Candra memandang kosong langit-langit kamar dengan napas terengah-engah. Seluruh badannya lemas hingga dia bahkan tidak bisa menggerakkan jari-jarinya. Dia tidak menyangka seks akan begitu luar biasa seperti ini.Sisi ranjang sebelahnya bergerak dan dia melirik sosok pria dewasa yang turun dari tempat tidur tanpa menatap ke arahnya.Candra tersipu memandang tubuh kokoh dan berotot Hugo yang tidak mengenakan apa-apa. Beberapa cakaran kuku terlihat di punggungnya.Candra menarik selimut untuk menutupi tubuh polosnya dan berkata dengan malu-malu, “Paman Hugo, apa kita—““Lupakan apa yang terjadi malam ini,” potong Hugo mengambil handuk yang tergelatak di lantai dan melilit handuk itu di pinggangnya tanpa menatap Candra.Candra membeku sesaat dan duduk di tempat tidur, memandang punggung Hugo. “Paman Hugo, apa maksudmu?”“Apa yang terjadi malam ini hanya kecelakaan. Aku meningkatkan uang sakumu di rekeningmu dan lupakan apa yang teriadi malam ini. Besok kamu akan berangkat ke London, kan
Candra langsung mendongak mendengar kata-kata Hugo. Wajahnya memerah dan sekaligus sedih. Obat kontresepsi? Tentu saja dia mengerti Hugo tidak akan membiarkannya hamil. Begitu Hugo mengakhiri teleponnya, dia berkata pada gadis itu. “Andrew akan datang membawamu baju ganti dan pil kb.” Setelah mengatakan itu dia berbalik masuk ke kamar mandi tanpa menatap Canra. Candra mengepalkan tangannya dengan penuh kesedihan tapi tidak bisa membantah Hugo. Dia mengenakan kembali gaunnya yang sudah robek bagian depannya. Dia tidak peduli dan mengenakan kembali gaun itu dan tuxedo Hugo yang tergeletak ke lantai. Dia hendak pergi ketika mendengar suara bel kamar hotel di pintu. Candra hendak membuka pintu kamar hotel ketika suara Hugo terdengar di belakangnya. “Berhenti, Candra.” Candra berbalik melihat Hugo mengenakan jubah hotel di pintu kamar mandi. Dia mendekatinya dengan cepat dan menariknya menjauh dari pintu kamar hotel. “Pergilah ke kamar mandi. Jangan sampai ada yang melihatmu di si
Hugo pulang ke kediamannya dengan suasana hati yang buruk. Dia tidak bisa tidur semalam karena memikirkan apa yang sudah dia perbuat pada Candra.Hugo berhenti melihat ibunya berada di ruang tamu. Suasana hatinya menjadi semakin jelek mengingat ibunya membius minumannya semalam. Hugo tidak ingin bertengkar dengan ibunya. Dia hendak berbalik untuk pergi ketika Lily memanggilnya di belakang.“Hugo, kamu mau ke mana?!”Hugo menghembuskan napas dan berbalik menghampiri ibunya di ruang tamu dengan ekspresi datar.“Ibu, apa yang membuatmu ke sini,” desahnya duduk di sofa seberang Lily.Lily menyilangkan tangannya di depan dada menatap putranya tajam.“Dengan siapa kamu semalam?”“Mengapa ibu ingin tahu?” balas Hugo datar.“Liera menghubungiku semalam karena kamu menghilang begitu saja. Kamu seharusnya bersama Lier—““Ibu,” potong Hugo menatapnya dingin. “Apa kamu yang membius minumanku semalam? Kamu ingin membuatku tidur dengan wanita itu?”Lily membalasnya dengan tegas. “Benar, kamu terus
“Lalu kenapa dia memindahkan kamu dari kampus London ke sini? Aku akan bertanya sekali lagi apa kamu melakukan sesuatu yang membuat Tuan Hugo marah? Semua beasiswamu sudah dicabut oleh Tuan Hugo!”Marcus masih marah karena Candra tiba-tiba memberitahunya dia pindah kampus ke Universitas di Negara S setelah sebulan menyembunyikan masalah ini darinya.Dia terlalu sibuk menemani Hugo melakukan perjalan bisnis keluar negeri hingga dia tidak menyadari bahwa adiknya tidak kembali ke London. Dia mendadak mendapat pemberitahuan adik perempuannya pindah kampus kemarin malam ketika dia pulang dari perjalanan bisnis.Candra memutar matanya dan menggerutu. “Aku tidak membuat marah Paman Hugo. Aku sendiri yang minta untuk dipindahkan ke Universitas B. Harus berapa kali aku bilang sih.”“Mengapa kamu harus pindah dari kampus Oxford? Candra, aku tidak mau kamu membuang kesempatan belajar di luar negeri dengan sia-sia. Ini demi masa depan kamu.”"Kakak, berhenti mengomeliku.” Candra bersandar di sand
