Hugo hanya tersenyum dan mengalihkan pembicaraan. “Mengapa kamu baru pulang? Sayang sekali kamu tidak bergabung makan malam dengan kami.”“Kamu makan malam dengan istri dan anakku? Di rumahku?!” Aiden semakin marah mendengar kata-kata Hugo.“Hentikan, Aiden! Hugo hanya datang mengunjungi kami dan makan malam. Kamu tidak perlu begitu marah,” kata Iris menegurnya tidak senang dan menahan kekesalannya di depan Hugo.“Hugo, pergilah. Datang lagi kapan-kapan saat kamu senggang. Dimitri senang bermain denganmu,” lanjut Iris berkata pada Hugo berharap pria itu pergi.Dia tidak ingin Hugo melihatnya bertengkar dengan Aiden.Hugo mengangguk sambil tersenyum dan mengelus kepala Iris.“Baiklah, aku akan pergi. Hubungi aku jika kamu memiliki masalah,” ujarnya melirik Aiden dengan penuh arti sebelum berbalik meninggalkan mereka.Aiden memelototi punggung Hugo muram sampai sosok pria itu tidak terlihat lagi sebelum mengalihkan pandangan pada Iris.“Apa maksudnya itu? Kamu membiarkan Hugo Wallington
Selama satu minggu itu Aiden dan Iris saling mendiamkan ketika mereka hanya berdua. Tapi di depan putra mereka, mereka berusaha terlihat baik-baik saja dan tidak bertengkar.Dimitri segera melupakan kejadian Aiden menampar Iris. Aiden membujuknya selama tiga hari membuat Dimitr kembali memuja ayahnya.Tapi hubungan Iris dan Aiden dalam perang dingin. Iris mencoba bertahan dalam hubungannya dengan Aiden, tapi karena hormon kehamilannya dia tidak tahan dan terus mengungkit mantan pacar Aiden ketika mereka berada di kamar yang menyebabkan mereka terus bertengkar. Aiden tidak tahan hingga memutuskan untuk tinggal di hotel selama tiga hari dan tidak pulang ke rumah meski untuk melihat putranya.“Mommy, kapan Daddy belum pulang?”Di meja makan, Dimitri mengenakan seragam sekolah TK menatap Iris dengan mata gelapnya yang sedih. Dia tidak melihat ayahnya selama tiga hari.Iris memaksakan senyum dan meletakkan gelas susu di depan Dimitri.“Belum sayang, Daddy masih dalam perjalanan bisnis. Ji
Lissa berhenti dan mengangguk dengan patuh dan hormat tanpa banyak tanya.“Baik Nyonya.”Iris menatapnya sesaat dan menghela napas. Sekretaris ini jauh lebih sopan dan patuh, tidak mencoba terlihat akrab dengannya. Pekerjaannya jauh lebih memuaskan daripada Kelly, tapi Iris tetap merasa tidak nyaman dan merindukan seseorang akrab yang bisa diajak bicara seperti Kelly.Iris menggelengkan kepalanya dan berjalan masuk ke dalam gedung perusahaan.Kedatangan Iris menarik perhatian karena dia mengenakan pakaian bermerek yang sangat mencolok dan kaca mata hitam cukup besar yang menutupi sebagian wajahnya hingga orang-orang di perusahaan tidak mengenalinya.Iris mengangkat tangan pad resepsionis ketika melihat ekspresi curiga mereka. Tapi ketika mereka mengenali Iris, mereka menggangguk sopan dari kejauhan.Iris berjalan dengan langkah tenang dan percaya diri, tidak peduli dengan perhatian-orang para karyawan yang tertuju padanyaDia masuk ke dalam lfit yang kosong dan menekan tombol lantai
