Osa merasa jika Daishin berlebihan menahan. Hanya dengan memegang kedua lengan pun, pergerakannya sudah mati. Tetapi lelaki ini mendekapnya kuat-kuat. Padahal jika berontak pun, Osara bukan tandingan. Tenaganya jauh tidak sebanding dengan Daishin yang lihai karate dan taekwondo. “Lepaslah, Shin. Ini sakit! Pengecut!” Osa memaki lirih. Usahanya mengibas, menarik dan berontak sia-sia. Ingin hati berteriak, agar orang tua dibalik pintu mendengar. Tetapi bisa jadi Papa Handy akan shock jika mengerti apa yang terjadi dengan kelakuan anak lelaki. Mengingat pria yang dipanggilnya Papa itu memiliki riwayat gangguan jantung, maka memilih lebih baik menutupi sementara kelakuan anak lelaki. “Aku bukan pengecut, Osa. Tetapi aku masih ingat keselamatanmu. Kamu tahu kan, bagaimana agama papaku? Sedang aku tidak pintar berbohong. Jika dia bertanya, aku pasti akan menjawab jujur. Dalam waktu kilat, kamu pasti akan bertukar calon suami. Bukan lagi lelaki sultan dari Johor yang jadi calonmu,
Acara Khitan telah selesai dan saudara mara dekat dari Mama Azizah yang berdatangan baru saja pulang. Sedang dari pihak Papa Handy yang berdarah Jepang dan Indonesia, beberapa teman dekat dan kenalan baik sajalah yang datang. Maklum, dirinya adalah pendatang yang mengajukan menjadi penduduk di Negara Malaysia. Sedang saudar mata di negara asal sangat sibuk masing-masing. “Ma, Abang Firash akan datang boleh?” Osara yang membantu mengemas meja makan bertanya pada Mama Azizah. Wanita itu menyiapkan bubur untuk dibawa pada Firo di kamar. Sedang Fira tidur siang di kamarnya, mengeluh capek sebab ikut menyalami para tamu. “Dia menelepon?” tanya Mama Azizah dengan raut sangat cerah. “Tidak, Ma. Tetapi kirim pesan …,” sahut Osara yang kini meletak gelas kotor di wastafel. Ada asisten rumah selain Mak Zu sedang mencuci pecah belah di sana. Daishin masih duduk di meja makan memerhatikan kesibukan orang-orang di dapur termasuk Osara. Papa Handy juga masih bersantai di bersamanya. “Apa Daeha
Lelaki yang memandang Daishin dengan terperangah itu sempat berhenti melangkah. Namun, Papa Handy yang merangkul, sedikit mendorong maju punggungnya hingga terpaksa berjalan lagi. “Gerak calon suamimu sungguh cepat, Osa. Baru tadi kamu bilang, orangnya langsung datang. Mantaplah lelaki seperti ini, Osaaa!” Papa Handy berbicara hangat demi memberi support pada rencana pernikahan Osara dan Firash. Namun, sememangnya Papa Handy merasa suka dan takjub pada Firash, putra dari rekan bisnis yang gemar mewakili bisnis ayahnya hingga ke luar negara dan tidak pulang cukup lama. Maka, hari itu saat rekannya mencari pandangan siapa calon istri untuk Firash, Papa Handy sigap mempromosikan Osara. Bukan sebagai wanita bisnis, tetapi sebagai gadis baik yang baru selesai pendidikan dan tentu saja bonus cantik. Tidak disangka, setelah keluarga rekannya datang ke rumah dan melihat Osara, putra keluarga mereka yaitu Firash, seketika setuju dan menyukai si anak gadis. Namun, tidak disangka lagi
