Di sebuah gereja yang megah, pernikahan antara keluarga Cameron dan keluarga Brantley sedang dipersiapkan dengan sempurna. Dekorasi megah menghiasi setiap sudut ruangan, dengan rangkaian bunga putih, menciptakan suasana yang elegan dan romantis. Para tamu undangan yang datang dari berbagai penjuru tampak antusias, mengenakan pakaian terbaik mereka dan bersiap untuk menyaksikan momen bersejarah ini.“Anna, apa kamu dengar rumor soal putra keluarga Cameron?” tanya seorang wanita bernama Kathy.Wanita dengan rambut pirang itu menganggukkan kepalanya. “Ya, aku sudah mendengarnya. Bahkan ini sudah menjadi rahasia umum jika putra keluarga Cameron terlihat tua dan buruk rupa.”“Aku heran bagaimana bisa keluarga Brantley mau saja memberikan putri sulungnya untuk menikah dengan pria seperti itu.” Kathy berkomentar kembali.Anna mendengus sinis. “Aku yakin pasti karena uang. Karena keluarga Cameron sangatlah kaya. Sehingga mereka tidak peduli harus menjual putrinya.”Kedua wanita itu hanya tert
Hailey terhenyak mendengar ucapan tersebut. Rasa terjebak dan bingung semakin menguat di hatinya. “Apa maksudmu, Mom? Aku tidak mengerti.”Penelope menatap Hailey dengan penuh kesedihan. “Aku tahu ini mungkin terasa tidak adil bagimu. Namun keluarga Brantley telah banyak membantumu, dan kami berharap kau bisa membalas budi dengan menikah dengan anggota keluarga Cameron menggantikan Evangeline. Aku tahu ini bukanlah jalan yang kau inginkan, tapi ini adalah pengorbanan yang harus kau lakukan untuk membayar utang budi.”Hailey menggigit bibirnya, berusaha menahan air mata. “Tapi Mom, bukankah ini tidak adil? Kenapa harus aku yang berkorban? Aku merasa dijebak.”Penelope menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. “Aku tahu, Hailey. Namun, pernikahan ini sangat penting untuk kelangsungan keluarga Brantley.”Hailey merasa amarah dan kesedihan bercampur menjadi satu. “Aku mungkin bisa menerima jika aku sudah diangkat anak oleh keluarga Brantley dan aku pasti membalas budi pada kelu
Hailey menggigit bibirnya, matanya berlari ke seluruh ruangan mencari jalan keluar. Namun, tak ada jalan lain selain menghadapi kenyataan yang tak terhindarkan. Ia memilih diam, membiarkan keheningan merasuk di antara mereka. Tangannya terkulai lemas, tak mampu melawan cengkraman Mathias yang semakin keras.“Katakan sejujurnya padaku siapa kau?” tanya Mathias kembali.Mathias melepaskan cengkeramannya dengan kasar, membuat Hailey menghela napas lega. Wanita dengan tinggi 170 sentimeter itu berjalan melewati Mathias dan perlahan menuju ranjang. Dia duduk di pinggir ranjang, punggungnya tertunduk, dan suara lembut tapi penuh kesedihan mulai terdengar.“Kau memang benar.” Hailey akhirnya berbicara, suaranya bergetar. “Aku memang bukan putri sulung keluarga Brantley. Aku bukan Evangeline. Aku adalah Hailey.”“Ha! Kau menipuku rupanya.” Mathias berdiri terpaku, matanya terbelalak tidak percaya. “Apa keluarga Brantley membayarmu mahal untuk menggantikan putra sulungnya?”“Ti- tidak begitu