Iris melepaskan kaca matanya memperlihatkan wajah cantik yang tanpa ekspresi.“Aku belum lama ke perusahaan, tapi sudah tersebar gosip yang sangat menarik.” Dia memandang kedua karyawan itu sebelum berjalan melewati mereka dan Peter dengan acuh tak acuh meninggalkan lift.Kedua karyawan memucat.“Oh, tidak itu istri Presdir. Apa Nyonya Ridley dari tadi mendengar percakapan kita?” Wanita itu berkata panik dan cemas.“Apa yang kalian bicarakan?” Peter menatap mereka tajam. Dia dapat merasakan Iris memancarkan aura dingin ketika melewatinya dan menuju ke kantor Presdir.Karyawan wanita itu menatap Peter dengan tatapan panik. “Tuan Peter, apa yang harus aku lakukan? Aku mengatakan sesuatu yang tidak seharusnya di depan Nyonya Ridley.”Ekspresi Peter berubah serius.....“Nyonya, selama siang. Apa yang membuat anda datang.” Royid langsung berdiri dari kursinya ketika melihat Iris masuk ke dalam kantor.Iris tidak berhenti untuk menyapanya dan berjalan dengan langkah keras menuju kantor pri
Aiden menatapnya lelah. “Jika kamu ke sini untuk bertengkar, lebih baik kamu pulang saja.” Dia menatap Royid di belakang Iris.“Antarkan istriku keluar. Aku sedang tidak ingin diganggu sekarang.”Iris hanya tersenyum dan menerobos masuk ke dalam. Saat melewati Aiden, dia mencium aroma parfum Letizia di pakaian pria itu. Ekspresi Iris menjadi gelap. Dia menggertakkan giginya menahan sakit hatinya dan mencoba tetap terlihat tegar.Aiden hanya bisa menghela napas dan memerintahkan Royid kembali bekerja sebelum menutup pintu. Dia berbalik menghadap Iris.“Apa yang kamu inginkan sekarang?”Iris berbalik dan mengangkat tangannya menampar Aiden.Bunyi suara tamparan bergema di dalam ruangan itu.Aiden tertegun memegang pipinya yang perih dan menatap Iris.“Beraninya kamu ....” Iris menggertakkan gigi memandang pria itu penuh amarah.“Iris, apa maksudnya ini—“Iris meraih kerah kemejanya. “Dengar, kamu tahu kenapa aku bertahan denganmu? Itu semata-mata demi Dimitri. Tapi beraninya kamu membua
Aiden terpuruk setelah Iris meninggalkan kantornya. Dia merasa tidak pantas mengejar wanita itu untuk memintanya bertahan dengannya.Dia duduk di atas mejanya sambil melonggarkan dasi yang terasa mencekiknya. Dia tidak kuasa menahan rasa frustasi dan amarah pada dirinya sendiri menghamburkan barang-barang di atas meja kerja. Berkas-berkas laporan, ponsel dan laptopnya jatuh berserakan di lantai.Bunyi barang-barang berjatuhan bergema di dalam kantor dan terdengar sampai keluar. Aiden menggebrak mejanya dengan napas terengah-engah, belum merasa puas melampiaskan amarah dan frustasinya.Setelah beberapa saat menenangkan dirinya. Aiden menekan tombol teleponya yang menggantung di bawah kerja.“Peter, datang ke kantorku sekarang,” perintah Aiden dalam suasana yang hati yang buruk.“Presdir, Tuan Peter sedang tidak ada di kantor.” Royid yang menjawab panggilan telepon Aiden dengan hati-hatiAiden berdecak kesal dan membentak, “Kamu ke datang ke kantorku sekarang!”Royid tersentak.“Baik,
Iris memucat memandang mereka jijik.“Jika kalian berani menyentuhku, kalian tidak selamat dari sini. Bahkan jika aku mati di sini keluarga Wallington dan Aiden Ridley tidak melepaskan kalian! ” ancamnya mencoba terlihat garang untuk menakuti para penculiknya.Dia tidak sudi disentuh oleh orang-orang menjijikkan itu. Dia lebih bersedia bunuh diri bersama bayi di perutnya. Setidaknya dia masih mengaja kehormatan anak-anaknya.Jika dia mati di sini, Dimitri akan hidup tanpa kekhawatiran di bawah perawatan Aiden, meski Iris merasakan kesedihan berpisah dengan putraya. “Aiden Ridley? Nama itu terdengar familiar. Apa kenal pria itu?” seorang pria berkata pada rekan-rekannya.“Bukan itu nama Presdir RDY Group, sebuah perusahaan besar di York City?!”Serius apa kita menculik kekasih atau istri Presdir itu?!”Para preman itu mulai terlihat ragu-ragu untuk menyakit Iris.Iris berbinar merasakan harapan mendengar percakapan para preman itu. Dia tidak berani bergerak untuk melarikan diri sepert