Kelebat Osara saat dirinya baru keluar kamar membuat kecewa. Niat mendatangi kamar di lantai dua untuk berbicara dengan pemilik kamar pun urung. “Gila nih cewek… cepat amat bersiap. Mandi gak dia…?!” rutuk Daishin sambil berjalan memandangi punggung Osa yang berjalan cepat. Tapi bekas dan jejaknya begitu harum akan wangi sabun dan parfum. “Cepatnya dia jalan... Semangat amat…,” gumam Daishin tak habis pikir. Sambil hidung mancungnya menghirup hawa segar berulang kali. Dirinya bahkan lelaki. Sudah buru-buru sebab berniat untuk menemui Osa di kamarnya secara diam-diam. Ingin membicarakan masalah Firash yang sebenarnya tidak sebaik anggapan gadis itu. Tetapi dirinya kalah dari Osara yang sudah turun tangga lebih cepat sekian detik saat dia keluar dari kamar. “Nah, itu Daishin!”Papa Handy berdiri menyambut anak lelaki. Diikuti Firash dan Osara yang juga tidak sempat duduk. Entah papa angkatnya itu atau justru si Firash yang tidak sabar menunggu. Yang jelas, mereka semangat dengan tur
Pandangan Osa yang bingung saat dibawa Madam Lyra membuat Daishin merasa iba. Muak sekali dengan Firash yang tidak mampu menjaga perasaan calon istri sebentar saja di moment penting seperti ini. Lebih mementingkan diri sendiri. Berubah apaan?! Dasar lelaki lalai! rutuk Daishin dalam hati. Namun, Daishin membiarkan Firash dengan kelakuannya. Memilih mendatangi Osara di etalase bersama Madam Lyra untuk menemani mencoba perhiasan cincin berlian. “Madam seperti tak percaya, Firash membawa gadis secantik kamu. Kupikir dia yang dibawa.” Madam Lyra berbicara pada Osara dengan melihat ke arah Firash di sofa dan pada Daishin yang mendekat dan duduk di samping Osa. Wanita setengah baya cantik, berambut pirang dan berbibir merah menyala itu sibuk mengeluarkan set cincin berlian couple koleksi andalannya. Dia letak di baki mini pada Osara di atas etalase kristal. “Coba-cobalah pakai di jari mungilmu itu, mana yang menurutmu paling indah dan cocok, katakan ya. Jika tidak ada, masih bany
Daishin timbul iba pada Osara. Merasa jika nasibnya bukan melulu hoki dan mujur. Namun, adalah kesialan setelahnya. Mungkin saat berhasil kabur dari agensi dengan mengantongi uang pembayaran dari lelaki yang membelinya, bisa dibilang masih mujur. Tetapi setelah bertemu dan ditangkap Daishin, hukuman berat itu telah didapatnya. Kini, setelah mujur mendapat calon suami setampan dan sesultan Firash, sebentar lagi nasib menyedihkan pasti akan diterima gadis itu. “Osa, aku memang sudah tahu banyak tentang Firash. Pulang nanti, aku ingin bicara denganmu.” Daishin menjawab Osa yang bertanya sesuatu tentang Firash. “Katakan saja sekarang, Shin …. Oh, baiklah, pulang nanti saja, tapi jangan tipu, ya!” ucap Osara yang buru-buru di koreksinya sendiri. Sebab orang yang dibahas sedang mendekat. Madam Lyra yang menghampiri Firash menyuruh bangun dari sofa dan lelaki itu tampak tergeragap. Kemudian berdiri, mereka berjalan mendekat ke etalase. Langkahnya tampak oleng dan matanya sungguh mem
Osara sedang pergi ke toilet. Maka tinggal berdua di meja makan, Daishin dan Firash. Dua lelaki yang terlihat saling tegang sejak keberangkatan dari rumah Mama Azizah. Daishin menegakkan punggung menjadi lebih formal dengan gelagat akan membuka pembicaraan. “Sudah jelas kebohonganmu, Fir. Untuk apa kau tutup-tutupi. Kau tidak mungkin berubah." Daishin memulai dengan serangannya. “Apa alasanmu menikahi Osara, hah?” tanyanya lagi sebab Firas terdiam saja. Setelah ditahan, berkesempatan juga Daishin menginterogasi Firash. Meski belum tentu dijawab memuaskan oleh yang bersangkutan. “Penting?” tanya Firash sambil menaikkan sebelah alis dan tatapannya hangat. Terlihat tampan dan keren, tetapi sama sekali tidak bagi Daishin. “Jika tidak penting, untuk apa aku bertanya. Aku tidak ingin Osara, saudariku masuk dalam penjaramu.” Daishin menegaskan. Menahan sejuta kekesalan dalam hati. “Sudah kubilang, aku berharap menjadi lebih baik dengan pernikahanku dan Osara.” Firash menyahut ketus.
