Sesuai yang dikatakan Bela dan yang mereka rencanakan kemarin. Hari ini ditutup dengan jalan-jalan pada sore hari di taman tak jauh dari rumah yang mereka tinggali.Berjalan di sepanjang jalur pedestrian, dengan dinaungi langit senja yang bersemburat oranye dan juga gumpalan beberapa kapas awan putih adalah hal terbaik untuk menikmati hidup sebagai warga Auckland.Bela memandang tangan kirinya yang di genggam erat-erat oleh Nial. Mereka sedang berjalan dengan diam. Membiarkan kedamaian dan sejuknya sore di Auckland menerpa rambut mereka.Bela masih tidak percaya bahwa ia telah berhasil membawa Nial terentaskan dari kubangan duka lara yang membelenggunya selama musim demi musim terlewati.Ia masih tidak percaya bahwa hal itu bisa ia lakukan. Kenyataan bahwa ia sedang di sini, bulan madu bersama Nial adalah jawaban yang mengakhiri segala pertanyaannya."Kenapa?"Nial dengan segera memutar kepalanya ke samping kanan karena merasa Bela terus saja memandanginya."Nggak, Mas.""Ada yang ma
***"Astaga, aku sudah mengubah Bela menjadi nakal."Nial berdiri menghadap ke cermin yang ada di dalam kamar mandi. Melihat bekas luka kemerahan di lehernya karena semalam Bela yang membuatnya di sana.Dan pagi ini, luka itu tampak tercetak semakin jelas.Ia tersenyum dan memakai turtle neck yang menutupi lehernya karena jika tidak maka pandangan mata elang Jerry akan mengetahuinya.Ia keluar dari sana tak lama kemudian dan melihat Bela yang sudah cantik dengan dress midi berwarna broken white dengan coat panjang berwarna merah maroon yang hari itu mereka beli di store.Memutar tubuhnya saat melihat Nial berjalan dari arah kamar mandi."Mas, bagus nggak?" tanyanya dengan sekilas berputar, menunjukkannya pada Nial yang mengangguk menjawabnya. "Cantik sekali. Semua terlihat cantik karena kamu yang memakainya.""Terima kasih.""Jadi, mau beli oleh-oleh apa untuk ayah dan mamah?""Mungkin ... seperti teh kesehatan? Atau madu? Atau kopi?""Bagus, ayo pergi!""Tunggu! Luaranmu!"Bela ber
Bela sebenarnya tidak siap, apalagi ia tahu sedang menjadi pusat perhatian orang-orang sejak ia dan Nial seperti pasangan yang sedang bertengkar.Tapi sekarang, mereka berdua seperti sedang pamer kemesraan pada semua orang.Bela membiarkan Nial sebelum akhirnya mereka kembali saling tatap."Di luar dingin. Ayo masuk!"Nial menarik Bela untuk bangkit, merangkul pundaknya agar ikut berteduh di bawah payung. Agar bahunya tidak kebasahan atau terkena tempias air hujan.Memasuki kafe terdekat, disambut senyum orang-orang asing yang seperti sedang mengatakan, 'Oh? Mereka sudah baikan!'Nial memintanya duduk di dekat jendela, agar Bela dapat melihat hujan pertama mereka di Auckland dengan leluasa."Bela?"Nial meraih tangannya karena Bela hanya diam saja."Kamu sungguh nggak mau bicara sama Mas?""Mau.""Lihat Mas kalau begitu!"Bela tersentuh, bagaimana cara Nial berubah dengan berusaha untuk meminta maaf telah membuatnya nyeri. Ia mengalihkan pandangannya dari hujan di luar sana pada Nial
Bela turun dari pangkuan Nial, menyambar pakaiannya yang sudah berceceran di lantai dan memakainya secepat kilat.Merapikan rambut dan menerima panggilan video dari Handoko."Bapak?""Hai, apa Bapak mengganggu?" Handoko bertanya dengan mendekat pada Sasti sehingga wajah mereka tampak di layar ponsel."Enggak kok, Pak. Bela baru pulang jalan-jalan sama Mas Nial."Bela mengerling sekilas Nial yang masih duduk dengan lemas di tempatnya. Dengan hasrat menggebu yang kini harus tertunda.Bela menyenggol lengannya, matanya mengisyaratkan agar Nial segera memakai bajunya. Untuk menutupi dadanya yang tak mengenakan pakaian,dan juga lehernya yang terdapat bekas kemerahan."Suamimu mana?" tanya Sasti dari seberang telepon karena Nial tak kunjung tampak."Halo, Ayah, Mamah? Kabar baik?"Nial akhirnya muncul di samping Bela. Melambaikan tangan pada Handoko dan Sasti."Baik, Nak. Kalian baik-baik saja di sana?""Baik, Mah.""Kalian pulang besok?""Iya, mungkin besok malam terbang dari sini.""Baikl
Pertanyaan itu hanya terjadi di dalam kepalanya sampai Han mengemudilan mobil memasuki halaman rumah.Sambutan hangat Kim seperti menyadarkannya bahwa ia ada di dunia yang sebenarnya lagi. Pada rutinitas yang harus ia jalani setelah petualangan selama berbulan madu."Selamat datang Pak Nial, Nona Bela.""Terima kasih, Bu Kim."Bela dan Nial menjawabnya hampir bersamaan sebelum memutuskan untuk masuk, selagi Han mengeluarkan koper mereka dari dalam bagasi."Hm ... nyamannya."Bela menghempaskan tubuhnya di atas ranjang. Nial yang masuk belakangan hanya tersenyum melihatnya. Ia membuka coat panjangnya dan melemparnya ke lantai begitu saja."Capek?" tanya Nial begitu ia suduk di sampingnya.Bela tak menjawab. Ia ingat ada yang harus ia tanyakan pada Nial, tentang Vida."Mas Nial, aku di jalan tadi melihat Vida."Mendengar nama Vida disebut membuat telinga Nial memanas. Ia berpikir akan memberi tahu Bela sedikit lebih lama lagi. Setidaknya kalau rasa lelah di antara mereka sudah mereda.
