Marcus menatapnya dengan mata menyipit. “Setelah acara ini, pulanglah. Kakak akan mengantarmu ke bandara besok. Jangan meninggalkan kuliahmu lebih lama ataupun mengecewakan Tuan Hugo.”Candra menatapnya cemberut. “Kakak menyebalkan sekali.” Dia mengambil gelas sampanye dari pelayan yang lewat.“Jangan minum, kamu belum cukup umur.” Marcus merebut sampanye dari tangan Candra.Candra mengerang kesal. “Ayolah, aku sudah berumur 19 tahun bukan anak di bawah umur.”“Tetap tidak boleh. Kamu tidak diizinkan minum alkohol sampai usia 21 tahun.”“Membosan,” balas Candra memutar matanya, tapi tidak berani melawan kakak laki-lakinya dan memandang ke arah Hugo.Kedua kakak-beradik itu saling bergantung satu sama lain meski mereka selalu tidak akur. Candra ingat ketika dia masih berusia 12 tahun, ibu mereka meninggal karena menderita kekerasan dari ayahnya. Ayah mereka pecandu judi hendak menjualnya untuk membayar hutang. Marcus membawanya kabur dari rumah dan hidup terluntang-luntang di jalanan s
Dia meletakkan gelas wine yang sudah kosong pada pelayan yang lewat dan menepuk pundak Hugo dengan gerakan sok akrab sebelum berbisik dengan suara rendah. “Berhenti memata-matai keluarga kecilku, Hugo Wallington. Kamu sangat menyedihkan.” Dia kemudian menjauh dengan senyum yang sama di wajahnya.“Selamat tinggal, aku tidak bisa meninggalkan istriku lebih lama. kamu tahu, kami memiliki bayi gadis kecil untuk diurus.” Dengan tawa kecil dia berbalik meninggalkan Hugo yang membantu.Cengkeraman Hugo di gelas mengetat hingga dia bisa menghancurkannya.Seorang wanita paruh baya mendekati Hugo dengan cepat. Dia berpapasan dengan Aiden.“Ah kamu ....” Dia tidak mengenal wajah Aiden dan tidak merasa pernah mengundangnya.“Halo Bibi selamat malam. Aku suami Iris, Aiden Ridley.” Aiden berhenti untuk memperkenalkan dirinya di depan Lily.Lily menatapnya terkejut, kemudian menatapnya dengan ekspresi tidak nyaman dan melirik putranya di belakang.“Aiden Ridley? Aku pernah mendengar tentangmu dari I
Hugo menggelengkan kepalanya mulai merasa pusing. Tubuhnya mendadak demam.“Ada apa Tuan Hugo? Apa kamu merasa tidak nyaman?” seorang wanita cantik di depannya bertanya dengan penuh perhatian meraih lengan Hugo.Hugo menegang merasakan sentuhan wanita itu. Suhu tubuhnya tiba-tiba naik, dia merasa panas dan tegang. Sentuhan wanita itu dan aroma tubuhnya membuatnya tiba-tiba terangsang.Hugo mencengkeram kepalanya, menatap wanita di depannya dengan tatapan berat. Liera Walton, sosialita cantik dan Nona Muda dari keluarga Walton yang cukup bergengsi. Dia ingat Tuan Muda Walton menyebutkan tentang perjodohannya dengan Liera Walton. Hugo tidak bisa menahan rutukan.Dia melirik gelas wine kosong di tangannya dan sosok ibunya dikejauhan sambil menggertakkan gigi.Lily melambai padanya dengan senyum riang.Hugo menggeram marah. Bisa-bisanya dia dibius oleh ibunya sendiri, tepat di pesta yang penuh tamu bergengsi.“Tuan Hugo, apa kamu baik-baik saja?” Liera menyentuh bisep Hugo di balik tuxedo
“Candra!” Marcus menatapnya terkejut sebelum kemudian berubah marah. “Apa yang kamu lakukan di sini.”Candra balik menatapnya marah. “Apa ini pekerjaanmu selama ini, mengatur pelacur untuk Paman Hugo?!”Mata Marcus melebar mendengar tuduhan adiknya. “Kamu menguping?” desisnya.Candra menatap kakaknya dengan ekspresi terluka. “Jadi selama ini gosip yang sering dibicarakan pelayan itu benar? Beberapa bulan ini kamu yang mengatur semua pertemuan Paman Hugo dengan para pelacur itu dan menjadi orang yang mengurus semua wanita simpanannya?”Candra sering mendengar gosip para pelayan di kediaman Hugo, bahwa paman Hugo telah berubah dratis sejak Iris Wallington pergi. Dia lebih sering bertemu dengan para pelacur itu dan bahkan membawa wanita yang berbeda ke rumah. Hugo bahkan menyediakan rumah untuk wanita simpanan yang menjadi favorit-nya.Candra tidak ingin mempercayai gosip itu. Baginya paman Hugo-nya adalah pria sempurna yang menjadi idolanya selama bertahun-tahun. Tapi mendengar sendiri
