“Sayang, kamu tidak serius, kan? Apa kamu tahan berada di dekat bajingan sakit ini?” Aiden memprotes sambil menunjuk wajah Hugo.Hugo memukul jari pria itu dengan kasar. “Iris adalah anggota keluarga Wallington, dia bisa menghabiskan natal bersama di sini. Sementara kamu tidak pernah diterima, kamu bisa kembali ke habitatmu.”Aiden memelototinya. “Aku tidak akan membiarkan istriku bersama psiko sepertimu. Siapa yang tahu kapan sarafmu rusak hingga jadi gila lagi.”“Siapa yang sebut gila, bajingan!”Kedua pria itu seperti akan berantam lagi. Iris benar-benar kesal menyikut perut mereka dengan keras karena dia berada di tengah mereka.“Oh, hentikan sekarang. Kalian benar-benar kekanakkan sekali.” Dia menatap suaminya tajam.“Aiden, aku sudah berdamai dengan Hugo, kuharap juga kamu memaafkannya dan berdamai dengan Hugo.”“Aku tidak butuh permintaan maafnya.”“Aku juga tidak akan berdamai dengannya.”Iris mencubit lengan Aiden. “Pikirkan Dimitri. Hugo selama ini sudah membantuku dan mer
Hugo tidak membawa Candra pulang ke asramanya, melainkan ke rumah tua yang dulu pernah ditinggali Candra. Begitu tiba di dalam rumah, Hugo tidak banyak bicara dan langsung menuju ke ruang kerjanya. Candra juga tidak sedang dalam mood bagus untuk menarik perhatian Hugo. Dia lelah secara fisik dan emosi karena kejadian hari ini. Dia naik ke kamarnya sendiri dan sangat ingin mengistirahatkan pikirannya yang mengamuk. Namun matanya tidak bisa terpenjam meski berbaring di tempat itu. Pikirannya terus mengulang kejadian hari. Pertunangan Paman Hugo mengejutkan dan menghancurkan hatinya. Tapi lebih dari itu, perasaan paman Hugo pada Iris Wallington yang sangat jelas dan tidak pudar membuatnya getir dan merasa tidak memiliki harapan. Orang selalu berkata perasaan seorang pria yang jatuh cinta itu sedalam lautan. Bahkan jika ada seorang pengganti, Candra tidak akan menjadi pilihan Paman Hugo. Seseorang yang seperti Liera Walton adalah Nona Muda yang dibutuhkan keluarga Wallington untuk mena
Bibi Ulya meliriknya dengan kening berkerut. Namun tidak membalas. Dia menggelengkan kepala dan meninggalkan Candra di meja makan.Candra memandang punggung Bibi Ulya dengan ekspresi kesal.“Apa-apaan sih.” Dia merasa ucapan Bibi Ulya sangat menyebalkan seolah mengingatkannya untuk tahu diri.Candra dengan kesal mengambil piring kosong dan mulai makan malam. Makanannya tidak lagi panas dan tidak enak lagi karena sudah dingin.“Bibi, tolong panaskan sup-nya,” kata Candra memanggil Bibi Ulya di dapur.Bibi Ulya tidak merespons.“Bibi!”Tetap tidak ada respons. Candra berdiri dan menuju ke dapur sambil membawa mangkuk sup di tangannya ke dapur dan melihat Bibi Ulya tengah mencuci piring.“Bibi aku memanggilmu, kenapa kamu tidak merespon?”Bibi Ulya berbalik. “Maaf Nona, saya tidak mendengarmu.”Candra mengerut kening dan menyodorkan mangkuk sup di tangannya. “Supnya sudah dingin. Aku ingin sup ini panaskan.”Bibi Ulya menatapnya mencela. “Jika kamu tidak terlambat bangun makan malam, kam
“Minta maaf pada Bibi Ulya dan bersihkan pecahan mangkuk yang sudah kamu banting. Aku membesarkanmu bukan untuk bersikap kurang ajar.” Matanya memanas ditegur oleh pria itu. Tapi dia tidak mau minta maaf pada Bibi Ulya karena ucapannya.“Aku tidak mau minta maaf. Bibi Ulya yang salah duluan!” serunya keras kepala.“Candra ….” Hugo memberinya tatapan peringatan. “Minta maaf pada Bibi Ulya.”Jika dia membiarkan gadis itu bersikap kurang ajar dan tidak sopan pada orang yang lebih tua, gadis itu akan menjadi sombong dan tidak menghormati orang lain.Air mata mengalir di pipi Candra. “Aku tidak mau, Bibi Ulya yang harus minta maaf padaku! Dia menyebutku pemalas karena tidak tahu cara menggunakan kompor dan hanya tahu menghabiskan uang Paman Hugo! Aku memang bukan anak orang kaya atau Nona Muda, tapi tidak perlu mengomeliku seperti itu juga kan?!”Ekspresi Bibi Ulya terlihat bersalah dan buru-buru minta maaf sambil menunduk.“Maaf Nona, aku tidak tahu kamu akan sakit hati karena kata-katak
