Iris memucat memandang mereka jijik.“Jika kalian berani menyentuhku, kalian tidak selamat dari sini. Bahkan jika aku mati di sini keluarga Wallington dan Aiden Ridley tidak melepaskan kalian! ” ancamnya mencoba terlihat garang untuk menakuti para penculiknya.Dia tidak sudi disentuh oleh orang-orang menjijikkan itu. Dia lebih bersedia bunuh diri bersama bayi di perutnya. Setidaknya dia masih mengaja kehormatan anak-anaknya.Jika dia mati di sini, Dimitri akan hidup tanpa kekhawatiran di bawah perawatan Aiden, meski Iris merasakan kesedihan berpisah dengan putraya. “Aiden Ridley? Nama itu terdengar familiar. Apa kenal pria itu?” seorang pria berkata pada rekan-rekannya.“Bukan itu nama Presdir RDY Group, sebuah perusahaan besar di York City?!”Serius apa kita menculik kekasih atau istri Presdir itu?!”Para preman itu mulai terlihat ragu-ragu untuk menyakit Iris.Iris berbinar merasakan harapan mendengar percakapan para preman itu. Dia tidak berani bergerak untuk melarikan diri sepert
“Aku seharusnya membunuhmu sejak kamu menikah dengan Aiden! Hari ini aku akan membuatmu membayar semua kesombonganmu itu.” Iris memelototinya dengan tatapan penuh kebencian. “Silakan bunuh saja aku! Kamu pikir lepas setelah membunuhku? Keluarga Wallington dan Aiden Ridley akan membunuhmu!” Esme menyeringai dan tertawa terbahak-bahak. “Aku tidak takut. Aku sudah kehilangan segalanya karena kamu. Kamu merebut Aiden-ku yang berharga dan sahamku di RDY Group! Baik mari kita mati bersama di sini agar tidak ada siapa punnyang memiliki Aiden!” Iris mengernyit. “ ‘Aiden-ku yang berharga’? Kamu pikir kamu siapa?!” Esme tersenyum liar dengan kilat obsesi di matanya. “Aku yang membesarkan Aiden dari kecil, dia adalah milikku! Beraninya kalian para wanita jalang yang tidak tahu malu menggoda Aiden-ku! Akan kubunuh kamu dan Letizia Hadid itu agar tidak siapa pun yang dapat memiliki Aiden selain diriku!” Mata Iris melebar dan tercengang. Dia tidak menyangka Esme memiliki penyimpangan dan pi
Anak buah Esme juga takut ketahuan dan buru-buru berlari ke arah Aiden, menyerang dengan tangan kosong.Aiden memandang mereka penuh amarah dan menjatuhkan salah satu dari mereka yang mendekat, dia menghajar, menendang, memukul dan memelintir leher mereka seolah kesurupan.Aiden sudah terlatih bela diri sejak SMP hingga lulus kuliah dan tidak pernah berhenti berlatih di gym. Menjatuhkan mereka bukan masalah baginya. Para preman itu hanya preman biasa, mereka menyerang secara acak.Esme cemas melihat anak buahnya jatuh satu persatu. Dia mengangkat pistolnya ke arah Aiden, jika Aiden berani menyerangnya. Dia tidak akan ragu menembaknya.Mata iris melebar melihat Esme mengarahkan pistolnya pada Aiden. tanpa berpikir dua kali, dia menerjang Esme dan mengarahkan pistolnya ke atas.Suara letupan senjatan api terdengar keras mengagetkan semua orang.Iris menahan pistol itu ke atas dan menarik pelatuk untuk menghabiskan peluru di dalam senjata api.“Jalang sialan, menyingkirkan dariku!” teria