Candra sedikit meringis akibat cengkeraman Hugo di bahunya. Dia merasa ada yang aneh dengan pria di depannya. Napas Hugo terdengar terengah-engah, telapak tangan pria yang lebih tua itu terasa panas di pundaknya. Mata Hugo menatapnya dengan intensitas yang membuatnya tersipu.Candra menggelengkan kepalanya mengusir pikiran itu.“A-aku ... aku mendengar Paman berbicara di telepon dengan Kakak. Kupikir Paman sakit, jadi ... jadi aku datang untuk memeriksa paman,” ujar Candra tergagap.Hugo memejamkan matanya kala aroma lembut gadis itu menerpa hidungnya dan kulit bahu mungil Candra terasa lembut di telapak tangannya, membuat Hugo ingin memeluk gadis itu dan menciumnya dengan keras.Gairah berdenyut di tubuhnya, Hugo menjadi keras di bawah tubuhnya hanya dengan mencium aroma lembut dan manis gadis itu.Hugo menggeram melepaskan cengkeramannya di bahu mungil Candra dengan cepat dan menjauh seolah dia takut terinfeksi. Pikirannya mulai kabur oleh obat dan alkohol, keinginan untuk meniduri
Candra memandang kosong langit-langit kamar dengan napas terengah-engah. Seluruh badannya lemas hingga dia bahkan tidak bisa menggerakkan jari-jarinya. Dia tidak menyangka seks akan begitu luar biasa seperti ini.Sisi ranjang sebelahnya bergerak dan dia melirik sosok pria dewasa yang turun dari tempat tidur tanpa menatap ke arahnya.Candra tersipu memandang tubuh kokoh dan berotot Hugo yang tidak mengenakan apa-apa. Beberapa cakaran kuku terlihat di punggungnya.Candra menarik selimut untuk menutupi tubuh polosnya dan berkata dengan malu-malu, “Paman Hugo, apa kita—““Lupakan apa yang terjadi malam ini,” potong Hugo mengambil handuk yang tergelatak di lantai dan melilit handuk itu di pinggangnya tanpa menatap Candra.Candra membeku sesaat dan duduk di tempat tidur, memandang punggung Hugo. “Paman Hugo, apa maksudmu?”“Apa yang terjadi malam ini hanya kecelakaan. Aku meningkatkan uang sakumu di rekeningmu dan lupakan apa yang teriadi malam ini. Besok kamu akan berangkat ke London, kan
Candra langsung mendongak mendengar kata-kata Hugo. Wajahnya memerah dan sekaligus sedih. Obat kontresepsi? Tentu saja dia mengerti Hugo tidak akan membiarkannya hamil. Begitu Hugo mengakhiri teleponnya, dia berkata pada gadis itu. “Andrew akan datang membawamu baju ganti dan pil kb.” Setelah mengatakan itu dia berbalik masuk ke kamar mandi tanpa menatap Canra. Candra mengepalkan tangannya dengan penuh kesedihan tapi tidak bisa membantah Hugo. Dia mengenakan kembali gaunnya yang sudah robek bagian depannya. Dia tidak peduli dan mengenakan kembali gaun itu dan tuxedo Hugo yang tergeletak ke lantai. Dia hendak pergi ketika mendengar suara bel kamar hotel di pintu. Candra hendak membuka pintu kamar hotel ketika suara Hugo terdengar di belakangnya. “Berhenti, Candra.” Candra berbalik melihat Hugo mengenakan jubah hotel di pintu kamar mandi. Dia mendekatinya dengan cepat dan menariknya menjauh dari pintu kamar hotel. “Pergilah ke kamar mandi. Jangan sampai ada yang melihatmu di si
Hugo pulang ke kediamannya dengan suasana hati yang buruk. Dia tidak bisa tidur semalam karena memikirkan apa yang sudah dia perbuat pada Candra.Hugo berhenti melihat ibunya berada di ruang tamu. Suasana hatinya menjadi semakin jelek mengingat ibunya membius minumannya semalam. Hugo tidak ingin bertengkar dengan ibunya. Dia hendak berbalik untuk pergi ketika Lily memanggilnya di belakang.“Hugo, kamu mau ke mana?!”Hugo menghembuskan napas dan berbalik menghampiri ibunya di ruang tamu dengan ekspresi datar.“Ibu, apa yang membuatmu ke sini,” desahnya duduk di sofa seberang Lily.Lily menyilangkan tangannya di depan dada menatap putranya tajam.“Dengan siapa kamu semalam?”“Mengapa ibu ingin tahu?” balas Hugo datar.“Liera menghubungiku semalam karena kamu menghilang begitu saja. Kamu seharusnya bersama Lier—““Ibu,” potong Hugo menatapnya dingin. “Apa kamu yang membius minumanku semalam? Kamu ingin membuatku tidur dengan wanita itu?”Lily membalasnya dengan tegas. “Benar, kamu terus