"Selamat pagi."Adalah kalimat pertama yang didengar Bela saat ia membuka mata. Ada pemandangan yang sama cantiknya dengan landscape memukau milik Auckland dan itu adalah wajah cerah Nial."Selamat pagi."Bela gugup saat mengingat bagaimana panasnya kegiatan mereka semalam di dalam kamar mandi.Semakin gugup karena saat ini Nial tersenyum padanya saat duduk di tepi ranjang. Menunggunya bangun hanya untuk mengucapkan 'Selamat pagi' padanya.Bela merinding saat Nial mengecup keningnya, hidungnya, pipinya, dagunya sebelum bibirnya."Mandilah dulu! Aku sudah menyiapkan sandwich untuk sarapan. Kamu mau susu?""I-iya, terima kasih.""Aku suka kalau kamu seperti itu, Bela. Malu-malu, gugup, dan tersenyum."Nial ikut tersenyum saat ia bangkit dan pergi lebih dulu dari kamar.Bela menyusul tak lama kemudian dengan sudah memakai pakaian yang hangat. Bukan dress cantik dan anggun karena tempat mereka pergi hari ini akan ada di tanah yang bersalju.Tapi pandangan Nial mengatakan ia suka dengan ya
***"Apa itu Vida?"Niko seperti akan melompat keluar dan mematahkan seat belt miliknya saat ia berhenti di lampu merah dan melihat seorang perempuan yang ada di sisi kanannya. Perempuan itu juga ada di dalam mobil seseorang entah siapa, tapi ia yakin itu Vida."Tapi, bukannya Bela bilang dia ada di penjara?"Ia ragu, lalu memasang airpods di telinganya dan menghubungi Bela.Namun, jemarinya kaku saat itu juga. Ia baru ingat saat ini Bela sedang tidak ada di Jakarta. Melainkan sedang ada di luar negeri guna berbulan madu dengan Nial.Ia membatalkan niatnya dan kembali melepas airpods yang tadi ia kenakan.Lampu hijau menyala dan mobil yang ditumpangi Vida lebih dulu pergi membelah jalan raya. 'Mungkin aku hanya salah lihat?'....Niko tidak salah melihat karena yang tadi ada di sisi kanannya benar-benar seorang Vida. Ia dengan sopir milik Dio yang membawa mobil menuju sebuah lokasi perumahan elit. Dan itu adalah rumah Dio.Ia masuk setibanya di sana dan menjumpai Dio yang berjalan
***"Kamu capek?"Nial mempererat genggaman tangannya pada Bela.Mereka sekarang sedang ada di Mount Cook.Padang rumput kering, sungai yang ada di bawah jembatan gantung dan padang salju telah menemani akhir petualangan Bela dan Nial yang menghabiskan waktu dengan berjalan di sepanjang jalur trekking."Enggak, Mas."Bela tersenyum, cantik. Seperti pemandangan yang indah, landscape gunung bersalju dan juga padang ilalang yang memanjakan mata telah membuat mereka lelah.Tiga jam berjalan menuju tempat bersalju dan tiga jam perjalanan untuk kembali ke titik awal.Melelahkan sekaligus menyenangkan.Jerry mengambil foto-foto mereka. Menjaga jarak dengan berjalan sedikit lebih jauh di belakang agar dua makhluk hidup yang dimabuk cinta itu tidak merasa terganggu.Jerry senang karena Nial telah kembali cerah setelah awan gelap kehidupan merundungnya dalam sepi dan rasa bersalah. Ia senang itu adalah Bela yang menyembuhkan Nial.Tidak ia duga, pernikahan mereka yang hanya berawal dari keben
Bela terbangun dari tidurnya yang nyenyak. Ia membuka matanya, jendela besar selebar pintu di kamarnya, kelambunya sudah terbuka. Pemandangan langit biru yang terlihat sampai ke sini memanjakan penglihatannya.Tapi ada hal lain yang lebih atraktif.Nial.Bela melihatnya sedang melakukan pemanasan, stretching lengan kiri dan kanan, di dekat jendela. Membuat Bela disuguhi dua pemandangan sekaligus, langit pagi dan juga Nial.Jantung Bela berdebar melihat Nial--yang tampak tak tahu kalau dia sudah bangun. Karena ia terus beraktivitas. Melakukan push up, sit up, back up. Dengan keadaan bertelanjang dada dan memakai celana panjang warna putih. Melihat Nial melakukan push up membuat debar jantungnya berantakan. Ia berkeringat dan larut dalam aktivitas fisiknya di dekat jendela."Kamu sudah bangun?"Bela mengakhiri lamunan panjangnya saat suara Nial membuatnya sesegera mungkin tersadar."I-iya."Bela dengan gugup menjawab, belum bangun dari posisinya sementara Nial masih melakukan push up
