Hailey menggigit bibirnya, matanya berlari ke seluruh ruangan mencari jalan keluar. Namun, tak ada jalan lain selain menghadapi kenyataan yang tak terhindarkan. Ia memilih diam, membiarkan keheningan merasuk di antara mereka. Tangannya terkulai lemas, tak mampu melawan cengkraman Mathias yang semakin keras.
“Katakan sejujurnya padaku siapa kau?” tanya Mathias kembali.
Mathias melepaskan cengkeramannya dengan kasar, membuat Hailey menghela napas lega. Wanita dengan tinggi 170 sentimeter itu berjalan melewati Mathias dan perlahan menuju ranjang. Dia duduk di pinggir ranjang, punggungnya tertunduk, dan suara lembut tapi penuh kesedihan mulai terdengar.
“Kau memang benar.” Hailey akhirnya berbicara, suaranya bergetar. “Aku memang bukan putri sulung keluarga Brantley. Aku bukan Evangeline. Aku adalah Hailey.”
“Ha! Kau menipuku rupanya.” Mathias berdiri terpaku, matanya terbelalak tidak percaya. “Apa keluarga Brantley membayarmu mahal untuk menggantikan putra sulungnya?”
“Ti- tidak begitu .... a- aku ....” Hailey menggelengkan kepalanya, bingung bagaimana harus menjawab. “Tapi ... ya- ya, mungkin hampir mirip begitu.”
Mathias memicingkan matanya. “Apa maksudmu? Katakan yang jelas!”
“Aku hanya anak angkat mereka. Orang tuaku, mereka memaksaku menikah denganmu demi membalas budi kepada keluarga Brantley. Mereka bilang ini satu-satunya cara untuk membayar hutang kami.” Suara Hailey terdengar bergetar.
Di dalam kamar yang remang-remang itu, suasana menjadi tegang dan terasa mencekam. Mathias berdiri diam, tubuhnya tegang, mengenakan tuxedo pengantin putih yang seharusnya melambangkan kebahagiaan, tapi kini tampak seperti ironi yang menyakitkan. Mathias terdiam, matanya menyempit seolah mencoba menembus kebenaran dibalik kata-kata Hailey. Pada awalnya, dia berpikir bahwa Hailey hanya menginginkan uang, bahwa dia rela menjadi pengganti Evangeline demi menikah dengannya dan mendapatkan harta keluarga Brantley. Namun, apa yang didengarnya jauh berbeda dari dugaannya.
“Kau hanya anak angkat mereka? Apa kau berpikir aku akan percaya dengan ucapanmu begitu saja?” Mathias berusaha memahami situasi ini.
“Kalau kau tidak percaya ... aku harus bilang apa lagi?” Hailey mencicit dengan putus asa, “tidak mungkin, kan, aku tiba-tiba mengaku bahwa aku adalah Evangeline?”
“Lalu kenapa kau melakukannya? Kenapa kau menggantikan Evangeline? Apakah karena kau menginginkan sesuatu?”
Hailey menarik napas dalam-dalam, mencoba mengendalikan emosinya. “Aku tidak peduli kau percaya pada ucapanku atau tidak. Namun yang pasti aku mengatakan hal yang sebenarnya. Orang tua angkatku yang telah memaksaku. Mereka bilang ini satu-satunya cara untuk membayar hutang kami. Mereka berkata jika aku menikah denganmu, itu akan menyelamatkan keluarga kami. Mereka memaksaku dengan mengatakan semua yang kulakukan adalah untuk menebus kebaikan mereka atas hidup yang selama ini aku terima.”
Mathias menatap Hailey dengan mata penuh kebingungan. “Jadi kau melakukan ini semua karena terpaksa?”
“Ya, Tuan Mathias Cameron,” jawab Hailey dengan suara pelan, dia takut jawabannya akan membuat Mathias lebih marah. “Aku tidak pernah bermaksud menipumu. Aku hanya tidak punya pilihan lain.”
