Mathias mendekat dengan langkah lambat, seolah-olah setiap langkahnya dipertimbangkan dengan cermat. Hailey merasakan kehadirannya dan tubuhnya sedikit menegang. Wajahnya yang sedari tadi tenang kini menampilkan ekspresi kecemasan yang sulit dia sembunyikan.
“Hailey,” Mathias memulai, suaranya lembut tapi penuh keyakinan.
Hailey menatap Mathias dengan mata penuh kegelisahan. “A- apa ... apa yang mau kau lakukan?”
“Sudah jelas, kan?”
Mathias tiba di hadapan Hailey dan mengulurkan tangannya. Dengan lembut menyentuh pipi Hailey dengan ujung jarinya. Sentuhannya terasa hangat dan lembut, kontras dengan kedinginan yang menyelimuti ruangan.
“Aku hanya melakukan apa yang harus dilakukan oleh seorang mempelai pria kepada mempelai wanitanya.” Salah satu sudut bibir Mathias terangkata.
“Apa ...” Mata Hailey membulat, dan napasnya tersendat. “Apa maksudmu?”
Tanpa menjawab, Mathias menunduk, mendekatkan wajahnya ke wajah Hailey. Hailey merasakan napasnya yang hangat di kulitnya, dan detak jantungnya semakin kencang. Dengan gerakan lembut tapi pasti, Mathias mencium bibir Hailey.
Ketika bibir mereka bersentuhan, tubuh Hailey menegang seketika, seolah-olah dia baru saja tersentak dari tidur. Mathias melumatnya dengan begitu lembut. Lidahnya menggelitik bibir Hailey untuk membiarkan dirinya masuk. Hailey yakin Mathias pasti sering mencium wanita karena dia memiliki keahlian yang baik dalam hal mencium.
Hailey tidak dapat menahan reaksi fisiknya, dan merasa seakan ada gelombang energi yang melanda dirinya. Hailey tidak tahu apa yang harus dilakukan olehnya. Dia hanya bisa memejamkan matanya dan menikmati ciuman yang diberikan oleh Mathias.
Mathias pun bertindak lebih jauh lagi. Dengan gerakan yang sangat mulut, dia mulai membuka resleting gaun pengantin Hailey. Gerakan tangannya lembut tapi penuh keyakinan, seolah-olah dia sudah menentukan apa yang akan dilakukan berikutnya. Hailey merasakan setiap gerakan dengan cemas, dan wajahnya mulai memucat.
“Tu- tunggu! Tu- Tuan Mathias .... apa ... apa yang kau lakukan?” Hailey bertanya dengan nada cemas dan gugup, berusaha mendorong tangan Mathias menjauh dari gaunnya.
Mathias tersenyum sinis, menatap Hailey dengan mata penuh tantangan. “Apa kau berani menolak setelah menipuku dengan pernikahan ini? Kau pikir aku hanya akan berhenti di sini?”
“Tidak ... tapi itu ....”
Hailey merasa ketakutan, tubuhnya gemetar saat sentuhan Mathias semakin dekat ke kulitnya. Keringat dingin mulai mengucur di pelipisnya, membuatnya merasa semakin tertekan. Namun, di balik ketakutannya, muncul keberanian yang perlahan-lahan menguat.
“Ti- tidak ... tolong. Tuan Mathias, berhenti,” suara Hailey hampir seperti bisikan, tapi penuh dengan tekad. Dia menarik napas dalam-dalam dan menatap Mathias dengan mata penuh keteguhan. “Aku tidak mau ... ja- jangan .....”
“Kau sungguh punya nyali untuk menolakku.” Mathias menghentikan gerakannya sejenak, melihat keberanian yang tiba-tiba muncul dari Hailey. Dia mendekat, tatapan matanya tidak lagi sinis, tetapi lebih kepada kekaguman. “Kau benar-benar memiliki keberanian yang luar biasa, Hailey.”
Mathias pun menunduk untuk mencium leher jenjang Hailey menyesap aroma peach manis dan segar yang menguar dari tubuh wanita itu. Namun Hailey masih berusaha mendorong pria itu. Mathias masih saja mencium leher Hailey, dan keintiman dari ciuman tersebut membuat suasana semakin tegang. Hailey merasa gelombang emosi dan ketakutan melanda dirinya, tapi dia mencoba untuk tetap tenang.
Hailey mendorong Mathias dengan keras, menjauhkan dirinya dari ciuman yang terus menerus menyentuh lehernya. Dia menarik napas dalam-dalam, berusaha mendorong pria yang sudah menjadi suaminya itu.
“Tuan Mathias, berhenti!” suaranya bergetar tapi penuh tekad. “Aku bukan Evangeline. Aku bukan wanita yang seharusnya menjadi pengantinmu.”
napas Hailey terengah-engah karena emosi yang menyelubungi dirinya. Dia tidak mengerti dengan perubahan sikap yang ditunjukkan oleh Mathias. Sebelumnya pria itu menganggap Hailey sebagai musuh dan memperlakukannya dengan sangat dingin. Namun detik berikutnya dia memperlakukan Hailey seperti dirinya adalah istrinya.
