Ekspresi kejam di wajah Felicia menghilang melihat genangan darah di atas lantai kamar mandi.Dia berjalan mundur menghindari genangan darah yang menyebar di lantai kamar mandi dengan wajah pucat.Meski dia membenci Iris dan berharap bisa membunuhnya, dia tidak bisa melakukannya di sini, saat semua orang hadir.“Tolong ….” Iris memandang memohon mengulurkan tangannya yang berdarah dengan lemah.Wajah wanita itu pucat pasi seolah darah menghilang dari wajahnya.Felicia menatap darah di tangannya dengan jijik dan berjalan melewati Iris dengan cepat sebelum dia ketahuan.“Iris!” Pintu kamar mandi tiba-tiba terbuka dan sosok Aiden muncul di ambang pintu.Felicia langsung pucat pasi berhadapan dengan Aiden.“A-Aiden ….”Aiden mengeryit menatao Felicia dengan ekspresi serius.“Mengapa kamu ada di sini? Aku mendengar teriakan Iris di sini. Apa yang ka—“ Aiden tidak menyelesaikan kalimatnya ketika pandangannya tertuju ke belakang Felicia, matanya melebar melihat Iris terduduk di lantai dan ge
Aiden berjalan mondar-mandir di depan ruang operasi dengan perasaan gelisah. Telapak tangannya saling mengepal dengan erat. Sudah setengah jam sejak Iris di bawa ke dalam ruang operasi.Peter tetap bersama Aiden menunggu di depan ruang operasi. Dia tidak berani pergi tanpa perintah Aiden. Medki kakinya pegal karena berdiri terus selama hampir setengah jam, dia tidak berani duduk saat bosnya sedang gelisah dan mondar-mandirAiden tidak bisa tenang. Dia tidak peduli dengan pandangan orang-orang di sekitarnya. Hatinya penuh dengan cemasab pada istri dan bayi mereka yang belum cukup umur untuk di lahirkan.Dia menggertakkan gigi penuh kemarahan.Penyebab istrinya menjadi seperti ini karena Felicia! Pasti wanita itu! Dia berada di kamar mandi saat Iris terluka.“Peter!” Peter langsung menegakkan tubuhnya. “Ya, Presdir.”“Tangkap Felicia Hills sekarang. Aku ingin kamu ingin menangkapnya sebelum dia melarikan diri!”Mata Peter melebar mendengar perintah Aiden. Apa penyebab Nyonya dibawa ke
Felicia tidak tahu mana yang dia keluarkan. Begitu dia terbangun dari pengaruh obat bius, matanya tertutup, tertahan di sebuah kursi. Orang-orang itu juga meninggalkannya sendiri.Felicia gelisah. Dia tidak tahu waktu dan tidak bisa melakukan apa pun dalam posisi terikat. Segala sesuatu di sekitarnya sangat gelap. Dia benci tidak melihat apa pun. Dia lapar dan ingin ke kamar mandi.“Sial!” Felicia menggedor-gedor kursi yang diduduki dengan frustrasi. Dia yang selalu merencakan untuk mencelakai atau menyekap orang lain, mengapa harus berpasangan untuk merasakan semua ini?!“Aiden sialan!” Dia berteriak marah dan mengumpat dengan suara keras.Namun tidak menanggapinya. Di sekitarnya sangat sunyi seolah-olah dia ditinggalkan sendirian di sini. Perasaan takut dan cemas mencengkeram hatinya. Felicia tidak ingin berada dalam posisi tak berdaya seperti ini.Entah sudah berapa lama waktu berlalu tiba-tiba terdengar pintu terbuka dan suara langkah kaki mendekat ke arahnya.Felicia langsung me
Kelopak mata wanita itu mengerjap-ngerjap sebelum akhirnya terbuka. Tangannya terangkat menghalau silau cahaya matahari dari jendela yang terbuka.“Ugh ....” Iris mengerang mengusap kelopak matanya. Matanya menyipit menatap ke sekelilingnya.Bau obat-obat sangat menyengat indera penciumannya. Cat dinding putih memenuhi kamar memberitahu wanita itu dia sedang berada di sebuah kamar rumah sakit.“Sayang, apa kamu mendengarkan aku?”Iris menoleh ke samping dan menatap langsung wajah tampan Aiden yang kusut, duduk di sebelah ranjangnya. Ekspresi pria itu terlihat cemas dan lega.Iris mengangkat tangannya ingin menyentuh wajah Aiden yang telah tumbuh jenggot dalam semalam, tapi tiba-tiba berhenti. Dia dengan cepat menunduk menatap ke bawah tubuhnya. Tidak ada tonjolan bulat di perutnya yang selalu dia rasakan selama tujuh bulan ini.“Bayiku ... bayiku di mana?!” Iris bangun dengan cepat dan menyentuh perutnya. Gerakan tiba-tibanya menyebabkan rasa sakit tajam di perutnya. Tapi Iris tid
