“Dia tidak pernah bisa diandalkan,” Iris mendengus kesal keluar dari kamarnya.“Selama pagi Nyonya, apa Anda ingin sarapan?” kata Bibi Lina menyambut Iris di meja makan dan menyajikan jus buah di depannya/“Apa Bibi Marry sudah membawa Dimitri ke sekolah?” tanya Iris duduk dengan perasaan lesu di kursi meja makan dan menyeruput jus buah yang dibuatkan Bibi Lina.Ini hari pertama Dimitri masuk sekolah, tapi dia melewatkan hari pertama sekolah putranya.“Tuan Muda sudah berangkat ke sekolah. Tuan Aiden yang mengantarnya ke sekolah.”Iris berhenti menyeruput jus buahnya dan menatap Bibi Lina.“Suamiku yang mengantar Dimitri?”Pria itu memiliki waktu untuk mengantar putranya, tapi tidak membangunkannya? Iris benar-benar kesal.“Ya, Nyonya.”“Mengapa tidak ada yang membangunkan aku?”“Tuan Aiden berkata untuk membiarkan Nyonya tidur lebih lama. Katanya Nyonya sedang tidak sehat dan meminta agar aku menyiapkan jus buah ketika Nyonya bangun,” kata Bibi Lina dengan hati-hati mengamati Iris.“
Iris terisak berjongkok memeluk perutnya. Dia menyadari kesalahannya. “Maaf, maafkan aku karena egois,” bisiknya lirih. Selama dua hari itu, Aiden tidak menghubungnya meski Iris sering meneleponnya. Iris kecewa dan merasa sangat bersalah. Dia akan meminta maaf ketika pria itu kembali dari perjalanan bisnis dan menyambutnya di bandara. Di hari ketiga kepulangan Aiden, pada saat yang sama ibunya akan meninggalkan negara ini dan kembali ke negara S. “Mengecewakan sekali. Dia bahkan tidak menemanimu mengantarku pergi,” komentar Lilian melihat hanya Iris dan Dimitri yang mengantarnya. “Aiden sedang dalam perjalan bisnis, Bu.” Iris berkata dengan sabar. “Dia sombong sekali mentang-mentang sudah mengusai RDY Group. Jadi dia tidak merasa perlu untuk menghormatiku, bukan?” “Bu ....” Iris menatapnya jengah. “Sudah kubilang, Aiden dalam perjalanan bisnis. Jika dia sudah kembali, dia pasti akan mengantarmu pergi juga.” Lilian melipast tangannya dengan wajah acuh tak acuh. “Ini sudah hari
Aiden tertegun melihat sosok Iris di lantai dasar dengan putranya. Dia tidak menyangka Iris akan datang langsung menjemputnya.Iris menatapnya dengan ekspresi marah dan memelototi wanita di sebelahnya.Ah, Aiden mengerti mengapa Iris marah. Dia turun dari tangga eskalator dengan tergesa-gesa melihat putranya hendak naik eksakulator yang berjalan turun.“Dimi jangan naik! Menjauh dari eskulator, daddy akan menemuimu di bawah!” Seru Aiden cemas meninggalkan kopernya dan berlari turun untuk mencegat Dimitri mendekati eskalator.Tapi anak itu tiba-tiba tersandung tali sepatunya yang tidak terikat, tubuhnya terhuyung ke tangga eskulator.Sebelum anak itu jatuh, Aiden sudah meraih tubuhnya ke pelukannya dengan cepat.“Dimi!” Iris tersedar dan cemas mengejar Dimitri ketika putranya mendekati eskulator sendirian.Aiden menoleh menatapnya tajam. “Mengapa kamu membiarkan Dimitri berlarian di tempat ramai. Apa kamu tahu berbahayanya itu! Dimitri hampir celaka!” Dia memarahi Iris dengan suara k
Letizia menatapnya dengan mata berkaca-kaca dan tiba-tiba memeluknya.“Bagaimana kamu bisa mengatakan itu padaku? Aku sudah menderita selama sepuluh tahun dan kehilangan segalanya. Keluargaku hancur, mantan suamiku tidak ingin melepaskan aku. Aku bahkan tidak bisa kembali berkarir karena mantan suamiku mempersulitkan aku. Aiden apa sebenarnya salahku hingga mengalami semua ini. Ini sangat tidak adil,” isaknya berbisik putus asa.“Hanya kamu satu-satuunya harapanku Aiden. Aku masih mencintaimu dan tidak pernah melupakanmu selama sepuluh tahun. Aku bertahan selama sepuluh tahun untuk tidak menemuimu karena aku takut pada ibu tirimu akan mempersulitkanmu dan mengusik keluargaku lagi. Kumohon Aiden ....” Letizia menatapnya dengan wajah penuh air mata dan putus asa.“Mengapa aku mengalami semua ini hanya karena aku mencintaimu?” bisiknya dengan suara serak.Aiden mengepalkan tangannya dan melepaskan tangan Letizia di perutnya.“Tidak ada yang bisa kuberikan padamu untuk menebus penderitaan
