Satu minggu.Iris benar-benar menunggu selama satu minggu tanpa ada kabar dari Aiden atau situasi di luar kediaman bagaimana pertarungan bisnis antara RDY Group dan WLT Group.Dia mencoba tenang dan percaya pada Aiden. Tapi kemudian dua minggu telah berlalu benar-benar tanpa ada kabar. Dia bahkan tidak melihat keberadaan Hugo selama hampir setengah bulan.Tapi Iris jatuh sakit. Dia demam tinggi, berita itu sampai pada Hugo pada hari ketiga Iris demam. Hugo memanggil dokter pribadi keluarga Wallington untuk memeriksa Iris.“Nona Iris menderita demam psikogenik. Demam ini sebabkan oleh pasien yang mengalami stres,” ujar Dokter itu dengan ekspresi serius membeberkan hasil diagnosisnya pada Hugo.Hugo berdiri tanpa ekspresi di samping raniang memandang wanita yang terbaring lemah di tempat tidur.Raut wajahnya sangat datar hingga orang lain tidak bisa menebak apa yang sedang dia pikirkan.“Lakukan sesuatu untuk meredakan demamnya,” ujarnya acuh tak acuh.“Meski saya meresepkan obat, itu t
“Tidurlah lagi. aku akan di sini menjagamu,” ujar suara lembut Aiden yang menenangkan. Telapak tangan hangat menempel di dahinya membuat Iris merasa nyaman.Demam dan pening di kepalanya membuat perasaan sangat tidak enak dan rentan hingga dia bermimpi bahwa Aiden ada di sini, bersamanya.Meski hanya mimpi, Iris ingin bersamanya lebih lama. dia mengulurkan tangannya meraih sosok kabur Aiden dan berbisik dengan suara pelan, “Jangan pergi.”Telapak tangan besar dan hangat menggenggam tangannya. “Tidak akan. Beristirahatlah, aku akan membawamu dari sini, sayang.” Kemudian sosok Aiden berbaring di sebelahnya dan menarik Iris ke pelukan hangat yang akrab.Iris merasa nyaman mendengar ucapan itu meski hanya dalam mimpi. Kantuk berat membuatnya enggan membuka mata dan kembali tertidur dalam pelakukan Aiden.“Mommy jangan sakit.”Iris tersentak dalam tidurnya mendengar suara akrab yang dia rindukan dan telapak tangan mungil di terasa sejuk dahinya yang panas.“Dimi, jangan ganggu Mommy. Mommy
“Tentu saja Mommy masih menginginkan Dimi. Mengapa Dimi bertanya seperti itu?” balas Iris memandang putranya bersalah karena sudah mengabaikannya. “Dari tadi Mommy hanya memeluk dan mencium bibir daddy. Dimi juga mau dipeluk dan dicium Mommy.” Iris tersipu karena membuat Dimitri menyaksikan mereka berciuman. Dia terbatuk menutup mulutnya. “Mommy sedang sakit, nanti Dimi tertular. Mommy akan memeluk dan mencium Dimi nanti setelah Mommy sembuh, Okey?” ujarnya memandangnya dengan pandangan minta maaf. “Tapi Mommy peluk dan ciuman daddy!” protes Dimitri. Iris tersadar dan menatap Aiden sambil mendorongnya menjauh. “Jauh-jauh sana. Aku sedang flu.” “Tidak apa-apa, aku bisa menggantikanmu sakit. Aku bahkan bisa menurunkan panasmu,” balas Aiden berkedip menatapnya menggoda sambil meremas pahannya yang tertutup selimut. Iris tersipu dan mendorongnya menjauh. “Mesum, jangan bicara sembarangan di depan Dimitri.” Aiden tersenyum mengusap dahinya yang berkeringat. “Mengapa kamu sakit dan
“Memang apa yang aku pikirkan? Aku hanya memandikan istriku,” balas Aiden dengan ekspresi polos.Iris membalas tapi dipotong oleh Dimitri.“Daddy! Daddy! Aku boleh ikut mandikan mommy.” Dimitri melompat-lompat di tempat tidur.“Tidak boleh!” balas Aiden dan Iris bersamaan.Dimitri menatap orang tuanya dengan mata membelalak protes.“Kenapa?!”“Tubuh Mommy hanya boleh dilihat daddy. Anak kecil nonton kartu saja,” balas Aiden kemudian meninggalkan putranya yang merajuk di tempat tidur.“Daddy jahat! Daddy tidak boleh macam-macam sama Mommy,” ancam Dimitri di belakang mereka.Iris terkekeh memukul dada bidang Aiden pelan. “Dengar kata-kata putramu.”“Aku tidak jamin,” balas Aiden mengecup bibirnya.Iris bangun pada sore hari dengan perasaan lebih segar dibandingkan sebelumnya. Saat dia bangun, dia tidak melihat Aiden dan Dimitri di kamarnya. Perasaan cemas mengcengkeram hatinya.Takut bahwa kedatangan Aiden dan putranya hanya mimpi.“Aiden … Dimitri ….” Iris memanggil suami dan putranya
