Gugup.Ini adalah pertama kalinya bagi Bela untuk berdansa. Tapi di SMA ia pernah ikut kelas tari kontemporer dan ada beberapa kali praktik tentang dansa.Meski ia merasa tubuhnya bergerak dengan kaku, tapi Nial mengimbanginya dan memimpinnya dengan baik. Musik dari Christina Perri yang dimainkan secara live band menambah bagaimana manisnya suasana malam ini. 'A thousand years,' ini seperti lagu yang ditunjukkan bahwa mereka akan mencintai bahkan untuk seribu tahun lagi. Setiap orang dengan pasangan mereka masing-masing melantai dengan nyaman.Bela juga merasa nyaman saat tangan Nial melingkar di pinggangnya. Menatapnya sepanjang malam dengan mata yang indah dan penuh cinta. Ia juga bisa melihat Jerry yang memotret dari kejauhan dan tersenyum saat Nial berbisik di telinga Bela."Kamu yang tercantik di sini."Sembari terus berdansa."Jangan bohong! Banyak yang lebih cantik. Perempuan berambut merah tadi juga sangat cantik.""Aku nggak lihat, tuh! Aku hanya melihatmu."Bela menyelid
***"Sepertinya, benar di sini rumahnya."Dio berhenti dari motornya. Di depan sebuah rumah minimalis yang bercat putih, dengan sebuah mobil mewah yang terparkir di depannya dan juga lampu yang tampak redup saat malam hari.Ia tersenyum. Dilihat dari bagaimana Nial sang perfeksionis dan menyukai hal-hal yang cantik, maka dapat dipastikan rumah ini adalah pilihan Nial untuk tinggal selama ia berbulan madu dengan Bela"Tunggu aku, Bela! Saat Nial lengah, aku akan mencurimu darinya."Ia kembali tersenyum lalu pergi dari sana. Lelah, setidaknya ia harus mengistirahatkan punggung dan juga lehernya yang terasa kaku.Harusnya ia bisa istirahat dengan tenang di kamar hotelnya. Tapi begitu mendapat pesan dari orang yang ia perintahkan, tentang adanya kemungkinan Bela dan Nial tinggal di sini, ia bergegas datang untuk memastikan.Dio tidak tahu satu hal.Bahwa ia sedang diawasi oleh mata elang Jerry dari balik kelambu yang ada di rumah seberang.Sedang menyeringai dan mengirim pesan pada Nial.
Seperti mendapat sebuah tamparan keras. Kalimat Bela seketika itu menyadarkannya.Ia tahu ia salah dengan mengedepankan egonya untuk menangkap basah Dio tapi dengan bodohnya justru mengabaikan perasaan Bela, kondisinya dan juga keselamatannya."Mas nggak bermaksud seperti itu, Sayang. Maaf ...."Bela menangis tak terbendung. Merasa Nial sangat jahat."Mas sadar sudah menjadikanku umpan? Aku ketakutan dan berpikir aku nggak bisa menjaga kehormatanku lagi. Tapi Mas Nial? Apa yang kamu lakukan?""Sayang ...."Nial memeluk Bela dengan erat. Tapi Bela memberontak lepas dari dalam dekapannya. Nial tidak ingin memaksanya dengan memeluknya semakin erat karena ia takut akan meremukkan tubuh Bela."Bagaimana ... kalau Mas Nial terlambat dan aku sudah diperk0sa Dio? Aku nggak bisa memaafkan diriku sendiri, Mas Nial tahu itu?""Maaf. Maafkan Mas!""Keluar!"Bela menunjuk pintu agar Nial enyah dari hadapannya."Bela?""Keluar! Aku nggak mau ketemu kamu hari ini!""Mana mungkin Mas bisa meninggalk
