Sejak mengenal Aiden sebagai ayahnya, Dimitri selalu mencari perhatian ayahnya dan tidak bersikap manja lagi.Memikirkan pria itu yang sama sekali tidak menelepon setelah pertengkaran mereka di bandara membuat Iris sekali merasa kesedihan dan kepahitan di hatinya.Dia menggelengkan kepalanya tidak ingin memikirkan Aiden. Pria itu sudah berselingkuh dan menamparnya, dia tidak pantas ditangisi.Iris memandang Hugo, “Tunggulah di bawah dan makan malam bersama kami. Kamu tidak pernah makan bersama kami lagi.”Ya, tidak sejak Aiden tinggal di rumah ini, pikir Iris masam.Hugo menatapnya dan memandang ke sekeliling. “Apa Aiden ada di rumah? Dia tidak keberatan aku tinggal untuk makan malam?”“Dia tidak akan keberatan, dia mungkin tidak akan pulang,” balas Iris acuh tak acuh.Dia tidak yakin pria itu akan pulang ke rumah dan memilih makan mantan pacarnya yang cantik.Hugo menatapnya dengan alis terangkat. “Apa kamu dan Aiden sedang bertengkar?”Iris membuang muka dan berbohong. “Tidak, kenap
“Menangis? Aku tidak menangis.” Iris menatapnya tanpa berkedip.“Jangan berbohong padaku. Dimitri meneleponku karena kamu mengurung diri seharian di kamar. Kamu tidak pernah mengabaikan putramu seharian. Bahkan jika kamu tidur, kamu tidak akan mengunci pintu kamarmu agar Dimitri bisa masuk ke kamar. Tapi hari ini kamu membuat Dimitri khawatir dan meneleponku. Apa kamu sungguh tidak ada masalah? Apa ini ada hubungannya dengan Aiden?”Iris tegang mendengar kata-kata Hugo. Dia mengalihkan pandangannya dengan lemah.“Aku merasa tidak enak badan hari ini dan banyak hal sedang kupikirkan. Aku bukan manusia yang tidak memiliki masalah dalam hidupku.”“Apa ini ada hubungannya dengan Aiden?” Hugo bertanya sekali lagi dengan tenang. “Kamu bertengkar dengan dia hingga kamu menangis dan berkurung seharian di kamar?”Iris menatapnya putus asa. “Hugo, aku baik-baik saja. Aku bisa mengurus masalahku sendiri.”“Aku tahu, aku tidak bisa diam saja jika Aiden Ridley menyakitimu,” balas Hugo muram.“Ini
Hugo hanya tersenyum dan mengalihkan pembicaraan. “Mengapa kamu baru pulang? Sayang sekali kamu tidak bergabung makan malam dengan kami.”“Kamu makan malam dengan istri dan anakku? Di rumahku?!” Aiden semakin marah mendengar kata-kata Hugo.“Hentikan, Aiden! Hugo hanya datang mengunjungi kami dan makan malam. Kamu tidak perlu begitu marah,” kata Iris menegurnya tidak senang dan menahan kekesalannya di depan Hugo.“Hugo, pergilah. Datang lagi kapan-kapan saat kamu senggang. Dimitri senang bermain denganmu,” lanjut Iris berkata pada Hugo berharap pria itu pergi.Dia tidak ingin Hugo melihatnya bertengkar dengan Aiden.Hugo mengangguk sambil tersenyum dan mengelus kepala Iris.“Baiklah, aku akan pergi. Hubungi aku jika kamu memiliki masalah,” ujarnya melirik Aiden dengan penuh arti sebelum berbalik meninggalkan mereka.Aiden memelototi punggung Hugo muram sampai sosok pria itu tidak terlihat lagi sebelum mengalihkan pandangan pada Iris.“Apa maksudnya itu? Kamu membiarkan Hugo Wallington
Selama satu minggu itu Aiden dan Iris saling mendiamkan ketika mereka hanya berdua. Tapi di depan putra mereka, mereka berusaha terlihat baik-baik saja dan tidak bertengkar.Dimitri segera melupakan kejadian Aiden menampar Iris. Aiden membujuknya selama tiga hari membuat Dimitr kembali memuja ayahnya.Tapi hubungan Iris dan Aiden dalam perang dingin. Iris mencoba bertahan dalam hubungannya dengan Aiden, tapi karena hormon kehamilannya dia tidak tahan dan terus mengungkit mantan pacar Aiden ketika mereka berada di kamar yang menyebabkan mereka terus bertengkar. Aiden tidak tahan hingga memutuskan untuk tinggal di hotel selama tiga hari dan tidak pulang ke rumah meski untuk melihat putranya.“Mommy, kapan Daddy belum pulang?”Di meja makan, Dimitri mengenakan seragam sekolah TK menatap Iris dengan mata gelapnya yang sedih. Dia tidak melihat ayahnya selama tiga hari.Iris memaksakan senyum dan meletakkan gelas susu di depan Dimitri.“Belum sayang, Daddy masih dalam perjalanan bisnis. Ji