Mathias mendekat dengan langkah lambat, seolah-olah setiap langkahnya dipertimbangkan dengan cermat. Hailey merasakan kehadirannya dan tubuhnya sedikit menegang. Wajahnya yang sedari tadi tenang kini menampilkan ekspresi kecemasan yang sulit dia sembunyikan.“Hailey,” Mathias memulai, suaranya lembut tapi penuh keyakinan.Hailey menatap Mathias dengan mata penuh kegelisahan. “A- apa ... apa yang mau kau lakukan?”“Sudah jelas, kan?”Mathias tiba di hadapan Hailey dan mengulurkan tangannya. Dengan lembut menyentuh pipi Hailey dengan ujung jarinya. Sentuhannya terasa hangat dan lembut, kontras dengan kedinginan yang menyelimuti ruangan.“Aku hanya melakukan apa yang harus dilakukan oleh seorang mempelai pria kepada mempelai wanitanya.” Salah satu sudut bibir Mathias terangkata.“Apa ...” Mata Hailey membulat, dan napasnya tersendat. “Apa maksudmu?”Tanpa menjawab, Mathias menunduk, mendekatkan wajahnya ke wajah Hailey. Hailey merasakan napasnya yang hangat di kulitnya, dan detak jantung
Mathias melangkah dengan tenang memasuki ruang tamu yang luas, dihiasi dengan perabotan mewah yang tampak tua tapi elegan. Di sana, duduk dengan anggun tapi penuh ketegangan, George, ayah mertuanya, yang jelas sudah menunggunya. Wajah George menampakkan ekspresi tegas, matanya tajam mengamati setiap gerakan Mathias. Mathias berhenti beberapa langkah dari George, pandangannya dingin dan tak terduga.“Apa yang kau inginkan, George?” tanyanya tanpa basa-basi, suaranya tenang tapi mengandung kekuatan.George tersenyum tipis, senyum yang lebih mirip kilatan singkat pisau daripada ekspresi kebahagiaan. Kemudian pria itu berdiri dan menghampiri Mathias.“Maaf mengganggu malam pengantin Anda, Tuan Cameron, tapi saya hanya ingin menagih janji,” katanya, suaranya rendah dan penuh makna. “Anda ingat, kan, Tuan Cameron? Janji yang Anda buat sebelum menikahi putri saya.”Mathias mengepalkan tangannya di samping tubuhnya, menahan emosi yang bergejolak di dalam dirinya. Dia tahu benar George sudah m
Mathias berjalan menghampiri pintu kamar, membukanya dan melangkah keluar. Karena emosi yang memenuhi dirinya, Mathias pun membanting pintu dengan suara keras.BRAK!Pintu kamar terbanting keras hingga bergema di seluruh rumah. Suara itu memekikkan telinga, seolah menjadi puncak dari pertengkaran mereka yang sudah memanas sejak tadi.Di dalam kamar, Hailey terduduk lemas di sudut tempat tidur. Tangisannya pecah tak tertahankan. Air matanya mengalir deras, membasahi pipi yang sudah memerah. Ia merasa terjebak dalam pernikahan yang lebih mirip neraka. Setiap kata yang keluar dari mulut Mathias, setiap tindakannya yang meledak-ledak, membuat Hailey semakin merasa ditumbalkan ke dalam kandang singa yang mengerikan.“Kenapa? Kenapa semua harus seperti ini?” isak Haley dengan perasaan terluka. “Apa salahku? Apa mau pria itu sebenarnya?”Hailey mencoba menarik napas dalam-dalam, berusaha mengumpulkan kekuatan. Ia tahu bahwa dia tidak bisa terus-terusan seperti ini. Namun, bayangan suaminya y
Keesokan paginya, Hailey terbangun dengan tubuh yang terasa berat. Dia mengeluh kesal saat mencoba bangkit dari tempat tidur. Sendi-sendinya sakit dan kepalanya berdenyut, efek dari kurang istirahat dan terlalu banyak menangis. Dengan gerakan lambat, Hailey duduk di atas tempat tidur, merasa asing dengan kamar tempat dia berada.Dia memandangi sekeliling, mencoba mengingat di mana dirinya berada. “Ini dimana? Ini bukan kamarku di kediaman keluarga Brantley.”Hailey menghentikan rasa paniknya. Dia terdiam sejenak untuk mengingat apa yang terjadi kemarin. Kemudian dia teringat kejadian dimana dirinya dijadikan pengganti bagi Evangeline untuk menikah dengan Mathias. Setelah menikah dia diseret oleh Mathias ke kediaman Cameron lalu mereka berbicara dan berujung pada pertengkaran hingga membuat Hailey tertidur.“Ah,ya, ini adalah kamar di kediaman keluarga Cameron, keluarga pria yang saat ini menjadi suamiku.” Kedua bahu Hailey terkulai lemas karena dia harus diseret pada kenyataan jika di