“Mengapa kamu tidak tahu? Kamu kan yang lebih sering bersama Paman Hugo!” balas Candra tidak sabar. “Jika kamu ingin tahu, tanya sendiri pada Tuan Hugo.” Candra menatapnya cemberut. Andai dia bisa, dia akan langsung bertanya pada Paman Hugo. Namun belakangan ini dia tidak bisa menghubungi Paman Hugo. Panggilannya selalu tidak dijawab. Bahkan jika datang berkunjung ke kediaman Hugo, pelayan selalu mengatakan Hugo sibuk dan tidak bisa diganggu. Dia merasa Hugo menghindarinya sejak kejadian malam itu sebulan yang lalu. Marcus menyentil dahi Candra. “Aku mendengar kamu sering datang ke kediaman Tuan Hugo. Kamu harus berhenti mengganggu Tuan Hugo. Meski Tuan Hugo baik dan dekat denganmu, kamu harus menyadari posisimu bukan anggota keluarga Wallington, mengerti?” Candra memelototi Marcus kesal, tiba-tiba sangat membenci kakaknya yang terus mengingatkan posisinya. “Kakak harus mencegah wanita itu mendekati Paman Hugo,” serunya. “Mengapa aku harus melakukannya?” Marcus menatapnya deng
“Maaf Amy, aku harus pergi menemui Profesol Bill.” Lorcan menolak tawaran Amy dan berbalik menghadap Candra, “Sampai jumpa Candra, hubungi jika kamu membutuhkan sesuatu.” Dia tersenyum pada Candra sebelum berbalik keluar dari kamar asrama para gadis itu.Candra memandang punggung Lorcan sampai dia menghilang dan menutup pintu kamar asrama. Ketika dia berbalik dia melihat Amy menatapnya dengan tatapan permusuhan di matanya.Candra mengangkat alis balas menatapnya. “Ada apa? Mengapa kamu menatapku seperti itu?”Amy langsung mengubah ekspresi wajahnya dan tersenyum lebar meraih lengan Candra dengan gerakan sok akrab.“Aku terpesona karena kamu sangat cantik. Omong-omong kita akan menjadi teman sekamar untuk dua tahun ke depan, mari berteman. Beri aku nomor kontakmu.” Dia kemudian mengeluarkan ponselnya dari saku celana dan menyodorkan benda pipih itu pada Candra.“Oh, okey ....” ekspresi Candra terlihat heran dengan sikap Amy yang tadinya menatap dengan permusuhan sekarang berubah akrab.
“Halo, aku mendengar tentangmu dari Amy,” kata Sofia.“Kamu mahasiwi pindahan dari Oxford? Mengapa kamu pindah dari kampus bergengsi itu dan pindah ke kampus biasa ini?” Cindy bertanya dengan ingin tahu memandang Candra dengan ekspresi tertarik.“Tidak ada apa-apa sih, aku hanya ingin kuliah di tanah air sendiri dan tidak ingin tinggal jauh dari kakakku,” balas Candra memberi jawaban asal.Teman-teman Amy saling memandang.“Ah, sayang sekali. Ada banyak orang ingin berkuliah di luar negeri, apalagi kampus bergengsi seperti Universitas Oxford.”Candra hanya mengedik bahu dan mengalihkan perhatiannya pada kertas koran di depannya.“Apa yang sedang kamu baca?” Amy bertanya dengan penuh perhatian memandang brosur yang sedang dibaca Candra.“Hanya mencari lowongan pekerjaan,” balas Candra menggigit paha ayam gorengnya.“Mengapa kamu mencari pekerjaan?” Amy menatapnya dengan ekspresi heran seolah Candra mencari pekerjaan adalah hal yang paling aneh.“Ya tentu saja untuk menghidupi diriku se
“Apa itu temanmu? Tampaknya dia menyukaimu,” rekan di sebelah Candra mendekat karena tidak ada antrean pelanggan. Dia memandang punggung Lorcan yang menjauh.Candra memandang punggung Lorcan dan menggelengkan kepalanya membantah ucapan rekannya, “Itu tidak mungkin. Ketua kelasku, dia selalu bersikap baik pada semua orang.”“Ayolah, siapa pun dapat melihat matanya menatapmu tertarik. Dia menyukaimu,” kata rekannya menggoda Candra.Candra hanya mengangka bahu acuh tak acuh menyiapkan pesanan Lorcan.“Hei Candra, apa kamu tidak ada rasa pada temanmu itu? dia sangat tampan loh, dan dilihat dari penampilannya, sepertinya dia dari keluarga kaya.” Rekannya menatap Candra dengan tatapan ingin tahu.Candra menggelengkan kepala. dia tidak pernah berpikir Lorcan akan menyukainya atau memikirkan pemuda itu.“Kenapa? Apa ada orang yang kamu suka?”Candra terdiam, pikirannya membawanya pada paman Hugo-nya yang tampan dan tidak bisa menahan senyum di wajahnya.Mata temannya melebar melihat ekspresi