Gadis seksi bercelana jins dengan kaos mini yang terlihat perut dan pusar itu saling menghampiri dengan Osara. Mereka bersalam tangan dan saling mencium pipi kiri dan kanan. Meski mereka sama-sama cantik, tetapi penampilan keduanya sungguh bak langit dan bumi. Yang satu seksi berbaju terbuka, satu lagi menutup diri dengan baju muslimah. “Pulanglah. Bilang kalo aku pergi sama teman jika ditanya orang rumah.” Osara berbicara pada Daishin yang sedari tadi mengamati. Berdiri tidak jauh di belakangnya. “Kalian main ke mana?” Daishin menyelidik. Merasa janggal dengan penampilan sahabat Osara. “Bukan urusanmu, Shiin. Lagian aku masih lajang, sebentar lagi istri orang. Mana bisa aku seperti ini sebentar lagi. Sana, pulang!” Osara mengusir Daishin sambil menarik tangan teman. “Eh, dia siapa, Sa?” tanya si seksi dan terang-terangan memandang Daishin. Lelaki tampan yang tiba-tiba menyertai Osara. Gadis tanpa pacar dan kekasih di sepanjang pertemanan mereka selama ini. Jadi terasa aneh jika a
Sebab ucapan Firash, Papa Handy seperti sedang kebakaran jenggot. Sangat tidak terima dan menganggap tuduhan itu hanyalah alibi Firash yang mengada-ngada. “Jangan ucap fitnah secara ceroboh demi menutup aibmu sendiri, Firash.” Papa Handy bicara dengan nafas yang seolah hanya sampai di tekak. Terlalu marah hingga susah berkata-kata. Napasnya pun memburu tiba-tiba. “Siapa yang berkata fitnah, Om? Ha ha ha, aib anak orang di seberang benua sebesar gajah. Aib anak sendiri di lubang hidung tak terendus. Pandai sangat ya Osara kau?!” ucap Firash tampak puas dengan senyum lebarnya pada Osara. Lelah menatap marah pada Firash, kini tatapan Papa Handy bergeser pada Osara. Anak angkat yang sedang diperjuangkannya itu justru menunduk dengan tangisan. Seketika tatapan Papa Handy berubah nyalang sebab perasaannya tiba-tiba tidak enak. Bukan marah, menyangkal atau mengumpat tidak terima, tetapi Osara justru menangis. Ah, respon macam apa itu?! Papa Handy merasa harus terbiasa menghadapi Osara.
Sudah hampir pukul tujuh pagi, tetapi matahari belum terbit di bumi jiran, Malaysia. Maklum, waktu subuh pun tiba sekitar pukul enam pagi. Meski perbedaan waktu hanya 1 jam lebih cepat dengan waktu di Indonesia bagian barat, tetapi perbedaan waktu ini sungguh mencolok. Namun, sebenarnya waktu di Malaysia ini memberi kemudahan kepada seluruh warga. Khususnya bagi muslim. Kenapa? Tentu jatuh waktu begini lebih membuat ringan. Bisa bangun pagi sekalian shalat subuh sambung pergi kerja. Sebab, waktu efektif kerja pun dimulai pukul tujuh pagi. Berbeda tantangan dengan di Indonesia bagian barat. Serba nanggung rasanya, subuh pukul empat lebih, sedang waktu efektif kerja pukul tujuh. Habis subuh tidur dulu. Alhasil bangun tidur kepala jadinya pening! Apa kamu pun begitu? Namun, ada waktu di Indonesia yang bersamaan dengan waktu di Malaysia. Yakni di wilayah Waktu Indonesia bagian Tengah. Tidak ada selisih waktu dengan di Malaysia! Osara turun tangga dengan penampilan yang sudah rapi da
Alarm yang sudah diatur menjelang subuh telah berbunyi nyaring. Menggelitik telinga pemiliknya di atas tempat tidur. Hingga menggeliat dan diam sejenak yang tidak lekas bangun. Termenung di atas bantal hingga bunyi alarm benar-benar terasa memuakkan. Daishin terpaksa bangkit dari kenyamanan dan menghempas kemalasan. Tidak ingin lebih mengulur waktu. Setelah mandi dan tunai subuhnya, segera keluar kamar demi niat menemui papanya. Tidak lupa sambil membawa ponsel. Bahan bukti penyemangatnya pagi ini. “Sudah bangun, Shin? Semalam pulang jam berapa?” tegur papanya di ruang keluarga yang biasa. Daishin sudah menduga, tiap subuh, Papa Handy memang selalu sudah siaga di luar kamar. Biasanya pergi ke halaman untuk jalan sehat keliling atau jalan santai di luar pagar pada jalan utama. Namun, sebab sedang kurang enak bodi, papanya hanya melangkah-langkah pelan di dalam rumah luas ini. Dalam hati, Daishin terus memohon agar papanya segera diberi sehat kembali. “Pulang jam sebelasan, Pa.”