*** Udara di Jakarta memanas akhir-akhir ini. Niko tidak tahu, apakah ini disebabkan oleh suhu bumi yang meningkat atau panas yang datang dari dalam hatinya.Ia duduk merenung di dalam ruang kerja dokter magang. Memandang layar ponselnya di mana ia sedang melihat sebuah akun sosial media milik seseorang.Itu ... adalah milik Nial.Ia penasaran kenapa Bela tidak memperlihatkan apapun selama masa bulan madu mereka. Namun rasa penasaran itu telah membuatnya menemukan sebuah foto yang tidak akan pernah ia bayangkan akan sesakit ini.'Aku bahagia, Kak Nik.'Adalah kalimat yang hari itu dikatakan Bela pada pertemuan terakhir mereka di rumah sakit. Dan tampaknya ia tidak berbohong karena Nial yang mengunggah momen kebersamaan mereka.'Perfect honeymoon in a perfect place' pada foto mereka di depan sebuah cermin besar dalam ruang ganti saat mereka mengenakan coat dengan warna yang sama.'Be mine tonight' pada foto mereka di atas lantai dansa.Niko menunduk, air matanya menggenang. Ia rind
***Hari yang cerah. Dengan tidak adanya mendung di atas sana yang bergantung sendu atau awan putih sedang menutupi cahaya matahari.Bela tersenyum dengan bahagia di samping Nial yang mengemudikan mobilnya.Red Mustang dengan tutup terbuka dan ikut tersenyum saat Bela memejamkan matanya, menikmati sejuknya angin yang menerpa rambutnya.Nial menyetir sendiri kali ini, tanpa Jerry. Karena Jerry mengikuti mereka dari kejauhan.Nial memang sengaja mengajak Bela jalan-jalan di sore hari, menikmati jalan raya lengang yang membentang membelah padang rumput.Di mana di kanan dan kirinya domba dan anak domba berlarian di atas tanah yang seperti dibentangkan oleh karpet berwarna hijau."Sayang, kamu suka?"Nial sekilas menoleh, Bela mengangguk mengiyakannya. Meski mata Nial terlindung di balik kaca mata hitamnya, Bela dapat melihatnya juga memandangnya dengan sebuah kebahagiaan yang terpancar dengan manis."Terima kasih, Mas Nial.""Sama-sama. Kamu mau pindah ke sini saja?""Hah?Bela menoleh
***"Wah ...."Nial mengalihkan pandangannya dari layar kamera yang ada di tangannya. Melihat foto-foto yang diambil Jerry sesampainya ia di rumah setelah pulang jalan-jalan sekaligus makan.Ia yang duduk di sofa merasakan jantungnya membuncah dengan rasa gemuruh yang hebat tiap kali melihat Bela. Tapi kini keadaannya lain karena Bela benar-benar menuruti permintaannya.Yaitu untuk memakai lingerie super seksi yang menunjukkan pinggang rampingnya dan tiap lekuk tubuhnya yang indah.Bela hanya diam berdiri di depan Nial sekeluarnya dari kamar mandi. Membiarkan Nial pada keterpakuannya selama lima belas detik dengan sama sekali tidak mengalihkan matanya. Ia gugup, akhirnya ia tidak ingin mengecewakan Nial dan melakukan apa yang dia mau. Toh, ini juga tidak ada salahnya karena ia berdandan di depan suaminya sendiri."Mas Nial?"Nial mengerjapkan matanya beberapa kali lalu berdehem."Ehem! Kamu ... sudah keluar?"Bela mengangguk dengan tersenyum malu sebelum Nial bangkit merengkuh pingg
Sesuai yang dikatakan Bela dan yang mereka rencanakan kemarin. Hari ini ditutup dengan jalan-jalan pada sore hari di taman tak jauh dari rumah yang mereka tinggali.Berjalan di sepanjang jalur pedestrian, dengan dinaungi langit senja yang bersemburat oranye dan juga gumpalan beberapa kapas awan putih adalah hal terbaik untuk menikmati hidup sebagai warga Auckland.Bela memandang tangan kirinya yang di genggam erat-erat oleh Nial. Mereka sedang berjalan dengan diam. Membiarkan kedamaian dan sejuknya sore di Auckland menerpa rambut mereka.Bela masih tidak percaya bahwa ia telah berhasil membawa Nial terentaskan dari kubangan duka lara yang membelenggunya selama musim demi musim terlewati.Ia masih tidak percaya bahwa hal itu bisa ia lakukan. Kenyataan bahwa ia sedang di sini, bulan madu bersama Nial adalah jawaban yang mengakhiri segala pertanyaannya."Kenapa?"Nial dengan segera memutar kepalanya ke samping kanan karena merasa Bela terus saja memandanginya."Nggak, Mas.""Ada yang ma