Mathias terdiam sejenak, masih sulit untuk mempercayai semuanya begitu saja. “Tapi bagaimana aku bisa yakin bahwa ini bukan bagian dari rencana lain? Bagaimana aku bisa percaya padamu sekarang?”
Hailey menggigit bibirnya, menatap Mathias dengan tekad yang baru ditemukan. “Aku mengerti jika kau tidak bisa langsung mempercayai aku. Itu sebabnya aku ingin membuat kesepakatan denganmu.”
Mathias mengangkat alisnya, penasaran. “Kesepakatan denganku? Kesepakatan apa yang kau maksud?”
Hailey menghela napas, mencoba untuk tetap tegar. “Kau boleh menceraikan aku kalau tidak puas dengan penjelasanku. Lalu, kau bisa menuntut keluarga Brantley sesukamu. Aku tidak ingin terlibat sama sekali.”
Mathias tertegun, menatap Hailey dengan campuran perasaan yang sulit diuraikan. “Kau serius? Kau benar-benar siap untuk meninggalkan semua ini?”
Hailey mengangguk pelan, air mata mengalir di pipinya. “Ya, Tuan Mathias Cameron. Aku tidak ingin hidup dalam kebohongan lagi. Jika itu yang kau inginkan, aku akan pergi dan kau bisa melakukan apa pun yang kau anggap benar.”
Mathias menatap Hailey lama, mencoba mencari kebohongan di mata jernihnya, tetapi yang dilihatnya hanyalah kejujuran dan kepasrahan. Mathias menatap Hailey dengan tajam. Hailey duduk dengan tenang di tepi ranjang, wajahnya tampak dalam ketenangan yang kontras dengan ketegangan yang menyelimuti Mathias. Kalau boleh jujur, Hailey jelas takut. Namun, itu tidak sebanding dengan tatapan tajam Mathias, semakin Hailey takut, pria itu semakin menyeramkan.
“Jadi,” Mathias memulai, suara berat dan penuh tekanan, “kau benar-benar yakin dengan kesepakatan ini? Apakah kau tidak memikirkannya lebih dahulu? Jika aku menuntut keluarga Brantley seperti yang kau katakan, apakah kau akan baik-baik saja?”
Hailey melirik Mathias dengan tatapan ragu, tetapi matanya sebisa mungkin tidak menunjukkan kegelisahan.
“Aku tidak akan merasa sedih sama sekali. Pada kenyataannya, mereka hanya memanfaatkan aku,” jawabnya, suaranya tegas dan tanpa ragu, tapi jelas ada kebohongan di sana. Faktanya, Hailey sakit hati. “Keluarga Brantley tidak pernah memperlakukan aku seperti bagian dari keluarga mereka. Mereka hanya menggunakan aku untuk kepentingan mereka sendiri. Jadi, jika kau ingin menuntut mereka, itu bukan masalah bagiku.”
Mathias mengerutkan dahi, merasa konyol oleh keputusan Hailey. “Kau bodoh dan naif, pantas saja dimanfaatkan.”
“Bodoh? Mungkin memang begitu.” Hailey menyeringai sinis. “Aku juga tidak tahu apa yang kulakukan di sana selama ini. Namun, aku juga tidak punya tempat untuk lari. Menurutmu, ke mana aku harus pergi, Tuan Mathias?”
Mathias menyandarkan punggungnya ke kursi, masih merasa kalau ucapan Hailey terlalu bodoh dan dangkal. “Bukankah kau sudah melarikan diri ke sini?”
Hailey menatap Mathias, senyumnya kecil tetapi penuh makna. “Secara tidak langsung, iya. Namun rasanya seperti keluar dari mulur singa dan masuk ke sarang ular.”
Mathias merasa ada sesuatu yang mendalam dalam setiap kata Hailey, dia tersenyum miring. “Jadi kau menganggapku seperti ular?”