“Angkat tangan! Tempat ini sudah dikepung! Kalian tidak akan bisa melarikan diri!”Sekelompok orang berpakaian hitam dan seragam polisi sudah tiba dalam gudang terbengkalai dan mengepung anak buah Esme.Anak buah Esme tidak sempat melarikan diri segera di ringkus.Esme panik melihat polisi dan hendak melarikan diri. Tapi seorang polisi menembak kakinya menyebabkannya jatuh.“Akh!” wanita paruh baya itu jatuh menjerit memegang kakinya yang berlumuran darah.Dua orang polisi bergegas menahan tubuhnya di lantai. “Jangan bergerak!”Iris tidak peduli dengan keadaan sekitarnya. Dia menutup mulutnya dan berlutut di samping tubuh Aiden yang kehilangan kesadaran. Dia berusaha menghentikan darah masih mengalir di kepala Aiden yang tak sadarkan diri.“Aiden! Kumohon siapa pun telepon ambulans!” Iris berteriak panik berusaha menahan darah yang mengalir di kepala Aiden. Air mata mengalir deras di pipinya. Rasa takut kehilangan pria yang dicintainya mencengkeram hatinya.Royid dan Peter bergegas me
Ketika mendengar nama Letizia, kening Iris berkerut dengan ekspresi suram. Dia sedang tidak ingin mendengar apa pun tentang hubungan Aiden dan Letizia.“Aku sudah tahu, aku tidak ingin mendengar apa pun tentang hubungan mereka.”“Nyonya, tolong dengarkan dulu. Anda salah paham tentang Presdir.”“Aku tahu dan tidak ingin mendengar,” ujar Iris menggertakkan gigi. Dia memutuskan tidak akan peduli bagaimana hubungan Letizia dan Aiden di belakangnya.Bahkan jika Aiden tidak bisa melupakan mantan pacarnya dan menjadikan Letizia Hadid sebagai simpanannya, dia tidak akan peduli! Dia hanya ingin pria itu tetap ada sebagai ayah dari anak-anaknya dan mempertahankan rumah tangganya.“Nyonya, apa yang terjadi antara Presdir dan Nona Letizia tidak seperti yang Anda pikirkan. Presdir merasa bersalah pada Nona Letizia karena sepuluh tahun yang lalu, Nona Letizia dipaksa menikah karena Nyonya Esme untuk memutuskan hubungannya dengan Aiden,” kata Peter tergesa-gesa.Iris menatapnya dengan ekspresi koso
“Kamu diculik, terluka dan pingsan selama satu hari. Kamu membuatku takut setengah mati mendengar berita kamu diculik dan dirawat di rumah sakit. Untunglah kamu tidak menderita luka serius,” jawab Hugo kembali duduk di kursi samping ranjang Iris. Iris mengerjap memandang kosong langit-langit kamar saat kejadian kemarin membanjiri kepalanya. Dia tersentak cemas dan berusaha bangun. “Bagaimana keadaan Aiden? Apa dia sudah baik-baik saja?” “Tenanglah, pria itu selamat. Hidupnya sangat beruntung.” kata Hugo dengan kening berkerut menahan Iris agar tidak turun di tempat tidur. “Kondisimu masih lemah, tetaplah di tempat tidur.” Iris menggelengkan kepalanya dan tetap mencoba turun dari tempat tidur. “Aku harus melihat sendiri bagaimana keadaan Aiden.” “Iris, pria itu masih hidup jika itu yang kamu khawatirkan. Kamu seharusnya mengkhawatirkan dirimu dan anak dalam perutmu,” kata Hugo dingin. Iris langsung membeku dan meraba perutnya dengan wajah memucat. “Bayiku, bagaimana bayiku?”
