"Istriku hamil, Zahra," ucap Dika membalas tatapan wanita itu dengan serius. "Apa, jadi Tasya benar-benar hamil?" lirih Zahra, apa yang ia dengar dari Ana, rupanya memang benar. Saat itu Zahra tidak bisa berkata apa-apa selain hanya diam menerima kenyataan yang baru saja ia dengar. Dan saat suasana itu masih tegang, tiba-tiba Tasya datang dengan membawakan minuman dan cemilan untuk Zahra. "Mas, ada tamu kok nggak dijamu, si," ucap Tasya. "Emm, maaf sayang, aku pikir Zahra hanya datang sebentar untuk membicarakan soal pekerjaan di kantor," seru Dika beralasan. "Ya tapi tetap saja dia datang sebagai tamu, tamu itu adalah raja yang harus kita hormati," sahut Tasya melempar senyum pada Zahra. "Mbak Zahra, silahkan dinikmati minuman dan cemilannya," sambung Tasya. "Ya, terima kasih." singkat Zahra menjawab. Saat itu pandangan Zahra tak berkedip sedikit pun dalam memperhatikan perut Tasya yang masih rata, entah apa yang ada dalam pikiran wanita itu saat ini, namun Dika sangat ingin
Uwek! Uwek! Tiba-tiba Dika mendengar suara seorang wanita yang sedang berusaha memuntahkan isi dalam perutnya, dan saat ia menyadari bahwa Tasya sudah tidak ada di atas ranjang yang sama dengannya, Dika pun segera mencari sumber suara yang ternyata ada di kamar mandi. Dengan cepat Dika membuka pintu, dan benar saja, bahwa itu adalah Tasya. Dika dengan cepat memijit tengkuk leher Tasya untuk membantunya. "Tasya, apa kamu tidak apa-apa?" tanya Dika memastikan. "Aku nggak papa Mas, cuma aku tadi tiba-tiba mual aja, uwek!" Tasya terlihat sangat pucat, nampaknya kehamilan pertamanya ini membuat tubuhnya sangat lemas. "Ya sudah, ayo aku bantu, kita kembali ke ranjang." ajak Dika yang langsung menggendong Tasya. Dika merebahkan tubuh Tasya di sana, memberikan air minum agar ia merasa sedikit lebih baik. "Mas, aku kok tiba-tiba pengen makan yang asem-asem ya," ucap Tasya setelah meneguk minuman yang diberikan oleh suaminya. "Asem-asem? Contoh nya apa, Tasya?" tanya Dika menatap bingun
"Mas," Tasya memanggil suaminya yang saat ini sudah membawakan apa yang ia inginkan di dalam mangkuk yang cukup besar itu, Tasya tiba-tiba tersenyum bahagia ketika mengetahui bahwa yang Dika bawa adalah mangga muda yang sudah di campur dengan sambal kacang. "Ini yang kamu inginkan, sudah aku carikan, dan aku buatkan," ucap Dika. "Ya ampun, makasih banyak ya Mas, akhirnya aku bisa memakan buah asam ini," seru Tasya menerima makanan itu dengan suka cita. "Ya, semoga kamu suka. Makan lah." Dika pun meminta Tasya untuk mencicipi makanan yang telah ia sodorkan. Tak lama kemudian makanan itu benar-benar masuk ke dalam mulut Tasya tanpa merasa bahwa buah itu sangat masam, justru Tasya nampak menikmati makanan itu dengan semangat yang membara. "Mas, kamu mau?" tawar Tasya menyodorkan mangkuk itu pada Dika. "Tidak, tidak, aku tidak mau, aku tidak suka buah yang asam-asam," tolak Dika mengernyitkan dahi. "Mas, ini nggak asem kok. Kamu cobain deh, ini aku suapin," paksa Tasya memberikan
Ting... Tong... Sebuah bel berbunyi, bi Surti segera membuka pintu dan menghentikan aktifitas Tasya yang saat itu sedang mengobrol ringan dengan Zahra. Lalu tiba-tiba datang seorang pria yang tak lain adalah Cahyo, tatapan Zahra pun membulat ke arah mantan suaminya itu. 'Mau apa dia ke sini!' batin Zahra terlihat gelisah. Sementara Cahyo sendiri melempar senyum ketika sampai di hadapan Tasya, saat itu Tasya nampak menyambut dengan baik dan mempersilahkan Cahyo duduk. "Kok kebetulan sekali kalian datang ke sini secara bersamaan ya, sayang banget mas Dika hari ini udah ngantor, beberapa hari mas Dika di rumah, tapi nggak ada tamu yang datang," ucap Tasya melempar senyum. "Iya, aku nggak sengaja tadi lewat, dan mampir ke sini. Oh ya, denger-denger kamu lagi hamil ya? Selamat ya Tasya, andai aja Zahra nggak minta pisah sama aku, mungkin dia juga sudah hamil sekarang," seru Cahyo menatap ke arah Zahra. "Apaan si kamu, nggak lucu tahu! Lagian mending kamu pulang deh, nggak penting tahu