***"Astaga, aku sudah mengubah Bela menjadi nakal."Nial berdiri menghadap ke cermin yang ada di dalam kamar mandi. Melihat bekas luka kemerahan di lehernya karena semalam Bela yang membuatnya di sana.Dan pagi ini, luka itu tampak tercetak semakin jelas.Ia tersenyum dan memakai turtle neck yang menutupi lehernya karena jika tidak maka pandangan mata elang Jerry akan mengetahuinya.Ia keluar dari sana tak lama kemudian dan melihat Bela yang sudah cantik dengan dress midi berwarna broken white dengan coat panjang berwarna merah maroon yang hari itu mereka beli di store.Memutar tubuhnya saat melihat Nial berjalan dari arah kamar mandi."Mas, bagus nggak?" tanyanya dengan sekilas berputar, menunjukkannya pada Nial yang mengangguk menjawabnya. "Cantik sekali. Semua terlihat cantik karena kamu yang memakainya.""Terima kasih.""Jadi, mau beli oleh-oleh apa untuk ayah dan mamah?""Mungkin ... seperti teh kesehatan? Atau madu? Atau kopi?""Bagus, ayo pergi!""Tunggu! Luaranmu!"Bela ber
***"Selamat pagi."Bariton dalam nan seksi milik Nial selalu menyambutnya setiap pagi.Dia juga tampak baru saja mandi saat melihat Bela yang bangun dari tidurnya dan memberi istrinya kecupan yang manis."Selamat pagi, Mas. Kamu sudah mandi?""Sudah, Sayang. Hm ... kenapa kamu bangun cepat-cepat? Istirahatlah lagi!""Tapi belum ada makanan untuk pagi ini."Nial tersenyum mendengarnya. Ia berlutut di depan Bela dengan sebelah kakinya dan mengusap perutnya yang bulat dan lucu."Oh? Oh!"Nial terkejut. Ia memandang Bela dengan tidak percaya."Kenapa Mas? Dia gerak ya?""Iya. Oh mungkin ingin ucapan selamat pagi juga? Hm ... kamu iri?"Nial mengecup perutnya dan memandang Bela."Bela?""Ya?""Kamu sempurna. Terima kasih untuk sudah mengandung dan mwlahirkan anak-anak kita."Bela mengangguk. Ia tidak bisa menyembunyikan senyumnya saat senyum Nial juga tampak sangat manis."Kamu mandilah! Nanti jadi pergi, 'kan?"Nial lebih dulu bangkit dari posisinya. Mengusap puncak kepala Bela dan memer
***"Ini kebebasan?"Terik. Matahari bersinar terik siang ini.Cerah dan juga berawan. Gugusan Cirro stratus membentang seperti karpet selamat datang yang menyaksikannya keluar dari tahanan. Pada akhirnya ....Tahun-tahun penebusannya telah berlalu. Dan ia tersenyum sekarang. Senyum yang kini tampak lega. Itu adalah Vida.Ia bebas dari tahanan setelah melewati masa yang suram. Yang tidak ingin lagi ia ulangi untuk ke dua kalinya.Dadanya lega sekaligus sebah. Ada perasaan bersalah pada Bela yang kini meluap hingga tumpah.Ia berjalan di sepanjang jalur pedestrian, menunduk dan memasuki sebuah kafe setelah keluar dari toko emas, menjual perhiasan yang dulu masih ia pakai sebelum dibawa polisi.Ponsel dan emas yang dikembalikan padanya itu ia jual dan ia gunakan setidaknya untuk bertahan hidup beberapa waktu ke depan. Sementara ponselnya masih bagus dan saat ini ada di atas meja.Ia duduk. Menghadap sebuah kertas kosong yang baru ia beli dari sebuah toko alat tulis.Netranya tergenan
Bela tersenyum membaca pesan dari Nial yang mengatakan agar ia bicara dengan Niko lebih dulu.Kini, bagi mereka ... semua telah sembuh dari luka. Tidak ada lagi pertengkaran atau baku hantam sama seperti yang