"Silahkan, ini kamar mu," ucap Dika mengantarkan asisten rumah tangga yang dikirimkan oleh mama Riri ke kamar Tasya. Tasya mengerutkan kening ketika suaminya itu mempersilahkan masuk asisten rumah tangga yang bernama bi Surti itu ke kamarnya, namun Tasya tak berani bertanya apa maksudnya, Dika nampak sibuk memberikan beberapa tugas pada bi Surti, dari membersihkan ruangan tamu, ruangan keluarga, memasak, dan membersihkan kamarnya yang ada di lantai atas. Sementara Tasya sendiri hanya duduk di sebuah ayunan dengan tangan yang masih mengelus lembut perutnya yang masih rata. Setelah memberikan beberapa tugas pada bik Surti, Dika pun mempersilahkan bi Surti untuk istirahat dulu sejenak, karena sore nanti ia memintanya untuk membuatkan makanan. Tasya bangkit dari tempat duduknya ketika Dika menghampiri dirinya di ayunan. "Mas, kenapa kamu pakai kamarku untuk bi Surti, lalu aku akan tidur di mana?" tanya Tasya, akhirnya pertanyaan itu sampai pada pemilik rumah tersebut. "Karena kamu se
"Istriku hamil, Zahra," ucap Dika membalas tatapan wanita itu dengan serius. "Apa, jadi Tasya benar-benar hamil?" lirih Zahra, apa yang ia dengar dari Ana, rupanya memang benar. Saat itu Zahra tidak bisa berkata apa-apa selain hanya diam menerima kenyataan yang baru saja ia dengar. Dan saat suasana itu masih tegang, tiba-tiba Tasya datang dengan membawakan minuman dan cemilan untuk Zahra. "Mas, ada tamu kok nggak dijamu, si," ucap Tasya. "Emm, maaf sayang, aku pikir Zahra hanya datang sebentar untuk membicarakan soal pekerjaan di kantor," seru Dika beralasan. "Ya tapi tetap saja dia datang sebagai tamu, tamu itu adalah raja yang harus kita hormati," sahut Tasya melempar senyum pada Zahra. "Mbak Zahra, silahkan dinikmati minuman dan cemilannya," sambung Tasya. "Ya, terima kasih." singkat Zahra menjawab. Saat itu pandangan Zahra tak berkedip sedikit pun dalam memperhatikan perut Tasya yang masih rata, entah apa yang ada dalam pikiran wanita itu saat ini, namun Dika sangat ingin
Uwek! Uwek! Tiba-tiba Dika mendengar suara seorang wanita yang sedang berusaha memuntahkan isi dalam perutnya, dan saat ia menyadari bahwa Tasya sudah tidak ada di atas ranjang yang sama dengannya, Dika pun segera mencari sumber suara yang ternyata ada di kamar mandi. Dengan cepat Dika membuka pintu, dan benar saja, bahwa itu adalah Tasya. Dika dengan cepat memijit tengkuk leher Tasya untuk membantunya. "Tasya, apa kamu tidak apa-apa?" tanya Dika memastikan. "Aku nggak papa Mas, cuma aku tadi tiba-tiba mual aja, uwek!" Tasya terlihat sangat pucat, nampaknya kehamilan pertamanya ini membuat tubuhnya sangat lemas. "Ya sudah, ayo aku bantu, kita kembali ke ranjang." ajak Dika yang langsung menggendong Tasya. Dika merebahkan tubuh Tasya di sana, memberikan air minum agar ia merasa sedikit lebih baik. "Mas, aku kok tiba-tiba pengen makan yang asem-asem ya," ucap Tasya setelah meneguk minuman yang diberikan oleh suaminya. "Asem-asem? Contoh nya apa, Tasya?" tanya Dika menatap bingun