Perjalanan dari Genting Highland menuju kota Kuala Lumpur yang menelan waktu hampir dua jam pun berakhir. Daishin sampai di rumah Mama Azizah kembali tepat pukul sebelas malam. Suasana sepi dan lengang itu terkikis dengan pintu rumah yang tiba-tiba terbuka. Osara yang sudah tahu bahwa video bukti berhasil didapat, tentu saja sangat senang dan tidak mungkin pergi tidur. Kini menyambut kedatangan Daishin di teras dengan membukakan pintu rumah. “Assalamu'alaikum.” Daishin melempar salam sebelum melewati Osara di pintu. “Wa'alaikumsam.” Osara menyahut. “Terima kasih ya ….”Osara menjawab salam disusul ucapan terima kasih dengan memandang Daishin sebentar. Kemudian berpaling dan pura-pura akan menutup pintu. Tatapan elang itu membuatnya salah tingkah. Antara lega juga merasa bersalah. “Sebaiknya lekas istirahat saja. Papa Handy dan Mama Azizah baru saja tidur. Mereka sama-sama sedang minum obat. Mama pun tidak enak badan tiba-tiba. Mungkin sedang banyak pikiran. Maaf….” Osara kembali
Daehan telah memindahkan istri ke kamar rawat di klinik hotel. Menunggu dengan tegang yang membuatnya tidak mengantuk sama sekali. Padahal hari sudah larut malam. Selain tegang tidak mengantuk, rasa lapar juga terlupa. Padahal sudah kelewat lama waktu makan. Hanya kabar kejutan dari dokterlah yang membuatnya merasa terus kenyang. Seperti kabar hoax bahwa istrinya telah mulai mengandung calon anaknya. “Shanumi!” Daehan sangat girang saat tiba-tiba kelopak mata istri bergerak-gerak tanda akan siuman. Segera dicium berulang kali kening halusnya itu. Ingin Shanymi segera sadar sepenuhnya. “Mas…!” Shanumi berseru saat matanya benar- benar terbuka, wajah Daehan telah begitu dekat menyapa. Diulurnya kedua tangan dan Daehan pun sigap menyambut. Mereka erat saling berpelulan. Shanumi merasa lega luar biasa. “Alhamdulillah, Shan. Kamu sudah sadar. Bagaimana rasanya? Apa yang sakit? Kenapa sampai pingsan?” tanya Daehan beruntun yang meluah betapa cemas dirinya. “Maaf, ya. Aku sudah kelua
Lelaki India yang bertampang garang dan sangar sebab kulitnya yang gelap dengan jambang tebal, ternyata adalah wakil malaikat. Shanumi benar-benar di antar ke lobi tanpa sedikit pun punya modus. Lelaki itu telah berlalu meninggalkan hotel setelah sempat memastikan bahwa Shanumi akan baik-baik saja. Sebab sangat buru-buru, lelaki India itu pun berlalu meski belum ada titik terang. Namun…. “Benar, Kak. Tidak ada nama Tuan Daehan dalam daftar pengunjung.” Petugas resepsionis kembali meyakinkan. “Tapi aku dan suamiku benar-benar menginap di sini. Kami dari Indonesia.” Terang Shanumi penuh harap. “Kebetulan banyak sekali pengunjung dari Negara Indonesia ya, Kak. Saya sudah membacanya dengan teliti. Tidak ada nama dari suami Kakak.” Petugas berbicara lembut tetapi sangat tegas. Shanumi hidak ingin lagi mendebat. Kini menuju sofa dan duduk di sana untuk sekedar melepas lelah. Sambil berpikir keras bagaimana menemukan kamarnya. Juga mengharap Daehan mencari dan menemukannya dengan cepat