Tak hanya mata Nial yang terasa panas, tapi telinganya juga. Berpikir dalam hati apa yang telah dibuat Jerry sehingga membuat pembangkang yang ingin ia patahkan tulang lehernya itu bisa berlutut di depannya seperti ini.Dio menatap Nial. Dengan malu, sekaligus memohon karena ia tidak ingin membuat ayahnya gulung tikar.Belum lama Dio bahagia karena berpikir ia bisa bertemu Bela secepatnya sejak orang suruhannya memberinya kabar bahwa Bela dan juga Nial sudah mendarat semalam, pasca kembali dari bulan madu mereka.Tapi ....Beberapa saat sebelumnya ........"Brengsek kamu!"Suara ayahnya meninggi saat lelaki paruh baya itu memasuki rumahnya tadi pagi. Menampar Dio dengan tangannya yang paling kuat hingga membuat anaknya tersungkur ke lantai.Pagi yang biasanya tenang dan damai di dalam rumah kini dipenuhi dengan amarah Hakim Arnelda, pemilik Goldsky Holdings, ayahnya Dio."Papa kenapa?"Clueless, karena merasa Dio tidak melakukan kesalahan apapun, tapi Hakim murka tak terbendung."Sus
"Maafkan aku, Pak Nial! Aku tahu aku sudah gagal mendidiknya, maafkan aku!"Nial mendengus mendengarkan hal itu. "Kamu tahu sendiri 'kan bagaimana kejamnya aku? Aku nggak akan memberi ampun pada orang-orang yang sudah mengusik hidup tenangku.""Tapi, Pak Nial telah membuat Goldsky Holdings kolaps dalam waktu singkat.""Lalu apa maumu?""Maafkan Dio! Tolong!"Nial semakin kesal. Ia melihat Jerry yang membuka pintu ruangannya dan berdiri di ambang pintu. Dengan isyarat mata, Nial memintanya agar masuk dan mengenyahkan Hakim dari hadapannya."Ayo keluar!"Jerry menariknya bangkit. Tak peduli lagi untuk alasan apa ia minta bantuan darinya agar Nial kembali menyokongnya bangkit atas bisnisnya yang mengalami kebangkrutan.Nial sedikit melonggarkan dasinya sebelum ia duduk di kursi kerjanya. Memeriksa pesan dari Bela.'Mas Nial sudah ke kantor?''Sudah, Sayang. Maaf Mas berangkat pagi-pagi tadi sebelum kamu bangun.''Iya, aku membuatkanmu makanan. Sekarang sedang jalan diantar Pak Han ke k
***"Carilah tempat tinggal lain, Vid! Rumah ini sebentar lagi disita bank!"Vida yang sedang memakai lipstick dan duduk di depan cermin yang ada di dalam kamar terkejut karena apa yang dikatakan oleh Dio.Ia baru ingat kalau tadi pagi saat ia tidur terjadi keributan di rumah ini, tapi ia tidak terlalu jelas mendengarnya karena matanya masih lengket seperti lem.Ia memutar kepalanya pada Dio.Wajah tampan yang senantiasa tampak ambisius itu kini tampak berantakan, kacau dan lesu dalam waktu bersamaan."Kenapa disita bank?"Dio mendengus kesal."Pantas Nial membuangnmu jauh-jauh dari hidupnya. Itu karena kamu bodoh!""Yah!"Vida yang kesal bangkit dari duduknya. Ia memandang Dio yang dilihat dari manapun sedang sangat kesal padanya."Goldsky Holdings bangkrut."Vida mundur teratur. 'Secepat ini?' batinnya bertanya.Padahal ia baru saja melakukan kesepakatan dengan Dio untuk merusak hubungan Nial dan juga Bela, dan dia sudah akan memulainya sejak tahu adik perempuannya itu sudah kembal