“Aku seharusnya membunuhmu sejak kamu menikah dengan Aiden! Hari ini aku akan membuatmu membayar semua kesombonganmu itu.” Iris memelototinya dengan tatapan penuh kebencian. “Silakan bunuh saja aku! Kamu pikir lepas setelah membunuhku? Keluarga Wallington dan Aiden Ridley akan membunuhmu!” Esme menyeringai dan tertawa terbahak-bahak. “Aku tidak takut. Aku sudah kehilangan segalanya karena kamu. Kamu merebut Aiden-ku yang berharga dan sahamku di RDY Group! Baik mari kita mati bersama di sini agar tidak ada siapa punnyang memiliki Aiden!” Iris mengernyit. “ ‘Aiden-ku yang berharga’? Kamu pikir kamu siapa?!” Esme tersenyum liar dengan kilat obsesi di matanya. “Aku yang membesarkan Aiden dari kecil, dia adalah milikku! Beraninya kalian para wanita jalang yang tidak tahu malu menggoda Aiden-ku! Akan kubunuh kamu dan Letizia Hadid itu agar tidak siapa pun yang dapat memiliki Aiden selain diriku!” Mata Iris melebar dan tercengang. Dia tidak menyangka Esme memiliki penyimpangan dan pi
Mereka pun telah selesai makan malam bersama. Lily dan Candra melangkah menuju ke arah ruang tamu. Sementara itu Aurelio sudah terlelap di kamarnya. Candra sengaja menemani putra tunggal Hugo hingga ia terlelap agar dirinya bisa pergi meninggalkan Aurelio tanpa merasa terbebani oleh rasa bersalah, karena sang putra tak ingin melepaskannya. “Candra apakah kamu yakin tetap balik hotel malam ini? Sudah larut malam Candra, apa tidak sebaiknya besok pagi-pagi sekali kamu kembali ke hotel. Kurasa belum terlambat jika kamu memang akan kembali besok ke Italia.” Ucap Lily seraya melangkah di sisi Candra. “Sekali lagi aku minta maaf Bibi Lily. Aku harus kembali malam ini ke hotel, jika aku harus menginap malam ini di sini dan kembali pagi harinya ke hotel, rasanya aku tak punya banyak waktu untuk berberes-beres barang-barangku yang berada di hotel, karena besok pagi aku harus segera berangkat ke Italia.” Jelas Candra menanggapi tawaran dari nyonya Wallington. “Ya sudah. Jika memang demikian,
Lily mengerucutkan bibirnya melihat sikap dingin Hugo. Dia menatap Candra dan menepuk lengannya menenangkan.“Jangan berkecil hati. Hugo selalu seperti ini.”Candra mengangguk, dia tidak mengambil sikap dingin Hugo, apalagi setelah mendengar kata-kata Aurelio bahwa Hugo menyimpan foto dirinya.Lily menyruh pelayan menyiapkan camilan ringan dan menghabiskan waktu mengobrol bersama Candra dan bermain dengan Aurelio.Sepanjang hari itu Hugo tidak turun dan berada di ruang kerjanya. Entah dia sengaja untuk menghindari Candra atau pria itu memang seperti itu. Candra tidak terlalu memikirkannya. Dia menikmati bermain dengan Aurelio. Candra tampak bahagia ia menikmati kebersamaannya bersama Aurelio di rumah Hugo Wallington. Meskipun Hugo terlihat cuek tak mengacuhkannya, namun Candra tidak mempedulikannya.Ia justru semakin akrab dan dekat dengan putra tunggal CEO berwajah tampan tersebut.Lily menyukai Candra, setelah melihat ketika Candra begitu pintar mengambil hati cucunya. Ini peluang te