dilakukan Nial dan Niko jika dulu mereka bertemu.Kebencian mereka telah berakhir. Bela ingat Nial sempat mengatakan bahwa Niko-lah yang dulu memberi tahu Nial saat Bela pergi ke Jawa Barat dan memutuskan akan mengakhiri hidupnya sendiri.Niko jugalah yang telah menanganinya saat Bela dilukai Jenni.Semuanya telah berlalu dengan sangat cepat. Waktu membuat kebencian bermetamorfosa menjadi obat penyembuh paling mujarab."Bagaimana kabarnya Pak Nial?"Pertanyaan Niko kembali merengkuh kesadaran Bela yang sedari tadi dibelenggu oleh pemikiran panjangnya."Kabar baik juga, Kak Nik. Dia sedang menikmati hari menjadi Papa yang super sibuk dengan anak lelakinya yang berlarian tanpa henti."Niko tersenyum mendengarnya. Sudah lama ia juga tidak bertemu Nial."Kak Niko mau bertenu dengan M
"Baby, be careful!"Bela merendahkan tinggi tubuhnya, berlutut saat anak kecil laki-laki berumur tiga tahun itu berlari dan memeluknya."Mommy! Mrs. Kim gets some letters!"Jari kecilnya menunjuk pada pintu ruang makan. Tapi saat Bela melihatnya, Nial lah yang masuk dengan bahu merosot penuh kelegaan. Ia baru saja berlari mengikuti anak lelakinya yang berderap secepat kilat meninggalkannya di belakang."Gavin? Papa 'kan sudah bilang jangan--""Mas? Sudahlah!"Bela tersenyum, mengusap punggung tangan Nial saat mendekat."Gavin, lihat perut mama! Hm? Gavin sayang dengan mama?"Nial ikut berlutut dan mengusap puncak kepalanya."Pasti sayang. Gavin sayang mama.""Kalau begitu pelan-pelan ya kalau peluk mama? Nanti kalau adik sakit bagaimana?"Gavin mengusap perut Bela yang membesar."Dia namanya adik?"Bela tertawa mendengar pertanyaan polosnya."No, Baby! Dia belum punya nama. Masih di dalam perut Mama. Nanti kalau sudah keluar, baru bisa diberi nama."Bela meraih tangan kecilnya. Meleta
Bela hanya menahan senyumnya saat ini. Ia tidak bisa membayangkan apa yang akan Siska rasakan bersama Jerry untuk pertama kalinya.'Jadi, akan ada yang segelnya dirusak malam ini.'Bela tertawa sendiri. Ia berdiri di deoan cermin setinggi pintu yang ada di dalam kamar ganti dan mengulurkan tangannya ke belakang. Meraih resleting di punggungnya, untuk melepas gaun malam yang tadi ia gunakan untuk menghadiri pernikahan Siska dan juga Jerry."Astaga! Kenapa selalu saja seperti ini. Tadi dipakai mudah tapi kalau mau dilepas sulitnya minta ampun."Bela menggerutu. Ia masih mencoba menarik resletingnya tapi rasanya tidak bisa.Sampai sebuah tangan menariknya turun dan Bela dengan cepat menoleh ke belakang. Ia menunduk teelalu lama sampai tidak sadar Nial sudah masuk dan membantunya."Terima kasih, Mas Nial.""Iya, sama-sama, Sayang."Bela melepasnya. Melemparnya ke sandaran sofa ruang ganti dengan hanya menyisakan underwear. Saat Nial juga membuka kancing jasnya dan ikut melemparnya di temp
Nial tidak bisa membendung senyumnya saat tahu isi di dalam kotak kado itu. Itu berisi figura yang membingkai sebuah foto.Foto anak kecil perempuan dengan topi bundarnya. Itu adalah foto masa kecil Bela."Mas Nial 'kan selalu bilang kalau aku adalah hadiah yang kamu sukai?""Ya. Memang benar begitu, kok.""Jadi aku memberikan foto anak kecil itu padamu. Anak kecil yang hidupnya kamu selamatkan dan meski terpisah selama lebih dari satu dekade, takdir kembali mempertemukannu dengannya.""Ya, benar. Terima kasih. Mas akan letakkan ini di atas meja kantor kalau pulang nanti. Tapi ada yang harus kamu lakukan sekarang."Nial menutup kotak kado itu dan meletakkannya di atas nakas. Ia meraih tangan Bela dan membuatnya duduk di atas pangkuannya."Apa? Apa yang harus aku lakukan?""Berperan sebagai hadiah yang baik. Hm?"Nial telah membuka kancing dress yang dipakai Bela."Mas? Kamu nggak ingin makan kuenya dulu? Itu enak loh! Aku pesan di toko kue di ujung jalan yang ramai itu."Nial menggele
