Esok paginya, Cahyo berangkat ke kantor pagi-pagi sekali, karena ia akan membuat perhitungan pada Ana yang telah berani menertawakan nasibnya saat ini, diam-diam Cahyo masuk ke ruangan Ana dan mengambil beberapa berkas penting yang ia yakini bahwa berkas tersebut akan digunakan untuk meeting pagi ini. Saat berkas itu sudah ada di tangannya, Cahyo buru-buru keluar dari ruangan tersebut dengan mengendap-ngendap, dan masuk ke ruangan pribadinya. Tawa pun menggelegar di sana, Cahyo merasa menang lantaran berhasil mengambil barang penting yang akan menjadi masalah jika tidak ada."Ini akibatnya kalau kamu main-main denganku, Ana. Hari ini aku akan pastikan kalau kamu akan mendapatkan masalah." ungkap Cahyo menatap tajam ke arah berkas penting itu. Sementara Ana sendiri nampak bersemangat memasuki ruangannya, tidak ada filing apapun yang ia rasakan sejak melangkahkan kakinya menuju ke ruangan. Ana justru nampak lebih ramah dari biasanya pada para karyawan lain, dan masuk ke ruangannya den
"Bu Tasya ke sini?" tanya Ana, pada salah satu karyawan yang mendengar kabar bahwa istri dari atasannya itu akan datang ke kantor. "Ibu bu Ana, katanya tadi kalau bu Tasya datang di suruh langsung ke ruangan pak Dika aja," ucapnya memberi tahu. "Tapi kok pak Dika nggak kasih tahu aku ya?" Ana pun bertanya bingung. "Mungkin belum, atau mungkin karena terlalu sibuk, sampai memberitahukan pada siapapun yang pak Dika temui." jawabnya asal. Sebenarnya jawaban itu sangat tidak masuk akal, namun Ana mencoba untuk menenangkan dirinya sendiri. Meskipun jauh di lubuk hatinya yang dalam, Ana berpikir jika Dika masih marah dan kecewa padanya. Benar saja, selang beberapa menit, Tasya datang dengan keadaan perutnya yang semakin membesar, wanita itu melangkahkan kakinya masuk dengan senyuman yang begitu ramah. Menyapa semua karyawan yang berpapasan dengannya. "Selamat siang bu Tasya," sapa Ana melempar senyum, menyambut kedatangan Tasya dengan ramah. "Selamat siang mbak, saya mau ketemu sama
"Terima kasih banyak sayang, aku benar-benar merasakan dicintai oleh kamu," ucap Dika mengulas senyum menatap wajah ayu Tasya. "Sama-sama Mas, aku juga senang bisa melakukan semua ini untuk kamu, aku bahagia bisa melayani kamu dengan baik. Dan aku senang jika kamu menikmatinya," sahut Tasya membalas senyuman suaminya. "Tentu saja aku sangat menikmati semua ini," lirih Dika mengecup mesra punggung tangan istrinya. "Mas, apa aku boleh tanya sesuatu sama kamu?" Tasya menghentikan aksi memijit nya. Dika pun menatap wajah Tasya dan memintanya duduk di sampingnya, ia mulai fokus pada tatapan Tasya yang mengarah dalam padanya. "Apa Tasya, kamu mau bertanya tentang apa," ucap Dika santai. "Mas, sifat kamu sangat baik sama aku setelah kamu tahu aku hamil, tapi ada sesuatu yang ingin sekali aku tanyakan selama ini, yang aku nggak berani sebenarnya untuk jujur sama kamu, tapi aku penasaran Mas, aku pengen banget nanyain ini," sahut Tasya yang merasa sedikit tidak enak. "Mas, apa kamu udah
Zahra mengendap-endap saat hendak mendekati Tasya yang masih fokus memilah dan memilih produk apa saja yang ia inginkan, di saat yang sangat tepat, Zahra tiba-tiba mendekati Tasya dan mendorong wanita hamil itu dengan sangat kuat. Hingga membuat perut Tasya terbentur keranjang baju yang berukuran cukup besar itu. Dengan cepat Zahra pun menghilangkan jejaknya, meninggalkan Tasya yang kesakitan seorang diri di sana, kebetulan toko itu sepi, lantaran Dika memang sengaja meminta penjaga toko untuk tidak menerima pengunjung sebelum istrinya menyelesaikan hajatnya. "Auuuw.... Tolong! Mas Dika..."Sebuah teriakan dari Tasya terdengar sangat memilukan, bagaimana tidak, ada darah segar yang mengalir di selangkangan wanita itu yang terbuka. Di tengah menahan rasa sakit dan permintaan pertolongan, akhirnya penjaga toko tersebut menyadari suara rintihan seseorang. Betapa terkejutnya ia ketika menyadari pengunjung spesialnya itu sedang mengalami pendarahan hebat, dengan rasa takut yang berkeca