Iris memaksa ingin menjenguk Aiden dan tak peduli dengan tubuhnya sendiri jika Hugo tetap melarangnya.Hugo mau tak mau membiarkan Iris menjenguk Aiden di kamar rawatnya dengan syarat Iris menggunakan kursi roda karena tubuh wanita itu masih lemah.Hugo mendorong kursi roda Iris, membawanya menuju kamar perawatan VIP Aiden.Peter kebetulan keluar dari pintu kamar rawat Aiden dan berpapasan dengan Iris.“Nyonya! Bagaimana kondisi Anda, apa dokter membolehkamu keluar dari kamar?” Peter segera menyapa Iris dengan ekspresi hormat.“Aku baik-baik saja. Peter, bagaimana kabar Aiden?” Iris bertanya cemas meraih tangan pria itu.Peter mendesah sambil menggelengkan kepalanya sambil menarik tangannya kikut ketika mendapat tatapan tajam dari Hugo Wallington.“Meski sudah melewati masa kritis, Presdir belum sadar dari komanya. Tapi tubuh Presdir baik-baik saja, kecuali kepalanya yang terluka parah.”Tenggorokkan Iris tercekat. Tubuhnya terasa lemas oleh sesak di dadanya. Dia mengepalkan tangannya
“Aku hanya ingin melihatnya! Biarkan aku masuk!”Tiba-tiba terdengar suara teriakan histeris di luar pintu.Iris menghentikan tangisannya dan menatap pintu kamar yang tertutup.“Kamu tidak boleh masuk.”Suara dingin Hugo terdengar acuh tak acuh di balik pintu.“Memang kamu siapa? Apa kamu tahu siapa aku? Aku adalah kekasih Aiden! Minggir, jangan menghalangiku!”Iris langsung mengenali suara wanita yang berteriak histeris. Ekspresi wajahnya menjadi muram.Iris menghapus air matanya sebelum mendorong kursi rodanya menuju pintu.Dia membuka pintu dan melihat pemandangan Hugo yang tengah menahan seorang wanita cantik yang berusaha masuk ke dalam kamar.“Aku tidak peduli siapa kamu dan apa hubunganmu dengan Aiden. Jika kamu berani muncul di depan Iris dan mengacaukan perasaannya, aku akan—““Hugo ....” panggil Iris tenang menyebabkan kedua orang itu menoleh memandangnya.Wajah cantik Letizia penuh dengan air mata segera menatap Iris liar dan marah.“Kamu! Semua salahmu Aiden menjadi seper
Mereka pun telah selesai makan malam bersama. Lily dan Candra melangkah menuju ke arah ruang tamu. Sementara itu Aurelio sudah terlelap di kamarnya. Candra sengaja menemani putra tunggal Hugo hingga ia terlelap agar dirinya bisa pergi meninggalkan Aurelio tanpa merasa terbebani oleh rasa bersalah, karena sang putra tak ingin melepaskannya. “Candra apakah kamu yakin tetap balik hotel malam ini? Sudah larut malam Candra, apa tidak sebaiknya besok pagi-pagi sekali kamu kembali ke hotel. Kurasa belum terlambat jika kamu memang akan kembali besok ke Italia.” Ucap Lily seraya melangkah di sisi Candra. “Sekali lagi aku minta maaf Bibi Lily. Aku harus kembali malam ini ke hotel, jika aku harus menginap malam ini di sini dan kembali pagi harinya ke hotel, rasanya aku tak punya banyak waktu untuk berberes-beres barang-barangku yang berada di hotel, karena besok pagi aku harus segera berangkat ke Italia.” Jelas Candra menanggapi tawaran dari nyonya Wallington. “Ya sudah. Jika memang demikian,
Lily mengerucutkan bibirnya melihat sikap dingin Hugo. Dia menatap Candra dan menepuk lengannya menenangkan.“Jangan berkecil hati. Hugo selalu seperti ini.”Candra mengangguk, dia tidak mengambil sikap dingin Hugo, apalagi setelah mendengar kata-kata Aurelio bahwa Hugo menyimpan foto dirinya.Lily menyruh pelayan menyiapkan camilan ringan dan menghabiskan waktu mengobrol bersama Candra dan bermain dengan Aurelio.Sepanjang hari itu Hugo tidak turun dan berada di ruang kerjanya. Entah dia sengaja untuk menghindari Candra atau pria itu memang seperti itu. Candra tidak terlalu memikirkannya. Dia menikmati bermain dengan Aurelio. Candra tampak bahagia ia menikmati kebersamaannya bersama Aurelio di rumah Hugo Wallington. Meskipun Hugo terlihat cuek tak mengacuhkannya, namun Candra tidak mempedulikannya.Ia justru semakin akrab dan dekat dengan putra tunggal CEO berwajah tampan tersebut.Lily menyukai Candra, setelah melihat ketika Candra begitu pintar mengambil hati cucunya. Ini peluang te
