Berdebar.
Hanya itu yang dirasakan Nial saat Bela menyentuh wajahnya, menghapus air matanya yang sekali lagi telah tergenang karena mengingat Catherine.
Nial hanya diam dengan kaku saat Bela mengecupnya. Netra cantik Bela sudah terpejam sementara mata Nial masih terbuka.
Ia tidak siap karena Bela menciumnya, dengan cara yang tiba-tiba.
Bela tahu ia bodoh karena dengan beraninya mencium Nial. Sekarang tuan pemarah pasti akan mengamuk karena Bela berbuat semaunya sendiri.
Ia dengen cepat menarik wajahnya dari Nial. Namun, gagal.
Karena Nial menahan tengkuknya agar ia tidak pergi ke manapun dan dalam posisi mereka saat ini.
Nial tidak marah atau mengumpatinya dengan kata-kata kasar. Tapi justru memagutnya dengan begitu lembut. Yang mana hal ini membuat degub jantung Bela berantakan.
Nial tidak pernah sehangat, sedekat da
Bela tahu Nial suka melakukan hal-hal di luar yang diperkirakan orang-orang. Tapi kali ini ia benar-benar nekad.Bagaimana tidak?Di tengah-tengah seminar Nial bangkit dari duduknya dan meninggalkan Jerry yang memanggilnya dengan kesal. Bela melihat sendiri bagaimana Nial lewat di jalan yang ada di tengah hall.Untung saja ini memasuki waktu jeda istirahat sebentar sehingga ia tidak mengganggu berlangsungnya seminar. Tapi ia tidak gagal membuat beberapa perempuan terperangah saat ia lewat.'Dia sudah gila?' Bela sangat kesal dalam hati karena Nial terus berjalan mendekat padanya. Suara jejeritan anak gadis orang semakin ramai terdengar. Bela meremas tangannya sendiri dengan gugup, ia hanya berharap Nial tidak melakukan hal yang lebih banyak menarik perhatian.Tapi, tidak semudah itu.Karena Nial justru berlutut di samping Bela, yang memang duduk di barisan tengah tapi pada kursi paling tepi."Nanti pulanglah denganku!"Dia mengucapkannya tanpa beban selagi Bela mengatupkan kedua bi
Bela dapat mendengar suara gemuruh petir dari kejauhan seperti sedang menyetujui bahwa Nial adalah serigala buas saat ia marah.Sama seperti sekarang, ia tampak tidak bisa mengendalikan diri saat tahu bahwa orang yang menyebabkann kecelakaan padanya adalah Vida."Kamu bilang kamu nggak ingat sama kecelakaan itu. Tapi bagaimana bisa kamu tahu itu adalah Vida?"Bela tidak berani membalas tatapan mata Nial. "Jawab aku, Bela!"Nial sebisa mungkin menjaga nada bicaranya karena ia tidak ingin berteriak dan membuat Bela ketakutan."Aku mengingatnya, Mas. Aku ingat semuanya setelah melihat bunga casablanca yang kamu bawa ke rumah sakit.""Kenapa kamu nggak bilang?""Bilang apa? Kalau kakak perempuanku yang menabrakku?"Nial hanya melemparkan pandangan kesalnya sebelum berbalik arah dan mengatakan,"Aku akan memberinya pelajaran."Namun, baru mengambil langkah pertamanya, ia berhenti. Tangan Bela merengkuhnya dari belakang mencegahnya melakukan hal itu."Jangan, Mas Nial!"Bela tidak tahu apa
Beberapa jam sebelumnya ...."Ada yang berubah dengan Bela."Nial berujar pada Jerry saat mereka keluar dari kantor dan berkendara pulang."Apanya yang berubah?"Jerry yang duduk di samping Nial, di balik kemudinya membelokkan mobil ke arah jalan raya."Kamu tahu 'kan dia itu suka membantah, tapi akhir-akhir ini dia selalu bilang 'iya, baiklah.'""Sejak kapan?"Nial memejamkan matanya sejenak sebelum kembali melihat mobil yang membelah kabut petang."Sejak aku mengajaknya pergi ke Rusia.""Apa yang Pak Nial katakan padanya?""Aku bilang pernah ke sana bersama Catherine di bulan-bulan awal tahun."Jerry mendengus kesal saat menghentikan mobilnya di perempatan yang menunjuk pada lampu merah."Itu pasti melukainya, Pak Nial.""Itu melukainya?""Tentu saja.""Tapi, Bela bilang Catherine tetap bisa hidup dalam hatiku."Jerry mendengus kesal lagi saat ia kembali meneruskan laju mobil. Sekilas memandang Nial yang sangat bodoh menurutnya.'Benar kata pepatah, sejenius apapun seseorang dia aka
...."Auh! Silaunya."Suara bariton seksi Nial terdengar ketika ia membuka matanya saat merasakan sinar matahari yang menyelinap masuk dari celah kelambu di kamarnya. Tapi seperti tahu ia sedang merasa silau, tangan seseorang telah merapatkan kembali kelambu sehingga mata Nial kembali dibuat nyaman.Ada yang aneh dengan keningnya. Ia merasa ada yang diletakkan di atasnya. Benar saja, itu adalah kompres.Membutuhkan waktu beberapa saat baginya untuk menyadari bahwa perempuan yang sangat cantik yang datang dari arah jendela itu adalah Bela.Ia tampak khawatir saat Nial bangun dan tidak sadar dengan apa yang terjadi padanya semalaman."Sudah bangun?" sapanya lembut lalu duduk di tepi ranjang, di samping Nial."Benda apa ini yang kamu letakkan di atas kepalaku?""Kompres, Mas semalam demam. Hampir tiga puluh sembilan derajat."Bela mengambilnya menjauh dari Nial dan meletakkannya di atas nakas."Benarkah? Apa yang terjadi denganku? Apa aku mengigau?"Nial bangkit, memijit keningnya yang
