangkan, di bandara saat ini kedua orang tua Zanna menuju ke Dubai. Mereka ingin meminta anaknya itu menghasut Barra."Pa, apa tidak sebaiknya kita ke tempat Barra dulu. Kita kasih tau kepada d