Zahra mengendap-endap saat hendak mendekati Tasya yang masih fokus memilah dan memilih produk apa saja yang ia inginkan, di saat yang sangat tepat, Zahra tiba-tiba mendekati Tasya dan mendorong wanita hamil itu dengan sangat kuat. Hingga membuat perut Tasya terbentur keranjang baju yang berukuran cukup besar itu. Dengan cepat Zahra pun menghilangkan jejaknya, meninggalkan Tasya yang kesakitan seorang diri di sana, kebetulan toko itu sepi, lantaran Dika memang sengaja meminta penjaga toko untuk tidak menerima pengunjung sebelum istrinya menyelesaikan hajatnya. "Auuuw.... Tolong! Mas Dika..."Sebuah teriakan dari Tasya terdengar sangat memilukan, bagaimana tidak, ada darah segar yang mengalir di selangkangan wanita itu yang terbuka. Di tengah menahan rasa sakit dan permintaan pertolongan, akhirnya penjaga toko tersebut menyadari suara rintihan seseorang. Betapa terkejutnya ia ketika menyadari pengunjung spesialnya itu sedang mengalami pendarahan hebat, dengan rasa takut yang berkeca
Uwek... Uwek... Hampir satu jam menunggu, suara tangis si jabang bayi pun menggema. Dika terperanjat dari tempat duduknya ketika mendengar suara tangis dari dalam sana. Kedua matanya berbinar seolah menunjukkan betapa bahagianya ia tanpa mengutarakan dengan kata-kata. mama Riri, papa Arkana, dan bu Nirma pun turut bangkit dan tersenyum menatap Dika. "Selamat ya Dika, sekarang kamu sudah menjadi seorang ayah," ucap mama Riri bangga. "Ya, benar. Mulai hari ini kamu sudah menjadi seorang ayah," sambung papa Arkana mengulas senyum. "Selamat juga untuk kamu dari Ibu ya Dika, terima kasih telah memberikan gelar nenek untuk Ibu." bu Nirma tak kalah memberikan selamat pada menantunya itu. Dika tersenyum sangat bahagia, ia memeluk orang tua dan mertuanya secara bergantian. Ia mengucapkan syukur yang tak terhingga meskipun sebenarnya kelahiran bayinya dipercepat dari tanggal dan waktunya. Namun Dika tidak memiliki alasan untuk tidak mensyukuri semua itu. Dokter membawa bayi yang telah di
Usai acara syukuran yang di gelar secara resmi di rumah Dika, tiba-tiba ia mendapatkan sebuah pesan yang mengejutkan baginya, kejadian Tasya terjatuh di sebuah toko di mall yang hampir terlupa oleh Dika yang disibukkan dengan kehadiran buah hatinya. [Apa, jadi istri saya sebenarnya tidak jatuh, tapi di dorong oleh seseorang?] Tanya Dika ketika mendapat telpon dari salah satu bodyguardnya. [Benar Tuan, menurut dari rekaman CCTV yang ada di toko itu, nyonya Tasya tidak kecelakaan tunggal hingga membuatnya pendarahan, tetapi ada seseorang yang sengaja ingin membuatnya celaka] ucapnya membenarkan. [Siapa orangnya, berikan bukti yang jelas agar saya bisa menyusut tuntas orangnya!] titah Dika garang, ia seketika bangkit dari tempat duduknya, tak menyangka jika ternyata ada orang yang berani mengusik keluarga kecilnya. [Wajah orang itu tidak terlihat di CCTV Tuan, yang terlihat dengan jelas adalah pada saat dia mendorong nyonya] sahutnya menjelaskan. [Baik lah, kalau begitu terima kasih
"Loh Mas, kok kamu nggak berangkat bekerja?" tanya Tasya yang menyadari suaminya masih ada di rumah, sambil menggendong putranya yang ternyata sudah mandi. "Kamu mandiin anak kita, Mas?" tambah Tasya setengah terkejut. "Iya, tadi Sauqi bangun dan dia pup, karena kasihan sama kamu yang masih tidur nyenyak, aku jadi nggak tega bangunin kamu," ucap Dika mengulas senyum. "Ya ampun Mas, walaupun aku tidurnya nyenyak banget, harusnya kamu tetep bangunin aku biar pekerjaan kantor kamu nggak terganggu, aku jadi nggak enak kan kalau kayak gini," sahut Tasya yang merasa sangat malu. "Udah nggak usah merasa kayak gitu, kita itu suami istri, udah sepantasnya kita sama-sama mengurus anak kita." jelas Dika yang sama sekali tidak merasa keberatan. Namun tetap saja, Tasya merasa tidak enak dan ia canggung saat ini pada Dika. Wanita itu sepertinya bingung apa dulu yang harus ia lakukan, karena pagi ini tidak ada yang datang, baik mama mertua atau ibunya, benar-benar ia harus mandiri saat ini. "Ta
Dika pergi begitu saja tanpa menjawab pertanyaan dari Tasya, hal itu membuat Tasya kecewa, tetapi ia mencoba untuk mengerti jika saat ini suaminya itu sedang buru-buru. Pergi ke kantor cabang, untuk menemui Zahra yang saat ini masih aktif bekerja di kantornya, dengan langkah yang begitu cepat, kini akhirnya Dika sudah tiba di depan pintu ruangan wanita itu. Kedatangan Dika yang begitu tiba-tiba dan dengan memasang wajah marah membuat Zahra terkejut bukan main, apalagi saat itu Dika segera menutup pintu lalu menguncinya dari dalam. "D-dika, kenapa kamu mengunci pintu ruangan itu," Zahra berbicara dengan setengah terbata. Namun tak dihiraukan oleh pria itu, ia melanjutkan langkahnya hingga tak terasa membuat Zahra melangkah mundur dan kini terpentok di sebuah tembok. "Apa-apaan ini Dika kenapa kamu melakukan ini! Menyingkirkan lah sekarang, aku tidak bisa bergerak bebas," pintanya yang merasa tertekan."Kau sudah melampaui batasan Zahra, kau melanggar aturan sebagai seorang manusia!
