"Tidur lah di sini, aku akan tidur di sofa," titah Dika setelah berhasil membawa Tasya masuk. "Enggak, aku nggak mau tidur, lagi pula sudah hampir pagi, aku lebih baik bersih-bersih, hari ini aku mau ke rumah ibuku," tolak Tasya cetus, entah mengapa ia teringat akan sang ibu. "Tasya, apa kamu sudah tidak waras! Di rumah ini ada Zahra," Dika menatap nanar ke arah Tasya. "Lalu, kenapa dengan Zahra. Apa kamu ingin aku melayani Zahra seperti aku sedang melayani seorang ratu? Tidak Mas, aku tidak mau!" celetuk Tasya menolak dengan keras. "B-bukan, bukan itu maksud ku, tapi kamu tidak bisa pergi begitu saja dan membiarkan aku tinggal bersama Zahra, apa kata orang nantinya,' seru Dika. Pria itu akhirnya kini banyak bicara pada Tasya. "Kalau memang kamu tidak mau ada orang lain yang berkomentar, lebih baik kamu bawa pulang istri orang itu ke rumahnya." sungut Tasya berbalik badan hendak membuka pintu. Tasya keluar dari kamar dan memilih untuk membersihkan rumah, saat itu Dika berpikir b
Sejak menerima curhatan hati dari sang putri, bu Nirma merasa tidak tenang, ia takut jika pernikahan putrinya itu akan terancam hancur karena Tasya sudah mengatakan bahwa ia tidak tahan lagi. Bu Nirma pun berinisiatif untuk menemui mama Riri, sahabat sekaligus besannya itu ke kediamannya. Di temani oleh asisten rumah tangga yang dibayar oleh Dika, bu Nirma pun akhirnya tiba di rumah mama Riri, lama bu Nirma tidak berkunjung, karena memang ia diminta untuk istirahat penuh di rumah. Kedatangan bu Nirma tentu saja disambut hangat oleh mama Riri dan juga papa Arkana yang sedang menikmati waktu santai di rumah, sejak papa Arkana pensiun, mereka lebih sering menghabiskan waktu di rumah, karena selama ini mereka sudah menghabiskan hampir seluruh waktu nya untuk membangun bisnis di perusahaan mereka. "Mbak Nirma, ayo duduk, di minum tehnya," ucap mama Riri ramah. "Terima kasih banyak Mbak Riri, sebenarnya aku datang ke sini karena ada yang ingin aku sampaikan, kebetulan suamimu juga ada d
"Sakit, Mas!"Lirih Tasya berucap, ia tak kuasa menahan sakit itu hingga membuatnya menitikkan air mata. Dika tersadar atas perbuatannya, ia melepaskan cekalan tersebut dan memalingkan wajahnya. "Aku peringatkan padamu, jangan pernah mengatakan apapun lagi pada ibu, karena akan menjadi masalah besar jika sampai mama dan papa tahu, kau bisa memegang ucapan ku, bahwa aku tidak akan kembali pada Zahra," ucap Dika tanpa menatap wajah Tasya sama sekali. "Baik, aku akan memegang janjimu, sebagai istri sah, aku tidak rela jika kamu dekat-dekat dengan wanita lain Mas, meskipun kamu belum mencintaiku dan menerimaku, tapi aku sudah, aku cemburu melihatmu dekat dengan wanita lain." lirih Tasya mengungkapkan perasaannya. Dika tak menanggapi perasaan itu, ia memilih memutar tubuhnya dan pergi meninggalkan Tasya, baru saja beberapa langkah ia menjauh dari Tasya, ponselnya berdering dan Dika terhenti. Ia meraih ponselnya dan melihat ada nama mama Riri di sana. [Ya Ma, halo][Dika, apa kamu sudah
Tok! Tok! Tok! Zahra sudah berada di depan pintu rumah Cahyo, setelah Zahra berhasil kabur tiga bulan yang lalu, kini Zahra memberanikan diri datang bersama dua orang pria yang ia sewa untuk mengawalinya, karena takut jika sampai Cahyo melukai dan berbuat nekat padanya setelah ditolak saat ia ingin mengajak Dika. Cahyo keluar menemui Zahra, setelah beberapa kali ia mengetuk, kini akhirnya yang ia nantikan datang juga. Melihat kedatangan Zahra tentu saja membuat Cahyo merasa sangat senang, ia hendak memeluk wanita itu namun dengan cepat Zahra menolaknya. "Berhenti di situ Mas, karena kedatanganku ke sini untuk memberikan ini padamu," ucap Zahra yang langsung menyodorkan surat cerai di tangannya. "Apa ini, Zahra?" tanya Cahyo, ia belum menerima surat itu. "Terima saja, dan aku meminta kamu untuk menandatangi surat itu." jawab Zahra dengan menyodorkan juga sebuah pena. Saat Cahyo mulai membuka dan membaca, ia pun terkejut, rupanya Zahra telah berhasil menggugat cerainya, beberapa bu