Mathias menghentikan cumbuannya. Dia melangkah mundur menatap Hailey dengan tatapan bingung. “Memang kenapa kalau kau bukan Evangeline?”
Hailey tidak bisa menjawab. “I- itu ... aku ....”
“Bukankah wanita yang berdiri di altar dan mengucapkan janji suci pernikahan denganku adalah kau, Hailey Brantley?” Mathias menyeringai, “kau yang sudah berani-berani masuk ke dalam hidupku, jadi untuk apa kau membahas soal Evangeline? Bukankah seharusnya kau sudah siap dengan semua ini saat kau menggantikannya, hm ....”
“Bu- bukankah ... yang kau inginkan adalah Evangeline?” Hailey menatap Mathias dengan tidak mengerti. Dia sendiri bertanya-tanya bagaimana bisa Mathias berkata semudah itu. “Karena Evangeline adalah wanita yang seharusnya menikah denganmu. Aku hanya seorang pengganti, bukan orang yang kau inginkan. Aku tidak ingin menjadi bagian dari permainan ini.”
Mathias mencengkeram dagu Hailey dengan kasar, matanya penuh dengan campuran rasa bingung dan ketertarikan. “Jadi, apa yang kau inginkan, Hailey? Apa yang kau harapkan dari semua ini?”
“Yang aku harapkan?” Hailey menarik napas panjang, berusaha untuk tetap fokus. “Aku ... aku hanya ingin kejelasan. Aku tidak ingin terjebak dalam situasi yang tidak aku pilih dan tidak aku inginkan. Aku ingin kamu tahu siapa aku sebenarnya, bukan hanya pengganti dari seseorang yang lain.”
Mathias memandang Hailey dengan mata penuh penilaian, seolah-olah dia baru saja menyadari sesuatu yang penting. “Ya, kau memang pengganti. Namun bukan berarti kau hanya berada di sini sementara waktu. Bukankah sekarang statusmu adalah Nyonya Muda Cameron?”
Hailey tak merasa lega sedikitpun setelah mendengar kata-kata Mathias, yang ada ketegangan di antara mereka justru meningkat. “Bukankah kau tidak menginginkan aku?”
Mathias menelisik.
“Ma- maksudku .... bukankah kau marah karena yang ada di sini, dan yang menikah denganmu adalah aku, dan bukan Evangeline?” Hailey mengerjap bingung. “Bukankah kau marah padaku karena aku menjadi duri dalam daging bagimudan Evangeline?”
“Kebodohan apa lagi yang ada di kepalamu, huh?” Mathias mengerutkan dahi, mencoba mencerna kata-kata Hailey. “Kau pikir aku mencintai Evangeline, jadi karena alasan itulah aku marah padamu?”
“Ya, bukankah begitu?” Hailey menjawab tegas, tapi pertanyaan diujungnya malah menegaskan keraguan. “Kalau bukan begitu, lantas mengapa kau ....”
“Dasar bodoh.” Mathias menarik napas panjang. “Kau adalah wanita paling bodoh dan naif yang pernah kutemui, Hailey.”
Hailey mengerjap, “apa itu sebuah dosa?”
Mathias tak habis pikir, bagaimana bisa gadis ini menajawabnya begitu ringan di satu waktu, dan terdengar gemetar di lain waktu?
Mathias kini memperlihatkan senyuman sinis yang mengundang kecemasan bagi wanita itu. Hailey merasakan ketegangan semakin memuncak, jantungnya berdetak kencang. Dia takut apa ucapannya sudah membuat pria itu marah.
“Apa kau pikir wanita seperti Evangeline adalah orang yang pantas untuk dicintai?” Ucap Mathias dengan tatapan dingin. “Dia ... adalah yang terburuk. Tidak mungkin aku jatuh cinta pada sampah sepertinya.”
Hailey terkejut oleh pengakuan itu, tapi tidak memiliki kesempatan untuk menjawab. Mathias kembali mendekat, tatapannya intens dan penuh niat. Hailey merasa kepanikan melanda dirinya, tubuhnya bergetar saat Mathias mendekatinya dengan niat yang jelas.
Namun, tepat ketika Mathias hendak mencium Hailey lagi, suara ketukan keras terdengar dari pintu kamar.
“Tuan Mathias, Tuan George ingin berbicara dengan Anda.” Seru seorang pelayan di balik pintu.
Mathias menghentikan gerakannya, wajahnya berubah menjadi ekspresi kesal.
“SHIT!!! Mengapa pelayan ini harus mengganggu waktuku?” Suaranya penuh kemarahan.
Ketukan itu terdengar sekali lagi, dan suara pelayan menegaskan, “Tuan George meminta Anda segera, Tuan Mathias. Ini sangat penting.”
Mathias mengumpat dengan nada penuh frustrasi, matanya masih menatap Hailey dengan tajam. “Ya, aku akan segera ke sana.”