"M-Mas, stop!"Susah payah Bela membuat Nial agar ia menahan hasratnya. "Kenapa? Kamu menolak Mas?""Aku nggak menolak, tapi—"Kruyuuuk ....Perut Nial berbunyi dan tawa Bela terdengar renyah."Tuh! Kamu lapar, 'kan?""Baiklah, deep kiss ya? Sebentar saja."Bela mengangguk. Menurutinya untuk saling menautkan bibir sebentar karena Nial meminta deep kiss dan membiarkan Bela memasak. Ia juga membantu dengan menyeduh kopi dan mereka letakkan di atas meja setelah semua makanan siap. Duduk di ruang makan. Di samping jendela besar di mana di luar sana cuaca sedang terik. Berada di dalam rumah adalah satu-satunya hal yang menyejukkan."Terima kasih, ini enak sekali."Nial tersenyum saat melakukan satu suapan dengan pasta lembut dan juga saus yang enak. Hasil karya Bela."Iya, kamu suka?""Aku hampir nggak pernah makan makanan rumahan setelah peristiwa yang mengguncang hidupku."Bela tahu itu pastilah peristiwa kematian Catherine dan juga Gavin. Nial hanya tidak menyebutkan namanya dan seb
Gugup.Ini adalah pertama kalinya bagi Bela untuk berdansa. Tapi di SMA ia pernah ikut kelas tari kontemporer dan ada beberapa kali praktik tentang dansa.Meski ia merasa tubuhnya bergerak dengan kaku, tapi Nial mengimbanginya dan memimpinnya dengan baik. Musik dari Christina Perri yang dimainkan secara live band menambah bagaimana manisnya suasana malam ini. 'A thousand years,' ini seperti lagu yang ditunjukkan bahwa mereka akan mencintai bahkan untuk seribu tahun lagi. Setiap orang dengan pasangan mereka masing-masing melantai dengan nyaman.Bela juga merasa nyaman saat tangan Nial melingkar di pinggangnya. Menatapnya sepanjang malam dengan mata yang indah dan penuh cinta. Ia juga bisa melihat Jerry yang memotret dari kejauhan dan tersenyum saat Nial berbisik di telinga Bela."Kamu yang tercantik di sini."Sembari terus berdansa."Jangan bohong! Banyak yang lebih cantik. Perempuan berambut merah tadi juga sangat cantik.""Aku nggak lihat, tuh! Aku hanya melihatmu."Bela menyelid
***"Sepertinya, benar di sini rumahnya."Dio berhenti dari motornya. Di depan sebuah rumah minimalis yang bercat putih, dengan sebuah mobil mewah yang terparkir di depannya dan juga lampu yang tampak redup saat malam hari.Ia tersenyum. Dilihat dari bagaimana Nial sang perfeksionis dan menyukai hal-hal yang cantik, maka dapat dipastikan rumah ini adalah pilihan Nial untuk tinggal selama ia berbulan madu dengan Bela"Tunggu aku, Bela! Saat Nial lengah, aku akan mencurimu darinya."Ia kembali tersenyum lalu pergi dari sana. Lelah, setidaknya ia harus mengistirahatkan punggung dan juga lehernya yang terasa kaku.Harusnya ia bisa istirahat dengan tenang di kamar hotelnya. Tapi begitu mendapat pesan dari orang yang ia perintahkan, tentang adanya kemungkinan Bela dan Nial tinggal di sini, ia bergegas datang untuk memastikan.Dio tidak tahu satu hal.Bahwa ia sedang diawasi oleh mata elang Jerry dari balik kelambu yang ada di rumah seberang.Sedang menyeringai dan mengirim pesan pada Nial.
Seperti mendapat sebuah tamparan keras. Kalimat Bela seketika itu menyadarkannya.Ia tahu ia salah dengan mengedepankan egonya untuk menangkap basah Dio tapi dengan bodohnya justru mengabaikan perasaan Bela, kondisinya dan juga keselamatannya."Mas nggak bermaksud seperti itu, Sayang. Maaf ...."Bela menangis tak terbendung. Merasa Nial sangat jahat."Mas sadar sudah menjadikanku umpan? Aku ketakutan dan berpikir aku nggak bisa menjaga kehormatanku lagi. Tapi Mas Nial? Apa yang kamu lakukan?""Sayang ...."Nial memeluk Bela dengan erat. Tapi Bela memberontak lepas dari dalam dekapannya. Nial tidak ingin memaksanya dengan memeluknya semakin erat karena ia takut akan meremukkan tubuh Bela."Bagaimana ... kalau Mas Nial terlambat dan aku sudah diperk0sa Dio? Aku nggak bisa memaafkan diriku sendiri, Mas Nial tahu itu?""Maaf. Maafkan Mas!""Keluar!"Bela menunjuk pintu agar Nial enyah dari hadapannya."Bela?""Keluar! Aku nggak mau ketemu kamu hari ini!""Mana mungkin Mas bisa meninggalk