Lissa berhenti dan mengangguk dengan patuh dan hormat tanpa banyak tanya.“Baik Nyonya.”Iris menatapnya sesaat dan menghela napas. Sekretaris ini jauh lebih sopan dan patuh, tidak mencoba terlihat akrab dengannya. Pekerjaannya jauh lebih memuaskan daripada Kelly, tapi Iris tetap merasa tidak nyaman dan merindukan seseorang akrab yang bisa diajak bicara seperti Kelly.Iris menggelengkan kepalanya dan berjalan masuk ke dalam gedung perusahaan.Kedatangan Iris menarik perhatian karena dia mengenakan pakaian bermerek yang sangat mencolok dan kaca mata hitam cukup besar yang menutupi sebagian wajahnya hingga orang-orang di perusahaan tidak mengenalinya.Iris mengangkat tangan pad resepsionis ketika melihat ekspresi curiga mereka. Tapi ketika mereka mengenali Iris, mereka menggangguk sopan dari kejauhan.Iris berjalan dengan langkah tenang dan percaya diri, tidak peduli dengan perhatian-orang para karyawan yang tertuju padanyaDia masuk ke dalam lfit yang kosong dan menekan tombol lantai
Iris melepaskan kaca matanya memperlihatkan wajah cantik yang tanpa ekspresi.“Aku belum lama ke perusahaan, tapi sudah tersebar gosip yang sangat menarik.” Dia memandang kedua karyawan itu sebelum berjalan melewati mereka dan Peter dengan acuh tak acuh meninggalkan lift.Kedua karyawan memucat.“Oh, tidak itu istri Presdir. Apa Nyonya Ridley dari tadi mendengar percakapan kita?” Wanita itu berkata panik dan cemas.“Apa yang kalian bicarakan?” Peter menatap mereka tajam. Dia dapat merasakan Iris memancarkan aura dingin ketika melewatinya dan menuju ke kantor Presdir.Karyawan wanita itu menatap Peter dengan tatapan panik. “Tuan Peter, apa yang harus aku lakukan? Aku mengatakan sesuatu yang tidak seharusnya di depan Nyonya Ridley.”Ekspresi Peter berubah serius.....“Nyonya, selama siang. Apa yang membuat anda datang.” Royid langsung berdiri dari kursinya ketika melihat Iris masuk ke dalam kantor.Iris tidak berhenti untuk menyapanya dan berjalan dengan langkah keras menuju kantor pri
Aiden menatapnya lelah. “Jika kamu ke sini untuk bertengkar, lebih baik kamu pulang saja.” Dia menatap Royid di belakang Iris.“Antarkan istriku keluar. Aku sedang tidak ingin diganggu sekarang.”Iris hanya tersenyum dan menerobos masuk ke dalam. Saat melewati Aiden, dia mencium aroma parfum Letizia di pakaian pria itu. Ekspresi Iris menjadi gelap. Dia menggertakkan giginya menahan sakit hatinya dan mencoba tetap terlihat tegar.Aiden hanya bisa menghela napas dan memerintahkan Royid kembali bekerja sebelum menutup pintu. Dia berbalik menghadap Iris.“Apa yang kamu inginkan sekarang?”Iris berbalik dan mengangkat tangannya menampar Aiden.Bunyi suara tamparan bergema di dalam ruangan itu.Aiden tertegun memegang pipinya yang perih dan menatap Iris.“Beraninya kamu ....” Iris menggertakkan gigi memandang pria itu penuh amarah.“Iris, apa maksudnya ini—“Iris meraih kerah kemejanya. “Dengar, kamu tahu kenapa aku bertahan denganmu? Itu semata-mata demi Dimitri. Tapi beraninya kamu membua
Aiden terpuruk setelah Iris meninggalkan kantornya. Dia merasa tidak pantas mengejar wanita itu untuk memintanya bertahan dengannya.Dia duduk di atas mejanya sambil melonggarkan dasi yang terasa mencekiknya. Dia tidak kuasa menahan rasa frustasi dan amarah pada dirinya sendiri menghamburkan barang-barang di atas meja kerja. Berkas-berkas laporan, ponsel dan laptopnya jatuh berserakan di lantai.Bunyi barang-barang berjatuhan bergema di dalam kantor dan terdengar sampai keluar. Aiden menggebrak mejanya dengan napas terengah-engah, belum merasa puas melampiaskan amarah dan frustasinya.Setelah beberapa saat menenangkan dirinya. Aiden menekan tombol teleponya yang menggantung di bawah kerja.“Peter, datang ke kantorku sekarang,” perintah Aiden dalam suasana yang hati yang buruk.“Presdir, Tuan Peter sedang tidak ada di kantor.” Royid yang menjawab panggilan telepon Aiden dengan hati-hatiAiden berdecak kesal dan membentak, “Kamu ke datang ke kantorku sekarang!”Royid tersentak.“Baik,