“Tidak kok nyonya. Aku tidak memikirkan apapun, dan aku baik-baik saja kok nyonya,” ucapnya kembali berbohong menutupi jika sesungguhnya pikirannya justru melayang ke arah Hugo berada.“Candra. Aku minta maaf, jika selama ini sikapku sudah sangat keterlaluan padamu. Aku sadar, seharusnya aku tak memperlakukanmu seperti itu, hingga akhirnya kamu pergi meninggalkan putraku Hugo. Aku berharap kamu bisa memaafkanku Candra, meskipun aku akui kesalahanku mungkin sudah terlalu besar terhadapmu.”Candra tak menyangka, jika nyonya Wallington bisa berkata demikian padanya. Mengakui kesalahannya dan meminta maaf atas kesalahan yang pernah ia lakukan terhadap Candra.Candra menyentuh tangan nyonya Wallington, seraya menganggukkan kepalanya pelan. Candra tersenyum begitu juga dengan nyonya Wallington.“Iya nyonya. Aku sudah memaafkanmu nyonya, jauh sebelum nyonya minta maaf padaku,” jawab Candra seketika membuat nyonya Wallington berbinar-binar wajahnya.“Sungguhkah? Kamu memaafkanku Candra..? Kam
"Ya, ibu bantu cari pengasuh yang lebih kompenten.”“Kamu tidak butuh pengasuh untuk Aurelio, tapi seorang ibu untuk anakmu,” ujar Lily melirik Hugo dengan hati-hati.“Ibu ....” Hugo menatap ibunya tidak suka topik itu di bahas lagi.“Kamu tidak berniat mencari ibu untuk Aurelio? Apa karena kamu tidak bisa melupakan Candra?”Hugo terdiam, pikirannya kembali memikirkan Candra. Wanita itu memperlakukan Aurelio dengan baik saat itu dan dia pula yang menemukan putranya.Hugo menggelengkan kepala mengusir bayangan gadis itu dan berpura-pura mengetik sesuatu di laptop. "Aku sibuk, tolong tinggalkan aku, Bu.”Lily mendesah pasrah dan meninggalkan Hugo untuk mengurus pekerjaannya.....Beberapa hari kemudian sejak pertemuannya dengan Paman Hugo, Candra masih tidak memiliki keberanian mencari pria itu.Gadis berparas manis itu, bolak-balik tak jelas dan gelisah di ruang tamu kamar hotelnya seolah-olah mengukur ruang luas di kamar hotel tempat ia menginap selama berada di kota tersebut. Pikira
Candra merasa sedih atas sikap Hugo Wallington bersikap dingin dan mengabaikannya. Dia meninggalkan taman hiburan dan kembali ke hotel tempat dia menginap. Candra gelisah terus memikirkan pertemuannya dengan Hugo. Dia berusaha menahan diri untuk tidak mencari tahu tentang pria itu selama lima tahun sejak dia meninggalkannya. Pada akhirnya dia tidak bisa menahan keinginannya dan menelepon seorang asisten yang mengurus semua keperluannya. Dia menyuruh asistennya mencari tahu tentang Hugo selama lima tahun ini. Setelah itu Candra menunggu informasi dari asistennya semalaman. Beberapa jam kemudian asistennya datang ke kamar hotelnya. “Bagaimana, Vivi?” Candra bertanya gelisah meraih tangan wanita itu. “Nona muda, Tuan Wallington tidak pernah menikah, tapi dia memiliki seorang anak yang sampai saat ini masih dia sembunyikan dari mata publik. Ibu dari anak itu, mantan pelacur Tuan Wallington meninggal saat melahirkan.” Mata Candra melebar, jantung berdegup kencang merasa senang karena
