Lissa berhenti dan mengangguk dengan patuh dan hormat tanpa banyak tanya.“Baik Nyonya.”Iris menatapnya sesaat dan menghela napas. Sekretaris ini jauh lebih sopan dan patuh, tidak mencoba terlihat akrab dengannya. Pekerjaannya jauh lebih memuaskan daripada Kelly, tapi Iris tetap merasa tidak nyaman dan merindukan seseorang akrab yang bisa diajak bicara seperti Kelly.Iris menggelengkan kepalanya dan berjalan masuk ke dalam gedung perusahaan.Kedatangan Iris menarik perhatian karena dia mengenakan pakaian bermerek yang sangat mencolok dan kaca mata hitam cukup besar yang menutupi sebagian wajahnya hingga orang-orang di perusahaan tidak mengenalinya.Iris mengangkat tangan pad resepsionis ketika melihat ekspresi curiga mereka. Tapi ketika mereka mengenali Iris, mereka menggangguk sopan dari kejauhan.Iris berjalan dengan langkah tenang dan percaya diri, tidak peduli dengan perhatian-orang para karyawan yang tertuju padanyaDia masuk ke dalam lfit yang kosong dan menekan tombol lantai
Iris melepaskan kaca matanya memperlihatkan wajah cantik yang tanpa ekspresi.“Aku belum lama ke perusahaan, tapi sudah tersebar gosip yang sangat menarik.” Dia memandang kedua karyawan itu sebelum berjalan melewati mereka dan Peter dengan acuh tak acuh meninggalkan lift.Kedua karyawan memucat.“Oh, tidak itu istri Presdir. Apa Nyonya Ridley dari tadi mendengar percakapan kita?” Wanita itu berkata panik dan cemas.“Apa yang kalian bicarakan?” Peter menatap mereka tajam. Dia dapat merasakan Iris memancarkan aura dingin ketika melewatinya dan menuju ke kantor Presdir.Karyawan wanita itu menatap Peter dengan tatapan panik. “Tuan Peter, apa yang harus aku lakukan? Aku mengatakan sesuatu yang tidak seharusnya di depan Nyonya Ridley.”Ekspresi Peter berubah serius.....“Nyonya, selama siang. Apa yang membuat anda datang.” Royid langsung berdiri dari kursinya ketika melihat Iris masuk ke dalam kantor.Iris tidak berhenti untuk menyapanya dan berjalan dengan langkah keras menuju kantor pri
Aiden menatapnya lelah. “Jika kamu ke sini untuk bertengkar, lebih baik kamu pulang saja.” Dia menatap Royid di belakang Iris.“Antarkan istriku keluar. Aku sedang tidak ingin diganggu sekarang.”Iris hanya tersenyum dan menerobos masuk ke dalam. Saat melewati Aiden, dia mencium aroma parfum Letizia di pakaian pria itu. Ekspresi Iris menjadi gelap. Dia menggertakkan giginya menahan sakit hatinya dan mencoba tetap terlihat tegar.Aiden hanya bisa menghela napas dan memerintahkan Royid kembali bekerja sebelum menutup pintu. Dia berbalik menghadap Iris.“Apa yang kamu inginkan sekarang?”Iris berbalik dan mengangkat tangannya menampar Aiden.Bunyi suara tamparan bergema di dalam ruangan itu.Aiden tertegun memegang pipinya yang perih dan menatap Iris.“Beraninya kamu ....” Iris menggertakkan gigi memandang pria itu penuh amarah.“Iris, apa maksudnya ini—“Iris meraih kerah kemejanya. “Dengar, kamu tahu kenapa aku bertahan denganmu? Itu semata-mata demi Dimitri. Tapi beraninya kamu membua
Aiden terpuruk setelah Iris meninggalkan kantornya. Dia merasa tidak pantas mengejar wanita itu untuk memintanya bertahan dengannya.Dia duduk di atas mejanya sambil melonggarkan dasi yang terasa mencekiknya. Dia tidak kuasa menahan rasa frustasi dan amarah pada dirinya sendiri menghamburkan barang-barang di atas meja kerja. Berkas-berkas laporan, ponsel dan laptopnya jatuh berserakan di lantai.Bunyi barang-barang berjatuhan bergema di dalam kantor dan terdengar sampai keluar. Aiden menggebrak mejanya dengan napas terengah-engah, belum merasa puas melampiaskan amarah dan frustasinya.Setelah beberapa saat menenangkan dirinya. Aiden menekan tombol teleponya yang menggantung di bawah kerja.“Peter, datang ke kantorku sekarang,” perintah Aiden dalam suasana yang hati yang buruk.“Presdir, Tuan Peter sedang tidak ada di kantor.” Royid yang menjawab panggilan telepon Aiden dengan hati-hatiAiden berdecak kesal dan membentak, “Kamu ke datang ke kantorku sekarang!”Royid tersentak.“Baik,