Mathias meletakkan sendoknya dengan perlahan, matanya menatap tajam ke arah Hailey. Seringaian sinis menghiasi wajahnya, membuat suasana di ruang makan itu semakin tegang. Hailey, yang kemarin tampak seperti anak anjing yang ketakutan, kini bisa merasakan ketakutannya sedikit berkurang. Dia telah melihat temperamen buruk Mathias kemarin, dan sekarang dia berusaha mengumpulkan keberanian untuk menghadapi suaminya.Hailey menghela napas dalam-dalam sebelum berbicara, “Apa sebenarnya maksud ucapanmu, Tuan Mathias? Tentu saja aku berbicara dengan mulutku. Karena manusia hanya berbicara dengan menggunakan mulut.”Mathias terkekeh mendengar keberanian Hailey. Dia menatap istrinya dengan tatapan meremehkan, kemudian bertopang dagu. Setelan biru gelap yang dikenakannya semakin menambah aura otoritas yang dia pancarkan.“Hailey, di antara kita tidak ada yang perlu dibicarakan lagi. Kau hanyalah istri yang kunikahi karena suatu kepentingan bersifat sementara. Tidak lebih dari itu.” Kata Mathias
Napas Mathias terengah-engah setelah dirinya mencapai puncak kenikmatan yang mengguncang tubuhnya. Saat dia ambruk dan menimpa Hailey, Mathias menyangga tubuhnya dengan tangan. Hailey tampak begitu menawan dan menggoda dengan keringat di sekujur tubuhnya yang putih mulus. Dengan senyuman miring, Mathias menatap Hailey yang baru membuka matanya, masih meresapi sisa kenikmatan yang baru saja mereka capai.“Apakah kau menikmatinya, Hailey?”Hailey menoleh, berusaha menghindari Mathias. Akan tetapi pria itu sama sekali tidak mau melepaskannya. Mathias menangkup wajah Hailey, kemudian mendaratkan ciuman padanya. Secara paksa menyusupkan lidahnya ke dalam mulut Hailey dan menjelajah di sana. Tangannya dengan aktif kembali meremas-remas payudara sintal wanita itu.Aneh, Hailey sangat lelah, tapi sentuhan kecil itu membuat Hailey kembali menginginkannya.“Ma- Mathias .... akh, hen ... hentikan, kumohon ...” Hailey memohon dengan suara bergetar di antara desahannya yang terdengar seksi dan mer
Mathias terperangah mendengar alasan Hailey mengapa dia begitu takut padanya. Selama ini, dia memperlakukan Hailey sama seperti orang lain, tanpa menyadari bahwa sikapnya itu telah membuat wanita itu begitu takut padanya. Mathias mendadak terdiam, matanya menerawang jauh. Dia merenung dalam-dalam, berusaha memahami perasaan Hailey.Pertanyaan berputar-putar dalam pikirannya,. pa benar yang dikatakan Hailey? Apakah dia benar-benar seburuk itu? Mathias tidak tahu. Selama ini tidak ada yang memberitahukan padanya bahwa tatapan matanya membuat orang takut.Pikirannya melayang kembali ke momen-momen ketika dia bersikap kasar kepada Hailey. Saat di pesta, dia menggenggam tangan Hailey dengan keras, nyaris mencederainya. Mathias merasa hatinya tersayat mengingat bagaimana dia melampiaskan kemarahannya tanpa mempertimbangkan perasaan Hailey.Rasa bersalah semakin dalam menguasai hatinya meskipun dia sudah minta maaf. Selama ini, dia terlalu fokus pada pekerjaannya, pada ambisi balas dendamnya