***Nial membuka matanya, hari sudah pagi. Dengan keadaan dirinya yang terbaring di atas ranjang bulan madunya. Dengan keadaan tanpa pakaian.Ia sama sekali tidak turun dari ranjang sejak dengan Bela kemarin sore. Akh.Mengingatnya saja membuatnya gerah setengah mati bahkan saat pendingin udara dinyalakan di atas sana. Ingatannya kembali terpanggil di saat-saat ia dan Bela memasuki kamar kemarin."Are you sure?" ragu Bela, bertanya memastikan pada Nial bahwa ia diperbolehkan mengambil alih kontrol mulai saat ini sejak Nial tidak bisa mendominasi hubungan ranjang karena ia masih tidak diperbolehkan bergerak terlalu banyak."Yeah, Baby! Take off my clothes!"Jantung Bela berdebar mendengar permintaan Nial agar melucuti pakaiannya. Bela tidak membantahnya dan membuka kancing kemeja Nial satu demi satu. Melihat perutnya yang masih terlilit perban dan belum sepenuhnya bisa dikatakan pulih.Nial hanya tersenyum saat Bela membuka kancing di celana panjang putih yang ia kenakan dan membuatny
Darah lebih kental dari Air. Jika di Swiss Leo menyerang Nial saat semua orang lengah, atau Jenni yang menyerang Bela saat itu, sekarang di sini, di Jakarta, Rafael menyerang Jerry.Tapi Jerry telah meningkatkan kewaspadaannya sepuluh kali lipat. Ia membaca pergerakan Rafael dan secepat mungkin menahan pergelangan tangannya yang membawa pisau cutter."Kamu yang brengsek!"Jerry memuntir tangannya hingga terbalik dan jatuhlah pisau itu. Rafael didorongnya hingga punggungnya terbentur dinding dengan kasar."Untuk semua yang telah kamu lakukan pada keluarga Nial, dan kali ini padaku. Bayarkan dan tebuslah semuanya, Rafael! Kamu punya kesempatan untuk menyesal."Jerry mengalihkan tangannya dari bahu Rafael ke kerah bajunya."Tapi saat kamu nggak berubah, aku pastikan kerah bajumu ini nggak lagi sama karena kamu akan mendekam di dalam penjara. Do you get it? Get lost you bastard!"Jerry memberikan penekanan pada setiap kalimatnya. Membuat Rafael bergidik ngeri karena dia dalam ancaman yan
"Selamat malam."Jerry datang dan menunduukan kepalanya pada Nial dan juga Bela yang ada di dalam kamar rawat."Selamat malam," balas mereka hampir bersamaan."Pak Nial sudah baikan?""Ya, Jerry. Dari mana kamu seharian? Kamu nggak datang menjengukku loh."Jerry menunjukkan senyumnya yang manis. Tapi Bela dapat melihat ada gurat kemarahan yang ia pendam saat ini."Bisa kita bicara? Hanya berdua saja."Jerry memandang Bela, memohon pengertian dan maaf."Sure, aku akan keluar. Aku akan ngobrol dengan Pak Watson."Bela hanya melemparkan senyumnya lalu memberi tempat untuk Jerry."Sebentar ya, Sayang?" Nial meraih tangannya sebelum ia benar-benar pergi."Iya, Mas. Kalian bicaralah!"Bela melambaikan tangannya sekilas pada Nial sebelum menghilang di balik pintu ruangan."Kenapa, Jerry? Hari ini kamu mengunjungi anak itu?"Nial bertanya sesegera mungkin. Tidak ingin membuang waktu lebih banyak karena ia ingin dengar apa yang ingin dikatakan oleh Jerry sampai membuat Bela harus pergi dari si