Aiden melemparkan pandangan terakhir dengan seringai puas sebelum akhirnya masuk ke dalam mobil dan pergi meninggalkan kediaman Wallington, menuju ke bandara.Sementara itu di dalam kediaman, Marcus menyaksikan mobil yang ditumpangi Iris meninggalkan kediaman. Dia menghela napas dan memandang pintu ruang kerja Hugo yang tertutup rapat, di mana tuannya belum meninggalkan ruang kerjanya sejak pagi ini.“Apa Tuan Hugo, masih belum keluar dari ruang kerja?” Seorang pelayan berjalan menghampiri dan bertanya.Marcus menggelengkan kepala.Pelayan itu menunduk memandang nampan makanan di tangannya. “Tuan Hugo belum keluar dari ruang kerjanya sejak dia memanggil Tuan Aiden Ridley ke sini. Dan Tuan belum makan sejak pagi ini dan melewatkan makan siang. Bagaimana aku bisa memberikan ini pada Tuan Hugo? Tuan Hugo memiliki riwayat mag, aku khawatir jika Tuan Hugo akan sakit jika tidak makan apa-apa?”Marcus memandang nampan makanan itu dan mengulurkan tangannya mengambil nampan itu.“Biar aku yang
Aiden dan Iris meninggalkan negara S, kembali ke York City. Bibi Lina dan Bibi Marry menyambut mereka dengan senang setelah Iris hampir satu bulan tidak kembali dari negara S dan kehilangan kontak. Setelah melepas rindu, Iris naik ke kamarnya karena lelah dengan perjalanan pesawat dan membiarkan Bibi Marry mengurus Dimitri.“Akhirnya di rumah lagi.” Iris menghempaskan tubuhnya di kasur yang sangat yang sangat dikenalinya dengan bahagia.“Aku sangat merindukan ini,” desahnya berguling-guling di kasur. Dia tidak pernah merasakan kenyamanan di kamar saat Hugo menahannya di kediaman Wallington.Aiden melepaskan mantelnya sambil tersenyum memandang Iris. Dia mendekati wanita itu sebelum menindihnya dengan tubuh besarnya. Dia menopang tubuhnya dengan sikut agar tidak menimpa Iris dengan berat badanya.“Ah!” Iris spontan menahan dadanya. “Aduh mengagetkan saja,” gerutunya memukul dada Aiden pelan.Aiden terkekeh memandang wajahnya lembut.“Senang berada di rumah?” Dia mengelus rambut Iris da
Untung Iris tidak melepaskan gaunnya, hanya bagian bawahnya yang berantakan diacak-acak oleh Aiden. Dia masih terlihat rapi.“Mommy di mana Daddy ....” Mata Dimitri menatap ke dalam kamar orang tuanya, tapi hanya melihat ibunya di tempat tidur dan ada gumpulan besar selimut di bawah pinggang Iris.Iris menahan suara erangannya dan merutuk Aiden karena tidak berhenti di bawah sana. Dia mencoba mendorong wajah Aiden di bawah sana, tapi pria itu semakin menjadi-jadi dan menggodanya dengan isapan di sana-sini.“Mommy ... di mana daddy?” Dimitri bertanya sekali lagi sambil memasuki kamar orang tuanya.“Daddy sedang mandi. Dimitri jangan masuk dulu.” Iris berteriak menghentikan putranya dengan gelisah. Pipinya memerah padam karena malu dan mati-matian menahan suaranya agar tidak mendesah karena kenikmatan yang melanda tubuhnya.Dimitri berhenti dan menatap Iris sambil memiringkan kepalanya. “Mommy, kenapa? Wajah Mommy merah dan berkeringat. Mommy sakit lagi?” Dimitri bertanya cemas ingin na
Raut wajah kakek Billy menjadi gelap ketika Iris disebutkan. Wanita itu sudah membuatnya kehilangan reputasi dan kepercayaan dewan direksi.“Apa wanita itu lebih penting dari pada kakekmu ini? Lamu lupa aku yang sudah membantumu menjadi Presdir. Kamu jangan lupa itu!” seru Kakek Billy menghentakkan tongkatnya di lantai dengan keras.Aiden menatapnya tanpa ekspresi dan dingin, tidak menanggapi ucapan kakek Billy.Kakek Billy terlihat gelisah di bawah tajam menusuk Aiden. Dia mengangkat dagunya mencoba terlihat mengintimidasi di depan Aiden.“Aku tidak akan berbasa-basi. Tujuanku ke sini agar kamu berbicara pada dewan direksi. Mereka sekarang tidak menghormatiku karena ulah istrimu.” Kakek Billy benar-benar marah. Dewan Direksi kebanyakan adalah kerabat keluarga Ridley. Tindakan yang dilakukan kakek Billy membuatnya tidak disukai karena licik merampok saham Aiden saat pria itu sedang koma dan mendominasi RDY Group.Apa yang terjadi hari itu menjadi skandal keji dan dia kehilangan keperc