"Aww, sakit!"Rintih Zahra ketika Dika datang membuka pintu ruangannya, Dika sudah bertemu dengan dokter dan dokter mengatakan jika Zahra salah meminum obat. Dokter juga sudah memberikan obat pereda rasa sakit akibat obat yang dikonsumsi oleh Zahra. "Zahra, apa kamu baik-baik saja?" tanya Dika memastikan, saat itu tatapan Dika begitu terasa sejuk. "Ya Mas, aku nggak papa, hanya terasa masih sedikit sakit," ucap Zahra meringis kesakitan. "Kalau begitu kamu akan tetap ada di sini sampai kamu benar-benar pulih," sambung Dika. "Nggak Mas, aku nggak mau, gimana sama kerjaan aku di kantor kalau aku lama-lama di sini, aku mau pulang aja," tolak Zahra yang berusaha bangkit dari tempat tidurnya. "Awww!"Lagi-lagi Zahra merintih, memegangi perutnya sambil meremas pergelangan tangan Dika, Dika sama sekali tak menolak, ia membiarkan Zahra melakukan itu jika memang bisa membuat rasa sakitnya mereda. Lusi dan Sisil pun ikut mencemaskan keadaan Zahra, namun sepertinya kehadiran mereka sama sek
Malam ini Dika sangat gelisah, bahkan sejak kepulangannya Tasya tak melihat Dika membuka tutup saji untuk menikmati makan malam, karena penasaran Tasya pun akhirnya memutuskan untuk mendatangi kamar Dika dan mengetuk nya. Karena pintu kamar itu tak terkunci, Tasya akhirnya dapat masuk dan melihat aktifitas Dika yang terlihat gelisah, ia berdiri di balkon kamar, kedatangan Tasya pun mengejutkan Dika yang sejak tadi memikirkan penawaran dari Zahra. "Kau, kenapa ada di sini?" tatapan Dika mengarah pada Tasya. "Mas, maafkan aku karena aku masuk ke kamarmu tanpa izin, aku tadi coba mengetuk tapi tak mendapatkan jawaban. Mas, aku hanya ingin bertanya, apa kamu sudah makan?" Tasya terlihat ragu-ragu mengutarakan isi hatinya. "Belum, aku belum lapar, kamu saja yang makan," ucap Dika membuang muka. "Mas, ada apa? Apa kamu memiliki masalah di kantor, kenapa sepertinya kamu terlihat berbeda," lirih Tasya mendekati Dika. "Aku tidak apa-apa, Tasya. Tidak perlu berlebihan, ya sudah, aku mau p
"Ya Allah, Mas Dika kenapa?" tanya Tasya ketika melihat keadaan Dika yang dipapah oleh Cahyo. "Dia mabuk, aku bertemu dengannya di bar, aku akan membantumu membawanya masuk, sekarang buka lah pintunya." pinta Cahyo.Tasya pun buru-buru membukakan pintu dan membantu Cahyo, mereka membawa Dika ke kamarnya yang berada di lantai atas, setelan tiba Cahyo membantu merebahkan Dika di kasur yang berukuran besar itu, sementara Tasya turun kembali untuk mengambilkan air minum. "Dika, kau harus lampiaskan hasrat mu pada Tasya, karena jika tidak, kau akan semakin tersiksa," bisik Cahyo pada Dika. Dika masih merasakan hawa panas dan perasaan yang tak karuan itu, rasanya benar-benar sesak. Cahyo mengulas senyum dan ia memutuskan untuk pergi, saat membuka pintu kamar, Cahyo bertemu dengan Tasya, wanita itu adalah istri Dika. Tasya nampak kikuk ketika Cahyo menatap nya lekat. "Maaf, karena Dika sudah berada di kamar, aku mau pamit pulang," ucap Cahyo. "Oh, baik lah, terima kasih sebelumnya, aku a
Hari berganti minggu, dan minggu pun berganti bulan, setelah kejadian malam itu, Tasya dan Dika masih tidur terpisah, dan Dika pun masih bersikap seperti biasanya seolah tidak terjadi apa-apa pada mereka. Tasya pun masih memendam harapan jika kejadian waktu itu akan mengetuk pintu hati Dika untuk mulai menerima pernikahan itu, namun sampai saat ini Dika justru masih bersikap sama, karena tidak mau memikirkan hal itu terlalu dalam, akhirnya Tasya memutuskan untuk kembali fokus bekerja membersihkan rumah. Hari ini Tasya merasa berbeda, ia terlihat sangat kelelahan sehingga keringat mengucur deras di keningnya, karena tidak tahan akhirnya Tasya memutuskan untuk duduk di sebuah anak tangga antara lantai bawah ke lantai atas. Dika membuka pintu, karena hari libur, Dika memutuskan untuk pergi joging seperti yang biasa ia lakukan, saat Dika membuka pintu, ia menyadari keberadaan Tasya sedang duduk karena kelelahan. "Tasya, kamu kenapa?" tegur Dika terhenti dari langkahnya. Tasya terkeju