“Kamu tidak usah takut dengan kakak. Kakak tidak jahat kok, jadi adik kecil jangan menangis lagi ya. Tenang saja, Kakak akan bantuin kamu kok.” Candra terus mengajak anak kecil tersebut berbicara, meskipun ia tetap bungkam tak mau bicara sepatah kata pun.“Ayo sini..! Ikut dengan kakak. Kita cari keberadaan orang tua kamu ya,” ujar Candra mengulurkan tangannya pada anak kecil itu.Anak itu seolah mengerti dan menghapus air matanya. dia mengulurkan tangan kecilnya meraih tangan wanita di depannya.Candra tersenyum hangat meremas tangan kecilnya. Dia pun menggendong dan mengajaknya menuju ke arah ruangan bagian informasi. Candra berpikir jika anak tersebut adalah anak hilang, mungkin dengan bantuan bagian informasi dapat mempertemukan kembali anak kecil yang terpisah dari orang tuanya bisa berkumpul lagi dengan keluarganya.Anak kecil tersebut saat ini berada dalam gendongan Candra tidak menangis dan memeluk leher Candra saat dibawa masuk ke pusat informasi taman hiburan.Candra mendeka
Lima tahun kemudian.Langit biru cerah dan angin bertiup lembut. Taman hiburan tampak hidup dan meriah.Gadis itu memandang langit musim panas dan memejamkan mata menikmati sinar matahari bersinar cukup cerah.Dia cantik berada di usia muda 25 tahun, kecantikannya mekar dengan indah. Jejak naif dan polos seorang gadis memudar dengan kecantikan wanita dewasa. Dia menarik perhatian beberapa pria yang lewat.Candra memuka mata, memperlihat matanya yang cerah dan cemerlang, namun menyimpan jejak kesedihan.Lima tahun telah berlalu, kota ini tak begitu banyak perubahannya. Kerinduannya begitu besar terhadap kota ini, begitu banyak kenangan yang tak mudah dilupakan di sini. Candra telah kembali ke kota di mana dulu ia memiliki story dan kenangan yang begitu membekas untuk dirinya.Bagaimana kabarnya kamu paman Hugo?Pasti saat ini dia sudah bahagia menikah dengan perempuan itu.Candra mendesah. Tak ada gunanya lagi mengingat semuanya jika saat ini paman Hugo sudah menjadi milik perempua
Candra tidak menjawab, dia menatap bibir tipis Hugo sebelum menundukkan kepala mencium bibirnya. Ciumannya agak grogi dan gugup. Hugo merasa terkejut. Sudah lama sekali Candra tidak mengambil inisitif menciumnya. Tapi dia tidak membalas ciuman Candra dan menahan keinginannya untuk melumat bibirnya menggoda. Dia harus memberinya pelajaran hari ini. Merasa Hugo tidak membalas ciumannya membuat Candra agak cemas dan malu. Tapi Hugo tidak mendoronya. Candra agak berani memperdalam ciumannya, bibir menghisap bibir bawah pria itu dan menyapu lidahnya di sepanjang bibir Hugo. Hugo mengerang pelan dalam bibirnya, tangannya mencengkeram pinggang ramping gadis itu. Candra semakin berani menyelipkan lidahnya menggoda bibir Hugo, tanganya mengusap-ngusap dada pria itu dengan gerakan menggodanya. Pinggulnya mengosok pangkal paha Hugo, menggoda ‘junior’ pria itu. Napas Hugo semakin dalam, dia mengcengkeram pinggang gadis itu semakin erat. Salah satu tangannya meremas pantat Candra di balik cel
“Tidak,” balas Candra serak dan menundukkan kepala agar Hugo tidak melihat dia menangis.“Benarkah?” Hugo meraih dagu gadis agar mendongak menatapnya. Dia melihat mata Candra berkaca-kaca dan basah. “Kamu menangis? Mengapa kamu menangis?” tanyanya dengan kening berkerut.Candra menggelengkan kepala. “Tidak, aku hanya mengantuk kok.”Candra mengusap matanya dan berpura-pura menguap. “Aku tidak tidur nyenyak semalam dan bangun pagi-pagi sekali untuk membuat bubur.”Hugo menatapnya lekat-lekat seolah mencari kebohongan dari mata gadis itu.Candra menguap hingga air matanya keluar. “Aku mengantuk. Bangunkan aku jika makan malam sudah selesai ....” Lalu dia dengan hati-hati memeluk pinggang Hugo agar menekan luka di perutnya dan bersandar di dada Hugo. Matanya terpenjam, dalam hitungan beberapa menit, dia sudah tertidur.Hugo mengamati gadis yang tertidur itu dan mendesah memeluk kepalanya di dadanya. Dia mencium kepala Candra dan memejamkan mata mencoba untuk tidur.Satu jam kemudian, Hug