"Mas," Tasya memanggil suaminya yang saat ini sudah membawakan apa yang ia inginkan di dalam mangkuk yang cukup besar itu, Tasya tiba-tiba tersenyum bahagia ketika mengetahui bahwa yang Dika bawa adalah mangga muda yang sudah di campur dengan sambal kacang. "Ini yang kamu inginkan, sudah aku carikan, dan aku buatkan," ucap Dika. "Ya ampun, makasih banyak ya Mas, akhirnya aku bisa memakan buah asam ini," seru Tasya menerima makanan itu dengan suka cita. "Ya, semoga kamu suka. Makan lah." Dika pun meminta Tasya untuk mencicipi makanan yang telah ia sodorkan. Tak lama kemudian makanan itu benar-benar masuk ke dalam mulut Tasya tanpa merasa bahwa buah itu sangat masam, justru Tasya nampak menikmati makanan itu dengan semangat yang membara. "Mas, kamu mau?" tawar Tasya menyodorkan mangkuk itu pada Dika. "Tidak, tidak, aku tidak mau, aku tidak suka buah yang asam-asam," tolak Dika mengernyitkan dahi. "Mas, ini nggak asem kok. Kamu cobain deh, ini aku suapin," paksa Tasya memberikan
Ting... Tong... Sebuah bel berbunyi, bi Surti segera membuka pintu dan menghentikan aktifitas Tasya yang saat itu sedang mengobrol ringan dengan Zahra. Lalu tiba-tiba datang seorang pria yang tak lain adalah Cahyo, tatapan Zahra pun membulat ke arah mantan suaminya itu. 'Mau apa dia ke sini!' batin Zahra terlihat gelisah. Sementara Cahyo sendiri melempar senyum ketika sampai di hadapan Tasya, saat itu Tasya nampak menyambut dengan baik dan mempersilahkan Cahyo duduk. "Kok kebetulan sekali kalian datang ke sini secara bersamaan ya, sayang banget mas Dika hari ini udah ngantor, beberapa hari mas Dika di rumah, tapi nggak ada tamu yang datang," ucap Tasya melempar senyum. "Iya, aku nggak sengaja tadi lewat, dan mampir ke sini. Oh ya, denger-denger kamu lagi hamil ya? Selamat ya Tasya, andai aja Zahra nggak minta pisah sama aku, mungkin dia juga sudah hamil sekarang," seru Cahyo menatap ke arah Zahra. "Apaan si kamu, nggak lucu tahu! Lagian mending kamu pulang deh, nggak penting tahu
Beberapa bulan kemudian, Dika sudah melihat perubahan dalam perut Tasya yang semakin membesar, kini usia kehamilan Tasya sudah memasuki enam bulan. Perutnya yang tipis terlihat menonjol dibalik daster yang Dika belikan beberapa waktu lalu. Malam ini Dika tak berhenti menatap wajah Tasya di balik cermin, sejak hamil Tasya memang terlihat jauh lebih cantik, apalagi sejak dekat dengan Dika, terlihat Dika memberikan perhatian penuh seperti pakaian bagus, parfum, dan juga body lotion yang wajib Tasya pakai saat hendak tidur di sampingnya. Tasya sedang menyisir rambutnya yang mengurai panjang, karena gemas Dika bangkit dari tempat duduk nya dan mendekati Tasya. CupTasya terkejut saat Dika memberikan sebuah kecupan di tengkuk lehernya dari belakang, ia menatap wajah suaminya itu dari cermin, hatinya berdesir mendapatkan sentuhan hangat yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya. "Kehamilan mu sudah menginjak berapa bulan?" tanya Dika pelan. "6 bulan Mas, memangnya kenapa?" Tasya membalas t
"Dika, kapan kamu bawa Tasya main ke rumah Mama?" tanya Riri saat sedang menyantap makanan yang telah dimasak oleh Tasya. "Kalau aku terserah dengan Tasya saja, aku ikut," lirih Dika memberikan keputusan pada istrinya. "Kok aku si Mas, aku yang seharusnya ngomong kayak gitu, aku nurut kapan kamu mau bawa aku main ke rumah Mama." jawab Tasya tidak setuju ketika keputusan diberikan padanya. Mama Riri melempar senyum, saat mendengar perdebatan romantis itu, hingga akhirnya Dika pun memberikan keputusan yang memuaskan bagi mama Riri, Dika mengatakan akan pergi beberapa hari dan mengindap di rumah Mama Riri. "Kamu mau pakai baju mana aja, Tasya? Biar aku masukan ke dalam koper," ucap Dika setelah masuk ke kamar. "Kamu mau bantu aku Mas? Emmm, aku pengen pakai beberapa daster dan baju yang dibelikan oleh mama tadi," seru Tasya melempar senyum bahagia, tidak ada lagi kata suami yang dingin dan tidak perhatian, Dika benar-benar berubah sekarang. "Ya sudah, sini biar aku masukkan. Kamu l