“Tidak apa-apa, aku mengeceknya tadi pagi dan mengantar Dimitri ke sekolah,” ujar Aiden menenangkannya.Iris menghembuskan napas lega. “Aku hanya khawatir, kita terlalu mengabaikannya karena mengurus diriku dan bayi perempuan kita.”Aiden menunduk menatapnya dan mencium pucuk kepala Iris. “Jangan khawatir, sayang. Putra kita sudah besar. Dia pasti akan mengerti. Pasti tidak sabar melihat adik perempuannya.”Iris terdiam sesaat. “Apa kamu sudah memikirkan nama untuk bayi kita?” Dia menoleh ke belakang dengan pandangan penuh harap.Aiden terlihat berpikir. “Aku sudah memikirkan nama. Tapi aku ingin mendengar nama yang kamu beri. Bagaimana pun kamu yang mengandung bayi perempuan kita.” Dia menunduk menatap wajah Iris dengan senyum lembut.Iris balas tersenyum lembut. “Aku ingin mendengar nama yang kamu berikan.”“Kamu yakin?”Iris mengangguk antusias.“Bagaimana dengan nama Nessie Ridley?”“Nessie?” Iris berkedip mendengar nama itu. “Nama itu terdengar lembut dan manis.” Dia berbal
Satu bulan kemudian, Nessie akhirnya bisa dibawa keluar dari rumah sakit. Tubuh bayi Nessie akhirnya tumbuh normal dan dia menjadi bayi cantik dan imut kesayangan Aiden. Aiden pulang lebih awal dari kantor dan langsung menuju ke lantai dua. Begitu dia membuka pintu kamar tidurnya dengan Iris, dia langsung mendengar suara tangisan bayi kecilnya. Kamar tidur dipenuhi aroma susu dan bedak bayi. Di atas tempat tidur, terlihat Iris yang sedang menenangkan Nessie. Dimitri duduk di sebelahnya ikut menemani adiknya yang menangis. “Mengapa Nessie menangis?” Aiden berkata dengan lembut melepaskan kemeja dan dasinya. Sebelumnya dua masuk ke kamar mandi dan mencuci tangan sebelum mendekati tempat tidur.“Putrimu sangat bandel. Dia tidak mau kususui atau minum susu,” Iris langsung mengeluhkan putri kecilnya mengeluh. “Sini biar aku yang urus,” Aiden meraih Nessie yang masih terus menangis dan mengambil botol susu dari tangan Iris. Ajaib bayi kecil itu langsung berhenti menangis begitu dia mel
Aula itu tampak penuh ramai dengan tamu dari berbagai kalangan. Pesta pendirian WLT Group di adakan dengan besar di salah satu hotel yang didirikan oleh keluarga Wallington.Hugo terlihat bosan dan menyendiri menyesap gelas sampanyenya meski di kelilingi oleh rekan-rekan bisnisnya yang tak henti-hentinya datang menyapa dan mengobro. Hugo benar-benar tidak peduli dengan pesta ini. Dia merasa jenuh dan ingin menjauh, tapi sebagai CEO dari WLT Group dia tidak boleh meninggalkan pesta. Pandangan Hugo tiba-tiba berhenti pada sosok gadis muda berambut cokelat yang tengah memilah-milah makanan di meja prasmanan, tampak sangat tidak peduli dengan etiket atau perhatian para tuan Muda yang tertuju padanya.Gadis itu seolah merasakan pandangan Hugo dan berbalik sambil melambai dengan pipi penuh.Hugo tersenyum tipis mengangkat gelas sampanye di tangannya.Candra Claus, gadis kecil yang dia sponsori kini telah tumbuh menjadi gadis cantik yang dilirik oleh para tuan muda di pesta. Hugo mempertimba
Marcus menatapnya dengan mata menyipit. “Setelah acara ini, pulanglah. Kakak akan mengantarmu ke bandara besok. Jangan meninggalkan kuliahmu lebih lama ataupun mengecewakan Tuan Hugo.”Candra menatapnya cemberut. “Kakak menyebalkan sekali.” Dia mengambil gelas sampanye dari pelayan yang lewat.“Jangan minum, kamu belum cukup umur.” Marcus merebut sampanye dari tangan Candra.Candra mengerang kesal. “Ayolah, aku sudah berumur 19 tahun bukan anak di bawah umur.”“Tetap tidak boleh. Kamu tidak diizinkan minum alkohol sampai usia 21 tahun.”“Membosan,” balas Candra memutar matanya, tapi tidak berani melawan kakak laki-lakinya dan memandang ke arah Hugo.Kedua kakak-beradik itu saling bergantung satu sama lain meski mereka selalu tidak akur. Candra ingat ketika dia masih berusia 12 tahun, ibu mereka meninggal karena menderita kekerasan dari ayahnya. Ayah mereka pecandu judi hendak menjualnya untuk membayar hutang. Marcus membawanya kabur dari rumah dan hidup terluntang-luntang di jalanan s