“Bagaimana Hailey?” Sarah memojokkan Hailey dan mengulangi pernyataannya tadi, “aku sudah bilang tidak suka padamu, kau menikahi putraku secara diam-diam. Aku juga sudah punya calon istri untuk Mathias.”“Y- ya?” Hailey tidak bisa menjawab kata-kata lain, kerongkongannya tercekat.Sarah melanjutkan dengan nada bicara yang tajam. “Bercerailah dari Mathias.”Melihat ketegangan itu, Mathias langsung menghentikan ibunya yang hendak mengintimidasi Hailey kembali. Mathias mengenal betul sifat ibunya. Dia tidak akan berhenti membahas masalah ini jika tidak dihentikan.“Mom, sudah cukup. Tolong jangan bahas soal ini lagi,” kata Mathias dengan tegas. “Aku tidak akan bercerai dari Hailey.”Sarah mendengus tidak percaya mendengar ucapan Mathias. Dia semakin kesal karena putranya itu menghalangi dirinya untuk menyadarkan Hailey agar dia tahu diri.Sarah menatap putranya dengan dingin. “Memang apa yang sudah Mom lakukan, Mathias? Mom hanya mengutarakan pendapat saja. Setiap orang berhak berpendapa
Mata Hailey terbelalak dan buku yang dia pegang jatuh begitu saja ke lantai, dia mengerjap beberapa kali untuk meyakinkan dirinya sendiri. Namun, kenyataannya Mathias memang mengecup bibirnya. Ciuman itu terasa lembut dan tidak menuntut. Hailey diam saja, tapi Mathias terus memberikan kecupan-kecupan ringan padanya. Jantung Hailey berdebar kencang.“Tutup matamu, Hailey.” Mathias berbicara pelan disela ciumannya. Itu tidak terdengar seperti Mathias, dan Hailey linglung saat mendengarnya. Akan tetapi, meski bicaranya pelan dan lembut, Hailey masih menemukan aura otoritas di dalam nada bicara pria itu.Pada detik berikutnya, Hailey memejamkan mata. Mathias menggelitik bibir Hailey dengan lidahnya. Seolah mengetuk pintu sebelum masuk. Saat Hailey membuka sedikit mulutnya, lidah Mathias menyusup masuk dengan cepat. Menjelajah mulut Hailey, mencecap semua yang dia bisa. Tanpa sadar Hailey mengalungkan tangannya di leher Mathias.Secara perlahan Hailey mulai membalas ciuman itu.“Mmmhh....”
“Senang bisa bermain dengan kalian. Sampai jumpa lagi.” Mathias mengangguk sambil berpamitan pada rekan bisnis lainnya.“Kami juga merasa senang bisa bermain dengan Anda, Tuan Mathias. Sampai jumpa lagi.” Ucap Harry, salah satu rekan bisnisnya.Mathias pun berjalan menuju tempat parkir dengan membawa tas berisi peralatan golfnya. Langkahnya mantap saat dia melangkah melewati lapangan parkir. Karena hari itu dia memilih untuk berangkat tanpa supir. Setelah memasukkan peralatan golfnya ke bagasi, Mathias masuk ke dalam mobil. Baru saja dia menghidupkan mesin, terdengar ketukan di kaca pintu mobilnya.Mathias memutar kepala dan melihat Evangeline berdiri di sana,sembari tersenyum semanis mungkin untuk menggoda Mathias. Wajahnya tampak penuh harap tapi matanya mengandung kilatan menggoda. Dengan enggan, Mathias menurunkan kaca jendela.“Ada apa, Nona Evangeline?” tanya Mathias dengan nada datar.Evangeline tersenyum manis, sebuah senyum yang Mathias tahu digunakan untuk memikat siapa saja
Hailey sudah duduk di atas ranjang sembari bertanya-tanya dalam hati apakah benar Mathias yang merawatnya semalaman. Karena ada handuk di keningnya. Tatapan Hailey tertuju pada handuk yang sudah berada di atas pangkuannya. Kemudian tatapannya tertuju pada Mathias yang duduk tertidur di samping ranjang. Membuat Hailey semakin bingung apakah Mathias benar-benar merawatnya semalam. Namun, dia segera menepis pikiran itu, merasa tidak mungkin Mathias yang temperamental dan problematik akan melakukan hal seperti itu.“Seorang Mathias yang temperamental dan problematik itu? Kau pasti berhalusinasi, Hailey,” gumamnya pelan.Saat Hailey sibuk dengan pikirannya sendiri, Mathias terbangun dari tidurnya. Dia meringis karena tubuhnya terasa sakit akibat tidur dalam posisi duduk menelungkup ke ranjang. Namun, Mathias segera menepis rasa sakit itu ketika melihat Hailey sudah bangun dan duduk di atas ranjang. Mathias dengan cepat menyentuh kening Hailey, wajahnya penuh dengan kecemasan.“Hailey, apak