"Kok merajuk si," Dika mencoba untuk menggoda Tasya, namun tatapan matanya masih mengarah pada ponselnya. "Udah lah Mas, kamu nggak usah ngomong lagi, fokus aja sama HP mu itu," sahut Tasya, kini Tasya sudah membelakangi suaminya. "Sayang, kenapa harus marah, aku kan kerja. Lagian kan aku masih ada si samping kamu sekarang ini." jelas Dika, mencoba merayu Tasya. Tiba-tiba kalimat sayang itu meluncur bebas dari bibir manis Dika, Tasya yang sebelumnya marah pun tiba-tiba mengulas senyum, namun dengan cepat Tasya menyembunyikan rasa itu karena tidak mau jika sampai hal itu membuat Dika tersadar. Jika hal itu disadari oleh Dika, tentu saja Dika tidak akan merayunya lagi. Beberapa saat kemudian, Dika pun meletakkan ponselnya di atas nakas, lalu merubah posisi duduknya menjadi tidur menghadap ke arah Tasya, perlahan pria itu mendekap tubuh istrinya yang saat ini mulai terisi, sejak hamil bukan hanya perut Tasya yang terlihat besar, tetapi berat badan Tasya pun ikut bertambah. "Tasya, a
Pagi itu, Tasya nampak sibuk menyiapkan sarapan pagi di meja makan, hari ini adalah hari ulang tahun Sauqi yang ke empat tahun, nampak seluruh keluarga duduk menunggu semua menu yang sedang dihidangkan oleh Tasya. Sejak pagi Tasya sendiri tidak mengizinkan mama Riri dan bu Nirma membantunya di dapur, ia ingin menyiapkan semuanya sendiri, karena merasa jika hari ini adalah hari yang sangat spesial baginya. Sementara mama Riri dan bu Nirma akhirnya hanya terduduk dan menonton saja apa yang sedang dilakukan oleh Tasya, sambil sekali-kali mengobrol dengan Sauqi yang sudah lincah dalam berbicara. Tidak ada lagi sesuatu yang menghalangi bagi keluarga itu untuk berbagai kebahagiaan, karena setelah semua kejadian yang menimpa mereka tiga tahun yang lalu, nampak pernikahan Tasya dan Dika semakin romantis dan harmonis. "Sayang, kamu nggak capek sibuk-sibuk sendiri, aku bantu kamu ya," ucap Dika yang tidak enak hati ketika melihat kesibukan yang sedang dijalani oleh istrinya."Nggak usah Mas,
Tiga tahun KemudianBug! Bug! Bug! Sebuah bogeman terdengar di ruangan sempit yang di tempati oleh lima tahanan yang masing-masing memiliki bukti kejahatan yang berbeda, dan salah satunya adalah Roy sebagai pimpinan kerusuhan yang terjadi di pagi ini. Cahyo yang melihat hal itu pun berusaha menyudahi perkelahian tersebut dengan memanggil polisi, suaranya yang nyaring pun mengundang beberapa petugas kepolisian yang mendengar suara Cahyo, dengan cepat dan sigap, mereka pun dapat dipisahkan, tahanan baru yang menjadi bully-an itupun diamankan. Roy dan beberapa temannya pun harus mendapatkan hukuman karena telah melakukan tindakan kerusuhan di dalam tahanan, sementara Cahyo sendiri kini mendekati Diki, seorang tahanan baru yang sudah babak belur di buat oleh teman-teman Roy. "Kamu nggak papa kan?" tanyanya memberikan perhatian. Sesekali ia mengobati luka lebam yang terlihat memar di sana. "Nggak kok, aku nggak papa, makasih ya Mas," ucapnya mengulas senyum. "Ya udah, kamu tenang aja