Hailey terperanjat, dia berusaha meluruskan. “ti-tidak ... itu ....”
Tuk! Mathias menoyor kening Hailey. “Dasar wanita bodoh.”
Mathias memperhatikan setiap detail dari wajah Hailey dengan seksama. Bentuk wajahnya yang tegas, bibir tipisnya yang terkatup rapat, dan mata almond yang bersinar cerah, seakan-akan memiliki aura yang menenangkan tapi menawan. Rambut blonde-nya berkilau seperti matahari pagi, menambah keindahan yang tak tertandingi. Kesimpulannya Hailey cantik. Mathias merasa ada sesuatu yang sangat istimewa tentang wanita ini, hingga dia hampir lupa jika wanita di hadapannya seharusnya bukan istrinya.
Mathias, yang kini semakin terpesona oleh ketenangan dan kecantikan Hailey, memandangnya dengan ekspresi rumit. Mathias berpikir, haruskah dia mengetes wanita itu?
“Tapi, karena kau sudah disini,” Mathias mulai dengan nada sudara rendah yang terkesan dingin, “sebaiknya kita pikirkan masalah ini nanti. Bagaimana kalau kita melakukan hal yang lain, Hailey?”
Hailey memicingkan matanya. “Melakukan apa?”
“Aku baru saja memikirkan sesuatu. Kau tahu, sekarang kita sudah menikah.” Mathias mengikis jarak, mendekati Hailey secara perlahan.
Namun, bukannya merasa berdebar saat pria tampan itu semakin mendekat padanya, Hailey justru takut. Tatapan mata Mathias seolah seperti harimau yang mengincar mangsa. Rasanya seolah ada udara dingin yang enyelimuti Hailey sekarang. Sumpah, Mathias terlalu menakutkan untuknya!
“Tu- tunggu, Tuan Mathias ....” Hailey menatap Mathias, sedikit bingung dan terkejut oleh nada suara dan kata-kata Mathias. “A- apa ... apa yang sebenarnya ingin kau katakan?”
“Kau takut padaku?” Mathias menyeringai, wajah tampannya sungguh tidak ramah.
Hailey diam saja. Dia harus menjawab apa? Takut? Kalau Mathias semakin marah, bagaimana? Pikirnya kemudian.
Mathias tersenyum, matanya bersinar dengan ide nakal. “Hailey, kau istriku, kan?”
Hailey mengangguk.
“Kalau begitu, haruskah kita lanjutkan malam pengantin kita, Sayang?”
Saat itu, ekspresi Hailey berubah drastis. Wajahnya menjadi pucat dan matanya membulat, terkejut setengah mati. Bulu kuduknya merinding. Dia tidak siap untuk pernyataan Mathias yang begitu tiba-tiba. Jantungnya berdegup kencang, tetapi dia berusaha keras untuk tidak menunjukkan ketakutannya.
“A- apa?”