Mathias melirik Hailey sekali lagi dengan pandangan yang sulit diartikan. Tanpa berkata lebih banyak, Mathias meninggalkan kamar dengan langkah terburu-buru. Pintu kamar tertutup di belakangnya dengan bunyi yang keras, meninggalkan Hailey dalam keheningan yang penuh ketegangan.
Mathias melangkah dengan tenang memasuki ruang tamu yang luas, dihiasi dengan perabotan mewah yang tampak tua tapi elegan. Di sana, duduk dengan anggun tapi penuh ketegangan, George, ayah mertuanya, yang jelas sudah menunggunya. Wajah George menampakkan ekspresi tegas, matanya tajam mengamati setiap gerakan Mathias. Mathias berhenti beberapa langkah dari George, pandangannya dingin dan tak terduga.“Apa yang kau inginkan, George?” tanyanya tanpa basa-basi, suaranya tenang tapi mengandung kekuatan.George tersenyum tipis, senyum yang lebih mirip kilatan singkat pisau daripada ekspresi kebahagiaan. Kemudian pria itu berdiri dan menghampiri Mathias.“Maaf mengganggu malam pengantin Anda, Tuan Cameron, tapi saya hanya ingin menagih janji,” katanya, suaranya rendah dan penuh makna. “Anda ingat, kan, Tuan Cameron? Janji yang Anda buat sebelum menikahi putri saya.”Mathias mengepalkan tangannya di samping tubuhnya, menahan emosi yang bergejolak di dalam dirinya. Dia tahu benar George sudah m
Di sebuah gereja yang megah, pernikahan antara keluarga Cameron dan keluarga Brantley sedang dipersiapkan dengan sempurna. Dekorasi megah menghiasi setiap sudut ruangan, dengan rangkaian bunga putih, menciptakan suasana yang elegan dan romantis. Para tamu undangan yang datang dari berbagai penjuru tampak antusias, mengenakan pakaian terbaik mereka dan bersiap untuk menyaksikan momen bersejarah ini.“Anna, apa kamu dengar rumor soal putra keluarga Cameron?” tanya seorang wanita bernama Kathy.Wanita dengan rambut pirang itu menganggukkan kepalanya. “Ya, aku sudah mendengarnya. Bahkan ini sudah menjadi rahasia umum jika putra keluarga Cameron terlihat tua dan buruk rupa.”“Aku heran bagaimana bisa keluarga Brantley mau saja memberikan putri sulungnya untuk menikah dengan pria seperti itu.” Kathy berkomentar kembali.Anna mendengus sinis. “Aku yakin pasti karena uang. Karena keluarga Cameron sangatlah kaya. Sehingga mereka tidak peduli harus menjual putrinya.”Kedua wanita itu hanya tert
Hailey terhenyak mendengar ucapan tersebut. Rasa terjebak dan bingung semakin menguat di hatinya. “Apa maksudmu, Mom? Aku tidak mengerti.”Penelope menatap Hailey dengan penuh kesedihan. “Aku tahu ini mungkin terasa tidak adil bagimu. Namun keluarga Brantley telah banyak membantumu, dan kami berharap kau bisa membalas budi dengan menikah dengan anggota keluarga Cameron menggantikan Evangeline. Aku tahu ini bukanlah jalan yang kau inginkan, tapi ini adalah pengorbanan yang harus kau lakukan untuk membayar utang budi.”Hailey menggigit bibirnya, berusaha menahan air mata. “Tapi Mom, bukankah ini tidak adil? Kenapa harus aku yang berkorban? Aku merasa dijebak.”Penelope menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. “Aku tahu, Hailey. Namun, pernikahan ini sangat penting untuk kelangsungan keluarga Brantley.”Hailey merasa amarah dan kesedihan bercampur menjadi satu. “Aku mungkin bisa menerima jika aku sudah diangkat anak oleh keluarga Brantley dan aku pasti membalas budi pada kelu
Hailey menggigit bibirnya, matanya berlari ke seluruh ruangan mencari jalan keluar. Namun, tak ada jalan lain selain menghadapi kenyataan yang tak terhindarkan. Ia memilih diam, membiarkan keheningan merasuk di antara mereka. Tangannya terkulai lemas, tak mampu melawan cengkraman Mathias yang semakin keras.“Katakan sejujurnya padaku siapa kau?” tanya Mathias kembali.Mathias melepaskan cengkeramannya dengan kasar, membuat Hailey menghela napas lega. Wanita dengan tinggi 170 sentimeter itu berjalan melewati Mathias dan perlahan menuju ranjang. Dia duduk di pinggir ranjang, punggungnya tertunduk, dan suara lembut tapi penuh kesedihan mulai terdengar.“Kau memang benar.” Hailey akhirnya berbicara, suaranya bergetar. “Aku memang bukan putri sulung keluarga Brantley. Aku bukan Evangeline. Aku adalah Hailey.”“Ha! Kau menipuku rupanya.” Mathias berdiri terpaku, matanya terbelalak tidak percaya. “Apa keluarga Brantley membayarmu mahal untuk menggantikan putra sulungnya?”“Ti- tidak begitu