"Ya Allah, Mas Dika kenapa?" tanya Tasya ketika melihat keadaan Dika yang dipapah oleh Cahyo. "Dia mabuk, aku bertemu dengannya di bar, aku akan membantumu membawanya masuk, sekarang buka lah pintunya." pinta Cahyo.Tasya pun buru-buru membukakan pintu dan membantu Cahyo, mereka membawa Dika ke kamarnya yang berada di lantai atas, setelan tiba Cahyo membantu merebahkan Dika di kasur yang berukuran besar itu, sementara Tasya turun kembali untuk mengambilkan air minum. "Dika, kau harus lampiaskan hasrat mu pada Tasya, karena jika tidak, kau akan semakin tersiksa," bisik Cahyo pada Dika. Dika masih merasakan hawa panas dan perasaan yang tak karuan itu, rasanya benar-benar sesak. Cahyo mengulas senyum dan ia memutuskan untuk pergi, saat membuka pintu kamar, Cahyo bertemu dengan Tasya, wanita itu adalah istri Dika. Tasya nampak kikuk ketika Cahyo menatap nya lekat. "Maaf, karena Dika sudah berada di kamar, aku mau pamit pulang," ucap Cahyo. "Oh, baik lah, terima kasih sebelumnya, aku a
Hari berganti minggu, dan minggu pun berganti bulan, setelah kejadian malam itu, Tasya dan Dika masih tidur terpisah, dan Dika pun masih bersikap seperti biasanya seolah tidak terjadi apa-apa pada mereka. Tasya pun masih memendam harapan jika kejadian waktu itu akan mengetuk pintu hati Dika untuk mulai menerima pernikahan itu, namun sampai saat ini Dika justru masih bersikap sama, karena tidak mau memikirkan hal itu terlalu dalam, akhirnya Tasya memutuskan untuk kembali fokus bekerja membersihkan rumah. Hari ini Tasya merasa berbeda, ia terlihat sangat kelelahan sehingga keringat mengucur deras di keningnya, karena tidak tahan akhirnya Tasya memutuskan untuk duduk di sebuah anak tangga antara lantai bawah ke lantai atas. Dika membuka pintu, karena hari libur, Dika memutuskan untuk pergi joging seperti yang biasa ia lakukan, saat Dika membuka pintu, ia menyadari keberadaan Tasya sedang duduk karena kelelahan. "Tasya, kamu kenapa?" tegur Dika terhenti dari langkahnya. Tasya terkeju
"Selamat ya, sebentar lagi, kalian akan jadi nenek, dan kakek," ucap dokter itu melempar senyum. "Apa, jadi maksud dokter menantu saya itu sedang hamil?" mama Riri membulatkan matanya ke arah dokter yang menangani Tasya. "Ya Bu, apa yang dialami oleh menantu anda adalah hal wajar bagi ibu yang sedang hamil, karena keadaan calon ibu sedang lemah, saya sarankan untuk dirawat inap sementara, takutnya terjadi apa-apa pada kandungannya," sambungnya menjelaskan. "Ya, ya Dok, lakukan yang terbaik untuk menantu saya." jawab mama Riri begitu bahagia. Mama Riri bergandengan tangan dengan Bu Nirma, bahkan mereka saling berpelukan. Sebagai ekspresi kebahagiaan yang tak terbendung, sementara papa Arkana hanya mengulas senyum bahagia karena akhirnya apa yang ia dambakan selama ini akan segera terwujud juga, papa Arkana menepuk-nepuk pundak Dika, dengan senyuman mengembang di wajahnya. "Lihat lah Dika, kedua wanita itu begitu sangat bahagia menerima kabar tentang calon anak keturunan mu yang ka
Tring... Tring... Malam hari itu, Dika menghubungi mama Riri. Karena ia merasa tidak nyaman berada di rumah sakit menemani Tasya, mama Riri yang belum tidur pun mengangkat telpon putra kesayangannya itu. "Halo Dika, ada apa?""Ma, Mama ke sini dong, aku nggak bisa tidur di ruangan Tasya, aku pulang aja ya,""Eh, kok pulang, nggak bisa gitu dong Dika! Kalau memang kamu nggak bisa tidur di sofa, ya kamu tidur saja di atas brankar sama Tasya, lagian kalian itu sudah suami istri, jadi nggak papa dong kalian tidur satu brankar,""Nggak Ma, aku nggak mau, ayo dong Ma, jangan ngasih solusi yang nggak mungkin aku lakukan," "Kok nggak mungkin di lakukan si, memangnya apa alasan kamu, Dika! Udah ah, Mama ngantuk, mau tidur."TuuutDengan cepat mama Riri mematikan ponselnya, sengaja ia menutup telinga dari rengekan Dika yang membuat dirinya sebenarnya tidak tega, namun apa boleh buat. Mau tidak mau Dika harus bertanggung jawab dengan pernikahannya yang sudah berjalan selama ini. Dika pun ter