Iris memucat memandang mereka jijik.“Jika kalian berani menyentuhku, kalian tidak selamat dari sini. Bahkan jika aku mati di sini keluarga Wallington dan Aiden Ridley tidak melepaskan kalian! ” ancamnya mencoba terlihat garang untuk menakuti para penculiknya.Dia tidak sudi disentuh oleh orang-orang menjijikkan itu. Dia lebih bersedia bunuh diri bersama bayi di perutnya. Setidaknya dia masih mengaja kehormatan anak-anaknya.Jika dia mati di sini, Dimitri akan hidup tanpa kekhawatiran di bawah perawatan Aiden, meski Iris merasakan kesedihan berpisah dengan putraya. “Aiden Ridley? Nama itu terdengar familiar. Apa kenal pria itu?” seorang pria berkata pada rekan-rekannya.“Bukan itu nama Presdir RDY Group, sebuah perusahaan besar di York City?!”Serius apa kita menculik kekasih atau istri Presdir itu?!”Para preman itu mulai terlihat ragu-ragu untuk menyakit Iris.Iris berbinar merasakan harapan mendengar percakapan para preman itu. Dia tidak berani bergerak untuk melarikan diri sepert
“Aku seharusnya membunuhmu sejak kamu menikah dengan Aiden! Hari ini aku akan membuatmu membayar semua kesombonganmu itu.” Iris memelototinya dengan tatapan penuh kebencian. “Silakan bunuh saja aku! Kamu pikir lepas setelah membunuhku? Keluarga Wallington dan Aiden Ridley akan membunuhmu!” Esme menyeringai dan tertawa terbahak-bahak. “Aku tidak takut. Aku sudah kehilangan segalanya karena kamu. Kamu merebut Aiden-ku yang berharga dan sahamku di RDY Group! Baik mari kita mati bersama di sini agar tidak ada siapa punnyang memiliki Aiden!” Iris mengernyit. “ ‘Aiden-ku yang berharga’? Kamu pikir kamu siapa?!” Esme tersenyum liar dengan kilat obsesi di matanya. “Aku yang membesarkan Aiden dari kecil, dia adalah milikku! Beraninya kalian para wanita jalang yang tidak tahu malu menggoda Aiden-ku! Akan kubunuh kamu dan Letizia Hadid itu agar tidak siapa pun yang dapat memiliki Aiden selain diriku!” Mata Iris melebar dan tercengang. Dia tidak menyangka Esme memiliki penyimpangan dan pi
Anak buah Esme juga takut ketahuan dan buru-buru berlari ke arah Aiden, menyerang dengan tangan kosong.Aiden memandang mereka penuh amarah dan menjatuhkan salah satu dari mereka yang mendekat, dia menghajar, menendang, memukul dan memelintir leher mereka seolah kesurupan.Aiden sudah terlatih bela diri sejak SMP hingga lulus kuliah dan tidak pernah berhenti berlatih di gym. Menjatuhkan mereka bukan masalah baginya. Para preman itu hanya preman biasa, mereka menyerang secara acak.Esme cemas melihat anak buahnya jatuh satu persatu. Dia mengangkat pistolnya ke arah Aiden, jika Aiden berani menyerangnya. Dia tidak akan ragu menembaknya.Mata iris melebar melihat Esme mengarahkan pistolnya pada Aiden. tanpa berpikir dua kali, dia menerjang Esme dan mengarahkan pistolnya ke atas.Suara letupan senjatan api terdengar keras mengagetkan semua orang.Iris menahan pistol itu ke atas dan menarik pelatuk untuk menghabiskan peluru di dalam senjata api.“Jalang sialan, menyingkirkan dariku!” teria
“Angkat tangan! Tempat ini sudah dikepung! Kalian tidak akan bisa melarikan diri!”Sekelompok orang berpakaian hitam dan seragam polisi sudah tiba dalam gudang terbengkalai dan mengepung anak buah Esme.Anak buah Esme tidak sempat melarikan diri segera di ringkus.Esme panik melihat polisi dan hendak melarikan diri. Tapi seorang polisi menembak kakinya menyebabkannya jatuh.“Akh!” wanita paruh baya itu jatuh menjerit memegang kakinya yang berlumuran darah.Dua orang polisi bergegas menahan tubuhnya di lantai. “Jangan bergerak!”Iris tidak peduli dengan keadaan sekitarnya. Dia menutup mulutnya dan berlutut di samping tubuh Aiden yang kehilangan kesadaran. Dia berusaha menghentikan darah masih mengalir di kepala Aiden yang tak sadarkan diri.“Aiden! Kumohon siapa pun telepon ambulans!” Iris berteriak panik berusaha menahan darah yang mengalir di kepala Aiden. Air mata mengalir deras di pipinya. Rasa takut kehilangan pria yang dicintainya mencengkeram hatinya.Royid dan Peter bergegas me