Aiden tidak kembali ke rumah sejak mereka bertengkar di bandara dan Iris mengurung dirinya di kamar, membiarkan Bibi Marry yang menjaga Dimitri.Mungkin karena pengaruh hormon kehamilannya, Iris sangat sentimental. Dia menangis sepanjang hari di kamarnya.“Mommy ....” Suara Dimitri terdengar di luar kamar disertai ketukan di pintu kamarnya.“Dimi, mommy baik-baik saja. Mommy hanya sedang beristirahat, bermainlah dengan Bibi Marry,” kata Iris lemah memandang pintu kamarnya yang terkunci.Dia tidak putranya melihat dirinya menangis.Tidak terdengar lagi suara dari putranya. Setelah beberapa saat kemudian suara Dimitri terdengar di balik pintu dan berkata, “Baik Mommy. Mommy cepatlah beristirahat hingga bisa bermain dengan Dimi. Dimi mau main sama Mommy.”Suara anak itu terdengar lirih membuat hati Iris masam. Air mata tidak berhenti mengalir di pipinya. Tapi hatinya saat ini sangat kacau, dia tidak bisa bermain dengan putranya. Dia takut akan melampiaskan kemarahannya pada Dimitri karen
Sejak mengenal Aiden sebagai ayahnya, Dimitri selalu mencari perhatian ayahnya dan tidak bersikap manja lagi.Memikirkan pria itu yang sama sekali tidak menelepon setelah pertengkaran mereka di bandara membuat Iris sekali merasa kesedihan dan kepahitan di hatinya.Dia menggelengkan kepalanya tidak ingin memikirkan Aiden. Pria itu sudah berselingkuh dan menamparnya, dia tidak pantas ditangisi.Iris memandang Hugo, “Tunggulah di bawah dan makan malam bersama kami. Kamu tidak pernah makan bersama kami lagi.”Ya, tidak sejak Aiden tinggal di rumah ini, pikir Iris masam.Hugo menatapnya dan memandang ke sekeliling. “Apa Aiden ada di rumah? Dia tidak keberatan aku tinggal untuk makan malam?”“Dia tidak akan keberatan, dia mungkin tidak akan pulang,” balas Iris acuh tak acuh.Dia tidak yakin pria itu akan pulang ke rumah dan memilih makan mantan pacarnya yang cantik.Hugo menatapnya dengan alis terangkat. “Apa kamu dan Aiden sedang bertengkar?”Iris membuang muka dan berbohong. “Tidak, kenap
“Menangis? Aku tidak menangis.” Iris menatapnya tanpa berkedip.“Jangan berbohong padaku. Dimitri meneleponku karena kamu mengurung diri seharian di kamar. Kamu tidak pernah mengabaikan putramu seharian. Bahkan jika kamu tidur, kamu tidak akan mengunci pintu kamarmu agar Dimitri bisa masuk ke kamar. Tapi hari ini kamu membuat Dimitri khawatir dan meneleponku. Apa kamu sungguh tidak ada masalah? Apa ini ada hubungannya dengan Aiden?”Iris tegang mendengar kata-kata Hugo. Dia mengalihkan pandangannya dengan lemah.“Aku merasa tidak enak badan hari ini dan banyak hal sedang kupikirkan. Aku bukan manusia yang tidak memiliki masalah dalam hidupku.”“Apa ini ada hubungannya dengan Aiden?” Hugo bertanya sekali lagi dengan tenang. “Kamu bertengkar dengan dia hingga kamu menangis dan berkurung seharian di kamar?”Iris menatapnya putus asa. “Hugo, aku baik-baik saja. Aku bisa mengurus masalahku sendiri.”“Aku tahu, aku tidak bisa diam saja jika Aiden Ridley menyakitimu,” balas Hugo muram.“Ini
Hugo hanya tersenyum dan mengalihkan pembicaraan. “Mengapa kamu baru pulang? Sayang sekali kamu tidak bergabung makan malam dengan kami.”“Kamu makan malam dengan istri dan anakku? Di rumahku?!” Aiden semakin marah mendengar kata-kata Hugo.“Hentikan, Aiden! Hugo hanya datang mengunjungi kami dan makan malam. Kamu tidak perlu begitu marah,” kata Iris menegurnya tidak senang dan menahan kekesalannya di depan Hugo.“Hugo, pergilah. Datang lagi kapan-kapan saat kamu senggang. Dimitri senang bermain denganmu,” lanjut Iris berkata pada Hugo berharap pria itu pergi.Dia tidak ingin Hugo melihatnya bertengkar dengan Aiden.Hugo mengangguk sambil tersenyum dan mengelus kepala Iris.“Baiklah, aku akan pergi. Hubungi aku jika kamu memiliki masalah,” ujarnya melirik Aiden dengan penuh arti sebelum berbalik meninggalkan mereka.Aiden memelototi punggung Hugo muram sampai sosok pria itu tidak terlihat lagi sebelum mengalihkan pandangan pada Iris.“Apa maksudnya itu? Kamu membiarkan Hugo Wallington