"Tasya, aku sudah meminta maaf padamu, kenapa kamu justru mencerca ku seperti ini," protes Zahra yang tidak terima dengan kemarahan Tasya. "Cercaan ku ini tidak seberapa sakit saat kamu melakukan perbuatan yang telah kamu lakukan padamu, kalau sampai kejadian itu sampai membuat aku kehilangan anak atau bahkan diriku sendiri yang tidak selamat, apa kamu tidak akan merasa bersalah atas perbuatan mu!" omel Tasya yang benar-benar tidak menyangka, selama ini Tasya mengira bahwa Zahra adalah mantan kekasih suaminya yang baik. "Kamu harus tahu alasanku Tasya, aku melakukan ini spontan karena aku cemburu melihat kemesraan kamu dengan mas Dika waktu itu, otakku buntu dan aku hilang arah, sampai saat aku melihat ada situasi yang tepat, aku memutuskan untuk melakukan tindakan itu." seru Zahra memperjelas semuanya. Tasya menurut mulut dengan salah satu tangannya, tak menyangka jika wanita di hadapannya ini masih menyimpan perasaan pada suaminya. Yang lebih membuatnya tidak menyangka, Zahra ber
Hari berganti minggu dan minggu pun berganti bulan, Tasya yang sudah sibuk dengan dunianya itu sedikit demi sedikit sudah mulai terbiasa, pagi ini setelah kepergian Dika ke kantor, ia memutuskan untuk pergi ke taman yang tidak jauh dari komplek perumahannya. Tak lupa, Tasya mengajak Surti untuk menemani perjalanannya di pagi hari ini, bersama putranya yang saat ini berada di sebuah sepeda yang di dorong pelan olehnya. "Wah, akhirnya Mama bisa keluar juga dari rumah setelah beberapa minggu terkurung karena proses penyembuhan," ucap Tasya merasa begitu lega, aroma segar udara pagi begitu membuatnya rileks. "Iya ya Non, udara pagi itu memang sangat menyebarkan," sahut Surti tak kalah senang. Mereka pun kembali melanjutkan perjalanan, sambil terus mengobrol ringan hingga akhirnya mereka tiba di sebuah kursi besi yang saat ini kosong tak ada yang menempati, di taman itu hanya ada beberapa anak-anak saja yang juga sedang asik bermain. "Non, duduk lah di sini, den Sauqi sepertinya begit
Malam ini Tasya sengaja tidak tidur setelah seharian menjaga Sauqi, ia menanti kedatangan sang suami yang sudah hampir jam sebelas malam belum kunjung kembali, wanita itu mulai gelisah, ia menatap layar ponsel nya namun tak ada satu panggilan pun yang di balas oleh Dika. "Ke mana si mas Dika, kenapa dia nggak kasih aku kabar kalau dia bakal pulang telat kayak gini, aku kan jadi khawatir sama dia." monolog Tasya menatap layar ponsel nya cemas. Tasya terlihat mondar-mandir tidak jelas di ruang tamu, sampai akhirnya sebuah pesan masuk yang dikirim oleh seseorang yang tak dikenal. Buru-buru Tasya membuka pesan tersebut, dan betapa terkejutnya Tasya ketika melihat sebuah foto Dika yang sedang tidur dengan lelap, berada di sebuah ranjang besar, yang dibalut seprei berwarna putih polos. "Deg! Apa-apaaan ini, kenapa mas Dika ada di kamar itu, di mana ini?!" Tasya syok, tubuhnya tumbang di sebuah sofa yang empuk, rasanya ia benar-benar tidak percaya. Air mata pun seketika tumpah ruah kala