"Silahkan, ini kamar mu," ucap Dika mengantarkan asisten rumah tangga yang dikirimkan oleh mama Riri ke kamar Tasya. Tasya mengerutkan kening ketika suaminya itu mempersilahkan masuk asisten rumah tangga yang bernama bi Surti itu ke kamarnya, namun Tasya tak berani bertanya apa maksudnya, Dika nampak sibuk memberikan beberapa tugas pada bi Surti, dari membersihkan ruangan tamu, ruangan keluarga, memasak, dan membersihkan kamarnya yang ada di lantai atas. Sementara Tasya sendiri hanya duduk di sebuah ayunan dengan tangan yang masih mengelus lembut perutnya yang masih rata. Setelah memberikan beberapa tugas pada bik Surti, Dika pun mempersilahkan bi Surti untuk istirahat dulu sejenak, karena sore nanti ia memintanya untuk membuatkan makanan. Tasya bangkit dari tempat duduknya ketika Dika menghampiri dirinya di ayunan. "Mas, kenapa kamu pakai kamarku untuk bi Surti, lalu aku akan tidur di mana?" tanya Tasya, akhirnya pertanyaan itu sampai pada pemilik rumah tersebut. "Karena kamu se
"Istriku hamil, Zahra," ucap Dika membalas tatapan wanita itu dengan serius. "Apa, jadi Tasya benar-benar hamil?" lirih Zahra, apa yang ia dengar dari Ana, rupanya memang benar. Saat itu Zahra tidak bisa berkata apa-apa selain hanya diam menerima kenyataan yang baru saja ia dengar. Dan saat suasana itu masih tegang, tiba-tiba Tasya datang dengan membawakan minuman dan cemilan untuk Zahra. "Mas, ada tamu kok nggak dijamu, si," ucap Tasya. "Emm, maaf sayang, aku pikir Zahra hanya datang sebentar untuk membicarakan soal pekerjaan di kantor," seru Dika beralasan. "Ya tapi tetap saja dia datang sebagai tamu, tamu itu adalah raja yang harus kita hormati," sahut Tasya melempar senyum pada Zahra. "Mbak Zahra, silahkan dinikmati minuman dan cemilannya," sambung Tasya. "Ya, terima kasih." singkat Zahra menjawab. Saat itu pandangan Zahra tak berkedip sedikit pun dalam memperhatikan perut Tasya yang masih rata, entah apa yang ada dalam pikiran wanita itu saat ini, namun Dika sangat ingin
Uwek! Uwek! Tiba-tiba Dika mendengar suara seorang wanita yang sedang berusaha memuntahkan isi dalam perutnya, dan saat ia menyadari bahwa Tasya sudah tidak ada di atas ranjang yang sama dengannya, Dika pun segera mencari sumber suara yang ternyata ada di kamar mandi. Dengan cepat Dika membuka pintu, dan benar saja, bahwa itu adalah Tasya. Dika dengan cepat memijit tengkuk leher Tasya untuk membantunya. "Tasya, apa kamu tidak apa-apa?" tanya Dika memastikan. "Aku nggak papa Mas, cuma aku tadi tiba-tiba mual aja, uwek!" Tasya terlihat sangat pucat, nampaknya kehamilan pertamanya ini membuat tubuhnya sangat lemas. "Ya sudah, ayo aku bantu, kita kembali ke ranjang." ajak Dika yang langsung menggendong Tasya. Dika merebahkan tubuh Tasya di sana, memberikan air minum agar ia merasa sedikit lebih baik. "Mas, aku kok tiba-tiba pengen makan yang asem-asem ya," ucap Tasya setelah meneguk minuman yang diberikan oleh suaminya. "Asem-asem? Contoh nya apa, Tasya?" tanya Dika menatap bingun
"Mas," Tasya memanggil suaminya yang saat ini sudah membawakan apa yang ia inginkan di dalam mangkuk yang cukup besar itu, Tasya tiba-tiba tersenyum bahagia ketika mengetahui bahwa yang Dika bawa adalah mangga muda yang sudah di campur dengan sambal kacang. "Ini yang kamu inginkan, sudah aku carikan, dan aku buatkan," ucap Dika. "Ya ampun, makasih banyak ya Mas, akhirnya aku bisa memakan buah asam ini," seru Tasya menerima makanan itu dengan suka cita. "Ya, semoga kamu suka. Makan lah." Dika pun meminta Tasya untuk mencicipi makanan yang telah ia sodorkan. Tak lama kemudian makanan itu benar-benar masuk ke dalam mulut Tasya tanpa merasa bahwa buah itu sangat masam, justru Tasya nampak menikmati makanan itu dengan semangat yang membara. "Mas, kamu mau?" tawar Tasya menyodorkan mangkuk itu pada Dika. "Tidak, tidak, aku tidak mau, aku tidak suka buah yang asam-asam," tolak Dika mengernyitkan dahi. "Mas, ini nggak asem kok. Kamu cobain deh, ini aku suapin," paksa Tasya memberikan