“Tidak kok nyonya. Aku tidak memikirkan apapun, dan aku baik-baik saja kok nyonya,” ucapnya kembali berbohong menutupi jika sesungguhnya pikirannya justru melayang ke arah Hugo berada.“Candra. Aku minta maaf, jika selama ini sikapku sudah sangat keterlaluan padamu. Aku sadar, seharusnya aku tak memperlakukanmu seperti itu, hingga akhirnya kamu pergi meninggalkan putraku Hugo. Aku berharap kamu bisa memaafkanku Candra, meskipun aku akui kesalahanku mungkin sudah terlalu besar terhadapmu.”Candra tak menyangka, jika nyonya Wallington bisa berkata demikian padanya. Mengakui kesalahannya dan meminta maaf atas kesalahan yang pernah ia lakukan terhadap Candra.Candra menyentuh tangan nyonya Wallington, seraya menganggukkan kepalanya pelan. Candra tersenyum begitu juga dengan nyonya Wallington.“Iya nyonya. Aku sudah memaafkanmu nyonya, jauh sebelum nyonya minta maaf padaku,” jawab Candra seketika membuat nyonya Wallington berbinar-binar wajahnya.“Sungguhkah? Kamu memaafkanku Candra..? Kam
"Ya, ibu bantu cari pengasuh yang lebih kompenten.”“Kamu tidak butuh pengasuh untuk Aurelio, tapi seorang ibu untuk anakmu,” ujar Lily melirik Hugo dengan hati-hati.“Ibu ....” Hugo menatap ibunya tidak suka topik itu di bahas lagi.“Kamu tidak berniat mencari ibu untuk Aurelio? Apa karena kamu tidak bisa melupakan Candra?”Hugo terdiam, pikirannya kembali memikirkan Candra. Wanita itu memperlakukan Aurelio dengan baik saat itu dan dia pula yang menemukan putranya.Hugo menggelengkan kepala mengusir bayangan gadis itu dan berpura-pura mengetik sesuatu di laptop. "Aku sibuk, tolong tinggalkan aku, Bu.”Lily mendesah pasrah dan meninggalkan Hugo untuk mengurus pekerjaannya.....Beberapa hari kemudian sejak pertemuannya dengan Paman Hugo, Candra masih tidak memiliki keberanian mencari pria itu.Gadis berparas manis itu, bolak-balik tak jelas dan gelisah di ruang tamu kamar hotelnya seolah-olah mengukur ruang luas di kamar hotel tempat ia menginap selama berada di kota tersebut. Pikira
Candra merasa sedih atas sikap Hugo Wallington bersikap dingin dan mengabaikannya. Dia meninggalkan taman hiburan dan kembali ke hotel tempat dia menginap. Candra gelisah terus memikirkan pertemuannya dengan Hugo. Dia berusaha menahan diri untuk tidak mencari tahu tentang pria itu selama lima tahun sejak dia meninggalkannya. Pada akhirnya dia tidak bisa menahan keinginannya dan menelepon seorang asisten yang mengurus semua keperluannya. Dia menyuruh asistennya mencari tahu tentang Hugo selama lima tahun ini. Setelah itu Candra menunggu informasi dari asistennya semalaman. Beberapa jam kemudian asistennya datang ke kamar hotelnya. “Bagaimana, Vivi?” Candra bertanya gelisah meraih tangan wanita itu. “Nona muda, Tuan Wallington tidak pernah menikah, tapi dia memiliki seorang anak yang sampai saat ini masih dia sembunyikan dari mata publik. Ibu dari anak itu, mantan pelacur Tuan Wallington meninggal saat melahirkan.” Mata Candra melebar, jantung berdegup kencang merasa senang karena
“Kamu tidak usah takut dengan kakak. Kakak tidak jahat kok, jadi adik kecil jangan menangis lagi ya. Tenang saja, Kakak akan bantuin kamu kok.” Candra terus mengajak anak kecil tersebut berbicara, meskipun ia tetap bungkam tak mau bicara sepatah kata pun.“Ayo sini..! Ikut dengan kakak. Kita cari keberadaan orang tua kamu ya,” ujar Candra mengulurkan tangannya pada anak kecil itu.Anak itu seolah mengerti dan menghapus air matanya. dia mengulurkan tangan kecilnya meraih tangan wanita di depannya.Candra tersenyum hangat meremas tangan kecilnya. Dia pun menggendong dan mengajaknya menuju ke arah ruangan bagian informasi. Candra berpikir jika anak tersebut adalah anak hilang, mungkin dengan bantuan bagian informasi dapat mempertemukan kembali anak kecil yang terpisah dari orang tuanya bisa berkumpul lagi dengan keluarganya.Anak kecil tersebut saat ini berada dalam gendongan Candra tidak menangis dan memeluk leher Candra saat dibawa masuk ke pusat informasi taman hiburan.Candra mendeka