Hailey panik dan kaget saat melihat Mathias berdiri tidak jauh darinya. Tatapannya beralih pada pecahan gelas yang tersebar di lantai. Rasa takut segera menjalar di hatinya, khawatir Mathias akan marah karena dia telah memecahkan gelas itu.“Maaf, Tuan Mathias. Aku tidak sengaja memecahkan gelas itu. Aku hanya ingin mengambil air hangat. Aku tidak bermaksud memecahkannya. Kumohon percayalah padaku, Tuan Mathias!” kata Hailey terburu-buru menjelaskan dengan gemetaran pada suaminya.Hailey begitu gugup, tatapannya tak berani menatap langsung ke mata Mathias yang terlihat marah. Mathias menghela napas berat, merasa tak senang dengan sikap Hailey yang terlalu takut padanya.“Hati-hati, Hailey! Jangan bergerak. Aku tak ingin kau menginjak pecahan kaca. Biar aku yang menghampirimu,” ujar Mathias dengan suara tegas tapi lembut.Hailey hanya bisa menganggukkan kepalanya lemah menuruti ucapan Mathias. Seperti yang dikatakan oleh Mathias, pria itu berjalan dengan hati-hati menghampiri Hailey. H
Mathias sudah berada di atas ranjang sejak beberapa jam yang lalu, tapi dia justru tidak bisa tidur. Dia berbalik ke kanan dan ke kiri tanpa bisa membuatnya terlelap. Ada sesuatu yang terus-menerus mengganggu pikirannya.Mathias mengumpat kesal, “Sial, kenapa Hailey selalu mengganggu pikiranku?”Dia merasa frustrasi, pikiran tentang Hailey terus menghantuinya, membuatnya gelisah. Akhirnya, Mathias menyerah untuk mencoba tidur. Dia menyibakkan selimutnya dan beranjak menuju meja kerjanya.Mathias duduk di meja kerja dalam kamarnya dan mengambil sebuah dokumen. Itu adalah dokumen tentang Brantley Mode. Di sana tertulis jelas rencana pendanaan sampai seratus juta dollar. Mathias menatap dokumen itu dengan penuh konsentrasi, lalu menyimpannya kembali.Dia beralih untuk memeriksa email berisi file yang dikirimkan oleh anak buahnya. Itu adalah data aktivitas Evangeline dan rencana kemana dia akan pergi selama beberapa hari ke depan. Mathias telah membayar hacker untuk mendapatkan data itu.
Setelah melangkah jauh, Mathias terdiam sejenak. Dia mengusap rambutnya dengan gusar, memikirkan apa yang sudah dilakukannya tadi.Tiba-tiba, Bruce berjalan menghampirinya dengan cepat. “Tuan Mathias, ada yang mencari Anda terkait bisnis proyek pembangunan Mega City di Miami.”Mathias menoleh ke arah Bruce dengan anggukan singkat. “Terima kasih, Bruce. Aku akan segera menemuinya.”Mathias pun berjalan mengikuti Bruce menuju tamu yang mencarinya. Di lobby hotel tampak seorang pria mengenakan setelan biru gelap sedang duduk menunggu. Melihat kedatangan Mathias, pria itu segera berdiri untuk menyambut Mathias. Abraham mengulurkan tangan. “Selamat malam, Tuan Mathias.”“Selamat malam, Tuan Abraham,” sapa Mathias dengan sopan.“Maaf mengganggu waktu Anda, tapi ada masalah penting yang perlu saya bicarakan dengan Anda.” Abraham terdengar begitu serius.Mathias menganggukkan kepalanya, menunjukkan pengertiannya. “Tidak masalah, Tuan Abraham. Mari kita bicara di tempat yang lebih pribadi.