"Syukur lah sayang, kamu pulang dalam keadaan selamat," ucap mama Riri mengulas senyum lega. Tasya memblas senyuman itu dengan tulus, lalu ia pun berpindah pada bu Nirma yang tak kalah bahagia ketika melihat putrinya kembali dalam keadaan selamat, wanita itu berbinar ketika menyadari suaminya kini datang menggendong Sauqi, perhatikan nya pun kini tertuju pada bocah itu lalu mendekatinya. "Sayang, ini Mama, Nak!"Tasya terharu, dengan kedua mata yang berkaca-kaca ia meraih tubuh mungil Sauqi, bocah kecil itu pun nampak memancarkan senyuman saat menyadari yang menggendongnya adalah sang mama. "Ma-Ma!"Suara manja itu pun terdengar merdu, Tasya mengulas senyum dan langsung mendaratkan kecupan kasih sayang di keningnya. Betapa bahagianya ketika ia mendengar sang putra sudah bisa memanggilnya dengan sebutan mama. Dika ikut mememeluk Tasya dari belakang, mengulas senyum bahagia dan bersyukur atas kembalinya sang istri. Mama Riri pun meminta Dika untuk membawa Tasya ke kamar, tak menungg
Arkana dan Dika kini sudah berada di rumah, di mana ia akan mempersiapkan uang sebanyak dua miliar untuk menembus Tasya, kedatangan mereka pun disambut oleh bu Nirma dan mama Riri yang menatap cemas. "Pa, Dika, bagaimana, apa kalian sudah menemukan keberadaan Tasya?" tanya mama Riri yang memasang wajah penuh kecemasan. "Iya Dika, bagaimana?" lanjut bu Nirma tak kalah khawatir. "Kami sudah menemukan keberadaan Tasya Ma, Bu, Tasya diculik, dan kami pulang untuk menyiapkan uang sebesar dua milyar seperti yang penculik itu inginkan sebagai penebusnya," ucap Dika menahan emosi. "Apa! Dua milyar, astagfirullah, itu jumlah yang yang sangat besar." jawab bu Nirma menatap sedih. Bu Nirma sepertinya sangat syok mendengar jumlah uang yang disebut oleh menantunya itu, namun dengan cepat ditenangkan oleh mama Riri yang mendapat perintah dari papa Arkana. Papa Arkana mengatakan jika jumlah uang tidak perlu menjadi beban pikiran, karena mereka sendiri sudah siap jika harus kehilangan uang sebes
"Nggak papa Pa," ucap Dika dengan gugup. "Ya ampun, ya udah kalau gitu gantian aja ya yang nyetir, kamu sambil istirahat aja," seru papa Arkana cemas. "Papa yakin bisa bawa mobil?" tanya Dika memastikan. "Iya tenang aja, Papa bisa bawa mobil pelan-pelan." jawabnya dengan yakin. Mereka pun bertukar posisi, kini papa Arkana sudah berada di bagian setir, sementara Dika sendiri saat ini sedang duduk dengan santai menatap ke depan dan ke sini berharap jika ia bisa menemukan istrinya. Sementara di tempat lain, Tasya sudah berada di sebuah ruangan yang cukup gelap, hanya ada lampu kecil yang menerangi ruangan tersebut. Sayup-sayup wanita itu membuka kedua mata, dan terkejut ketika kedua tangannya diikat ke belakang di sebuah kursi kayu, tak lama kemudian datang seorang pria bertubuh tinggi dengan wajah tertutup masker. "Siapa kamu sebenarnya? Dan untuk apa kamu membawaku ke tempat ini, di mana ini?!" bentak Tasya dengan suara parau, tatapan matanya seolah ingin sekali merebut masker ya
"Loh, kok lantainya tiba-tiba basah dan kotor seperti ini? Lalu ini, jejak kaki siapa ya?" bi Surti menatap ke lantai itu dengan penuh tanya. "Maksud Bibi apa bicara seperti itu? Apa di rumah ini ada orang lain selain kalian berdua?!" tatapan tegas dari Dika pun didapatkan oleh bi Surti yang tidak tahu apa-apa. "Saya sendiri tidak tahu Den, tapi ini bukan jejak kaki saya, lihat saja, jejak kakinya cukup besar, dan sepertinya ada kaki lain yang terseret." jawab wanita paruh baya itu dengan polosnya. Dika mendelik sempurna ketika mendengar kalimat dari bi Surti, sempat berpikir tidak mungkin, tetapi pada kenyataannya memang Tasya tidak ada di rumah itu, membuat hati pria tersebut begitu gelisah dan ketakutan.Mencoba untuk tenang, dengan merogoh ponsel di saku celana, ia mencoba untuk menghubungi nomor Tasya, namun tiba-tiba ia mendengar suara ponsel itu di meja makan, rupanya Tasya tidak membawa ponselnya. Menambah kepanikan yang Dika rasakan saat ini. "Sebenarnya tadi non Tasya se