Lima tahun kemudian.Langit biru cerah dan angin bertiup lembut. Taman hiburan tampak hidup dan meriah.Gadis itu memandang langit musim panas dan memejamkan mata menikmati sinar matahari bersinar cukup cerah.Dia cantik berada di usia muda 25 tahun, kecantikannya mekar dengan indah. Jejak naif dan polos seorang gadis memudar dengan kecantikan wanita dewasa. Dia menarik perhatian beberapa pria yang lewat.Candra memuka mata, memperlihat matanya yang cerah dan cemerlang, namun menyimpan jejak kesedihan.Lima tahun telah berlalu, kota ini tak begitu banyak perubahannya. Kerinduannya begitu besar terhadap kota ini, begitu banyak kenangan yang tak mudah dilupakan di sini. Candra telah kembali ke kota di mana dulu ia memiliki story dan kenangan yang begitu membekas untuk dirinya.Bagaimana kabarnya kamu paman Hugo?Pasti saat ini dia sudah bahagia menikah dengan perempuan itu.Candra mendesah. Tak ada gunanya lagi mengingat semuanya jika saat ini paman Hugo sudah menjadi milik perempua
Candra tidak menjawab, dia menatap bibir tipis Hugo sebelum menundukkan kepala mencium bibirnya. Ciumannya agak grogi dan gugup. Hugo merasa terkejut. Sudah lama sekali Candra tidak mengambil inisitif menciumnya. Tapi dia tidak membalas ciuman Candra dan menahan keinginannya untuk melumat bibirnya menggoda. Dia harus memberinya pelajaran hari ini. Merasa Hugo tidak membalas ciumannya membuat Candra agak cemas dan malu. Tapi Hugo tidak mendoronya. Candra agak berani memperdalam ciumannya, bibir menghisap bibir bawah pria itu dan menyapu lidahnya di sepanjang bibir Hugo. Hugo mengerang pelan dalam bibirnya, tangannya mencengkeram pinggang ramping gadis itu. Candra semakin berani menyelipkan lidahnya menggoda bibir Hugo, tanganya mengusap-ngusap dada pria itu dengan gerakan menggodanya. Pinggulnya mengosok pangkal paha Hugo, menggoda ‘junior’ pria itu. Napas Hugo semakin dalam, dia mengcengkeram pinggang gadis itu semakin erat. Salah satu tangannya meremas pantat Candra di balik cel
“Tidak,” balas Candra serak dan menundukkan kepala agar Hugo tidak melihat dia menangis.“Benarkah?” Hugo meraih dagu gadis agar mendongak menatapnya. Dia melihat mata Candra berkaca-kaca dan basah. “Kamu menangis? Mengapa kamu menangis?” tanyanya dengan kening berkerut.Candra menggelengkan kepala. “Tidak, aku hanya mengantuk kok.”Candra mengusap matanya dan berpura-pura menguap. “Aku tidak tidur nyenyak semalam dan bangun pagi-pagi sekali untuk membuat bubur.”Hugo menatapnya lekat-lekat seolah mencari kebohongan dari mata gadis itu.Candra menguap hingga air matanya keluar. “Aku mengantuk. Bangunkan aku jika makan malam sudah selesai ....” Lalu dia dengan hati-hati memeluk pinggang Hugo agar menekan luka di perutnya dan bersandar di dada Hugo. Matanya terpenjam, dalam hitungan beberapa menit, dia sudah tertidur.Hugo mengamati gadis yang tertidur itu dan mendesah memeluk kepalanya di dadanya. Dia mencium kepala Candra dan memejamkan mata mencoba untuk tidur.Satu jam kemudian, Hug