Dika pergi begitu saja tanpa menjawab pertanyaan dari Tasya, hal itu membuat Tasya kecewa, tetapi ia mencoba untuk mengerti jika saat ini suaminya itu sedang buru-buru. Pergi ke kantor cabang, untuk menemui Zahra yang saat ini masih aktif bekerja di kantornya, dengan langkah yang begitu cepat, kini akhirnya Dika sudah tiba di depan pintu ruangan wanita itu. Kedatangan Dika yang begitu tiba-tiba dan dengan memasang wajah marah membuat Zahra terkejut bukan main, apalagi saat itu Dika segera menutup pintu lalu menguncinya dari dalam. "D-dika, kenapa kamu mengunci pintu ruangan itu," Zahra berbicara dengan setengah terbata. Namun tak dihiraukan oleh pria itu, ia melanjutkan langkahnya hingga tak terasa membuat Zahra melangkah mundur dan kini terpentok di sebuah tembok. "Apa-apaan ini Dika kenapa kamu melakukan ini! Menyingkirkan lah sekarang, aku tidak bisa bergerak bebas," pintanya yang merasa tertekan."Kau sudah melampaui batasan Zahra, kau melanggar aturan sebagai seorang manusia!
"Tasya, aku sudah meminta maaf padamu, kenapa kamu justru mencerca ku seperti ini," protes Zahra yang tidak terima dengan kemarahan Tasya. "Cercaan ku ini tidak seberapa sakit saat kamu melakukan perbuatan yang telah kamu lakukan padamu, kalau sampai kejadian itu sampai membuat aku kehilangan anak atau bahkan diriku sendiri yang tidak selamat, apa kamu tidak akan merasa bersalah atas perbuatan mu!" omel Tasya yang benar-benar tidak menyangka, selama ini Tasya mengira bahwa Zahra adalah mantan kekasih suaminya yang baik. "Kamu harus tahu alasanku Tasya, aku melakukan ini spontan karena aku cemburu melihat kemesraan kamu dengan mas Dika waktu itu, otakku buntu dan aku hilang arah, sampai saat aku melihat ada situasi yang tepat, aku memutuskan untuk melakukan tindakan itu." seru Zahra memperjelas semuanya. Tasya menurut mulut dengan salah satu tangannya, tak menyangka jika wanita di hadapannya ini masih menyimpan perasaan pada suaminya. Yang lebih membuatnya tidak menyangka, Zahra ber
Hari berganti minggu dan minggu pun berganti bulan, Tasya yang sudah sibuk dengan dunianya itu sedikit demi sedikit sudah mulai terbiasa, pagi ini setelah kepergian Dika ke kantor, ia memutuskan untuk pergi ke taman yang tidak jauh dari komplek perumahannya. Tak lupa, Tasya mengajak Surti untuk menemani perjalanannya di pagi hari ini, bersama putranya yang saat ini berada di sebuah sepeda yang di dorong pelan olehnya. "Wah, akhirnya Mama bisa keluar juga dari rumah setelah beberapa minggu terkurung karena proses penyembuhan," ucap Tasya merasa begitu lega, aroma segar udara pagi begitu membuatnya rileks. "Iya ya Non, udara pagi itu memang sangat menyebarkan," sahut Surti tak kalah senang. Mereka pun kembali melanjutkan perjalanan, sambil terus mengobrol ringan hingga akhirnya mereka tiba di sebuah kursi besi yang saat ini kosong tak ada yang menempati, di taman itu hanya ada beberapa anak-anak saja yang juga sedang asik bermain. "Non, duduk lah di sini, den Sauqi sepertinya begit
Malam ini Tasya sengaja tidak tidur setelah seharian menjaga Sauqi, ia menanti kedatangan sang suami yang sudah hampir jam sebelas malam belum kunjung kembali, wanita itu mulai gelisah, ia menatap layar ponsel nya namun tak ada satu panggilan pun yang di balas oleh Dika. "Ke mana si mas Dika, kenapa dia nggak kasih aku kabar kalau dia bakal pulang telat kayak gini, aku kan jadi khawatir sama dia." monolog Tasya menatap layar ponsel nya cemas. Tasya terlihat mondar-mandir tidak jelas di ruang tamu, sampai akhirnya sebuah pesan masuk yang dikirim oleh seseorang yang tak dikenal. Buru-buru Tasya membuka pesan tersebut, dan betapa terkejutnya Tasya ketika melihat sebuah foto Dika yang sedang tidur dengan lelap, berada di sebuah ranjang besar, yang dibalut seprei berwarna putih polos. "Deg! Apa-apaaan ini, kenapa mas Dika ada di kamar itu, di mana ini?!" Tasya syok, tubuhnya tumbang di sebuah sofa yang empuk, rasanya ia benar-benar tidak percaya. Air mata pun seketika tumpah ruah kala