Bau alkohol tercium dari tubuh mereka. Candra menjauh dari mereka dan berbalik ingin lari. Salah satu pria itu menangkap tangannya.Candra menjerit. “Lepaskan aku! aku mau pulang!”“Tenang Nona cantik, kami akan mengantarmu sampai pulang ke rumah,” kata orang yang menahan tangan Candra terkekeh.Niat mereka jelas tidak baik.Candra panik dan ketakutan. “Aku bisa pulang sendiri, rumahku di dekat sini. Tolong lepaskan aku,” ujarnya memohon mencoba melepaskan tangan orang yang menahan tangannya.Ketiga orang lainnya mengelilingi Candra dengan seringai mesum di wajah mereka. Candra panik dan takut. Tempat ini sepi, yang berada di belakang gedung apartemen yang sudah bobrok.“Tidak baik bagi gadis kecil pergi sendiri, kami akan mengantarmu pada orang tuamu, ayo ikut kami, sayang. Kami bukan orang jahat,” pria itu berbicara seperti membujuk anak kecil.Wajah Candra memucat. Dia tidak percaya orang-orang itu bukan orang jahat. Dia anak usia sepuluh tahun!“Lepaskan aku!” bentaknya panik lalu
“Tidak apa-apa Candra, semua baik-baik saja. Semua baik-baik saja, kamu aman,” bisiknya lembut dan mencium kepala gadis itu.Candra terus menangis. “Aku takut,” isaknya.“Tidak apa-apa. Aku akan membawamu pulang.” Hugo berdiri dan melepaskan pelukan Candra di lehernya.Tapi Gadis itu tidak mau melepaskan pelukannya dan memeluknya semakin erat. “Paman, tolong jangan pergi. Jangan tinggalkan aku,” isak Candra sesenggukkan di pundak Hugp.Hugo terdiam sebelum menghembuskan napas dan menepuk mengusap punggung gadis itu menenangkannya. “Jangan khawatir, aku tidak akan meninggalkanmu.” Punggung mungil gadis itu menggigil. Dia hanya mengenakan sweater tanpa mantel atau jaket.Hugo melepaskan mantel di tubuhnya sebelum menyampirkan kain itu pundak Candra, lalu berdiri dengan gadis itu pelukannya.“Ayo kembali ke rumah.” Dia menepuk puncak kepala gadis itu lembut.Candra perlahan-lahan mulai tenang, suara tangisannya mereda. Namun dia tidak melepaskan pelukannya dari leher Hugo. Tubuhnya meng
Wajah Hugo berubah gelap. “Itu tidak akan terjadi. Aku tidak akan menikah dengan Liera Walton, kami tidak bertunangan. Dia tidak akan bisa mengirimmu pergi.”Candra berhenti terisak. Matanya melebar menatap Hugo terkejut.“Paman tidak akan menikah dengan Nona Walton?” dia bertanya ragu-ragu dan penuh harap.Hugo menggelengkan kepalanya. “Kami memang dijodohkan, tapi aku belum sepakat untuk menjadikannya sebagai calon istri. Aku tidak akan membiarkannya mengatur atau mengirimmu keluar negeri.”Hati Candra berbunga-bunga, segala kecemasan, kekecewaan dan perasaan pahit di hatinya seolah lenyap mendengar pengakuan Hugo. Dia tidak peduli Liera Walton masih dalam tahap perjodohan dengan Hugo. Selama Hugo bilang tidak akan menikahinya, Liera Walton tidak akan pernah menjadi calon istri Paman Hugo.Candra tidak pernah mempertimbangkan Hugo akan memiliki daftar calon istri lain.“Apa yang kamu senyumin?” Hugo menyentil hidung mungil Candra melihat gadis tersenyum.Candra menggelengkan kepalan
Hugo menyuruh Candra untuk beristirahat setelah gadis itu makan malam dan mengganti bajunya sementara dia pergi ke ruang kerjanya. Hugo membutuhkan sesuatu untuk membuatnya sibuk dan mengalihkan pikirannya dari gadis manis yang tidur di kamarnya. Dia segera tenggelam dalam pekerjaannya begitu membuka laptop dan memeriksa emailnya.Waktu terus bergulir, suara jam berdetak demi detik bergema dalam ruang kerja menemaninya bekerja.Hugo mulai merasa matanya sakit menatap layar laptop berjam-jam. Dia melepaskan kaca matanya dan meregangkan lehernya yang pegal sebelum sebelum melirik ke arah jam di dinding ruang kerja.Dia mengangkat alis melihat jam sudah menunjukkan pukul 10:25 malam. Hugo menghela napas menatap pekerjaannya hampir selesai sebelum akhirnya menyimpan file itu dan menutup laptopnya. Dia berdiri dari kursi dan meninggalkan ruang kerjanya.Candra seharusnya sudah tidur, pikir Hugo menuju ke kamar tidurnya dengan tenang.Bibi Ulya sudah meninggalkan rumah tua beberapa jam yan