Beberapa bulan kemudian, Dika sudah melihat perubahan dalam perut Tasya yang semakin membesar, kini usia kehamilan Tasya sudah memasuki enam bulan. Perutnya yang tipis terlihat menonjol dibalik daster yang Dika belikan beberapa waktu lalu. Malam ini Dika tak berhenti menatap wajah Tasya di balik cermin, sejak hamil Tasya memang terlihat jauh lebih cantik, apalagi sejak dekat dengan Dika, terlihat Dika memberikan perhatian penuh seperti pakaian bagus, parfum, dan juga body lotion yang wajib Tasya pakai saat hendak tidur di sampingnya. Tasya sedang menyisir rambutnya yang mengurai panjang, karena gemas Dika bangkit dari tempat duduk nya dan mendekati Tasya. CupTasya terkejut saat Dika memberikan sebuah kecupan di tengkuk lehernya dari belakang, ia menatap wajah suaminya itu dari cermin, hatinya berdesir mendapatkan sentuhan hangat yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya. "Kehamilan mu sudah menginjak berapa bulan?" tanya Dika pelan. "6 bulan Mas, memangnya kenapa?" Tasya membalas t
"Dika, kapan kamu bawa Tasya main ke rumah Mama?" tanya Riri saat sedang menyantap makanan yang telah dimasak oleh Tasya. "Kalau aku terserah dengan Tasya saja, aku ikut," lirih Dika memberikan keputusan pada istrinya. "Kok aku si Mas, aku yang seharusnya ngomong kayak gitu, aku nurut kapan kamu mau bawa aku main ke rumah Mama." jawab Tasya tidak setuju ketika keputusan diberikan padanya. Mama Riri melempar senyum, saat mendengar perdebatan romantis itu, hingga akhirnya Dika pun memberikan keputusan yang memuaskan bagi mama Riri, Dika mengatakan akan pergi beberapa hari dan mengindap di rumah Mama Riri. "Kamu mau pakai baju mana aja, Tasya? Biar aku masukan ke dalam koper," ucap Dika setelah masuk ke kamar. "Kamu mau bantu aku Mas? Emmm, aku pengen pakai beberapa daster dan baju yang dibelikan oleh mama tadi," seru Tasya melempar senyum bahagia, tidak ada lagi kata suami yang dingin dan tidak perhatian, Dika benar-benar berubah sekarang. "Ya sudah, sini biar aku masukkan. Kamu l
"Kok merajuk si," Dika mencoba untuk menggoda Tasya, namun tatapan matanya masih mengarah pada ponselnya. "Udah lah Mas, kamu nggak usah ngomong lagi, fokus aja sama HP mu itu," sahut Tasya, kini Tasya sudah membelakangi suaminya. "Sayang, kenapa harus marah, aku kan kerja. Lagian kan aku masih ada si samping kamu sekarang ini." jelas Dika, mencoba merayu Tasya. Tiba-tiba kalimat sayang itu meluncur bebas dari bibir manis Dika, Tasya yang sebelumnya marah pun tiba-tiba mengulas senyum, namun dengan cepat Tasya menyembunyikan rasa itu karena tidak mau jika sampai hal itu membuat Dika tersadar. Jika hal itu disadari oleh Dika, tentu saja Dika tidak akan merayunya lagi. Beberapa saat kemudian, Dika pun meletakkan ponselnya di atas nakas, lalu merubah posisi duduknya menjadi tidur menghadap ke arah Tasya, perlahan pria itu mendekap tubuh istrinya yang saat ini mulai terisi, sejak hamil bukan hanya perut Tasya yang terlihat besar, tetapi berat badan Tasya pun ikut bertambah. "Tasya, a
Ciiitt..... Tiba-tiba mobil Dika terhenti seketika, saat ia menyadari ada seorang wanita yang berdiri menghalangi jalan, saat itu Dika seketika turun dan keluar dari mobil. Tatapan nya tertuju pada seorang wanita yang ternyata itu adalah Zahra. "Zahra, kamu sudah gila, ya! Kenapa kamu nyebrang nggak liat-liat, kalau tadi ketabrak gimana?" Dika menatap nanar, saking takutnya jika sampai ia benar-benar menabrak orang di jalanan. "Tabrak aja aku Mas, tabrak!" pekik Zahra, bulir air mata itu tiba-tiba jatuh begitu saja. "Apa! Kamu sudah benar-benar tidak waras Zahra," Dika melayangkan tangan ke udara, berniat untuk meninggalkan wanita itu di jalanan. "Hiks, sudah tidak ada gunanya aku ada di dunia ini, lebih baik aku mati saja." lirih Zahra, tangisnya semakin kencang. Dika yang sebelumnya marah karena ulah Zahra, tiba-tiba terhenti setelah mendengar keputusasaan itu. Ia memutar kembali tubuhnya mendekatkan Zahra yang menutup wajah dengan kedua tangannya. "Ayo masuk ke mobil," ajak