"Jangan mimpi kamu Zahra, aku masih waras, istriku adalah Tasya, dan hanya dia yang berhak atas semuanya," tolak Dika mentah-mentah."Mas, sudah lah, di sini adanya aku, bukan Tasya. Bahkan kalau pun kamu pulang ke rumah, kamu akan melihat penampilan Tasya yan sudah tidak seperti dulu lagi, kamu akan melihat istrimu itu sibuk dengan anaknya tanpa memperhatikan penampilan untukmu," sahut Zahra tak ingin berhenti menggoda Dika. Bahkan tangannya dengan berani meraba dada bidang itu yang tak tertutup kain sehelai pun."Lepas Zahra! Kau benar-benar sudah tidak waras!" Pekik Dika langsung melepaskan tangan Zahra yang membuatnya sangat risih.Pria itu bergegas pergi meninggalkan ranjang, mengambil pakaiannya yang berserakan di lantai, lalu ia masuk ke kamar mandi dan keluar dengan penampilan yang sudah rapi, sementara Zahra sendiri masih dengan santai merebahkan tubuhnya dengan pakaian yang masih berserakan di lantai, tatapan mata Zahra begitu nakal ketika Dika tidak berhasil membuka pintu ka
Siang itu, tiba-tiba Zahra datang menemui Dika di ruangannya, ia bahkan tidak mengetuk terlebih dahulu atau meminta izin untuk masuk, kejadian di malam itu seolah menjadikan Zahra sebagai wanita yang begitu sangat berani. Dika terkejut dengan kedatangan masa lalunya itu, ia bahkan terlihat jengkel karena tiba-tiba Zahra masuk tanpa izin ke ruangan pribadinya. "Lancang sekali kamu Zahra, kenapa kamu masuk ke ruangan ku tanpa izin!" marah Dika kesal. "Maafkan aku Mas, aku tidak bermaksud untuk membuatmu marah. Tapi aku datang ke sini karena aku ingin mengajak mu makan siang bersama," ucap Zahra begitu percaya diri, ia bahkan duduk di meja kerja Dika dengan memperlihatkan lekukan tubuhnya. "Apa-apaan kamu ini Zahra? Apa kamu datang ke sini untuk menggoda ku? Maaf Zahra, aku sama sekali tidak tertarik," celetuk Dika yang langsung memalingkan wajah, apapun yang terjadi pada malam bersama Zahra, pria itu nampak tidak mempedulikan apapun. "Mas, yakin kamu tidak tertarik padaku? Padahal
Dor! Dor! Dor! Dika memaksa untuk masuk, namun pintu kamar Tasya terkunci dari dalam, Tasya yang terjaga itu segera bangun dan membuka pintu, betapa terkejutnya Tasya saat mendapati suami pulang dalam keadaan mabuk, hal yang tidak pernah ia lihat selama menikah dengan Dika, namun malam ini ia benar-benar syok melihat sesuatu yang baru saja terjadi itu. "Mas, kamu mabuk? Astaga, kamu kenapa harus melakukan ini si Mas," protes Tasya saat mencoba membantu Dika masuk dan memapahnya. "Banyak sekali masalah ku akhir-akhir ini Tasya, aku benar-benar dibuat sakit kepala," oceh Dika dalam setengah sadar. "Apa si masalah kamu, kenapa kamu harus lari untuk minum-minuman seperti ini. Mas, kamu sudah punya Sauqi, harusnya kamu itu belajar untuk menjadi seorang ayah yang baik, bukan seperti ini," omel Tasya, wanita itu merebahkan tubuh Dika ke atas ranjang. Ia juga melepaskan sepatu dan kaus suaminya dengan sabar. "Mas, minum dulu." Tasya membantu Dika bangkit untuk meneguk air mineral yang se
Hari berganti minggu dan minggu pun berganti bulan, meskipun telah selesai nifas Tasya nampak tidak begitu memperhatikan Dika lagi, kedatangan Sauqi benar-benar membuat dunia Tasya berbeda jauh, ia terlalu sibuk setiap hari hingga mengabaikan Dika yang sudah menantikan kebersamaan dengan Tasya. Rupanya kedatangan Sauqi tak benar-benar membuat keluarga itu bahagia. Apalagi Dika selalu mendapatkan rayuan maut dari mantan kekasih yang dengan rela memberikan apapun pada nya dan juga ikhlas menawarkan diri untuk menjadi kekasih gelap. Pagi ini Dika sudah siap untuk pergi ke kantor, ia menghampiri Tasya yang masih sibuk menggendong dan menimang Sauqi, pria itu pamit dan di respon biasa saja dari Tasya yang terlihat tetap fokus pada putranya. "Tasya, apa kamu tidak bisa menatapku walau cuma sebentar saja, aku ini pamit mau kerja loh, dan aku nggak tahu akan pulang jam berapa nantinya," protes Dika menahan kesal. "Ya ampun Mas, tanpa aku menatap kamu saja aku sudah tahu kalau kamu memang