Mathias mendekat dengan langkah lambat, seolah-olah setiap langkahnya dipertimbangkan dengan cermat. Hailey merasakan kehadirannya dan tubuhnya sedikit menegang. Wajahnya yang sedari tadi tenang kini menampilkan ekspresi kecemasan yang sulit dia sembunyikan.“Hailey,” Mathias memulai, suaranya lembut tapi penuh keyakinan.Hailey menatap Mathias dengan mata penuh kegelisahan. “A- apa ... apa yang mau kau lakukan?”“Sudah jelas, kan?”Mathias tiba di hadapan Hailey dan mengulurkan tangannya. Dengan lembut menyentuh pipi Hailey dengan ujung jarinya. Sentuhannya terasa hangat dan lembut, kontras dengan kedinginan yang menyelimuti ruangan.“Aku hanya melakukan apa yang harus dilakukan oleh seorang mempelai pria kepada mempelai wanitanya.” Salah satu sudut bibir Mathias terangkata.“Apa ...” Mata Hailey membulat, dan napasnya tersendat. “Apa maksudmu?”Tanpa menjawab, Mathias menunduk, mendekatkan wajahnya ke wajah Hailey. Hailey merasakan napasnya yang hangat di kulitnya, dan detak jantung
Mathias melangkah dengan tenang memasuki ruang tamu yang luas, dihiasi dengan perabotan mewah yang tampak tua tapi elegan. Di sana, duduk dengan anggun tapi penuh ketegangan, George, ayah mertuanya, yang jelas sudah menunggunya. Wajah George menampakkan ekspresi tegas, matanya tajam mengamati setiap gerakan Mathias. Mathias berhenti beberapa langkah dari George, pandangannya dingin dan tak terduga.“Apa yang kau inginkan, George?” tanyanya tanpa basa-basi, suaranya tenang tapi mengandung kekuatan.George tersenyum tipis, senyum yang lebih mirip kilatan singkat pisau daripada ekspresi kebahagiaan. Kemudian pria itu berdiri dan menghampiri Mathias.“Maaf mengganggu malam pengantin Anda, Tuan Cameron, tapi saya hanya ingin menagih janji,” katanya, suaranya rendah dan penuh makna. “Anda ingat, kan, Tuan Cameron? Janji yang Anda buat sebelum menikahi putri saya.”Mathias mengepalkan tangannya di samping tubuhnya, menahan emosi yang bergejolak di dalam dirinya. Dia tahu benar George sudah m
Di sebuah gereja yang megah, pernikahan antara keluarga Cameron dan keluarga Brantley sedang dipersiapkan dengan sempurna. Dekorasi megah menghiasi setiap sudut ruangan, dengan rangkaian bunga putih, menciptakan suasana yang elegan dan romantis. Para tamu undangan yang datang dari berbagai penjuru tampak antusias, mengenakan pakaian terbaik mereka dan bersiap untuk menyaksikan momen bersejarah ini.“Anna, apa kamu dengar rumor soal putra keluarga Cameron?” tanya seorang wanita bernama Kathy.Wanita dengan rambut pirang itu menganggukkan kepalanya. “Ya, aku sudah mendengarnya. Bahkan ini sudah menjadi rahasia umum jika putra keluarga Cameron terlihat tua dan buruk rupa.”“Aku heran bagaimana bisa keluarga Brantley mau saja memberikan putri sulungnya untuk menikah dengan pria seperti itu.” Kathy berkomentar kembali.Anna mendengus sinis. “Aku yakin pasti karena uang. Karena keluarga Cameron sangatlah kaya. Sehingga mereka tidak peduli harus menjual putrinya.”Kedua wanita itu hanya tert
Hailey terhenyak mendengar ucapan tersebut. Rasa terjebak dan bingung semakin menguat di hatinya. “Apa maksudmu, Mom? Aku tidak mengerti.”Penelope menatap Hailey dengan penuh kesedihan. “Aku tahu ini mungkin terasa tidak adil bagimu. Namun keluarga Brantley telah banyak membantumu, dan kami berharap kau bisa membalas budi dengan menikah dengan anggota keluarga Cameron menggantikan Evangeline. Aku tahu ini bukanlah jalan yang kau inginkan, tapi ini adalah pengorbanan yang harus kau lakukan untuk membayar utang budi.”Hailey menggigit bibirnya, berusaha menahan air mata. “Tapi Mom, bukankah ini tidak adil? Kenapa harus aku yang berkorban? Aku merasa dijebak.”Penelope menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. “Aku tahu, Hailey. Namun, pernikahan ini sangat penting untuk kelangsungan keluarga Brantley.”Hailey merasa amarah dan kesedihan bercampur menjadi satu. “Aku mungkin bisa menerima jika aku sudah diangkat anak oleh keluarga Brantley dan aku pasti membalas budi pada kelu