Senyum merekah di bibir merah itu memudar perlahan. Saat membuka kamar tidak dijumpa pemilik nama yang sentiasa tertulis di kepala dan jiwa. Di mana istrinya? Kecewa… tetapi juga resah rasanya. Lebih tidak tenang. Telepon kesayangan istri ada di bawah bantal saat coba ditelepon. Bahkan, beberapa chat yang dia kirimkan terakhir kali dan tidak centang biru dua, memang belum dibuka oleh istri. Ah, ke mana dia? "Ck, bikin khawatir saja. Sudah dipesan jangan rewel dan gak usah ke mana-mana, masih juga bendel!" Daehan mengomel dengan perasaan gelisah. Menuju balkon yang dirinya pun belum sempat menginjaknya. Meski telah malam, namun begitu terang sebab lampu bertebaran. Sepuluh menit menunggu di balkon dengan background hamparan strawberry hijau bertabur buahnya yang seperti titik-titik merah memang sesaat melenakan. Namun, kembali sangat galau sebab yang ditunggu tidak muncul. Sedang ini adalah malam yang membuat Daehan sangat waswas. ______Shanumi yang berniat akan kembali ke kamar
Daishin keluar dari party room dengan langkah tergesa. Menyusul Daehan yang ternyata macet di ruang petugas jaga. “Mana dia, Mas?” Daishin bertanya setelah menyapukan pandangan. Tidak terlihat Firash sama sekali. Apalagi posangannya.... “Aku ketinggalan, Shin. Gara-gara gayung bego yang rada-rada ini!” Daehan menuding petugas jaga yang matanya terus berkedip-kedip bingung dengan jari tengah. “Shit!” Daishin pun mengumpat setelah menyadari. “Fuck!” Daehan menambahkan umpatan lagi. “Bagi cepat ponselku, Pak Cik!” Seru Daehan tak sabar. Kesal sekali, petugas itu hanya berkedip-kedip dan terus memandangnya. “Tak, tak sudi. Calling dulu aku darling….” Petugas jaga masih sempat-sempatnya menggoda, benar-benar minta jantung. “Tak sudi! Cepatlah, Pak Cik! Kau buat lambat-lambat ni buat apa?!” Daishin yang habis sabar membentak sangat keras. Lelaki penjaga berwajah merah padam itu mungkin jadi gentar. Buru-buru diambil kotak penyimpanan ponsel dari rak penyimpanan. Daish
“Beri padaku topeng Zorro!” seru Daishin pada penjaga pintu yang terus menatapnya tanpa kedip. Kode miliknya telah sukses terakses tanpa aral apapun. Hanya satu masalah besar baginya kini. Ponsel wajib dititip dan dilarang keras membawanya hingga masuk. “Lekas, beri padaku topeng kupu!” Kali ini Daehan request setelah sukses mengakses kan dirinya di mesin masuk. Bernasib sama dengan Daishin, ponselnya pun kena tahan. Apa boleh buat, dari pada diri tidak lulus masuk, lebih baik tanpa ponsel. Nanti sambil di pikirkan solusinya. “Tidak ada topeng kupu, sudah sold, Sayang. Tinggal topeng capung, bagaimana hem?” Penjaga bicara dengan gemulai dan mesra. Membuat Daehan mual ingin muntah. “Oke, capung. Cepat sikitlaaah!” Daehan tak sabar dengan gerak penjaga yang lamban. Seperti sedang mengambil perhatian. Dia sangka mereka sama-sama sehaluan. “Ni haah. Tak sabar amat lah, Sayang.” Topeng capung sukses didapat Daehan. Tetapi Daishin justru belum diberi topeng Zorro. “Mana pulak topeng Z