Nial bergegas menjemput Bela dengan diantar Jerry saat mendapat pesan dari Handoko kalau Sasti, ibunya Bela kembali memasuki masa kritis setelah kondisinya drop.Ia berjalan untuk mencari Bela setelah anak itu tidak mengangkat panggilannya. Tapi ia justru disuguhi pemandangan Niko yang bertabrakan dengan Bela, meraih wajahnya dan memberikan tatapan yang seteduh pohon pinus."Niko!"Ia memanggil Niko karena sepertinya ia tidak mendengar peetanyaannya sebelumnya."Mas Nial?"Bela dengan cepat melepas tangan Niko dari wajahnya."Ke sini!"Nial mengulurkan tangannya memberi isyarat pada Bela untuk mendekat. Karena tidak ingin memperburuk kondisi hati Nial yang sudah pasti kesal karena Niko menyentuhnya, Bela dengan cepat mengambil langkah dan menyambut tangan Nial.Garis dagu Niko menegang melihat bagaimana patuhnya Bela pada Nial."Kamu sudah mendapat pesan dari Ayah?"Bela mengangguk menjawab Nial. Yang segera menarik tangannya agar pergi dari sana. Bela tahu saat ini ia pasti sedang m
Tiga menit sebelum insiden ....Nial merasa ia terus saja menuruti Bela akhir-akhir ini. Ia juga merasa bahwa Bela lebih mendominasi ketimbang dirinya.'Pusing,' ucapnya dalam hati. Ia sudah bisa melihat mobilnya yang parkir di sebelah motor sport. Ia baru tahu kalau itu adalah motor milik Niko.Karena anak itu muncul dengan wajah kesal dari arah koridor lain. Bertambah kesal saat melihat Nial."Apa yang kamu lakukan di sini?" Nial bertanya sambil mendekat padanya."Kenapa? Ini tempat umum.""Apa begini caramu bicara dengan orang lain?"Niko tertawa, ia menjauh dari motornya dan menyunggingkan sebuah seringai."Lihat dirimu dulu, Nial! Bagaimana caramu bicara dengan Bela!""Kenapa memangnya? Aku benci mengatakan ini, tapi hiduplah di dunia nyata! Jangan hidup dalam fantasi dengan istri orang!"Niko menggertakkan gigi-giginya saat kalimat Nial telah berhasil memprovokasinya."Tutup mulutmu, Nial! Jangan bicara lagi!""Sudah kubilang Bela milikku, jadi berhenti mengejarnya! Pulanglah!"
***Saat memasuki ruang ganti, Bela dapat melihat Nial sedang memakai kemeja yang tadi sudah ia siapkan."Makanlah dulu sebelum berangkat!" ucap Bela saat ia mendekat dan meraih dasi dari tangan Nial dan mengalungkannya ke leher di mana ia bisa mencium bau parfum yang harum dari sana.Nial sedikit membungkukkan badan saat Bela memakaikan dasi untuknya."Mau mencoba menarik perhatianku?"Bela tersenyum. "Mungkin."Nial memandang dagu Bela yang kecil. Semua yang ada pada dirinya tampak cantik, seperti disengaja oleh Tuhan agar ia mudah dipeluk oleh tangan besarnya."Kamu membuatkanku sarapan?"Bela mengangguk. Ia selesai memasangkan dasi untuk Nial yang kembali menegakkan punggungnya."Flu-nya sudah sembuh?""Lumayan, aku akan pulang cepat hari ini. Kamu pulang jam berapa? Aku akan menjemputmu.""Sungguh?""Iya.""Nanti aku akan mengirim pesan."Nial mengangguk. Ia masih memandang Bela, ia tahu ada yang ingin disampaikannya tapi ia ragu."Kenapa?"Nial menyentuh dagu kecil Bela."Eyes
Bela tersenyum saat membaca pesan dari Nial yang mengatakan dia akan menjemputnya sebentar lagi. Ia keluar dari kelas terakhirnya dan berjumpa dengan Niko yang memang tampak menunggunya. "Bela.""Kak Niko?"Bela dapat melihat bekas memar di wajah Niko yang ia dapat dari pertengkarannya dengan Nial semalam."Maaf untuk yang tadi malam, Bel.""Yang mana?""Yang memperlakukanmu seperti barang."Bela mengangguk. "Sudahlah! Nggak apa-apa.""Nial nggak melakukan sesuatu yang buruk padamu?""Nggak. Kak Niko mau pulang? Aku duluan ya!"Bela lebih dulu berjalan meninggalkan Niko tapi dengan cepat ia berhenti saat pergelangan tangan kirinya ditahan.Bela tidak tahu harus bersikap bagaimana karena banyak mata yang menyaksikan mereka. Sementara semua orang tahu Bela sudah menikah."Nggak ada kesempatan untukku masuk? Sama sekali?""Kak Niko sudah tahu jawabannya, maaf."Ia melanjutkan langkah setelah menarik tangannya dari Niko. "Bela!"'Tidak! Jangan menoleh, Bela!'"Bela!"Tidak ada jawaban