"B-benar Pak, ini saya Dika, a-ada apa ya?" tanya pria itu dengan suara parau. "Kami menemukan sepucuk surat tergeletak di samping korban, dan surat ini sepertinya untuk Bapak," ucapnya seraya memberitahu. "Benarkah, kalau begitu saya akan terima surat itu Pak." jawab Dika yang langsung mengulurkan tangan kanannya. Tanpa disadari oleh Dika, jika sepasang mata sedang mengamati tingkahnya dari kejauhan, siapa lagi kalau bukan Tasya, wanita itu seperti sudah tidak mengenal suaminya, yang terlihat begitu berbeda dari sebelumnya. Rasa kecewa tak terbendung lagi ketika melihat berapa sibuknya Dika dalam urusan kematian Zahra. Karena tak mampu lagi menahan kesedihan, Tasya pun kini menghilang dari kerumunan, ia berjalan menjauhi tempat itu sambil terus menggendong dan memeluk Sauqi, tak lama kemudian ia menemukan pangkalan ojek, ada satu orang bapak-bapak yang mungkin sejak tadi sedang menunggu penumpang, tak menunggu waktu lama, Tasya segera menghampiri bapak itu dengan nafas yang tersen
Beberapa hari sudah, Duka merasa cukup nyaman menjalani rumah tangga nya bersama Tasya, lantaran Zahra sudah tidak pernah lagi menghubungi atau mengganggunya meksipun hanya sebuah pesan yang ia kirimkan. Namun, sepertinya hal itu membuat hati kecil Dika menjadi ganjal, ia merasa ada sesuatu yang terjadi pada wanita itu, karena ia sangat mengenal sekali siapa Zahra. Wanita yang tidak pernah mau kalah dari pertarungan, apalagi itu menyangkut soal perasaan."Mas, kenapa kamu kayaknya gelisah banget si?"Tiba-tiba datang Tasya yang menegur suaminya, pria itu terkejut dan sontak saja memasang wajah bingung lantaran kepergok memikirkan Zahra. Namun siapa sangka jika Tasya sudah mengetahui apa yang dipikirkan oleh suaminya, dengan melihat sekilas tatapan matanya ia tahu jika Dika saat ini sedang memikirkan orang lain. "Kalau kamu mau menjenguk Zahra di rumah sakit, ya nggak papa Mas, aku negerti kok kalau kamu masih mencemaskan dia," lirih wanita itu yang memberikan lampu hijau pada suamin
Tibanya di pinggir danau, Dika menghentikan mobilnya, membuka pintu lalu mempersilahkan Tasya keluar, namun wanita itu nampaknya enggan mengikuti perintah sang suami lantaran ia masih memendam rasa kecewa. "Sayang, ayo lah turun," ajak Dika berusaha terus membujuk. "Nggak mau, mending kamu bawa aku pulang aja ke rumah ibu, kamu pasti sibuk kan mau ke rumah sakit, jadi lebih baik kamu pergi saja ke sana," celetuk Tasya menolak, ia masih saja berpikir jika suaminya itu lebih memilih mantan kekasihnya itu. "Mau turun sendiri, atau kamu akan melihat aku nekat, dengan menggendong kamu masih memasuki kafe itu." tukas Dika yang sama sekali tak menanggapi ucapan Tasya. Wanita itu mendelik sempurna ketika ucapannya sama sekali tak direspon, ia pun akhirnya turun daripada harus menerima gendongan dari Dika yang jelas-jelas sudah membuatnya marah. Sementara Dika sendiri mengulas senyum sembari berjalan beriringan dengan Tasya menuju sebuah kafe yang terlihat begitu ramai pengunjung. Sebuah