Uwek... Uwek... Hampir satu jam menunggu, suara tangis si jabang bayi pun menggema. Dika terperanjat dari tempat duduknya ketika mendengar suara tangis dari dalam sana. Kedua matanya berbinar seolah menunjukkan betapa bahagianya ia tanpa mengutarakan dengan kata-kata. mama Riri, papa Arkana, dan bu Nirma pun turut bangkit dan tersenyum menatap Dika. "Selamat ya Dika, sekarang kamu sudah menjadi seorang ayah," ucap mama Riri bangga. "Ya, benar. Mulai hari ini kamu sudah menjadi seorang ayah," sambung papa Arkana mengulas senyum. "Selamat juga untuk kamu dari Ibu ya Dika, terima kasih telah memberikan gelar nenek untuk Ibu." bu Nirma tak kalah memberikan selamat pada menantunya itu. Dika tersenyum sangat bahagia, ia memeluk orang tua dan mertuanya secara bergantian. Ia mengucapkan syukur yang tak terhingga meskipun sebenarnya kelahiran bayinya dipercepat dari tanggal dan waktunya. Namun Dika tidak memiliki alasan untuk tidak mensyukuri semua itu. Dokter membawa bayi yang telah di
Usai acara syukuran yang di gelar secara resmi di rumah Dika, tiba-tiba ia mendapatkan sebuah pesan yang mengejutkan baginya, kejadian Tasya terjatuh di sebuah toko di mall yang hampir terlupa oleh Dika yang disibukkan dengan kehadiran buah hatinya. [Apa, jadi istri saya sebenarnya tidak jatuh, tapi di dorong oleh seseorang?] Tanya Dika ketika mendapat telpon dari salah satu bodyguardnya. [Benar Tuan, menurut dari rekaman CCTV yang ada di toko itu, nyonya Tasya tidak kecelakaan tunggal hingga membuatnya pendarahan, tetapi ada seseorang yang sengaja ingin membuatnya celaka] ucapnya membenarkan. [Siapa orangnya, berikan bukti yang jelas agar saya bisa menyusut tuntas orangnya!] titah Dika garang, ia seketika bangkit dari tempat duduknya, tak menyangka jika ternyata ada orang yang berani mengusik keluarga kecilnya. [Wajah orang itu tidak terlihat di CCTV Tuan, yang terlihat dengan jelas adalah pada saat dia mendorong nyonya] sahutnya menjelaskan. [Baik lah, kalau begitu terima kasih
"Loh Mas, kok kamu nggak berangkat bekerja?" tanya Tasya yang menyadari suaminya masih ada di rumah, sambil menggendong putranya yang ternyata sudah mandi. "Kamu mandiin anak kita, Mas?" tambah Tasya setengah terkejut. "Iya, tadi Sauqi bangun dan dia pup, karena kasihan sama kamu yang masih tidur nyenyak, aku jadi nggak tega bangunin kamu," ucap Dika mengulas senyum. "Ya ampun Mas, walaupun aku tidurnya nyenyak banget, harusnya kamu tetep bangunin aku biar pekerjaan kantor kamu nggak terganggu, aku jadi nggak enak kan kalau kayak gini," sahut Tasya yang merasa sangat malu. "Udah nggak usah merasa kayak gitu, kita itu suami istri, udah sepantasnya kita sama-sama mengurus anak kita." jelas Dika yang sama sekali tidak merasa keberatan. Namun tetap saja, Tasya merasa tidak enak dan ia canggung saat ini pada Dika. Wanita itu sepertinya bingung apa dulu yang harus ia lakukan, karena pagi ini tidak ada yang datang, baik mama mertua atau ibunya, benar-benar ia harus mandiri saat ini. "Ta
Dika pergi begitu saja tanpa menjawab pertanyaan dari Tasya, hal itu membuat Tasya kecewa, tetapi ia mencoba untuk mengerti jika saat ini suaminya itu sedang buru-buru. Pergi ke kantor cabang, untuk menemui Zahra yang saat ini masih aktif bekerja di kantornya, dengan langkah yang begitu cepat, kini akhirnya Dika sudah tiba di depan pintu ruangan wanita itu. Kedatangan Dika yang begitu tiba-tiba dan dengan memasang wajah marah membuat Zahra terkejut bukan main, apalagi saat itu Dika segera menutup pintu lalu menguncinya dari dalam. "D-dika, kenapa kamu mengunci pintu ruangan itu," Zahra berbicara dengan setengah terbata. Namun tak dihiraukan oleh pria itu, ia melanjutkan langkahnya hingga tak terasa membuat Zahra melangkah mundur dan kini terpentok di sebuah tembok. "Apa-apaan ini Dika kenapa kamu melakukan ini! Menyingkirkan lah sekarang, aku tidak bisa bergerak bebas," pintanya yang merasa tertekan."Kau sudah melampaui batasan Zahra, kau melanggar aturan sebagai seorang manusia!